• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli

termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, pleura (Kemenkes RI,

2011). Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun 2013 ISPA

disebabkan oleh virus dan bakteri yang diawali dengan panas disertai salah satu

atau gejala lebih (tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, batuk kering atau

berdahak) (Kemenkes RI, 2013).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan

pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40%-50% kunjungan berobat di puskesmas

dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan inap di rumah sakit

disebabkan oleh ISPA. Salah satu penyakit ISPA yang menjadi target program

pengendalian ISPA adalah pneumonia (Setyati, 2014). Upaya pengendalian ISPA

yaitu meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan kemampuan sumber

daya, penemuan kasus dilakukan secara aktif, peningkatan peran serta masyarakat

deteksi dini pneumonia balita, adanya pencatatan dan pelaporan, dan monitoring

dan evaluasi dilakukan secara berkala (Kemenkes, 2011). Pneumonia merupakan

penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian khususnya pada balita

(2)

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli), dengan gejala batuk yang disertai napas sesak atau napas cepat. Penyakit

ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih

tua selalu disertai batuk dan napas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam.

Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Sulaeman, 2011).

Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia. Di dunia setiap tahun

diperkirakan balita meninggal karena pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta

total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan oleh

pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut

sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun, tidak

banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga

pembunuh balita yang terlupakan atau “the forgotten killerof children” (Kemenkes

RI, 2011).

The United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyebutkan bahwa angka kematian balita adalah salah satu indikator penting untuk mengukur derajat

kesehatan masyarakat. Dari 6,9 juta kematian anak dibawah 5 tahun yang terjadi

di tahun 2011 di seluruh dunia, hampir dua pertiga (64%) disebabkan karena

penyakit menular dengan kondisi seperti pneumonia, diare, malaria, meningitis,

tetanus dan campak (UNICEF, 2012b).

World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara berkembang

kejadian pneumonia pada anak/balita sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per

tahun, sekitar 8,7% (13,1 juta) diantaranya pneumonia berat. Di dunia terdapat 15

(3)

anak/balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus seluruh dunia. Lebih dari

setengah terjadi pada 6 negara, yaitu: India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10

juta, Bangladest, Indonesia dan Nigeria sebesar 6 jut kasus, mencakup 44%

populasi anak balita di dunia pertahun (WHO, 2012).

Menurut WHO, kriteria untuk menentukan bahwa kematian pneumonia

pada balita masih merupakan masalah disuatu wilayah/negara adalah apabila

angka kematian bayi berada diatas 40/1000 balita, atau proporsi kematian akibat

pneumonia pada balita di atas 20%. Pneumonia masih menjadi masalah di

Indonesia, karena angka kematian balita adalah 46/1000 kelahiran hidup dan

angka kematian pneumonia balita diperkirakan 6/1000 balita (Maryunani, 2010).

Pada tahun 2011 berdasarkan data WHO terdapat 1,3 juta balita,

meninggal karena pneumonia. Pada tahun 2012, 1,1 juta anak balita meninggal

karena pneumonia, sebagian besar dari mereka berusia kurang dari 2 tahun, dan

99% dari kematian ini berada di negara-negara berkembang, dimana akses ke

fasilitas kesehatan dan pengobatan di luar jangkauan bagi banyak anak (WHO,

2012 dan 2013).

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia

terutama pada balita (Kemenkes RI, 2011). Angka cakupan penemuan balita tidak

mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 23-27%. Selama beberapa

tahun terakhir cakupan penemuan pneumonia tidak pernah mencapai target

nasional, termaksud target tahun 2013 sebesar 80%. Angka kematian akibat

pneumonia pada balita sebesar 1,19%. Menurut hasil Riskesdes 2013, period

(4)

period prevalence berdasarkan diagnosa sebesar 2,4 per 1000 balita dan

diagnosis/gejala sebesar 18,5 per 1000 balita (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

Pada tahun 2011 dari 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Utara merupakan

provinsi yang menduduki posisi ke tujuh tertingi dengan 16.688 jumlah kasus

pneumonia pada balita. Dengan jumlah kematian balita akibat pneumonia

sebanyak 56 kasus (CFR sebesar 3,35%) (Kemenkes RI, 2012).

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Sumatera Utara masih

rendah. Pada tahun 2012 dari 148.431 perkiraan balita yang menderita pneumonia

yang ditemukan dan ditangani hanya 17.443 balita (11,74%) angka ini mengalami

penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yaitu 22.442 balita (15,56%). Dari 33

kabupaten/kota, terdapat 3 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu

Kabupaten Nias Utara, Batubara dan Kota Binjai. Kabupaten dengan jumlah

penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun

yaitu 33,44% disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50% dan Kabupaten Deli

Serdang sebesar 21,53% (Profil Kesehatan Provinsi Sumut, 2012).

Berdasarkan Dinkes Kota Medan tahun 2014, Populasi yang rentan

terserang pneumonia adalah anak-anak yang kurang dari 2 tahun. Tahun 2014

jumlah balita di Kota Medan adalah 213.582 balita, penderita pneumonia yang

ditemukan dan ditangani sebanyak 3.354 balita (15,7%). Angka ini masih jauh

dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kota Medan tahun 2014 yaitu

21.358 balita. Jumlah penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani pada

tahun 2014 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2013. Tahun

(5)

ditemukan dan ditangani 4.269 balita (17,3%) dengan jumlah perkiraan penderita

24.474 balita (Dinkes Kota Medan 2015).

Puskesmas Belawan merupakan salah satu puskesmas yang ada di Kota

Medan Kecamatan Medan Belawan. Cakupan penemuan kasus pneumonia pada

balita yang ditemukan dan ditangani diwilayah kerja Puskesmas Belawan Kota

Medan pada tahun 2014 sebanyak 907 balita (98,2%) dengan jumlah perkiraan

penderita 924 balita dan jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Belawan yaitu

9.241 balita. Data tersebut menunjukkan bahwa di Puskesmas Medan Belawan

memiliki angka cakupan penemuan dan penanganan kasus tertinggi di Kota

Medan. Puskesmas Belawan menduduki posisi tertinggi dengan cakupan sebesar

(98,2%) dari Puskesmas Teladan (10,2%), Puskesmas Titi Papan (6,2%),

Puskesmas Medan Denai (5,6%) dan Puskesmas Medan Deli (4,9%). (Dinkes

Kota Medan, 2015).

Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum

mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan dari 5 kondisi yang

dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak dan

malnutrisi. Suatu yang dikembangkan tahun 1996 yang memadukan pelayanan

terhadap balita sakit dengan memadukan intervensi yang terpisah menjadi satu

dengan nama Intregated Management of Childrenhood Illness (IMCI). IMCI

merupakan suatu strategi untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan

kecacatan bayi dan anak balita di negara berkembang. Kegiatan MTBS

merupakan upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus

(6)

seperti puskesmas. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa

pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam

upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita

(Soenarto, 2009).

Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan

MTBS sejak tahun 1997. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang

secara bertahap dan up-date buku bagan MTBS dilakukan secara berkala sesuai

perkembangan program kesehatan di Departemen Kesehatan dan Ilmu Kesehatan

Anak melalui IDAI. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas

Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program

Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas yang melaksanakan MTBS

hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan

MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan

memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di

puskesmas tersebut (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2012).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati, dkk (2010), tentang

evaluasi pelayanan MTBS terhadap kesembuhan pneumonia pada balita di

Provinsi Jambi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan MTBS yang

standar memberikan peningkatan peluang keberhasilan yang lebih tinggi dalam

kesembuhan pneumonia pada balita dibandingkan dengan pelayanan MTBS yang

tidak standar, selain itu pendidikan dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke

(7)

Penelitian Husni,dkk (2012), tentang gambaran pelaksanaan MTBS umur

2 bulan-5 tahun di Puskesmas Makasar tahun 2012 bahwa sebagian besar

Puskesmas di Kota Makasar tidak menerapkan MTBS untuk menangani balita

sakit. Hal ini dapat terlihat dari aspek input menunjukkan hasil yang belum baik,

aspek proses belum sesuai dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh

Kemenkes RI, aspek output belum memenuhi kriteria menggunakan MTBS pada

minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesamas.

Penelitian Handayani, (2012) tentang Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kinerja petugas MTBS di Puskesmas Kabupaten kulon Progo mengatakan

bahwa faktor individu (umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi) dan faktor

organisasi (pelatihan, fasilitas dan kepemimpinan). Menurut Handayani hasil

penelitian faktor individu yang berhubungan dengan kinerja petugas MTBS

adalah masa kerja dan motivasi dan faktor organisasi yang berhubungan dengan

kinerja petugas MTBS adalah kepemimpinan dan fasilitas.

Berdasarkan hasil dari survey awal di Dinas Kesehatan Kota Medan,

terdapat beberapa Puskesmas di Kota Medan yang petugasnya telah mendapat

pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita sakit,

diantaranya adalah Puskesmas Belawan.

Puskesmas Belawan merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan

Medan Belawan. Pada tahun 2014 angka cakupan penemuan kasus pneumonia

pada balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 907 balita (98,2%) dari

perkiraan jumlah penderita 924 balita dan jumlah balita di wilayah kerja

(8)

pada tahun 2014 adalah sebanyak 1507 balita dan balita yang ditangani dengan

MTBS sebanyak 421 balita (28,0%). Berdasarkan wawancara singkat dengan

petugas MTBS di Puskesmas Belawan mengatakan bahwa terbatasnya jumlah

tenaga yang dilatih MTBS, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung

seperti alat-alat yang rusak dan ruangan MTBS yang bergabung dengan ruang poli

KIA dengan demikian pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan baik. Petugas

MTBS tidak melakukan konseling terhadap ibu balita, petugas hanya

memberitahu kapan ibu kembali dan pemeriksaaan kesukaran bernapas pada balita

hanya menggunakan jam tangan, tidak menggunakan sound timer.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis ingin

melakukan penelitian untuk mengetahui penatalaksanaan pneumonia pada balita

dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota

Medan Tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka

yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana analisis

penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penatalaksanaan

pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di

(9)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dan bahan

masukan tentang pencegahan kasus pneumonia dalam perbaikan bagi pihak

Puskesmas Belawan tentang bagaimana analisis penatalaksanaan pneumonia pada

balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan

Kota Medan Tahun 2016.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan dan bahan bacaan di

perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang diharapkan bermanfaat

sebagai referensi dengan analisis penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan

MTBS di Puskesmas Belawan Kota Medan Tahun 2016.

1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan masukan, informasi dan tambahan untuk penelitian

selanjutnya mengenai analisis penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Dengan multimedia informasi yang disajikan menjadi lebih variatif dan menarik Aplikasi ini bertujuan untuk membantu para mahasiswa dalam mempelajari matakuliah Pengantar Sistem

Oleh karena itu dibuat penulisan ilmiah mengenai pembuatan aplikasi multimedia pariwisata Pulau Bali, dimana akan ditampilkan sajian informasi yang menarik dan interaktif, yang

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Game jaringan Reversi dapat menjadi sarana melatih keterampilan dan kemampuan berpikir, karena selain strategi yang tepat, pemain juga harus memperhitungkan berbagai kemungkinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk

Pusat otomotif mobil merupakan wadah fisik yang menampung beberapa kegiatan mengenai otomotif mobil, yaitu kegiatan jual-beli mobil bekas ( dealer) ,