• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita Oleh Kantor Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita Oleh Kantor Pajak"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi sebagai perantara keuangan. Dalam peranannya tersebut, terdapat hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat percaya untuk menempatkan uangnya dalam produk-produk perbankan yang ada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan tersebut bank dapat memobilisasi dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa perbankan.1

Selanjutnya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat berarti bahwa perbankan dituntut berperan aktif dalam menggali dana masyarakat dalam rangka pembangunan nasional. Selanjutnya tujuan perbankan Indonesia adalah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.2

Pada prinsipnya Bank berkerja berdasarkan asas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, dimana dalam tugasnya menghimpun dana dari masyarakat dan

1

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral sebagai upaya penyelesaian kredit bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, Hlm. 1

(2)

menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Masyarakat sebagai nasabah merasa percaya pada bank bahwa dana masyarakat yang disimpan di bank merasa aman, uang yang disimpan tidak akan disalahgunakan, tidak hilang dan terhindar dari kejahatan. Masyarakat juga tidak menemui kesulitan dalam menarik uangnya.3

Dilain pihak bank sebagai penerima dana simpanan dari masyarakat tersebut berkewajiban mengelola dengan baik dana simpanan tersebut dan wajib menyediakan dana tersebut kembali apabila sewaktu-waktu masyarakat ingin menariknya kembali.

Salah satu kegiatan pokok bank dalam menyalurkan dana masyarakat adalah dalam bentuk pemberian kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dikarenakan kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai perkembangan selalu meningkat, sedangkan kemampuan modal usahanya terbatas maka diperlukannya tambahan modal usaha dari bank untuk meningkatkan usahanya.

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual-beli barang dengan cara kreditan. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan) tetapi pembayaran barang dilakukan secara angsuran. Selain itu dijumpai banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat pada umumnya

(3)

mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.4

Kredit berasal dari bahasa Latin yaitu Credere (lihat pula credo dan

creditum), yang kesemuanya berarti kepercayaan (dalam bahasa Inggris faith dan

trust). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.5

Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.6

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara kreditur (bank) dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan kata lain kredit berarti kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa dipercaya sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon

4

Ibid, Hlm. 152

5Rachmadi Usman,Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, Hlm. 236

(4)

nasabah debitur harus dicurigai setengah mati. Setelah lulus sensor dari phak kreditur/bank barulah kepercayaan timbul, dan kreditpun diberikan.7

Pengertian kredit menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah sebagai berikut :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga” Dasar dari perjanjian kredit adalah pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata, Pasal 1754 yang disebutkan bahwa pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.8

Pada prinsipnya bank akan merealisasi kredit kepada debitur setelah terpenuhi lima faktor analisis 5 C (the five of credit analysis) yang menjadi patokan penilaian terhadap debitur yaitu watak (character), kemampuan (Capacity), modal (Capital), penilaian agunan (Collateral), dan prospek usaha (Condition of Economy). Prinsip 5 C ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan

7 Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004. Hlm.165.

(5)

kemampuan membayar (ability to pay) dari nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.9

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi Utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Berdasarkan penjelasan ketentuan diatas, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Agunan kredit (Collateral) menjadi salah satu unsur terpenting dalam pemberian kredit karena berfungsi memberikan hak dan kekuasaan kepada bank sebagai kreditur untuk mendapat pelunasan dari hasil penjualan barang agunan tersebut apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya sesuai waktu yang telah

(6)

ditentukan dan dilain pihak juga memberikan kepastian hukum terhadap bank untuk dapat mengeksekusi agunan kredit apabila debitur wanprestasi.

Setiap kali ada perjanjian jaminan, selalu dipastikan ada perjanjan yang mendahuluinya, yaitu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit yang disebut perjanjian pokok. Oleh karena itu, tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Sebab perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu didasarkan atas perjanjian yang terjadi sebelumnya. Berlakunya perjanjian jaminan selalu bergantung dengan perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya selesai maka perjanjian jaminannya juga ikut selesai. Sifat perjanjian yang demikian disebutaccesoir.10

Dalam perspektif hukum kebendaan, lembaga jaminan merupakan hak kebendaan, yaitu hak kebendaan yang memberi jaminan dan dengan sendirinya pengaturannya terdapat di dalam Buku II KUH Perdata. Apabila menilik sistematika KUH Perdata, terkesan hukum jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, berhubung pengaturannya terdapat dalam Buku II KUH Perdata. Padahal disamping jaminan kebendaan, dikenal juga jaminan perseorangan (Persoonlijke zekerheidrechten, personal guaranty), yang pengaturannya terdapat didalam Buku III KUH Perdata.11

Ketentuan yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan dimulai dari pasal 1131 sampai dengan pasal 1232, dimana mengatur tentang

(7)

piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotek. Tetapi pengaturan tentang hipotek tidak digunakan lagi karena telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah. Sementara untuk pembebanan hipotek atas benda-benda bergerak lainnya selain hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, seperti hipotek kapal laut tetap menggunakan lembaga dan ketentuan hipotek yang diatur didalam KUH Perdata. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka pengikatan objek jaminan utang berupa tanah sepenuhnya dilakukan melalui lembaga jaminan Hak Tanggungan.

Pada Pasal 1131 KUH Perdata menegaskan bahwa “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Kemudian di Pasal 1132 KUH Perdata ditegaskan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutamakan padanya pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang ada alasan-alasan yang sah dan didahulukan”.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah :

(8)

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”.

Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjual jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.

Objek Hak Tanggungan adalah tanah. Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada barang-barang yang ada di atas tanah tersebut sifatnya menyatu dengan tanah. Barang-barang yang dimaksud adalah bangunan, tanaman dan hasil karya seperti patung, candi, gapura, relief dan sebagaimana yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Begitu pula jika ada bangunan dibawah permukaan tanah seperti basement, juga dapat dibebani Hak Tanggungan. Apabila barang-barang tersebut ikut dijadikan objek Hak Tanggungan dengan tanahnya, maka harus disebutkan dengan tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan bahwa yang dibebani Hak Tanggungan tanah beserta barang-barang di atas/bawah permukaan dengan dijelaskan bentuk barangnya.12

(9)

Hak Tanggungan mempunyai 4 (empat) ciri-ciri yaitu13:

1. Memberikan kedudukan mendahulukan (hakPreference) kepada pemegangnya. 2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek tersebut

berada.

3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Pemegang Hak Tanggungan mempunyai kedudukan yang diutamakan, sebagaimana ditegaskan pada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Oleh karena itu pasal ini menunjukkan bahwa pemegang Hak Tanggungan berkedudukan sebagai kreditur yang preferen, oleh karena itu dengan sendirinya mempunyai hak preferensi terhadap kreditur-kreditur lainnya (droit de preference).14

Kedudukan sebagai kreditur preferen berarti kreditur yang bersangkutan didahulukan didalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi benda pemberi jaminan tertentu yang dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan secara khusus diperikatkan untuk menjamin tagihan kreditur. Dengan demikian kedudukan sebagai kreditur preferen baru mempunyai peranannya dalam suatu eksekusi. Itu pun kalau harta debitur tidak cukup untuk memenuhi semua utangnya.15

13

Fuady Munir,Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, Hlm. 66 14Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan Hak Kreditur Separatis Dalam Pembagian Hasil Penjualan Benda Jaminan Debitur Pailit, Lkasbang Justitia, Surabaya, 2014, Hlm.35

(10)

Undang-Undang Hak Tanggungan telah memberikan perlindungan hukum bagi pemegang Hak Tanggungan dalam eksekusi barang jaminan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat 2 dan 3, atas dasar pasal ini peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Hal ini berkaitan dengan hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, jika debitur cidera janji.

Kemudian pada Pasal 7 ditegaskan bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Oleh karena itu walaupun obyek Hak Tanggungan telah berpindah tangan dan menjadi milik orang lain, kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan tetap mempunyai hak untuk melakukan eksekusi lelang.

Pada Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b yaitu : Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya

(11)

negara. Dalam hal ini akan timbul hak mendahului negara yaitu apabila wajib pajak pada saat yang sama disamping mempunyai utang-utang pribadi (perdata), juga mempunyai utang terhadap negara (fiskus), apabila harta kekayaan wajib pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua utang-utangnya, maka negara mempunyai hak untuk mendahului atas segala tagihan pajak tersebut.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota sebagai salah satu Instansi Vertikal dari Kanwil Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I diberikan target penerimaan negara tahun 2015 sebesar Rp. 1.532.753.500.00. Seksi penagihan beserta jurusita pajak bekerjasama dalam pelaksanaan seluruh kegiatan penagihan atas pajak terutang wajib pajak. Utang pajak muncul akibat adanya pajak yang masih harus dibayarkan oleh wajib pajak termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang muncul dalam surat ketetapan pajak termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang muncul dalam surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.16

Utang pajak menurut hukum pajak terdiri dari dua pendapat yang berbeda yaitu :

1. Pendapat pertama menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat diundangkannya Undang pajak yang berarti bahwa begitu suatu Undang-Undang pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah utang pajak timbul.

(12)

2. Pendapat kedua menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh pemerintah selaku fiskus.17

Utang pajak yang timbul memberikan hak yang diistimewakan (Privelege), bagi kantor pajak selaku fiskus terhadap segala kekayaan yang dimiliki oleh debitur selaku wajib pajak. Pengertian privilege dirumuskan padal Pasal 1134 KUHPerdata ayat 1 yaitu :

Hak Istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

Dari pasal diatas jelaslah, bahwa hak privelege atau hak istimewa itu suatu hak yang diberikan oleh Undang-Undang, artinya Undang-Undang telah menetapkan atau menyebutkan piutang-piutang tertentu, yang didasarkan kepada sifatnya dari piutang-piutang tertentu tersebut sebagai piutang yang diistimewakan atau didahulukan sehingga memberikan kedudukan yang lebih didahulukan kepada pemegangnya dalam mengambil pelunasan piutang dibandingkan dengan kreditur lainnya.18

Negara yang dalam hal ini diwakili KPP Pratama Medan Kota sebagai pelaksana kewenangan penuh atas utang pajak tersebut. Oleh karena itu KPP Pratama Medan Kota memiliki hak mendahului atas hutang pajak yang harus dilunasi wajib pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

17Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton,Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001, Hlm.21

(13)

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) disebutkan :

Ayat (1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak;

Ayat (2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pokok pajak, bunga, denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan;

Ayat (3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap :

a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun tidak bergerak

b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamtkan suatu barang

c. Biaya perkara, yang semata-mata disebakan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan

Dari penjelasan pasal diatas menyebutkan bahwa negara mempunyai kedudukan yang diistimewakan atas barang-barang milik wajib pajak yang akan dilelang dimuka umum, Dengan demikian negara dalam hal ini KPP Pratama Medan Kota mendapat pembagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang milik penanggung pajak. Setelah utang pajak terlunasi, barulah diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota agar utang pajak tersebut dilunasi adalah dengan melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak.

(14)

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.19

Penagihan pajak dengan melakukan penyitaan atas barang jaminan yang dibebani Hak Tanggungan menjadikan terjadinya konflik kepentingan antar negara sebagai pihak yang menyita obyek tersebut sebagai pelunasan utang pajak wajib pajak atau penangung pajak dan dilain pihak bank sebagai pemegang Hak Tanggungan juga memiliki kedudukan yang diutamakan dalam eksekusi barang jaminan untuk pelunasan utang kredit apabila debiturnya cidera janji. Seperti yang terjadi pada KPP Pratama Medan Kota, dimana CV. XX sebagai wajib pajak dan juga sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang jual-beli berkedudukan di Medan. CV. XX juga merupakan nasabah kredit pada Bank YY. Dalam setiap transaksi jual beli yang dilakukan oleh CV. XX seharusnya disetorkan juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jual beli tersebut tetapi sejak tahun 2008 s/d 2011, CV. XX tidak pernah menyetorkan PPN yang dibayarkan kepadanya kepada Negara. Sehingga CV. XX terutang pajak PPN kepada KPP Pratama Medan Kota. Oleh karena itu dilakukan kegiatan penagihan aktif oleh jurusita KPP Pratama Medan Kota. Penagihan aktif tersebut dengan melakukan penyitaan terhadap rumah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor xxx/HS II. Dimana tanah dan bangunan tersebut kepemilikan Sertifikatnya atas nama salah satu pengurus CV. XX tersebut. Pada saat dilakukan penyitaan oleh KPP Pratama Medan Kota CV. XX

(15)

tidak dapat menyerahkan sertifikat asli dari tanah dan bangunan tersebut dikarenakan sertifikat aslinya telah dijadikan jaminan kredit di Bank YY.20

Pada prinsipnya pembebanan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit pada lembaga keuangan baik Bank ataupun Non Bank bertujuan untuk melindungi hak sebagai kreditur dalam rangka pelunasan piutangnya, apabila debitur cidera janji. Akan tetapi dikarenakan aturan Pasal 21 Undang-Undang Pajak, menyebabkan kreditur akan sulit mendapat pelunasan terhadap piutangnya apabila debitur yang bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak dilunasinya. Oleh karena itu ketidakmampuan debitur untuk melunasi kreditnya, akan menimbulkan kredit macet yang merugikan bank sebagai kreditur.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan Yang Disita Oleh Kantor Pajak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan hukum barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan yang disita oleh kantor pajak?

(16)

2. Bagaimana ketentuan penyitaan yang dilakukan oleh kantor pajak atas barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap barang jaminan yang disita oleh kantor pajak?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan yang disita oleh kantor pajak.

2. Untuk mengetahui ketentuan penyitaan yang dilakukan oleh kantor pajak atas barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan yang barang jaminannya disita oleh kantor pajak

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

(17)

kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap barang jaminan yang disita oleh kantor pajak.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada masyarakat pada umumnya dan juga pihak kreditur yaitu bank dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka diketahui bahwa belum pernah ada penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita oleh Kantor Pajak“.

Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan kedudukan obyek jaminan Hak Tanggungan adalah sebagai berikut :

1. Rinto (NIM 067011068) mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul tesis “Tinjauan Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :

(18)

b. Bagaiman sikap hakim dalam memberikan putusan terhadap permohonan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani Hak Tanggungan?

c. Bagaimana dampak dan upaya hukum terhadap penetapan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani Hak Tanggungan?

2. Mirza Prima Kusumaningayu (NIM. 127011166), mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul tesis Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Tindak Pencucian Uang (Studi Putusan MA No. 1607/K/PID. SUS/2012). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah: a. Bagaimana kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang layak

dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia? b. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/dsita oleh

negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tidak pidana pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia terhadap obyek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang?

(19)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan hal yang diamati, karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.21

Menurut Soerjono Soekanto, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.22

Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:23

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina, struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti.

21 Ibnu Husni, 2005, ”Penelitian dalam Ilmu Hukum”, http://www.kamus hukum online.co.id/635 words. htm, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.

22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta, 1996, Hlm. 19

(20)

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah:

1. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.24

Arti penting kepastian hukum menurut Soedikno Mertokusumo bahwa masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat, tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan ketat menaati peraturan hukum, maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya tetap demikian, sehingga harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila

(21)

dilaksanakan secara ketat, lex dure, sed tamen scripta (Undang-Undang itu kejam, tapi memang demikianlah bunyinya).25

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.26

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.27

Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :

25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, Hlm. 136.

26

Wordpress.com,“ Memahami Kepastian Dalam Hukum” ,http;/ ngobrolin hukum wordpress.com/ 2013/ 02/ 05 memahami kepastian dalam hukum/, Diakses tanggal 20 Februari 2016.

(22)

1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;

2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;

3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem; 4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum; 5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;

6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;

7. Tidak boleh sering diubah-ubah;

8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.28 Pendapat Lon Fuller di atas dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian antara peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif dijalankan.29

Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan kedudukan pemegang Hak Tanggungan adalah sebagai kreditur preference, yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain untuk memperoleh pelunasan kredit dari hasil penjualan objek jaminan kredit apabila debitur wanprestasi.Tetapi dalam hal ini pemegang Hak Tanggungan tidak dapat mengesekusi karena barang jaminan disita oleh Kantor Pajak.

2. Teori Perlindungan Hukum.

Perlindungan hukum merupakan satu hal yang terpenting dari unsur yang harus ada dalam suatu negara. Setiap pembentukan suatu negara pasti di

28 Tesis Hukum.com, Asas Kepastian Hukum, http:// tesis hukum.com/ Pengertian asas kepastian hukum menurut para ahli/, diakses Tanggal 20 Februari 2016

(23)

dalamnya ada hukum untuk mengatur warga negaranya. Dalam suatu negara, pasti terjadi hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan hukum akan menjadi hak bagi warga negara. Disisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara untuk melindungi bagi warga negaranya.

Perlindungan hukum menurut Soetjipto Rahardjo adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.30

Soetiono berpendapat, perlindungan hukum merupakan tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia31

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa: Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi

30

Soetjipto Rahardjo,Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni Bandung, Bandung, 1983, Hlm. 121

(24)

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam Negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di Negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.32

Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu:33

1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.

2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.

Teori Perlindungan Hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan telah diatur secara jelas mengenai hak-hak pemegang Hak Tanggungan sebagai bentuk perlindungan hukumnya, akan tetapi perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan menjadi lemah apabila berkaitan dengan utang pajak.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antar abstrak dan

32 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, Hlm. 205

(25)

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.34

Dalam kerangka konsepsional diangkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum,35 guna menghindari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga diergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu : 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.36

2. Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang.37

3. Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau

34Samadi Surabrata,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hlm.3. 35

Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rhineka Cipta, jakarta, 1996, Hlm. 19. 36

Zainal Asikin,Op. Cit., Hlm. 28.

(26)

perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa.38

4. Jaminan Bank adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

5. Barang jaminan adalah harta kekayaan milik debitur, penjamin utang dan atau pihak ketiga yang diikat sebagai jaminan untuk penyelesaian utang.39

6. Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.40

7. Krediturpreferenceadalah Kreditur yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberikan kedudukan istimewa.41

8. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda

38 Wikipedia Indonesia, “kreditur”, http:/id.wikipedia.org/wiki/kreditur, diakses tanggal 20 februari 2016.

39Wikipedia Indonesia, “barang jaminan”http:/id.wikipedia.org/wiki/jaminan diakses tanggal 23 September 2016.

40

Soetjipto Rahardjo,Op.Cit.,Hlm. 121. 41

Hukum Online “Kreditur Preference”,

(27)

lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.42

9. Sita atau penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.43 10. Wajib Pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang berdasarkan ketentuan

perundang-undangan perpajakan untuk menjalankan kewajiban perpajakan termasuk didalamnya pemunutan pajak atau pemotong pajak tertentu.

11. Kantor pajak adalah unit kerja dari direktorat Jenderal pajak yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai wajib pajak maupun tidak.44

G. Metode Penelitian

Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan. Dapat dikutip pendapat Soerjono Soekanto mengenai penelitian hukum, sebagai berikut :

42

Gatot Supramono,Op. Cit., Hlm. 201.

43Wirawan B.Ilyas dan Drichar Burton,Op.Cit., Hlm. 41.

(28)

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yag didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari gejala yang bersangkutan.45

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum46

Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni penelitian yuridis normatif, maka digunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Aproach) yaitu pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan tesis ini.

2. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder47yang meliputi:

45Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, 2009, Hlm. 18.

46Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1985, Hlm. 33

47

(29)

a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan 3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

4) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan

5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.48

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yakni :

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka pengumpulan data akan dilakukan melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa

(30)

peraturan erundang-undangan, buku-buku atau literature, jurnal ilmiah, majalah-majalah artikel.

b. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan dilakukan dengan cara melaksanakan wawancara dengan jurusita KPP Pratama Medan Kota sebagai informan.

4. Analisis Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.

b. Pedoman Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Latihan isotonik 3 kali seminggu selama 4 minggu dapat meningkatkan kemampuan fungsional dan kekuatan otot abduktor, adduktor panggul dan kuadrisep femoris pada

Tugas Akhir ini dibandingkan besar nilai efisiensi transformator tiga fasa dengan.. belitan tersier dan transformator tiga fasa tanpa belitan

Intelegensi itu akan lebih baik bila didukung lagi oleh faktor lain, misalnya siswa memiliki keterampilan akademik berupa keterampilan berkomunikasi reseptif (menyimak dan

Beberapa kondisi dasar berkaitan dengan hal tersebut, yaitu: (1) jumlah penduduk Indonesia besar dan dengan tingkat partisipasi penduduk yang merokok juga besar,

(GBL) asal Taiwan terus dikembangkan sebagai bahan produksi benih. Penelitian ini bertujuan untuk: a) mengidentifikasi dan menganalisis sektor potensial yang ada

Demikianlah berita acara serah terima barang ini di perbuat oleh kedua belah pihak, adapun barang- barang tersebut dalam keadaan baik dan cukup, sejak penandatanganan berita

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan umpan dan pelarut (f/s), jenis antisolvent dan jenis pelarut terhadap ekstraksi likopen

Peran guru PKn dalam sosialisasi pilitik adalah skor yang diperoleh melalui koesioner yang diajukan kepada para guru PKn di SMA Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali