• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Ibu dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini di Desa Bunuraya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Mukadikmah Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 telah mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana maksud dalam pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu bentuk upaya pemeliharaan kesehatan dapat diwujudkan melalui upaya perbaiakan gizi masyarakat berupa perbaikan pola makan yang sesuai dengan gizi seimbang sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 141 ayat 1 dan 2 pada poin b. Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan dengan prioritas pada kelompok rawan yang antaranya adalah bayi dan balita.

United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai makanan tambahan ASI sesudah anak berumur 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Berdasarkan Peratuan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif pasal 5 berbunyi “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada

bayi yang dilahirkannya” (Kemenkes RI, 2013).

(2)

memberikan pengertian, ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja, segera setelah bayi lahir sampai umur 6 bulan tanpa makanan atau cairan lain termasuk air putih, kecuali obat dan vitamin.

Perkembangan pelaksanaan dilapangan menunjukkan banyaknya pelanggaran yang menyangkut hak bayi atas ASI eksklusif enam bulan tersebut yaitu dengan menjejali bayi yang baru lahir dengan produk makanan pendamping ASI, sehingga ketika akan disusui oleh ibunya si bayi menolak.

Pada saat bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif, akan mencapai usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan demikian, makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI . Pada usia enam bulan pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian makanan pendamping ASI harus setelah usia enam bulan (Sentra Laktasi Indonesia, 2010).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).

(3)

diberi MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi. Dalam pemberian MP-ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP-ASI, frekuensi dalam pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, dan cara pemberian MP-ASI pada tahap awal. Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2011).

Secara teoritis diketahui bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, kostipasi, muntah, dan alergi. Disamping itu akan memicu terjadinya obesitas, hipertensi dan penyakit jantung koroner (Nadesul, 2005). Penelitian yang dilakukan Anies Irawati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan, diperoleh data bahwa 50% bayi di Indonesia sudah mendapatkan MP-ASI pada umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada umur 2-3 bulan, bayi sudah mendapatkan makanan padat. Dan bayi-bayi yang mendapatkan MP-ASI dini lebih banyak terserang diare, batuk-pilek, alergi, dan berbagai penyakit infeksi yang menyebabkan mereka menderita kurang gizi (Malnutrisi) (Ayahbunda, 2006).

(4)

sehingga dapat diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang yang optimal. Sebaliknya pada bayi dan anak pada masausia 0-24 bulan tidak memperoleh makanan sesuai dengan kebutuhan gizi, maka periode emas ini akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, saat ini maupun selanjutnya (Asne,2006).

Menurut Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan anak Kemenkes RI (2013), bahwa salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang anak sekaligus memenuhi hak anak adalah melalui pola pemberian makanan yang terbaik sejak lahir dan pada usia dini, karena pola pemberian makanan yang tepat dapat mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Banyak faktor yang melatar belakangi pemberian MP-ASI dini. Teori yang erat kaitannya dengan prilaku yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI adalah teori yang dikemukakan oleh Green (1993). Greeen mengemukakan analisisnya tentang faktor prilaku (behaviour causes) dan faktor diluar prilaku (non behaviour cause ) yang selanjutnya prilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

(5)

ini dikarenakan ibu tersebut tidak paham akan pengertian makanan pendamping ASI dan tidak mengerti waktu pemberian makanan yang tepat. Pengetahuan responden yang kurang dapat disebabkan karena ibu tersebut kurang aktif dalam mencari informasi tentang pemberian makanan pendamping secara benar.

Saat ini, cakupan ASI eksklusif yang rendah di Indonesia jauh dari indikator yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Cakupan ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan kampanye terkait pemberian ASI dan MP ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP ASI. Rendahnya cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan yang terjadi di Indonesia dapat disebabkan masih kurangnya pemahaman masyarakat bahkan petugas kesehatan sekalipun tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi usia 0-6 bulan. Dilain pihak adanya promosi dan pemasaran yang begitu intensif terkait susu formula yang kadang sulit untuk dikendalikan (Kemenkes RI, 2011).

(6)

Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 pemberian zat gizi atau jenis makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir di wilayah Indonesia sebanyak 43,6% yang terdiri dari susu formula 71,1%,madu 19,8%, air putih 14,6%, sedangkan untuk daerah Sumatera Utara sebanyak 53,7% antara lain susu formula 73,5%, air putih 30,7%, madu 20,2%, nasi/bubur 7,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).

Cakupan ASI Eksklusif sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Di Indonesia, cakupan ASI Eksklusif sebesar 60,2% (2013) kemudian meningkat sampai 64,4% (2014) dan menurun kembali sebesar 60,6% (2015). Sasaran keluaran Pembinaan Gizi Masyarakat program ASI Eksklusif adalah 80% berdasarkan Rencana Aksi Pembinaan Gizi masyarakat tahun (RAPGM) tahun 2010-2014, sedangkan pada tahun 2015 menurun menjadi 50% berdasarkan Rencana Strategi Kementrian Kesehatan RI. Namun data cakupan ASI Eksklusif di Sumatera Utara tergolong cukup rendah yaitu sebesar 33,4% (2014) dan sedikit meningkat sebesar 34,9% (2015).

(7)

keseluruhan, masih terdapat bayi yang diberikan MP ASI yang tidak tepat, terutama pada usia pertama pemberian MP ASI di Kabupaten Karo khususnya Kecamatan Tiga Panah.

Cakupan ASI Ekslusif cukup baik di Kecamatan Tiga Panah yaitu sebesar 80,2%, dibandingkan dengan kecematan lain di Kabupaten Karo seperti Kecamatan Mardinding dan Kecamatan Juhar yang cakupan ASI ekslusifnya 0% atau Kecamatan Korpri sebesar 9,5%. Namun berdasarkan pendataan yang dilakukan selama Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Dusun 1-4 Desa Bunuraya kecamatan Tiga Panah bulan September-November 2015, masih ditemukan pemberian MP ASI terlalu dini. Dari 100 KK yang didata dari 59 bayi berusia 0-12 bulan terdapat 5 bayi yang mendapat ASI segera setelah dilahirkan sampai usia 3 bulan dan hanya ada 2 (3,39%) bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan. berdasarkan Formulir Pencatatan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0-6 Bulan di Posyandu Puskesmas Tiga Panah bulan Januari 2016. Sementara di dusun 5 Bunuraya Baru Desa Bunuraya berdasarkan data tersebut juga, terdapat 11 bayi berusia 0-12 bulan, hanya ada 3 bayi atau 27,27% yang memperoleh ASI saja dan hanya ada 1 (9%) bayi yang mendapatakan ASI eksklusif sampai 6 bulan.

(8)

bulan, seperti Desa Bertah, Desa Kuta Bale, Desa Kuta Julu dan Desa Manuk Mulia. Sehingga sampai bulan Desember 2015, hanya terdapat 25 dari 690 bayi yang mendapat ASI saja sampai usia 6 bulan atau sekitar 3,63%.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang diangkat adalah apakah ada hubungan perilaku ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini diwilayah kerja Puskesmas Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini diwilayah kerja Puskesmas Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahuai gambaran pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini pada bayi diwilayah kerja Puskesmas Tiga Panah.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.

3. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.

(9)

5. Untuk mengetahui hubungan tindakan/perilaku ibu dengan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada tenaga kesehatan khususnya Sarjana Kesehatan Masyarakat untuk meningkatkan penyuluhan tentang makanan pendamping ASI di masyarakat.

2. Bagi Kader Kesehatan dan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi kader kesehatan dan masyarakat tentang manfaat pemberian makanan pendamping ASI yang baik dan benar.

Referensi

Dokumen terkait

1. Kelengkapan Dokumen Kualifikasi; dan 2. Apabila ditemukan hal-hal dan/atau data yang kurang jelas maka Panitia Pengadaan Barang / Jasa dapat meminta peserta untuk

Berdasarkan Surat Nomor : 36F/UN13.Satker PKUPT/PB/SPPL/2012 tanggal 3 Nopember 2012 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Pengadaan Peralatan Revitalisasi

Dokumen pendaft aran disusun sesuai dengan daft ar isi yang dit etapkan LPSE UGM ;. LPSE UGM hanya m elayani pendaft ar sesuai dengan Surat Kuasa sesuai dengan Kartu Tanda

[r]

7 Jakarta 12560 telah mengadakan rapat mengenai pelelangan gagal dan pengumumam ulang paket pekerjaan Jasa Pengamanan Arsip Nasional Republik Indonesia Tahun 2013 yang

Menindaklanjuti laporan Pejabat Pembuat Komitmen kepada Kuasa Pengguna Anggaran DIPA nomor 48/PPK/DIPA-PRAS/2012 tanggal 15 Juni 2012 seperti tersebut pada pokok surat, maka kami

Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dalam .... Salah satu kewenangan Mahkamah Agung adalah mengadili pada

Pejabat Pengadaan