BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manggis
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Clusiales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L. Steenis dalam Respitosari (2010)
2. Nama lain
Manggis mempunyai nama yang berbeda pada beberapa daerah di Indonesia, antara lain: manggoita, mangi (Gayo), manggu (Sunda), manggus (Lampung), manggista (Batak), kirasa (Makasar), dan mangustang (Halmahera).
3. Deskripsi
4. Kandungan
Kulit buah manggis mengandung senyawa golongan xanthone yang meliputi mangostin, mangosterol, mangostinon A dan B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, alfa dan beta mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid epikatekin, dan gartanin.
5. Manfaat
Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/kerajinan.
B. Sarang Semut
1. Klasifikasi
Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : lamiidae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Myrmecodia
Spesies : Myrmecodia pendens (Roestanajie, 2012)
2. Nama lain
Rumah semut (Sumatera); ulek-ulek polo (Jawa); lokon, suhendep, nongon (Papua).
3. Deskripsi
sarang semut hanya dihuni satu jenis semut Subroto dan Saputro dalam Roestanajie (2012).
4. kandungan
Sarang semut mengandung glikosida, vitamin, mineral, flavonoid, tokoferol, polifenol, dan tanin. Selain itu, sarang semut mengandung senyawa aktif seperti kalium, besi fosfor, magnesium, natrium, protein, dan fenol (Roestanajie, 2012).
5. Manfaat
Menurut Manoi dan Ballitro dalam Roestanajie (2012), tanaman sarang semut mempunyai beberapa senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri antaralain polifenol, flavonoid, dan tanin.
C. Mikroba
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang memiliki ukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop (Pratiwi, 2008).
1. Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik yang khas, bersel tunggal, dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran membran didalam sitoplasmanya (Pelczar dan Chan, 2008).
a. Escherichia coli
b. Staphylococcus aureus
S. aureus mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan
bakteriologik, dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik, tumbuh paling cepat pada suhu kamar 370C, paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (200C) dan pada media dengan pH 7,2-7,4. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus menonjol dan berkilau-kilau membentuk pigmen (Jawetz et al., 1986).
2. Khamir (yeast)
Khamir (yeast) adalah kelompok fungi bersel satu (uniseluler), tidak berfilamen, mempunyai bentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar antara 5-30 mm (Pratiwi, 2008).
a. Candida albicans
Candida albicans adalah salah satu mikroorganisme komensal
yang bertindak sebagai flora normal pada tubuh manusia (Ratri, 2011).
Candida albicans termasuk dalam kelompok yeast dan merupakan
jenis fungi patogen dari golongan deuteromycota. Candida albicans dapat menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan. 3. Jamur (fungi)
Jamur (fungi) adalah organisme yang mempunyai inti, spora, tidak berklorofil, dinding sel terdiri atas selulosa, khitin atau kombinasi keduanya, berbentuk filamen atau benang-benang bercabang yang bersekat atau tidak bersekat.
a. Aspergilus
Aspergillus merupakan mikroorganisme kelompok fungi dan
termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Secaramikroskopis
Aspergillus mempunyai ciri sebagai hifa bersepta dan bercabang.
Aspergillus dapat tumbuh cepat pada media SGA+antibiotik yang
D. Uji Aktivitas Antimikroba
Pada uji ini dilakukan dengan mengukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Tujuan assay antimikroba adalah untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba di pabrik, untuk menentukan farmakokinetika obat pada hewan atau manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sitem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi, 2008). Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti dijelaskan dibawah ini:
1. Metode difusi
a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
b. E-test
Metode ini digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah sampai tertinggi yang diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi, 2008).
c. Ditch-plate technique
dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008).
d. Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008).
e. Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang diatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
Bila:
X = panjang total pertumbuhan mikrooragnisme yang mungkin Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/ml atau µg/ml,
2. Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).
a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)
Pada metode ini dengan mengukur MIC atau KHM dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration) atau KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode dilusi padat/solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
3. Uji aktivitas antifungi
Pada uji ini kebutuhan media berbeda dengan uji menggunakan bakteri. Media yang umum digunakan adalah Sabouraud Dextrose
Liquid/Solid, Czapex Dox, dan media khusus fungi lainnya. Uji ini serupa