• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian

1. Pengertian perjanjian

Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang

Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku III perjanjian bersifat terbuka dalam arti

perjanjian boleh dibuat tanpa mengikuti semua ketentuan dalam buku III asal

tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pengertian

perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri

terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan

terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst

tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam

Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian

perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling

mengikatkan diri.18

18

Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pa sal 1233 sa mpai

(2)

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan

hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Kamus

Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan

yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati

apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”19

Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang

berbeda-beda dan masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan

yang dianggap lebih tepat. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para

sarjana yaitu:

Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari

istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris.20 Sedangkan menurut Achmad Ichsan memakai istilah verbintenis untuk

perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia

memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.21

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana

seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

19

Departemen Pendidikan Nasional, Ka mus Besa r Ikthasar Indonesi, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 458.

20

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Da ri Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakt i, Bandung, 2001, hal.2

21

(3)

melaksanakan sesuatu hal.22Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan

dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di

Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana.

“Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian

lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian.23

Herlien Budiono memberikan pengertian perjanjian dengan menekankan

pada perbuatan hukum yang diuraikan sebagai berikut: Perbuatan hukum yang

menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan

hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian menimbulkan akibat

hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah

kontrak atau perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut

pihak-pihak.24

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan

bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan,

yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di

dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak

lainnya wajib memenuhi prestasi.

2. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum

jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut

22

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36 23

Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2006,hal. 27

24

(4)

harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam

Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan

dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara

hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke

dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat

pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau Subjek

yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan

syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari

perbuatan hukum yang dilakukan itu. Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari

keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam

perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk

dapat dibatalkan (apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif), maupun

batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif), dalam

pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat

dipaksakan pelaksanaannya.

Kaiatannya sebagai hukum yang berfungsi melengkapi saja,

ketentuan-ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUHP Perdata akan dikesampingkan

apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan: “Semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan

(5)

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk

sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

a. Kesepakatan

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai

berikut:

1. Kesepakatan

Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka

berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para

pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi

perwujudan kehendak tersebut.25 Pengertian sepakat dilukiskan sebagai

pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang

menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang

atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena

kehendak itu tidak dapat dilihat/ diketahui orang lain. 26

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya kontrak.

Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting

25

Mariam Darus Badrulzaman, dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 73.

26

(6)

adanya penawaran dan penerimaan. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, seia sekata mengenai

hal-hal yang pokok dari perjanjian yang disahkan itu. Jadi sepakat dalam

perjanjian merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau

lebih dengan pihak lainnya dan kesepakatan dalam perjanjian merupakan

perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa

yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya,

kapan harus dilaksanakan, siapa yang melaksanakannya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah kecakapan atau

kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan

oleh undang-undang. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti

kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan

akibat hukum sebagai mana ditentukan dalam undang-undang. Namun dapat saja

terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian/

kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.

Seseorang dianggap tidak cakap apabila:

a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah.

b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu.27

Ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa tidak cakap

untuk membuat perjanjian adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa.

27

(7)

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang;

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Usia dewasa dalam Hukum perdata diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata

yaitu; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua

puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabilah perkawinan itu

dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak

kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak berada dibawah

kekuasaan orang tua, berada diperwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana

teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini”.28 Dalam

KUHPerdata Pasal 330 telah dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa

apabila ia telah mencapai usia genap dua puluh satu tahun atau yang telah

menikah walau pun belum berusia genap dua puluh satu tahun, dan jika

pernikahannya telah berakhir atau cerai maka orang tersebut tetap dikatakan

dewasa. Tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tuanya atau berada diperwalian.

Dengan demikian maka KUHPerdata memandang seseorang yang telah berusia

dewasa (21 tahun) itu kematangan secara biologis dan psikologis dianggap mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum perdata itu sendiri.

Khusus nomor tiga di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan

dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan

laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk

28

(8)

orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya

tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang

membuat perjanjian tertentu. Memang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa

orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian

itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung

jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu.

Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat

suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut

haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta

kekayaannya. Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi

tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian.

Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat

bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan.

Kedudukannya, sama dengan anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak

belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa

yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau

kuratornya.29

3. Suatu hal tertentu;

Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang

menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam

berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi

(pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa

29

(9)

yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif.

Prestasi terdiri atas:

a. Memberikan sesuatu.

b. Berbuat sesuatu, dan

c. Tidak berbuat sesuatu Pasal1234 KUHPerdata. 30

Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak

menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan

atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu. 31 Dalam suatu kontrak objek

perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut

dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi

yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.

Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan

berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar.

Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan

oleh salah satu pihak.

d. Suatu sebab yang halal

Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera

harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah

sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan

itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu

yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk

30

Salim H.S., Op.Cit.,hal. 24 31

(10)

membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang.

Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan

seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum

atau Undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya,

saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya takut kalau

dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter pemerintah atau nilai uang

akan terus menurun.

Suatu sebab yang halal berarti juga suatu sebab yang oleh Undang-Undang

tidak dilarang, tidak bertentangan dengan hukum, tidak melanggar kesusilaan, dan

ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak (suatu sebab

yang halal) sebagai tujuan para pihak.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena

menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga

dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.32

Menurut Pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang

jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu

kausa dikatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam

perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang, jika

kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan

undang-undang yang berlaku.

Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu

dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan

32

(11)

untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak

tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan

keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa

dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

B. Jenis-jenis Perjanjian

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

yaitu:33

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak

dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya

perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa

Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di

kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang

dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban

membayar dan hak menerima barangnya.

2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan

kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah

ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan

barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai

kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang

dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

33

(12)

3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah dan pinjam pakai Pasal

1666 dan 1740 KUHPerdata.

4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi

kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah

perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan.

Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian

pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah

perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang

mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara

tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT.

Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus

dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan

ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab

XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus

dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan

(13)

C. Asas-Asas Perjanjian

Menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh

para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi

para pihak, oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan

pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan

membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan

yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dan

pemenuhannya.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, aturan-aturan hukum yang menguasai

kontrak sebenarnya merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang

terdapat pada asas-asas hukum secara umum. Asas-asas hukum ini bersifat sangat

umum dan menjadi landasan berfikir yaitu dasar ideologis aturan-aturan hukum.

Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi

mengenai nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakat. Dengan demikian asas

hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada,

dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada

asas hukum yang menjiwainya.34

Di dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya, sebagai

berikut:35

34

Peter Mahmud Marzuki, Hukum Kontrak&Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 196.

35

(14)

1. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan

untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas

konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya

kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,

lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini

berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak

dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah

bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi

kontrak tersebut. Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak

karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap

kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.36

Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena

asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak

formal dan kontrak riel tidak berlaku.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di

dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang

bebas pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian

sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

(15)

mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320

KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.37

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian, yaitu dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri;

b. Kecakapan untuk membuat perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

1.ad. kesepakatan mereka yang mengikatkan diri artinya suatu perasaan rela atau

iklas di atara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk memenuhi suatu perbuatan

yang mereka perjanjikan.Numun kesepakatan diyatakan tidak sah jika Kontrak

didasarkan atas penipuan, kesalahan, paksaan dan menyalagunakan keadaan.

2.ad. kecakapan untuk membuat Perikatan yaitu, berakti Pihak-pihak yang

membuat kontrak haruslah orang-orang yang cakap hukum atau sudah dewasa.

Orang dikatakan dewasa terdapat dalam Pasal 330 KUH Perdata, orang dewasa

adalah orang yang sudah berumur dua puluh satu tahun atau sudah pernah kawin

dan bukan dalam berada pengampuan meskipun umurnya sudah mencapai dua

puluh satu tahun.

3.ad. Suatu hal tertentu yaitu, bahwa para pihak-pihak yang mengikatkan dirinya

melakukan suatu perjajian haruslah objek yang diperjanjikan jelas atau

setidak-tidaknya dapat ditentukan, tidak boleh mengabang ataupun samar-samar.

37Ibid

(16)

4.ad. Suatu sebab yang di bolehkan atau halal, berakti bahwa kesepakatan yang

tertuang di dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan

perundang-undangan, menganggu ketertiban umum dan kesusilaan.

Ketentuan syarat kesatu dan kedua di atas merupakan syarat sabjek, yang

apabilah syarat kesatu dan kedua tidak terpenuhi atau salah satu syarat satu dan

dua tidak di penuhi makan Perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa

dengan tidak dipenuhinya syarat satu dan dua tidak terpenuhi atau salah satu

Syarat, bukan berakti perjanjian tersebut batal demi hukum selama kedua yang

melakukan perjajian tersebut tidak ada yang keberatan, namun perjajian tersebut

dapat di batalkan secara sepihak apabila salah satu pihak tidak setuju maka

perjajian tersebut dapat dibatalkan. Ketentuan Syarat tiga dan empat merupakan

syarat objek, yang apabila syarat tiga dan empat tidak terpenuhi atau sala satu

syarat tidah terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap

perjanjian tersebut tidak pernah ada.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang

untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,

diantaranya:38

a. bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c. bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;

d. bebas menentukan bentuk perjanjian;

(17)

e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan

orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III

KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para

pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap

pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

3. Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Mengikatnya Suatu Perjanjian).

Asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian akan

mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan karena itu para pihak terikat untuk

melaksanakan kesepakatan kontraktual. Suatu kesepakatan harus dipenuhi

dianggap sudah terberi dan tidak dipertanyakan kembali. Keterikatan suatu

perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri.39

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Asas pacta sunt servanda atau disebut asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Mereka tidak boleh melakukan

intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat para pihak.

Gunawan Widjaja memberikan pendapatnya berkaitan dengan pelaksanaan

dari asas pacta sunt servada yang diuraikan sebagai berikut: Pemaksaan

berlakunya dan pelaksanaan dari perjanjian berkaitan dengan asas ini hanya dapat

dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian terhadap pihak pihak

lainnya dalam perjanjian, artinya setiap pihak, sebagai kreditor yang tidak

39

(18)

memperoleh pelaksanaan kewajiban oleh debitur, dapat atau berhak memaksakan

pelaksanaannya dengan meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang

yang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapa jauh suatu prestasi yang

telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau

dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat dilaksanakan,

semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitor sebagaimana diatur dalam Pasal

1131 KUHPerdata.40

4. Asas Persamaan Hak

Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para

pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak

ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak

terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.

Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai paksaan. Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya.

Jika prinsip sama-sama menang (win win solution) tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala

sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.

5. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak

memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk

menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui

kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan

40

(19)

perjanjian itu dengan iktikad baik.Asas keseimbangan dilandaskan pada ideologi

yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat

Indonesia. Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat dan juga

menjaga arah perkembangan tertib hukum sehingga tolak ukur tata nilai Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945, tetatp terjaga sebagai ideal yang setiap kali

hendak diejawantahkan.41

Asas keseimbangan dalam kontrak dengan berbagai aspeknya telah begitu

banyak dikaji dan diulas oleh para ahli, sehingga muncul berbagai pengertian

terkait dengan asas keseimbangan ini. Pengertian “keseimbangan-seimbang” atau

“ evenwitch-evenwichtig” (Belanda) atau “equality-equal-equilibrium” (Inggris)

bermakna leksikal “sama, sebanding” menunjuk pada suatu keadaan, posisi,

derajat, berat, dan lain-lain.42

D. Akibat Hukum dari Perjanjian Kerjasama

Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan

hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan

hak dan kewajiban inilah merupakan salah satu bentuk dari pada adanya suatu

kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal

balik dari pada para pihak, maksudnya kewajiban di pihak pertama merupakan

hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua

41

H. Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia. Citra Aditya Bakti Bandung,2006, hal. 357

(20)

merupakan hak bagi pihak pertama. Jadi dengan demikian akibat hukum disini

tidak lain adalah pelaksanaan dari pada kontrak itu sendiri.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara

tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tesebut, atau dengan kata lain, apa saja hak

dan kewajiban masing-masing pihak. Terkadang orang mengadakan perjanjian

dengan tidak mengatur atau menetapkan secara teliti hak dan kewajiban mereka.

Mereka hanya menetapkan hal-hal yang pokok dan penting saja, lupa hal-hal yang

menjadi turunan dari hak dan kewajiban tersebut, sebagai contoh dalam jual beli

hanya ditetapkan tentang barang mana yang dibeli, jenisnya, jumlahnya, harganya,

namun tidak menetapkan tentang tempat penyerahan barang, biaya pengantaran,

tempat dan waktu pembayaran, bagaimana kalau barang musnah di perjalanan dan

sebagainya.

Ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata: "Persetujuan tidak hanya mengikat

untuk hal - hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan

undang-undang.

Menurut Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bahwa suatu

perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa di katakan, sebagai

suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan

suatu perjanjian diakui oleh undang-undang haruslah sesuai dengan syarat-syarat

(21)

Pasal 1338 KUH Perdata dinyatakan bahwa “Semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

kedua belah pihak atau, karena alasan-alasan yang oleh undang-undang

dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”

Ketentuan dari Pasal 1338 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan, bahwa

perjanjian yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak adalah mengikat untuk

pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan membawa akibat hukum bagi

keduanya.

Setiap kontrak dapat saja tidak terlaksana/tidak dilaksanakan dengan

semestinya seringkali terjadi. Ketidakterlaksanakan kontrak tersebut mempunyai

graduasi yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut :

1. Tidak terlaksana pada tingkat yang sangat ringan, sehingga tidak perlu

diperbaiki sama sekali oleh pihak kontraktor.

2. Tidak terlaksana ringan, sehingga perlu diperbaiki pada saat serah terima atau

pada masa perawatan oleh pihak kontraktor.

3. Tidak terlaksana yang agak berat, sehingga perlu diperbaiki pada saat sedang

berlangsungnya pembangunan tanpa harus mengubah kontrak.

4. Tidak terlaksana yang agak berat, sehingga perlu perbaikan pada saat sedang

berlangsungnya pembangunan dengan dilakukannya penyesuaian/perubahan

penbangunan dengan dilakukannya penyesuaian/perubahan kontrak.

(22)

6. Tidak terlaksana yang sangat berat, sehingga kontrak boleh diputus (terminasi)

oleh salah satu pihak. 43

Merupakan tindakan yang sangat baik, jika ketidakterlaksanaan kontrak

dapat dideteksi sejak dini, sehingga masih mudah untuk diperbaiki atau dapat

dengan segera diperbaiki. Untuk itu, perlu secepatnya dianalisis gejala-gejala

ketidakberesan dalam pelaksanaan proses pembangunan proyek tersebut, sehingga

perlu segera dibicarakan dengan pihak kontraktornya.

Menurut pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat

untuk hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan

dan undang-undang. Dengan demikian setiap perjanjian diperlengkapi dengan

aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang, dalam adat kebiasaan (di suatu

tempat dan kalangan tertentu), sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan

dalam kepatutan harus juga diindahkan, jadi tiga sumber norma sebagaimana

disebut diatas merupakan sesuatu yang penting diperhatikan para pihak dalam

mengadakan suatu perjanjian.

Akibat hukum perjanjian yang sah adalah mengikat para pihaknya dan

berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Jika ada yang

melanggar perjanjian itu, maka terhadapnya dianggap sama dengan melanggar

undang-undang, yang akan memiliki sanksi hukum. Perjanjian yang sah tidak

dapat dihentikan secara sepihak. Jika salah satu pihak berkeinginan membatalkan

maka haruslah mendapatkan persetujuan dari pihak lainnya.

43

(23)

E. Berakhirnya Perjanjian Kerjasama

Berakhirnya suatu kontrak kerja itu berarti telah terjadi hapusnya

perjanjian dikarenakan yaitu:

1. Pembayaran

Pembayaran tidak selalu harus diartikan terbatas pada pelunasan hutang

semata-mata, karena bila ditinjau lebih jauh pembayaran tidak selamanya harus

berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu. Pembayaran dapat dilakukan

dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dalam bentuk yang tidak berwujud.

Dengan pembayaran prestasi perjanjian hapus dengan sendirinya.44Dari ketentuan

undang-undang dapat dilihat bahwa pada umumnya pembayaran tidak

mendasarkan pada formalitas tertentu, walau ada beberapa jenis perjanjian yang

menentukan formalitas pembayaran. Menurut pendapat M.Yahya bahwa

pembayaran bukan tindakan hukum tetapi pembayaran dapat dilakukan tanpa

ikatan formalitas.45

2. Adanya penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penitipan.

Hal ini ditentukan dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Penawaran

pembayaran tunai diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam

perjanjian menyerahkan suatu benda bergerak. Oleh karena itu dalam perjanjian

yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu maupun dalam

penyerahan benda tak bergerak, penawaran dan penitipan ini tidak mungkin

dilakukan. Perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan

suatu prestasi tidak mungkin dititipkan tapi harus dilakukan oleh debitur itu

44

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal 108 45Ibid.,

(24)

sendiri, demikian halnya dengan penyerahan benda tak bergerak. Jadi penawaran

tunai yang diikuti kongsinasi adalah khusus untuk perjanjian pembayaran uang

dan penyerahan benda-benda bergerak

3. Pembaharuan Hutang (Novasi)

Pembaharuan hutang ini lahir dari persetujuan para pihak, yaitu dengan

jalan menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang bersamaan dengan

penghapusan tadi, perjanjian tersebut diganti dengan perjanjian baru. Menurut

Pasal 1413 KUHPerdata, bahwa pembaharuan hutang dapat terjadi apabila :

a. Kreditur mengadakan ikatan perjanjian hutang terhadap debitur dengan tujuan

menghapuskan dan mengganti perjanjian lama dengan perjanjian yang baru.

Dalam hal ini perjanjiannya diperbaharui, sedangkan para pihaknya tetap

seperti semula.

b. Seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari

kewajiban pembayaran oleh kreditur.

Membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur lama dengan

kreditur baru, yang kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari

ikatan perjanjian lama.

4. Perjumpaan utang atau kompensasi

Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang satu pada yang lain

dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh

undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua orang tersebut telah terjadi suatu

(25)

terjadinya kompensasi undang-undang menetapkan berdasarkan Pasal 1427

KUHPerdata, yaitu utang tersebut :

a. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang, atau

b. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan

barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.

c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketik

5. Penghapusan utang

Tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk memenuhi

pelaksanaan perjanjian. Tindakan pembebasan hutang ini harus dapat dibuktikan

dan tidak boleh diduga-duga. Hal yang sangat dibutuhkan dalam pembebasan

hutang ialah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk

melaksanakan pemenuhan perjanjian serta sekaligus menggugurkan perjanjian itu

sendiri

6. Musnahnya barang yang terhutang

Perjanjian hapus karena musnahnya atau lenyapnya barang tertentu yang

menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk barang tersebut

harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut dari Pasal 1444 KUH Perdata yang

dapat dijelaskan sebagai berikut : “Musnah atau lenyapnya barang harus diluar

perbuatan atau kesalahan debitur. Maka perjanjian itu menjadi musnah akibat dan

(26)

7. Pembatalan

Dikatakan suatu perjanjian batal demi hukum adalah apabila perjanjian itu

tidaklah memenuhi syarat obyektif yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yaitu kesepakatan dan kecakapan. Sedangkan pembatalan terjadi apabila suatu

perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif yang juga terdapat dalam Pasal 1320

KUHPerdata mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.46.

8. Berlakunya suatu syarat batal

Syarat batal adalah suatu syarat yang jika tidak dipenuhi maka perjanjian

itu tidak akan menjadi batal atau perjanjian tidak pernah ada. Hal ini biasanya

tergantung pada suatu peristiwa yang terjadinya tidak tentu, misalnya saya akan

memberikan hadiah berupa mobil kepadamu jika kamu telah berhasil meraih juara

umum disekolah.

9. Berlakunya syarat batal

Berlaku syarat batal maksudnya adalah syarat yang apabila dipenuhi akan

menghentikan atau mengakhiri perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu

kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.

Berlakunya syarat batal ini berkaitan dengan adanya perjanjian bersyarat dengan

syarat batal, yaitu perikatan yang berdasarkan pada peristiwa yang masih akan

datang dan yang masih belum tentu terjadi secara membatalkan perikatan.

46Ibid

(27)

10.Lewat jangka waktu

Batas waktu yang telah ditetapkan sudah berakhir atau lewat waktunya

akan membebaskan seseorang dari suatu kewajiban. Dalam kaitan antara

lampaunya waktu dengan perjanjian, dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu

tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.

b. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah

Referensi

Dokumen terkait

Kecepatan perangkat WLAN yang umum digunakan rekan-rekan adalah 1- 11Mbps pada frekuensi 2.4GHz; pada saat ini telah keluar beberapa produk WLAN yang bekerja pada kecepatan

[r]

Aplikasi Belajar Interaktif Komputer dengan pokok bahasan Tree akan banyak bermanfaat bagi pemakai, karena selain tampilannya akan lebih menarik dan juga lebih mudah serta cepat

Dengan website profil kesehatan yang disajikan secara online, lewat koneksi ke internet, maka diharapkan dapat dinikmati oleh setiap masyarakat dan juga dapat menjadi pembanding

[r]

Hasil penelitian berdasarkan analisi regresi linier berganda dan uji secara simultan menunjukkan bahwa variabel pengawasan dan variable Lingkungan Kerja berpengaruh positif

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM MEMBANGUN CULTURAL IDENTITY PESERTA DIDIK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Teknik analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menyusun