• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Terhadap Kualitas Hidup Keluarga Miskin di Kelurahan Bandar Utama Tebing Tinggi Kota Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Terhadap Kualitas Hidup Keluarga Miskin di Kelurahan Bandar Utama Tebing Tinggi Kota Kota Tebing Tinggi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dampak

Dampak secara sederhana dapat di artikan adalah suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik sosial, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Menurut KBBI dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik dampak positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang , benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi.

Adapun dampak memberikan pengaruh berupa:

1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif. 2. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif.

3. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan dengan dampak positif.

(2)

2.2 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

2.2.1 Pengertian Rumah Tidak Layak Huni

Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karna tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Pada umumnya rumah tidak layak huni erat kaitannya dengan pemukiaman kumuh karena pada dasarnya di daerah permukiman kumuh tergambar kemiskinan masyarakat.

Adaupun kriteria rumah tidak layak huni apabila:

a. Kondisi rumah

1. Luas lantai perkapita kota < 4 m2, desa < 10 m2.

2. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas . 3. Tidak mempunyai akses mandi, cuci dan kakus.

4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, rumbia.

5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara. 6. Tidak memiliki pembagian ruangan.

7. Lantai dari tanah dan rumah lembab.

8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan. b. Kondisi lingkungan

1. Lingkungan kumuh dan becek.

(3)

3. Jalan stapak tidak teratur. (http://www.kemsos.go.id/moduls.diakses pada pukul 24 Febuari2015 pukul 18.00 WIB)

2.2.2 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan

kebutuhan rumah layak huni, Kementerian Sosial RI mengembangkan kebijakan

sosial Penanggulangan Kemiskinan (P2K) melalui Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial.

Kegiatan RS-RTLH tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi

sebagian masalah kemiskinan, tersedianya rumah yang layak huni, adanya

kenyamanan bertempat tinggal, meningkatnya kemampuan keluarga dalam

melaksanakan peran dan fungsi keluarga untuk memberikan

perlindungan,bimbingan dan pendidikan, meningkatnya kualitas kesehatan

lingkungan permukiman dan meningkatnya harkat dan martabat. (Sosiokonsepsia

Vol. 17, No. 02 2012 hal 207)

2.2.3 Maksud , Tujuan dan sasaran Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

a) Maksud

1. Meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan melalui program

bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni.

2. Membantu masyrakat yang berpenghasilan rendah agar dapat

hidup lebih sehat dan sejahtera.

(4)

4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak bagi

kemanusiaan.

b) Tujuan

1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga yang kurang mampu

sehingga dapat hidup secara sehat, serasi, aman dan teratur.

2. Memberikan motivasi kepada masyarakat yang kurang mampu

guna menunjang kehidupan yang lebih sejahtera.

3. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan tujuan memberantas

keniskinan dan keterbelakangan.

c) Sasaran

Dalam kegiatan ini sasarannya adalah masyarakat yang memiliki rumah

tidak layak huni dan tergolong dibawah garis kemiskinan dan

berpenghasilan rendah.

2.2.4. Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan

Ada beberapa kriteria yang harus di miliki setiap keluarga penerima bantuan RS-RTLH adalah sebagai berikut:

1. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku;

(5)

3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin;

4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati;

5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan /desa atas status tanah.

6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai berikut :

a. Tidak permanen dan / atau rusak;

b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bamboo yang dianyam/gedeg, dsb;

c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya;

d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak;

(6)

2.2.5. Kelompok Penerima Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Kepala Keluarga penerima bantuan dengan difasilitasi oleh Dinas Sosial Kab/Kota membentuk kelompok dengan anggota berjumlah 5 sampai dengan 10 KK. Tugas kelompok adalah :

1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara;

2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara;

3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi;

4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang;

5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang);

6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp. 10.000.000,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas SosialKab/Kota;

7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah secara gotong royong dalam satu kelompok;

(7)

9. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan dan kegiatan RS-RTLH kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi dengan malampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan yang diketahui kepala desa/lurah.

2.2.6 Prosedur Pengusulan Kegiatan

Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni adalah sebagai berikut :

1. Dinas Sosial Kab/Kota bersama TKSK/PSM/Karang Taruna/Orsos/Aparat desa/Kelurahan melakukan pendataan KK calon penerima RTLH;

2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/Instansi Kab/Kota mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by address) dan foto rumah;

3. Ditjen Pemberdayaan Sosial & Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan;

4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH

(8)

2.2.7 Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

2.2.7.1 Prinsip Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Prinsip pelaksanaan kegiatan RS-RTLH adalah:

1. Swakelola; Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan lampiran I Bab III Keppres No.80 tahun 2003.

2. Kesetiakawanan; Dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang.

3. Keadilan; Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan seimbang antara hak dan kewajiban.

4. Kemanfaatan; Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi dari barang/ruang/kondisi yang diperbaiki atau diganti.

5. Keterpaduan; Mengintegrasikan berbagai komponen terkait sehingga dapat berjalan secara terkoordinir dan sinergis.

6. Kemitraan; Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan fakir miskin dan masyarakat pada umumnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak.

7. Keterbukaan; Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.

(9)

9. Partisipasi; Pelaksaan RS-RTLH dilaksanakan dengan melibatkan unsur masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya.

10.Profesional; Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik dan pendekatan /konsep yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

11.Keberlanjutan; Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

2.2.7.2 Tahapan Pelaksanaan

Tahap pelaksanan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni adalah sebagai berikut ini:

1. Verifikasi proposal RS-RTLH;

2. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima bantuan dan faktor lainnya nyang akan mendukung keberhasilan kegiatan;

3. Sosialisasi

Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.

Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup :

(10)

b) Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota;

c) Unsur Masyarakat;

d) Pendamping (TKSK).

4. Membangun dan mengembangkan komitmen untuk menyepakati berbagai sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan program;

5. Penentuan lokasi dan calon penerima;

6. Verifikasi calon penerima bantuan;

7. Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH:

a) Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan diperbaiki;

b) Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki berdasarkan pada fungsi dan ketersediaan dana dan sumber lainnya;

c) Membuat rincian jenis/bahan bangunan yang diperlukan serta besarnya biaya;

d) Melaksanakan pembelian bahan bangunan;

(11)

f) Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai selambat-lambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok.

2.2.7.3 Pelaporan

Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kab/Kota kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, mencakup:

a. Laporan pertanggung jawaban keuangan dana operasional masing-masing Kab/Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran;

b. Laporan pertanggung jawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing kelompok setelah selesai pelaksanaan pekerjaan;

c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaian pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai.

2.2.8 Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana Rehabilitasi Sosia

Rumah Tidak Layak Huni

2.2.8.1 Penyaluran dan Pencairan

(12)

2. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas dan nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH ;

3. Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin mengajukan SPP-LS ke bagian keuangan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dengan melampirkan SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tentang penetapan penerima bantuan serta nomor rekening Dinas Sosial Kb/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH untuk dibuatkan SPM-LS;

4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang penerima bantuan RS-RTLH, serta dana operasional;

5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas Sosial Kab/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH

6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Dinas Sosial Kab/Kota.

2.2.8.2 Penggunaan Dana

(13)

a. Pembelian bahan bangunan, biaya atau dana untuk pembeilian bahan bangunan sebanyak Rp.9.000.000,-

b. Biaya tukang, biaya atau dana bangunan rumah sebanyak Rp.1.000.000,-

2. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana operasional, maka Dinas Sosial kab/Kota harus segera menyetor ke kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja,

3. Seluruh pajak dan penerima Negara bukan pajak dalam pelaksanaan kegiatan dana operasional disetorkan ke kas Negara oleh pihak Dinas Sosial Kab/Kota sesuai peraturan perpajakan yang berlaku dengan menyampaikan bukti setoran pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin.

2.2.9 Sanksi

Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila:

1. Dinas Sosial selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya;

2. Kelompok penerima bantuan stimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya;

(http:// www.kemsos.go.id/module Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan

(14)

2.3 Kualitas Hidup

Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya.

(Kreitler & Ben dalam Nofitri, 2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.

Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional , kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus dengan konsep standar hidup , yang terutama didasarkan pada pendapatan. Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi dan waktu luang. (http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_of_life diakses tanggal 23 Febuari 2015 pukul 18.00 WIB)

(15)

evaluasi objektif dan subjektif dari fisik, materi, sosial, dan kesejahteraan emosional bersama dengan tingkat pengembangan pribadi dan tujuan aktivitas, semua ditimbang oleh satu set nilai-nilai pribadi. Evaluasi objektif mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, seperti kesehatan, pendapatan,kualitas perumahan, jaringan persahabatan, aktivitas, transosial dan sebagainya. Evaluasi subjektif mengacu pada kepuasan pribadi dengan kondisi kehidupan yang demikian. Signifikansi keduanya ditafsirkan dalam kaitannya dengan nilai atau pentingnya tempat individu pada masing-masing wilayah yang bersangkutan (Renwick, Brown & Nagler dalam Kartini, 2014).

Kualitas hidup seseorang dapat diukur melalui empat dimensi utama yaitu kesejahteraan fungsional, fisik, psikologis/emosional, dan sosial

a. Kesejahteraan Fungsional

Kesejahteraan fungsional yaitu kemampuan seseorang utnuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari meliputi bekerja, melakukan transaksi di bank, belanja, belajar, membersihkan rumah, merawat diri, berpakaian, menyiapkan makanan.

b. Kesejahteraan Fisik

Kesejahteraan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

c. Kesejahteraan Psikologis/Emosional

(16)

yang dialami dalam kehidupan seseorang sehingga terhindar dari timbulnya masalah-masalah psikologis.

d. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membina hubungan interpersonal dengan orang lain, di mana hubungan yang terbina adalah hubungan yang mempunyai kerekatan dan keharmonisan (http://Welcome To My World.com Kualitas Hidup.htm/Kualitas Hidup 25 Febuari 2015 pukul 18.00 WIB)

Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan kualitas hidup. Dilihat dari masing-masing pemerintahan, indikator yang dimaksud ternyata juga berbeda-beda. Negara komunis memiliki standar kualitas hidup yang berbeda dengan negara nonkomunis. Selain itu, akhir-akhir ini juga tampak perkembangan indikator yang mengarah pada indikator nonfisik. Indikator-indikator seperti kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain mulai dipertimbangkan sebagai indikator yang penting.

(17)

(KORAN-Kualitas Hidup Sebagai Sasaran Pembangunan.pdf diakases 23 febuari 2015

pukul 19.00 WIB).

Menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan seperti itu maka banyak ahli yang berorientasi pragmatis dengan jalan hanya mengambil sedikit indikator yang relevan saja sesuai dengan pokok penelitian peneliti. Salah satu asumsinya adalah karena tingginya korelasi antar indikator sehingga menggunakan sedikit indikator saja sudah cukup mewakili.

Oleh sebab itu dari beberapa indikator yang di kemukan di atas, maka dalam penelitian ini, yang mana peneliti sedang mencari dampak dari Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RLTH) terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin mengunakan indikator kualitas hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari kesejahteraan umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, kondisi psikologis, kondisi kesehatan dan prilaku hidup bersih.

2.4 Keluarga Miskin

(18)

Secara kualitatif, kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup

manusia tidak bermartabat manusia. Atau dengan kata lain, hidup manusia tidak layak sebagai manusia dimana hak-hak dasar dan kebutuhan sebagai manusia tidak dapat di penuhi . Secara Kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan di mana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa yang lazim “tidak berharta benda”.

Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Sementara, sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.(

Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02. 2012 Hal 206-207)

Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistik:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/

tembok tanpa diplester.

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

(19)

f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah. h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

j. Hanya sanggup makan sebayak satu/dua kali dalam sehari.

k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,-/bulan.

m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya (BPS, dalam Siagian, 2012:80)

Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah :

a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan

kekuatan sendiri.

c. Tingakat pendidikan umumnya rendah

d. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.

(20)

f. Makanan dua atau sekali tetatpi jarang memakan telor dan daging (makanan bergizi)

g. Tidak bisa berobat ketika sakit

h. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga .

Keluarga digambarkan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti sempit dan luas. Keluarga dalam arti sempit didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum dewasa/ belum kawin. Sedangkan keluarga dalam arti luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dari suatu lingkungan keluarga yang luas dari pada ayah, ibu dan anak-anaknya.

Jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam suatu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat pendapatanya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan.

2.5. Kesejahteraan Sosial

2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan berasal dari kata Sejahtera dalam bahasa sansekerta “catera”

(21)

Walter A Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditunjukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.(Wibhawa, Raharjo & Budiarti, 2010:24)

Menurut Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare, Kesejahteraan Sosial adalah Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya”. (Rukminto Adi, 2008:46-47).

Menurut Medgley bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika (1) berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, (2) ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan (3) ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02 2012 Hal 206)

(22)

“Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

(http://www.depsos.go.id/UU-Kesos-No11-2009.pdf, diakses 24 Febuari 2015

pukul 17.00 WIB)

Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi ataupun kehidupan spritual.

2.5.2Tujuan Kesejahteraan Sosial

Dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk:

1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menagani masalah kesejahteraan sosial;

4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

(23)

Fahrudin (2012) menyebutkan dua tujuan Kesejahteraan Sosial yaitu:

1. Untuk mencapai kehidupan sehjahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang harmonis dengan lingkungannya.

2. untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat dilingkungannya, misalnya dengan mengali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan

2.5.3 Sasaran Kesejahteraan Sosial

(24)

2.6 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) terhadap kesejahteraan Keluarga Miskin

Penelitian tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Bagi Keluarga Miskin pernah dilakukan oleh peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI di Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan Program RS-RTLH di Kota Banjarmasin telah membawa dampak positif terhadap kesejahteraan keluarga miskin, kondisi tersebut dapat dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu, aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis.

Aspek pertama yaitu pemenuhan kebutuhan rumah, yang di ukur adalah kondisi lantai, dinding, atap, pembagian ruangan, WC dan ventilasi rumah. Berdasarkan hasil skoring dan kategorisasi, diperoleh informasi bahwa terjadi perubahan yang signifikan, antara sebelum dan sesudah diberikannya bantuan rehabilitasi rumah. Berdasarkan data yang diperoleh, RS-RTLH sudah memberikan dampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan rumah keluarga miskin. Sebanyak 77.5 % responden pada kategori tinggi, dan 22.55% kategori sedang. Permasalahan pada kategori sedang, yaitu bahan bangunan kurang bertahan lama, belum memiliki WC dan ventilasi masih terbatas.

(25)

terjadi tidak cukup signifikan. Pada kategori tinggi terjadi perubahan dari 85% menjadi 90 % atau hanya terjadi peningkatan sebesar 5 %. Artinya, sebelum ada RS-RTLH sebagian besar penerima manfaat sesungguhnya sudah dalam kondisi sosial yang cukup baik.

(26)

2.7 Kerangka Pemikiran

Secara garis besar kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu fisiologis-organis

dan psikis-sosial. Kebutuhan fisiologis-organis atau kebutuhan material adalah

kebutuhan yang terkait langsung dengan pertumbuhan fisik manusia. Termasuk di

dalam kebutuhan ini, yaitu tempat tinggal (rumah), sandang, pangan dan

kesehatan. Sedangkan kebutuhan psikis-sosial adalah kebutuhan yang terkait

dengan perkembangan psikis dan sosial manusia. Termasuk di dalam kebutuhan

ini, yaitu kebutuhan relasi sosial, menyatakan diri, kasih sayang, dan rasa

aman.Jika di kaitkan diatas maka kebutuhan tempat tinggal (rumah) merupakan

salah satu kebutuhan dasar manusia, yang sekaligus sebagai unsur di dalam

konsep kesejahteraan sosial.

Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan sekaligus sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial. Rumah dalam pengertian ini tidak

terbatas pada pemenuhan kebutuhan Fisik-organis, yaitu terlindunginya orang dari

ancaman dan gangguan yang berasal dari luar rumah, seperti panas, angin, dan

hujan. Akan tetapi rumah juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan sosial

psikologis, seperti tempat yang menjamin kelangsungan hidup, pelembagaan nilai,

norma dan pengembangan pola relasi sosial, memberikan rasa aman dan damai,

dan meningkatkan harkat dan martabat, sehingga rumah merupakan kebutuhan

yang mutlak untuk dipenuhi.

Pada kenyataannya, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan

(27)

kerapuhan dan ketidakberdayaan menyebabkan mereka tidak mampu menempati

rumah layak huni. Mereka hanya mampu membangun rumah tidak permanen dari

bahan-bahan yang mudah rusak atau bahan-bahan bekas.

Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan

kebutuhan rumah layak huni serta melihat bahwa rumah merupakan tempat yang

memiliki nilai yang sangat strategis, maka Kementerian Sosial RI

mengembangkan kebijakan sosial melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak

Huni (RS-RTLH). RS-RTLH merupakan bantuan stimulan agar fakir miskin dapat

memenuhi kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial untuk

meningkatkan kualitas hidup mereka.

Untuk mengetahui peningkatan Kualitas Hidup yang dirasakan penerima

bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, maka digunakan indikator Kualitas Hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum, Yaitu Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, Kondisi sosial dan Kondisi psikologis.

Kelurahan Bandar Utama setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak

Huni (RS-RTLH) banyak memberi dampak terhadap masyarakat terutama bagi

keluarga miskin penerima bantuan. Dampak tersebut dilihat dari sebelum

dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan setelah

dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Adapun dampak

tersebut dilihat dari:

(28)

ini dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis.

2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif yang dihasilkan misalnya dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, aspek sosial, dan aspek psikologis yaitu kondisi kesehatan.

3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH misalnya dampak yang dilihat dari aspek psikologis yaitu meningkatnya prilaku hidup bersih keluarga penerima bantuan RS-RTLH.

Skematisasi kerangka pemikiran merupakan transformasi narasi yang

menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian

menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan

cara penyajian dari narasi menjadi skema. Untuk itu bagan kerangka pemikiran

(29)

BAGAN I

Bagan Kerangka Pemikiran

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak

Huni (RS-RTLH)

Dampak:

1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif terhadap kualitas hidup keluarga miskin.

2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif.

3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH

Setelah

RS-RTLH

Sebelum

RS-RTLH

Indikator Kualitas Hidup:

1. Pemenuhan Kebutuhan Rumah 2. Kondisi Sosial

(30)

2.8 Hipotesis.

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang menegaskan hubungan antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu, hipotesis adalah arahan sementara untuk menjelaskan fenomena yang diteliti (Siagian,2011:148). Hipotesis yang digunakan dalam proposal penelitian ini dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan.

Adapun Hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin. .

Ha : Terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin.

2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.9.1 Definisi Konsep

(31)

akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini:

1. Yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat positif, langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat miskin.

2. Yang dimaksud dengan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dalam penelitian ini adalah kegiatan atau program yang di luncurkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin yang tinggal di rumah yang tidak layak huni, dengan melakukan penyuluhan/sosialisasi dan pemberian bahan bangunan untuk perbaikan rumah.

3. Yang dimaksud dengan Kualitas Hidup dalam penelitian ini adalah indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui kualitas hidup keluarga miskin penerima RS-RTLH, dimana indikator yang relevan digunakan diambil dari evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi Pemenuhan Kebutuhan Rumah, Kondisi Sosial, Kondisi Psikologis, Kondisi Kesehatan dan Prilaku Hidup Bersih.

(32)

2.9.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merujuk kepada gejala itu sendiri, kemana ide mengacu dan dari mana ide itu diabstraksikan. Definisi operasioanl menyatakan kondisi-kondisi, bahan-bahan dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasi atau menghasilkan kembali satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan. Jadi, defenisi operasional merupakan defenisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris (Silalahi, 2009:119). Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini dinyatakan dengan:

a. Variabel Bebas (x)

Variabel bebas adalah Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, adapun indikatornya:

1. Pemahaman dan maksud program. 2. Penerapan dan ketepatan program 3. Kendela dalam Pelaksanaan b. Variabel Terikat (Y)

1. Kualitas Hidup dapat dilihat dari:

A. Pemenuhan Kebutuhan Rumah, meliputi:

(33)

c. Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

d. Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

e. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. f. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga

sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. B. Kondisi sosial, meliputi:

a. Kegiatan bersama anggota keluarga sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

b. Kegiatan bersama anggota keluarga setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

c. Kegiatan sosial di lingkungan sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

d. Kegiatan sosial di lingkungan setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

C. Kondisi Psikologis

a. Rasa nyaman keluarga tinggal di rumah sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

b. Rasa nyaman keluarga tinggal di rumah setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

(34)

d. Rasa aman keluarga terhadap kondisi rumah setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

D. Kondisi Kesehatan

a. Frekuensi mengalami sakit keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

b. Frekuensi mengalami sakit keluarga setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

E. Prilaku Hidup bersih

a. Prilaku hidup bersih keluarga miskin sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan ini maka muncul rumusan masalah yaitu bagaimana pola interaksi sosial antara keluarga miskin dan pelaksana program dalam penanggulangan kemiskinan

Objek penelitian ini adalah keseluruhan proses dan hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam rangka

Agar pembahasan lebih terfokuskan pada sasaran pembahasan, maka kami akan paparkan beberapa kata kunci dalam definisi konseptual ini sesuai dengan judul kami yakni

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang disajikan pada upacara perkawinan adat Jawa Tengah di desa sungai jambu, ada tiga macam yaitu makanan yang disajikan

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen

18.Panjang Ruas Keempat Bawah (PEB) yaitu pengukuran jarak dari batas karapas posterior ruas ketiga bawah hingga ke ruas keempat bawah 19.Panjang Ruas Kelima Bawah (PLB)

Menindak lanjuti Berita Acara Evaluasi Penawaran Akhir Nomor : 007/ POKJA / V / SR.BIK – 2015 tanggal 18 Mei 2013, maka bersama ini kami sampaikan pemenang pelelangan

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Rabu, 20 Mei 2015 sampai dengan hari Jum’at, 22 Mei 2015, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Pokja Pelelangan Sederhana