BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Bank
Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pendapatan utama perbankan yang
berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih bunga simpanan yang
diberikan kepada peminjam dengan bunga kredit yang disalurkan.
Menurut Trian Daru (2008:9), secara lebih spesifik fungsi bank adalah
sebagai berikut:
1. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik
dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank,
uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya
bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanan
dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan
bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur
akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai
kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya
bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta
kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
2. Agent of Development
Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan
sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja
dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank
sebagai penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran
kegiatan perekonomian disektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan
masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa,
mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, konsumsi selalu berkaitan dengan
penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak
lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
3. Agent of Services
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank
juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.
Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian
masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa
pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank,
Ketiga fungsi bank diharapkan dapat memberikan gambaran yang
menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga
bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan atau
financial intermediary. Aktivitas bank dalam menghimpun dana dapat berupa
simpanan yang dapat dipilih masyarakat misalnya giro, tabungan, dan deposito.
Menurut Dendawijaya (2005 : 15), jenis atau bentuk bank
bermacam-macam, tergantung pada cara penggolongannya dapat dilakukan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis bank berdasarkan undang-undang
Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, terdapat dua
jenis bank, yaitu:
a) Bank Umum
b) Bank Perkreditan Rakyat
Dengan catatan bahwa bank umum dapat mengkhususkan diri untuk
melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian lebih besar kepada
kegiatan tertentu.
2. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya
a) Bank Milik Negara (BUMN)
b) Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD)
c) Bank Milik Swasta Nasional
d) Bank Milik Asing
3. Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya
a) Bank Retail (Retail Banks)
b) Bank Korporasi (Corporate Banks)
c) Bank Komersial (Commercial Banks)
d) Bank Pedesaan (Rural Banks)
e) Bank Pembangunan (Development Banks)
4. Jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil
a) Bank Konvensional
b) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
2.1.2 Bank Asing
Menurut Siamat (2005:56), bank asing merupakan kantor cabang dari
suatu bank diluar Indonesia yang saat ini hanya diperkenankan beroperasi di
Jakarta dan membuka kantor cabang pembantu pada beberapa ibukota provinsi
selain Jakarta yaitu: Semarang, Surabaya, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang,
Medan, dan Batam. Bank Asing diperkenankan membuka kantor cabang sejak
pertengahan tahun 1999 dengan memenuhi syarat yang ditetapkan.
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank asing pada dasarnya sama dengan
bank-bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembukaan kantor cabang
pembantu diwilayah tertentu di Indonesia. Bank asing juga tidak diperbolehkan
untuk memberikan jasa layanan dalam bentuk tabungan dari masyarakat. Segmen
yang ditekuni oleh bank asing adalah adalah segmen corporate banking.
Karakteristik kegiatan bank asing juga ditandai dengan penyediaan jasa dibidang
Menurut Siamat (2005:56), ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan
dengan peraturan bank berlaku juga bagi bank asing antara lain: net open
piosision, giro wajib minimum, legal lending limit, kewajiban penyediaan modal
minimum (Capital Adequacy Ratio), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan tingkat
kesehatan bank.
Adapun syarat dan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia terhadap
Bank Asing berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1968 Tanggal16
Februari 1968 tentang bank asing, yaitu:
1. Bank asing hanya dapat didirikan dan menjalankan usahanya sebagai bank
setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bank Sentral.
2. Cara-cara pengajuan permintaan izin usaha akan diatur lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan.
3. Tempat dimana bank asing itu dapat didirikan dan menjalankan usahanya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank
Sentral.
4. Bagi bank asing yang merupakan cabang dari suatu bank yang sudah ada
diluar negeri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 3 dari
Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Memasukkan kerekening dana devisa sejumlah sekurang-kurangnya US
$1.000.000.- (satu juta US dollar), yang nilai lawannya dalam Rupiah akan
b) Dari jumlah tersebut pada huruf a ayat (1) pasal ini, 50% (lima puluh
perseratus) harus sudah dimasukkan kerekening dana devisa pada saat
pemberian izin usaha cabang tersebut, sisanya harus sudah dimasukkan
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pemberian izin
usahanya.
c) Bagi bank asing yang merupakan suatu bank campuran dan yang
menjalankan usaha bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal 3 Peraturan Bank tentang bank asing.
d) Saham-saham dari bank asing yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (3)
pasal ini hanya boleh dikeluarkan "atas nama" setiap pemindah-tanganan
saham hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Sentral.
e) Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah dana usaha/modal yang dibayar
minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
memperhatikan kondisi setempat.
f) Disamping usaha-usaha yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang
Perbankan Tahun 1967, kepada Bank asing yang telah mendapat izin usaha
bank umum dari menteri keuangan dapat ditunjuk oleh bank sentral sebagai
bank devisa.
g) Bank asing sedapat mungkin mempergunakan tenaga kerja warganegara
Indonesia sepanjang tenaga-tenaga ini terdapat di Indonesia.
h) Anggota pimpinan bank asing harus memenuhi syarat-syarat keahlian dan
2.1.3 Kredit
Menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lainyang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Dalam artian luas, kredit diartikan sebagai
kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarati credere artinya
percaya. Maksud dari percaya bagi pemberi kredit percaya kepada penerima
kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan
perjanjian.
Menurut Idroes dan Sugiarto (2006:87), terdapat beberapa pendekatan
yang digunakan dalam menentukan kelayakan kredit yaitu konsep 5C. Konsep 5C
bertujuan untuk memberikan gambaran kepada bank mengenai iktikad debitur
untuk membayar kembali pinjamannya. Konsep 5C yang dimaksud adalah:
1. Character (karakter) dengan menganalisis kinerja dan reputasi debitur
sebelumnya. Hasil penilaian kualitatif dan sangat fleksibel.
2. Capital (modal) dengan menganalisis ketersediaan modal debitur dalam
membiayai sendiri pekerjaan/proyek. Hasil penilaian kuantitatif, semakin
besar komposisi modul semakin baik.
3. Capacity (kapasitas/kemampuan) dengan menganalisis seluruh rasio
keuangan, survey kepada stakeholder perusahaan, dan survei ke
yang baik akan mendukung dalam pengambilan keputusan untuk
persetujuan.
4. Condition of Economy (kondisi ekonomi makro) dengan menganalisis
relevansi dari situasi ekonomi terhadap usaha debitur. Hasil penilaian
kualitatif dan sangat fleksibel.
5. Collateral (jaminan) dengan menganalisis aktiva debitur yang diserahkan
kepada bank untuk dijadikan jaminan. Hasil penilaian kuantitatif, makin
besar nilai jaminan dan makin likuid sifat jaminan adalah makin baik.
Menurut Kasmir (2008:103), secara umum penyaluran kredit yang
dilakukan dapat dilihat dari berbagai segi sebagai berikut:
1. Dari segi kegunaan
a) Kredit investasi
Kredit ini biasanya digunakan untuk keperluan-keperluan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rehabilitasi.
b) Kredit modal kerja
Kredit modal kerja adalah biaya yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
2. Dari segi tujuan kredit
a) Kredit Produktif dan Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan unutk meningkatkan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan jasa.
Kemudian yang dimaksud dengan kredit konsumtif adalah kredit yang
pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang digunakan
untuk keperluan pribadi.
b) Kredit Perdagangan
Kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan untuk perdagangan,
biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
3. Dari segi jangka waktu
a) Kredit jangka pendek
Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu
kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan
untuk modal kerja.
b) Kredit Jangka Menegah dan Kredit Jangka panjang
Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya berkisar antara
satu tahun sampai tiga tahun, biasanya digunakan untuk investasi.
Kemudian yang dikategorikan denggan kredit jangka panjang adalah kredit
yang masa pengembaliannya lebih tiga tahun atau lima tahun.
4. Dari segi jaminan
a) Kredit dengan jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan suatu
jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak
berwujud atau jaminan orang.
b) Kredit tanpa jaminan merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan
5. Dari segi sektor usaha
Jenis kredit yang disalurkan oleh bank jika dilihat dari sektor usahanya, yaitu:
a) Kredit pertanian merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai
perkebunan dan atau pertanian rakyat.
b) Kredit peternakan disalurkan bank dengan tujuan untuk membiayai
pertenakan.
c) Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil, menengah,
dan besar.
d) Kredit pertambangan adalah kredit yang digunakan untuk membiayai
usaha jenis usaha tambang yang dibiayai dan biasanya kreditnya jangka
panjang.
e) Kredit pendidikan merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan.
f) Kredit profesi diberikan kepada para profesional seperti dosen, dokter atau
pengacara.
g) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan.
Kegiatan perekonomian masyarakat tidak pernah terlepas dari kredit
apalagi bagi negara-negara yang sedang berkembang, fasilitas kredit sangat
dibutuhkan guna mendorong pertumbuhan pembangunan disegala sektor
Fungsi Kredit secara umum, yaitu:
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang (Utility of Money)
2. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang (Utility of
Goods)
3. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi
5. Kredit dapat meningkatkan keinginan untuk berusaha
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional
Menurut Ali (2004:42), secara spesifik Bank Indonesia menyatakan
terdapat delapan jenis risiko yang harus diwaspadai, dipantau, dan selanjutnya
ditanggulangi yaitu:
1. Risiko Kredit
Risiko kredit terjadi akibat gagalnya penerimaan kredit (debitur) dalam
memenuhi perjanjian kredit untuk melunasi pembayaran angsuran pokok dan
pembayaran bunga kredit pada bank.
2. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Liquidity Risk merupakan risiko timbul karena bank tidak memiliki dana
yang cukup dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.
3. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko yang terjadi akibat terjadinya perubahan tingkat suku bunga yang
berpengaruh buruk terhadap pendapatan yang diterima atau pengeluaran
4. Risiko Nilai Tukar (Currency Risk)
Risiko ini merupakan risiko yang timbul sebagai akibat dari pergerakan yang
memburuk nilai tukar mata uang berkenaan dengan terjadinya mismatch
antara receivables (tagihan) dan payable (kewajiban) valas.
5. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar merupakan akibat terjadinya pergerakan harga pasar yang lebih
buruk dibandingkan dengan alternatif penanaman investasi lainnya, seperti
pada komoditas tertentu, saham di pasar modal, instrumen ditingkat suku
bunga yang tetap.
6. Risiko Permodalan (Capital Adequacy Risk)
Risiko modal merupakan keadaaan bank tidak memiliki permodalan yang
cukup untuk melaksanakan kegiatan opersional bank, termasuk jika bank
tidak memenuhi kewajiban pemenuhan modal minimum seperti yag sudah
ditetapkan oleh otoritas moneter.
7. Risiko Strategik
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan
strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat,
atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan merupakan risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain
Namun, dalam penelitian ini secara spesifik membahas risiko kredit karena
menyangkut kelancaran aktivitas perbankan.
2.1.4 Risiko Kredit
Menurut Ali (2006:199), risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita
bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo,
counterparty-nya tidak mampu memenuhi janjicounterparty-nya kepada bank. Secara singkat risiko kredit
merupakan risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali
pokok pinjamannya (plus bunga). Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko
karena peminjam tidak membayar utangnya. Risiko kredit timbul dari beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
1. Debitur tidak dapat melunasi utangnya.
2. Obligasi yang dibeli bank, tidak membayar kupon atau pokok utang.
3. Terjadinya non performance (gagal bayar) dari semua kewajiban antara
bank dengan pihak lain.
Pengukuran risiko kredit bertujuan untuk mengestimasi besarnya
probabilitas suatu perusahaan mengalami gagal bayar pada saat kewajiban jatuh
tempo (default probability) atau untuk mengestimasi seberapa jauh jarak antara
nilai aset perusahaan dengan titik gagal bayar (distance to default) atau untuk
mengestimasi tingkat pengembalian hutang jika debitur mengalami gagal bayar
(recovery rate).
Menurut Siamat (2005 : 363), terdapat beberapa pendekatan yang dapat
1. Rescheduling (penjadwalan ulang), yaitu perubahan persyaratan kredit
yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu kredit.
2. Reconditioning (persyaratan ulang), yaitu perubahan sebagian atau seluruh
syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak
menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.
3. Restructuring (penataan ulang), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang
menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi kredit baru atau konversi seluruh atau sebagian
dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai
dengan penjadwalan kembali dana atau persyaratan kembali.
4. Eksekusi barang jaminan, yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan
jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan ini dilakukan
terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank, usaha
debitur sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha
nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Kredit 2.2.1 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas bank digunakan untuk menganalisis atau mengukur
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Rasio-rasio tersebut dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat
kesehatan bank sesuai dengan standar Bank Indonesia. Hasil perhitungan
balik antarpos, yang terdapat pada laporan keuangan bank seperti laporan laba
rugi bank, neraca bank serta pos-pos yang terdapat didalamnya dan untuk
mengetahui berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi
dan profitabilitas bank yang bersangkutan.
Rasio profitabilitas suatu bank yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
2.2.1.1Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) adalah perbandingan laba sebelum pajak terhadap
total asset. ROA digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektifitas perusahaan
didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja suatu bank yang semakin
baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Menurut Brigham
(2009:109), ROA dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:
ROA = �� � �� E
� �� x 100%
Return on Asset (ROA) Menghasilkan income dari pengelolaan aset bank
yang bersangkutan. Standar minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu
sebesar 12%. Nilai ROA yang lebih rendah dari standard Bank Indonesia
menunjukkan bahwa bank kurang mampu menghasilkan laba dengan asset yang
dimilikinya.
2.2.1.2Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah rasio yang menunjukkan berapa persen
laba bersih setelah pajak terhadap ekuitas (modal). ROE merupakan indikator
investasi yang ditanamkan oleh bank. Semakin tinggi ROE, maka semakin tinggi
harapan para pemegang saham atas pengembalian investasinya. Angka ROE yang
tinggi akan menarik para pemegang saham untuk menambah modal. Menurut
Brigham (2009:109), ROE dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:
ROE =�� � �� E
� �� � � x 100%
Return on Equity (ROE) mencerminkan produktivitas dana yang di-
investasikan pemilik bank termasuk penyaluran kredit. Dengan demikian ROE
dapat memberikan gambaran yang akurat tentang keefektifan perbankan dalam
menyalurkan produktivitasnya serta penyaluran investasinya.
2.2.2 Variabel Ekonomi Makro
Menurut Waluyo (2007:5), terdapat beberapa variabel ekonomi makro dan
satu samalainnya saling berhubungan. Variabel ekonomi makro sangat dapat
mempengaruhi kinerja dan profitabilitas perusahaan yang terdiri dari:
1. Pertumbuhan GDP
2. Inflasi
3. Tingkat suku bunga
4. Kurs rupiah
5. Anggaran Defisit
6. Investasi swasta
7. Neraca perdagangan dan pembayaran
Adapun variabel ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian ini
2.2.2.1Pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), mengukur GDP untuk satu
tahun tertentu dengan mengunakan harga pasar yang aktual ditahun tersebut. GDP
terbagi dua, yaitu GDP rill dan nominal, GDP nominal merupakan GDP pada
harga saat ini. Kemudian GDP rill merupakan indeks dari volume atau kuantitas
dari barang dan jasa yang dihasilkan. GDP rill diukur dengan mengalikan
kuantitas barang dengan harga yang sudah ditetapkan. DGP rill diukur dengan
harga yang konstan. GDP rill adalah ukuran output yang dilihat dengan cara
dekat. GDP rill berfungsi sebagai detak perekonomian suatu negara yang diamati
secara teliti.
Menurut Thomson (2000:163), GDP mencerminkan produksi pasar.
Sebagian besar produksi rumah tangga dan perekonomian bahwa aktiva tetap
tidak dimasukan dalam GDP. GDP juga membuat perkiraan yang lebih tinggi
terhadap jumlah sebenarnya dari produksi yang terjadi seperti penyaluran kredit,
tetapi GDP tidak mampu mencerminkan depresiasi stok kapital dan juga tidak
mencerminkan eksternalitas negatif dari produksi sumber daya alam.
Menurut Samuelson dan Nordahaus (2004), peningkatan perekonomian
menunjukkan bahwa adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic
Product potensial/output dari suatu negara. Ada 4 (empat) faktor yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Sumber Daya Manusia
Keahlian, keterampilan, pengetahuan, dan disiplin tenaga kerja merupakan
faktor-faktor produksi. Tetapi teknik-teknik dan penerapan produktivitas tinggi atas
kondisi-kondisi ini hampir selalu menuntut tersedianya manajemen, produktivitas
yang tinggi, dan keahlian yang dapat diperoleh melalui angkatan kerja terampil
yang terdidik. Agar tercapainya tujuan panjang faktor-faktor produksi yang
disediakan negara harus dirawat dan secara efektif oleh tenaga-tenaga kerja yang
terampil dan terlatih.
2. Sumber Daya Alam
Faktor produksi kedua yang terpenting adalah sumber daya alam. Tanah
merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting. Selain tanah, sumber
daya alam yang penting antara lain minyak, gas, hutan, air, dan bahan-bahan
mineral lainnya.
3. Pembentukan Modal
Pembentukan modal dibutuhkan pengorbanan yang besar dapat berupa
pengurangan konsumsi dan pengurangan kegiatan yang bersifat hiburan yang
mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Suatu negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi yang cepat diawali dari pembentukan modal dan investasi
yang sangat besar.
4. Perubahan Teknologi dan Inovasi
Peningkatan standar kehidupan masyarakat suatu negara dapat ditandai
dengan keadaan ekonomi dan tingkat teknologi yang dapat digunakan oleh
masyarakat tersebut. Para pengusaha yang memiliki inovasi yang tinggi harus
diiringi dengan perkembangan teknologi agar dapat bersaing dipasar internasional
2.2.2.2Inflasi
Menurut Waluyo (2007:167), yang dimaksud dengan inflasi adalah
kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus. Efek ini akan
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat, karena redistribusi pendapatan
yang terjadi akan menyebabkan pendapatan rill satu orang meningkat, pendapatan
rill orang lain jatuh. Inflasi juga dapat menyebabkan penurunan dalam efesiensi
ekonomi (Economic Effeciency). Keadaan seperti ini terjadi karena inflasi dapat
mengalihkan sumber daya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak
produktif sehingga mengurangi ekonomi produktif. Efek inflasi seperti ini dapat
dikatakan sebagai Efficiency Effect of Inflation.
Lingkungan yang tidak stabil (Unstable Environment) bagi keputusan
ekonomi juga merupakan efek inflasi. Dalam dunia perbankan atau lembaga
peminjam (Lenders) lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat
inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan meningkatkan bunga
yang tinggi untuk pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam
menghadapi penurunan pendapatan rill dan kekayaan (Losses of Real Income and
Wealth)
J. M. Keynes dalam Samuelson dan Nordhaus (2004:386), menyatakan
ketika inflasi terjadi dan nilai nyata mata uang berubah-ubah dari hari ke hari,
semua hubungan debitur dan kreditur, yang membentuk pokok kapitalisme,
menjadi tidak teratur dan hampir tidak berarti, dan proses dari memperoleh
kekayaan menurun menjadi sebuah undian. Karena inflasi cenderung
dipasar modal. Karena ketidak seimbangan di pasar modal akan menyebabkan
penawaran investasi menurun, dan sebagai akibatnya investasi sektor swasta
tertekan sampai ke bawah tingkat keseimbangannya, yang disebabkan oleh
terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan (Loanable Funds).
2.2.2.3Nilai Tukar
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:305), nilai tukar atau kurs valuta
asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar
valuta asing dapat juga diartikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,
yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang
asing. nilai tukar yang stabil merupakan syarat utama untuk mencapai stabilitas
ekonomi makro. Karena selalu ada interaksi antara sektor rill dengan sektor
moneter, sehingga ketidakstabilan nilai tukar menggambarkan ketidakstabilan
sektor rill dan sektor moneter. Ketidak stabilan disektor moneter dapat
mengakibatkan ketidakstabilan dan ketidakefesiensian sektor rill. Salah satu
ukuran stabilitas nilai tukar adalah arah perkembangan dan fluktuasi nilai tukar,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut Hady (2008:113), secara umum sistem nilai tukar dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate)
2. Sistem nilai tukar mengambang bebas
3. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (floating rate system)
2.2.2.4Suku Bunga SBI
Menurut Thomson (2000:138), yang dimaksud dengan suku bunga adalah
bunga per tahun sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Semakin besar
tingkat bunga, hal lain diasumsikan konstan, maka semakin besar return yang
diterima oleh bank dari kredit yang disalurkannya. Jadi, jumlah dana yang ingin
disalurkan dalam bentuk kredit akan meningkat seiring dengan meningkatnya
tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga dengan faktor lain diasumsikan
konstan, semakin tinggi pula Opportunity Cost dari penyaluran kredit. jumlah
Loanable Funds yang diminta menurun jika tingkat bunga naik, faktor lain
diasumsikan konstan, sehinga tingkat bunga dan jumlah Loanable Fund yang
diminta berhubungan terbalik.
Menurut Pratama (2010), SBI diterbitkan oleh BI sebagai salah satu
piranti operasi pasar terbuka, kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh
BI dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. Menurut
Ferdian (2008) dalam Pratama (2010), tingkat suku bunga ini ditentukan oleh
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang (PBI No. 4/10/PBI/2002). SBI
merupakan instrumen yang menawarkan return yang cukup kompetitif serta bebas
risiko (risk free) gagal bayar. Menurut Sugema (2010) dalam Pratama (2010),
suku bunga SBI yang terlalu tinggi membuat perbankan betah menempatkan
2.2.3 Ukuran Bank
Ukuran perusahaan dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan
menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, logsize, nilai pasar saham, dan
lain-lain. Menurut Riyadi (2003:186), setiap bank yang beroperasi di Indonesia
diwajibkan untuk memelihara kewajiban penyediaan modal minimum 8%. Tinggi
rendahnya Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank akan dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah aktiva
tertimbang menurut risiko yang dikelola oleh bank tersebut.
Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam
menghasilkan laba. Pada umumnya perusahaan besar yang memiliki total aktiva
yang besar mampu menghasilkan laba yang lebih besar, dapat disimpulkan bahwa
semakin besar ukuran bank, maka semakin baik kinerja suatu bank. Semakin
besar ukuran perusahaan perbankan (size) yang ditunjukkan dengan kepemilikan
total assets yang besar juga memiliki peluang yang lebih besar dalam
meningkatkan risiko yang harus ditanggung oleh pihak bank. Variabel ukuran
perusahaan (size) diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total assets. Hal ini
dikarenakan besarnya total assets masing-masing perusahaan berbeda bahkan
mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim.
Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut, maka data total assets
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
kredit perbankan telah banyak dilakukan diantaranya adalah penelitian yang
dilakukan oleh: Nabila Zribi and Younes Boujelbène, Billy Arma Pratama,
Hussain dan Hassan, dan Goldlewski, seperti yang terlihat dalam Tabel 2.1
Lanjutan Tabel 2.1
Risiko kredit merupakan risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak
melunasi kembali pokok pinjamannya (plus bunga) yang sangat mempengaruhi
stabilitas perbankan. Kredit macet dapat terjadi disebabkan menurunnya kondisi
usaha debitur (counter-party), baik akibat kesalahan pengelolaan
(mismanagement), pengaruh faktor ekonomi makro atau sektor industri tertentu.
Perubahan variabel internal dan eksternal (kondisi ekonomi makro)
modal yang lebih tinggi menghasilkan stabilitas mempengaruhi tingkat risiko
kredit. Indikator ekonomi makro juga dapat mempengaruhi risiko bank memiliki
hubungan terjadinya krisis perbankan sebagai berikut: inflasi, pertumbuhan GDP,
suku bunga, nilai tukar dan ukuran bank juga termasuk salah satu menjadi risiko
kredit yang diukur dari total aset bank tersebut (Zribi dan Boujelbene, 2011).
Sumber: Zribi dan Boujelbene (2011)
Gambar 2.1Kerangka Konseptual Size
(X7) Nilai Tukar
(X5) Inflasi
(X4)
Pertumbuhan GDP (X3)
ROE (X2) ROA
(X1)
Suku Bunga (X6)
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka dapat dihipotesiskan
bahwa Return on Asset, Return on Equity, pertumbuhan Gross Domestic Product,
inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan ukuran perusahaan (Size) berpengaruh