• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Tidur Ibu Pasca Operasi Seksio Sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Tidur Ibu Pasca Operasi Seksio Sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Tidur 1.1Definisi Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dam reaksi

individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat dibangunkan

kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008). Tarwoto dan

Wartonah juga mendefinisikan tidur sebagai suatu keadaan relatif tanpa sadar

yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus dan

masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda.

1.2Fisiologi Tidur

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua

makhluk hidup. Tubuh baru dapat berfungsi secara optimal apabila kebutuhan

istirahat dan tidur sudah terpenuhi dengan baik. Sepertiga dari waktu manusia

digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat

memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktifitas, mengurangi

stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat

melakukan aktivitas sehari-hari (Mubarak & Chayatin, 2008). Asmadi (2008) juga

mengungkapkan bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan tidur yang berbeda.

Pola tidur yang baik dan teratur memberikan dampak yang bagus terhadap

kesehatan. Selain itu pada kondisi tidur tubuh melakukan proses untuk

(2)

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf

perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal (Tarwoto dan

Wartonah, 2006). Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang

otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region

(BSR). RAS memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan

dan kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, sensori raba, emosi

dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin sedangkan

pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Mubarak dan

Chayatin, 2008).

1.3 Kebutuhan Tidur Manusia

Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda.

Bagi manusia bioritme diatur oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor

lingkungan. Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkardian yang

melengkapi siklus kerja tubuh manusia selama 24 jam. Dalam hal ini ritme

sirkardian mengatur fluktuasi denyut jantung, tekanan darah, temperatur tubuh,

sekresi hormon, metabolisme, dan kondisi emosional manusia. Tidur merupakan

salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkardian

terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang tetap sesuai dengan jam

biologisnya. Pada saat ritme fisiologis dan psikologis dalam tahapan paling tinggi

atau aktif maka akan mengakibatkan individu dalam keadaan bangun, sedangkan

saat ritme tersebut dalam tahapan rendah maka individu akan tidur (Mubarak dan

(3)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan elektroensefalogram

(EEG), elektro-okulogram (EOG), dan elektromiogram (EMG), diketahui ada dua

kategori tidur, yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement).

a.Tidur REM (Rapid Eye Movement)

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.

Tidur REM kondisinya nyenyak sekali, namun pada fisik yaitu gerakan bola mata

sangat aktif (Asmadi, 2008). Tidur REM ditandai dengan adanya mimpi, otot-otot

kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat, sekresi lambung

meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan

jantung dan pernapasan tidak teratur, serta suhu dan metabolisme meningkat.

Mubarak dan Chayatin (2008) juga menjelaskan bahwa tidur REM biasanya

terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Selama tidur REM,

otak cenderung aktif dan metabolismenya meningkat hingga 20%. Dan pada tahap

REM individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan

tiba-tiba.

b. Tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement)

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Tidur NREM juga

disebut tidur gelombang pendek karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh

orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang

ditunjukkan orang yang sadar atau tidak tidur. Tidur NREM ditandai dengan

mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan

(4)

Tidur NREM terbagi atas 4 tahap, tahap I-II disebut sebagai tidur ringan

(light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep). Setiap individu yang tidur melewati tahap tidur NREM dan REM. Bagi orang dewasa akan melewati empat sampai enam siklus tidur selama 7-8 jam

tidurnya. Dimana satu siklus tidur yang normal berlangsung selama 1,5 jam.

Siklus tidur dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap

NREM I-III berlangsung selama 30 menit kemudian diteruskan ke IV selama 20

menit. Setelah itu individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit.

Selanjutnya individu akan memasuki tahap V, yaitu tidur REM yang berlangsung

selama 10 menit. Siklus tidur berlanjut selama individu masih tidur. Namun

pergantian siklus tidur tidak lagi dimulai dari awal tidur melainkan langsung

memasuki tahap II ke tahap selanjutnya seperti pada siklus pertama.

Pre-sleep

Tahap I tahap II Tahap III Tahap IV

Tidur REM

Tahap II Tahap III

Manusia berdasarkan usia atau tingkat perkembanganya memiliki kebutuhan

dan pola tidur yang berbeda-beda. Kebutuhan dan pola tidur bagi manusia

(5)

a. Neonatus sampai dengan 3 bulan biasanya tidur 16 jam/hari, mudah

berespon terhadap stimulus, siklus tidur berlangsung selama 45-60 menit,

dan pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM.

b. Bayi membutuhkan tidur 12-14 jam/hari, 20-30% dari siklus tidur adalah

tidur REM, dan bayi mungkin akan tidur sepanjang malam.

c. Toddler, yaitu usia 1-3 tahun biasanya tidur 10-12 jam/hari, 25% dari

siklus tidur adalah tidur REM, anak tidur pada siang dan sepanjang

malam.

d. Pra-sekolah, yaitu usia 3-6 tahun memiliki waktu tidur 11 jam/hari, 20%

dari siklus tidur adalah tidur REM.

e. Usia sekolah biasanya tidur sekitar 10 jam/hari pada malam hari, 18,5%

dari siklus tidur adalaj tidur REM.

f. Adolensia yaitu usia 12-18 tahun, memiliki waktu tidur 7-8,5 jam/hari dan

20% dari siklus tidur adalah tidur REM.

g. Dewasa muda tidur sekitar 7-8 jam/hari dan 20%-25% dari siklus tidur

adalah REM.

h. Usia dewasa pertengahan tidur sekitar 7-8 jam/hari dan 20% dari siklus

tidur adalah tidur REM. Pada usia ini individu mungkin mengalami

insomnia dan sulit untuk tidur.

i. Dewasa tua (>60 tahun) tidur sekitar 6 jam/hari dan 20%-25% tidur REM.

Pada usia ini dapat mengalami insomnia dan sering terjaga sewaktu tidur.

(6)

1.4 Pola Tidur

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pola merupakan sistem; cara kerja;

bentuk (struktur) yang tetap. Tidur merupakan keadaan berhenti (mengaso) badan

dan kesadarannya (biasanya dengan memejamkan mata). Sedangkan tidur

menurut Asmadi (2008) merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi

dan reaksi individu terhadap rangsangan menurun atau hilang tetapi masih dapat

dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pola tidur merupakan cara kerja tubuh dalam keadaan

kesadaran yang menurun bahkan hilang yang terjadi secara berulang selama 24

jam.

Seorang ibu melahirkan berada pada tingkat perkembangan usia remaja

akhir sampai dengan usia dewasa awal. Pada tingkat usia ini seorang ibu

membutuhkan waktu tidur sekitar 7-8 jam/hari dan dengan 20%-25% dari siklus

tidur adalah REM (Mubarak & Chayatin, 2008). Pemenuhan kebutuhan tidur ibu

pasca operasi seksio dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelelahan setelah

melahirkan, stress psikologis yang mungkin diakibatkan kehadiran anggota

keluarga baru, diet, gaya hidup, motivasi untuk tidur, dan juga kondisi lingkungan

rumah sakit tempat ibu dirawat setelah menjalani operasi seksio sesarea yang

tidak sesuai atau tidak sama dengan lingkungan sebelumnya (Nolan, 2010).

Kondisi lingkungan rumah sakit menjadi lingkungan yang baru selama proses

perawatan bagi ibu pasca operasi seksio sesarea sehingga memerlukan waktu

(7)

Ibu pasca operasi seksio sesarea yang melakukan pelahiran bayi melalui

insisi pada bagian dinding perut dan dinding uterus biasanya mengalami

perubahan fisiologi, psikologi dan sosialnya. Beberapa ibu pasca melahirkan

memiliki pengalaman stres yang diakibatkan oleh perubahan peran menjadi ibu,

perawatan bayi, dan terkait dukungan atau hubungan dengan keluarga maupun

dari suami (Ko, Chen, Wang, & Su, 2013). Pada minggu-minggu pertama

kelahiran, tidak ada bayi yang memiliki pola tidur yang tetap. Hal ini

mengakibatkan ibu harus tetap terjaga untuk merawat bayinya (Nolan, 2010).

Perubahan kondisi fisik dan psiklogis berdampak pada pola tidur ibu.

Buruknya kualitas tidur ibu setelah melahirkan juga disebabkan oleh

kehilangan waktu tidur, fragmentasi tidur, perubahan body image, rendahnya dukungan atau ketidakpuasan dengan sumber pemberi dukungan, tangisan bayi,

dan perawatan bayi di malam hari (Ko, Chen, Wang, & Su, 2013). Hal ini

didukung dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah di

Indonesia sebelumnya. Seperti dalam penelitian Ernawati (2012) yang dilakukan

dibeberapa wilayah kerja puskesmas di Jakarta selatan, dilaporkan sebagian besar

(81,4%) ibu postpartum primipara yang mengeluhkan tidurnya kurang setelah melahirkan sehingga hampir seluruh (90,7%) ibu primipara yang diteliti sering

mengalami kelelahan dan mengantuk. Fitri, Trisyani, dan Maryati (2012) dalam

penelitiannya yang dilakukan di ruang rawat inap RSUD Sumedang pada bulan

Mei 2012 dengan jumlah sampel 56 ibu pasca partum dengan seksio sesarea juga

menunjukkan sebagian besar (85,7%) responden memiliki kualitas tidur yang

(8)

1.4.1 Parameter Pola Tidur Ibu Pasca Operasi Seksio

Parameter pola tidur adalah indikator untuk menentukan bagaimana pola

tidur seseorang termasuk pola tidur pada ibu pasca operasi seksio sesarea. Adapun

parameter pola tidur tersebut menurut Buysse et all., (1989) meliputi kualitas tidur

subjektif, latensi tidur, lama waktu tidur malam, efisiensi tidue, gangguan ketika

tidur malam, penggunaan obat-obat tidur, dan gangguan aktivitas di siang hari.

Menurut Potter & Perry (1992) untuk mengukur pola tidur normal dengan

menanyakan jam memulai tidur, latensi tidur, total tidur malam, frekuensi

terbangun, jam bangun pagi, dan beranjak atau tetap tinggal di tempat tidur ketika

terbangun di malam hari.

a Latensi Tidur

Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur (latensi tidur) adalah waktu

yang diperlukan seseorang sejak muncul keinginan untuk tidur sampai tercapainya

tidur pada tahap Rapid Eye Movement (REM). Untuk dapat beristirahat dengan baik, seseorang normalnya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk dapat

jatuh tertidur (Molloy, 2010)

Gangguan tidur sering terjadi pada ibu setelah melahirkan terutama pada

awal masa nifas. Gangguan tidur pada ibu yang baru melahirkan dapat disebabkan

oleh kondisi psikologis seperti stres dalam perubahan peran menjadi seorang ibu

ataupun rasa bahagia yang terlalu berlebihan karena kehadiran anggota keluarga

baru. Selain kondisi psikologis yang mempengaruhi tidur ibu, kondisi fisik juga

(9)

Kelelahan setelah melahirkan ataupun karena bertamu dan melakukan

perawatan bayi akan berdampak pada terjadinya perubahan pola tidur ibu. Bagi

ibu pasca operasi seksio sesarea yang melahirkan janin melalui insisi pada dinding

abdomen dan uterus tentunya mengalami nyeri yang mengakibatkan gangguan

tidur pada ibu. Hal ini didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitri,

Trisyani, dan Maryati (2012) pada 56 orang ibu seksio sesarea yang di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang pada bulan Mei 2012

dilaporkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas nyeri luka seksio sesarea

dengan kualitas tidur pada ibu.

b Total waktu tidur

Total waktu tidur merupakan lama waktu yang dihabiskan seseorang untuk

tidur selama 24 jam sehari. Manusia lebih banyak menghabiskan waktu tidurnya

di malam hari dan lebih sedikit menggunakan waktu tidurnya di siang hari. Secara

umum manusia pada tingkat usia remaja akhir sampai tingkat dewasa awal

membutuhkan total waktu tidur sebanyak 7-8 jam/hari.

Bagi ibu yang melahirkan berada pada rentang usia dewasa muda sampai

dewasa pertengahan. Dengan demikian ibu pasca operasi seksio juga

membutuhkan total waktu tidur 7-8 jam/hari. Namun dari hasil penelitan tidur

pada ibu pasca operasi seksio ditemukan bahwa kebanyakan ibu tidak terpenuhi

total kebutuhan tidurnya bahkan ada ibu pasca operasi seksio yang tidak dapat

(10)

c Lama tidur siang

Tidur sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang,

terutama bagi ibu pasca operasi seksio sesarea yagn membutuhkan pemulihan

setelah melakukan proses persalinan. Perawat berperan untuk menganjurkan ibu

pasca operasi seksio sesarea untuk cukup tidur siang sebagai pengganti waktu

tidur malam ibu yang tidak terpenuhi karena melakukan perawatan dan menyusui

pada bayi (Maryunani, 2009).

d Frekuensi terbangun

Frekuensi terbangun merupakan jumlah waktu terbangun ketika tidur di

malam hari yang dipengaruhi faktor perubahan fisiologi, psikologis, dan

lingkungan sekitar ketika seorang individu tidur (Potter & Perry, 1992).

Beberapa ibu yang tidak dapat mengatasi perubahan-perubahan pada

hidupnya setelah melahirkan akan mengalami keputusasaan, gelisah, murung

bahkan menangis, dan ada juga yang mengalami baby blues atau bahkan

mengalami depresi postpartum. Apabila ibu pasca operasi seksio tidak dapat

mengatasi depresi yang dialaminya setelah melahirkan, tentunya akan menganggu

tidur ibu. Dalam kondisi gangguan tidur yang sudah parah, maka ibu akan

dianjurkan untuk mengkonsumsi obat tidur sesuai dengan kebutuhannya.

Setelah melahirkan, wanita akan lebih sering ke luar masuk toilet sama

seperti pada minggu-minggu terakhir menjelang persalinan. Dengan keadaan

(11)

stabil. Ibu dapat merasa sangat gembira, tetapi tiba-tiba merasa sedih sekali.

Seorang ibu menyadari tanggungjawabnya tetapi mereka juga tidak suka dengan

perubahan yang tejadi karena kehilangan ruang pribadinya (Nolan, 2010). Setelah

persalinan ibu pasca operasi seksio sesarea dirawat selama beberapa hari di rumah

sakit. Kondisi lingkungan rumah sakit yang ramai, kamar tidur yang

pencahayaannya terang, dan kebisingan akibat aktivitas petugas kesehatan

berdampak terhadap tidur ibu pasca operasi seksio. Efisiensi tidur ibu pasca

operasi seksio sesarea dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitri, Trisyani, dan

Maryati (2012) melaporkan bahwa hanya sebagian kecil ibu yang efisiensi

tidurnya baik dengan nilai persentasi diatas 84%..

e Kedalaman tidur

Beberapa ibu setelah melahirkan merasakan gangguan yang terjadi sepanjang

malam dan sangat melelahakan. Pada minggu-minggu pertama kehadiran, tidak

ada bayi yang mempunyai pola tidur yang tetap, seperti pada anak-anak dan orang

dewasa (Nolan, 2010). Pola tidur yang tidak tetap pada bayi mengakibatkan ibu

tidak dapat memenuhi kebutuhan tidurnya karena merawat bayi sepanjang malam.

kebanyakan orang dewasa tidak dapat mengatasi tangisan bayi hingga beberapa

menit. Tangisan bayi membuat ibu tidak dapat tidur dengan nyenyak bahkan dapat

mengakibatkan ibu menjadi gelisah.

f Perasaan segar saat bangun pagi

Perasaan segar saat bangun pagi dapat dirasakan ibu pasca operasi seksio

(12)

kualitas. Pemenuhan kebutuhan tidur setiap individu berbeda-beda. Beberapa

individu yang dirawat di rumah sakit dapat berubah kebiasaan tidurnya, baik

disebabkan oleh rasa nyeri atau rutinitas rumah sakit yang mengganggu tidur

(Potter & Perry, 1992). Kondisi tersebut mengakibatkan perasaan tidak segar

ketika bangun di pagi hari pada ibu pasca operasi seksio sesarea yang di rawat

inap di rumah sakit.

Proses persalinan memberikan banyak perubahan bagi ibu. Perubahan fisik

pada ibu pasca melahirkan seksio sesarea memberikan ketidaknyamanan pada ibu

termasuk karena adanya nyeri karena luka pasca persalinan. Ibu setelah

melahirkan akan mengalami gangguan pola tidur yang diakibatkan perubahan

respon tubuh terhadap perubahan aktivitas baru ibu seperti dalam merawat bayi,

menyusui bayi, tangisan bayi dan perubahan peran menjadi ibu (Nolan, 2010).

Gangguan tidur pada ibu seperti tidak terpenuhinya total waktu tidur, tidur yang

tidak nyaman, dan gangguan selama tidur menyebabkan ibu pasca operasi seksio

sesarea merasa mengantuk di saat bangun pagi.

1.5Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur

1.5.1 Status Kesehatan

Dalam kondisi tubuh yang sehat memungkinkan manusia untuk dapat tidur

dengan nyenyak. Namun bagi orang yang sakit atau memiliki keluhan rasa nyeri

kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik. Kondisi sakit

pada fisiologis maupun psikologis seseorang mengakibatkan rasa tidak nyaman

(13)

pasca operasi seksio sesarea yang sedang dalam pemulihan kondisi tubuhnya

membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak.

1.5.2 Lingkungan

Lingkungan berperan dalam mendukung atau menghalangi seseorang untuk dapat

tidur. Biasanya lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mendukung seseorang

untuk tidur dengan nyenyak. Sebaliknya jika terjadi perubahan lingkungan seperti

ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk dapat tidur (Tarwoto

& Wartonah, 2006). Ibu pasca operasi seksio sesarea mengalami perubahan

lingkungan tidur yaitu adanya rutinitas rumah sakit yang bising di malam hari,

cahaya lampu yang terang, dan banyaknya pasien yang di rawat di dalam satu

ruangan yang berdampak pada tidur ibu. Akan tetapi seiring waktu individu bisa

beradaptasi dengan perubahan lingkungan disekitarnya dan tidak lagi terpengaruh

dengan kondisi tersebut (Mubarak & Chayatin, 2008).

1.5.3 Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin

lelah seseorang semakin pendek siklus pada periode pertama REM yang

dilaluinya. Sehingga setelah beristirahat siklus REM akan kembali memanjang

(Mubarak & Chayatin, 2008). Setelah melahirkan ibu mengalami kelelahan secara

fisiologis maupun secara psikologis dan membutuhkan waktu tidur yang lebih

lama dari sebelumnya untuk memulihkan kembali kondisi tubuh ibu yang lelah.

1.5.4 Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk

(14)

perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering mendatangkan

kantuk (Mubarak & Chayatin, 2008). Selama 1-2 hari pertama ibu menunjukkan

kebahagiaan yang sangat dan sangat senang untuk menceritakan tentang

pengalamannya melahirkan (Maryunani, 2009). Sehingga ibu akan tetap terjaga

dan bahkan mengalami kesulitan untuk memulai tidur.

1.5.5 Stress Psikologis

Cemas dan depresi menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Pada saat

kondisi cemas meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis.

Norepinefrin mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008). Perubahan

psikologis pada ibu pasca melahirkan terjadi karena pengalaman selama

persalinan, tanggung jawab peran sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru, dan

peran baru sebagai ibu. Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam minggu-minggu

pertaman setelah melahirkan, banyak ibu menunjukkan gejala-gejala depresi dari

yang ringan sampai berat (Maryunani, 2009).

1.5.6 Diet

Penurunan waktu tidur di malam hari sering dikaitkan dengan terjadinya

penurunan berat badan. Sedangkan penambahan berat badan sering dikaitkan

dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya waktu terjaga di malam hari

(Mubarak & Chayatin, 2008). Selain itu, Asmadi (2008) juga mengatakan bahwa

makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan

ikan tuna dapat mendukung individu untuk tidur. Sedangkan minuman yang

(15)

1.5.7 Medikasi atau Obat-obatan

Beberapa obat ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya

mengganggu tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mengganggu tidur antara lain

obat diuretik, anti depresan, kafein, beta bloker dan narkotika (Tarwoto &

Wartonah, 2006). Asmadi (2008) juga mengatakan obat golongan amfetamin akan

menurunkan tidur REM.

1.6 Gangguan tidur

1.6.1 Insomnia

Insomnia merupakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur baik

secara kualitas maupun kuantitas (Mubarak & Chayatin, 2008). Gangguan tidur

ini umumnya terjadi pada orang dewasa. Penyebabnya bias karena gangguan fisik

atau karena faktor psikologis. Ada tiga jenis insomnia yaitu insomnia inisial,

insomnia intermitten, dan insomnia terminal. Dimana insomnia inisial adalah

ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur. Insomnia intermitten

adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur. Sedangkan insomnia

terminal adalah bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.

1.6.2 Parasomnia

Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur karena terjadi

saat seseorang dalam kondisi tidur. Gangguan tidur ini umumnya terjadi pada

(16)

1.6.3 Hipersomnia

Hipersomnia merupakan tidur yang berlebihan terutama di siang hari.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu seperti kerusakan

sistem saraf, depresi, gangguan metabolisme, dan gangguan pada hati atau ginjal.

1.6.4 Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tidak tertahankan yang muncul

secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai serangan tidur.

Asmadi (2008) mendefinisikan narkolepsi sebagai serangan mengantuk yang

mendadak sehingga dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur tersebut

datang. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan orang yang sedang

tidur normal.

1.6.5 Mendengkur

Mendengkur terjadi karena adanya rintangan pengaliran daran di hidung dan

mulut. Beberapa penyebab lainnya seperti amandel yang membengkak dan

adenoid, pangkal lidah yang menyumbat saluran napas pada lansia, dan otot-otot

(17)

2. Konsep Seksio Sesarea 2.1Definisi Seksio Sesarea

Seksio sesarea merupakan proses lahirnya janin melalui insisi pada dinding

abdomen dan dinding uterus ( Rasjidi, 2009).

2.2Indikasi Seksio Sesarea

2.2.1 Indikasi Mutlak

Keharusan dilakukannya operasi seksio apabila pada ibu memiliki riwayat

panggung sempit, kegagalan melahirkan normal karena kurang kuatnya stimulasi,

tumor pada jalan lahir yang mengakibatkan obstruksi, stenosis serviks atau

vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, dan rupture uteri. Dan apabila

kondisi pada janin ditemukan kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta,

perkembangan janin yang terhambat, dan untuk mencegah hipoksia janin maka

harus segera dilakukan operasi seksio sesarea (Rasjidi, 2009).

2.2.2 Indikasi Relatif

Disarankannya tindakan pembedahan apabila ibu memiliki riwayat seksio

sesarea sebelumnya, presentasi bokong, distosia, fetal distress, ibu mengalami preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Tindakan operasi seksio

sesarea juga dianjurkan dilakukan apabila ibu dengan HIV positif sebelum

inpartu.

2.2.3 Indikasi Sosial

Permintaan dilakukannya operasi seksio sesarea oleh wanita yang takut

melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, wanita yang ingin seksio

(18)

persalinan atau untuk mengurangi risiko kerusakan dasar panggul, dan pada

Referensi

Dokumen terkait

Apabila variabel ratex bersifat signifikan, sedangkan nilai variabel yang diperoleh dari fitted persamaan yang menggunakan residual ratex tidak signifikan, maka berarti

- Tenaga Terampil Sipil D3/STM Bangunan SKT Tukang Pekerjaan Tanah tidak melampirkan Ijazah, SKA/SKT dan KTP. - Tenaga Terampil Arsitek D3/STM Bangunan SKT Tukang

Jumlah calon penyedia barang/jasa yang telah mendaftar untuk mengikuti lelang Perbaikan Jaringan Listrik, Fire Alarm, Smoke Detektor Dan Sprinkle Air Di

Dari 1 (satu) calon penyedia yang lulus evaluasi administrasi kemudian dilakukan evaluasi teknis sebagaimana dimaksud dalam dokumen pengadaan, disimpulkan bahwa 1

Apabila -manajer dan anggota organisasi dari perusahaan cat tersebut menyadari dan menerima standar cost yang telah ditetapkan secara rasional dengan memperhatikan

Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Dana Pihak Ketiga terhadap Profitabilitas melalui Financing to Deposit Ratio sebagai Variabel Intervening pada Perbankan Syariah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Ketua Kelompok Tani Berkah dan Kelompok Tani Lalang Jaya di Desa Petaling Kecamatan

Semua hal tersebut disebabkan komunikasi yang terlambat yang menyebabkan tidak dapat dengan cepat membuat keputusan, merubah struktur dan proses-proses perusahaan