UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
ANALISIS KOMPOSISI BELANJA LANGSUNG DAN
BELANJA TIDAK LANGSUNG PADA PEMERINTAH KABUPATEN LANGKAT
OLEH:
NAMA : SRI DEVI OCTAVIANI N I M : 050503114
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini, Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
“Analisis Komposisi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Pada Pemerintah Kabupaten Langkat”
Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat,
dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi
level Program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas,
benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, Maret 2009 Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puja dan puji penulis panjatkan
kepada Sang Pencipta Alam beserta isinya, Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan petunjuk yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Shalawat berangkaikan Salam tak lupa pula penulis
hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir zaman yang telah
membawa cahaya Islam ke dunia ini dan juga ilmu pengetahuan kepada
ummatnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini yaitu: ”Analisis Komposisi Belanja Langsung
dan Belanja Tidak Langsung Pada Pemerintah Kabupaten Langkat”. Dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang
telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik
secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak dan Bapak Fahmi Natigor Nasution,
SE, M.Acc, Ak, selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen
3. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak selaku Dosen Pembimbing yang
dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, memberi saran dan arahan kepada
penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu DR. Erlina, S.E, MSi, Ak dan Bapak Sambas Ade Kesuma, SE, MSi,
Ak selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah membantu
penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi
ini.
5. Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan kepada penulis
selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara
6. Para pegawai Departemen Akuntansi, Bang Hairil, Bang Oyong, dan Kak
Dame yang telah banyak membantu penulis mengenai administrasi di
Departemen Akuntansi selama penulis menuntut ilmu
7. Keluarga tercinta, papa, mama, kakak dan adikku yang telah memberikan
do’a dan dukungannya. Terima kasih atas semuanya. Aku cinta kalian
semua.
8. Buat teman-temanku yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, baik yang
ada di kampus Universitas Sumatera Utara maupun tidak. Terima kasih
atas do’a dan dukungannya yang mampu membangkitkan semangatku di
saat aku down.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, Penulis berharap
semoga kiranya skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang akuntansi.
Medan, Maret 2009 Penulis,
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalokasian belanja langsung dan belanja tidak langsung serta besarnya pengalokasian belanja tersebut di Pemerintah Kabupaten Langkat.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat dan buku-buku serta peraturan yang mendukung. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Pada periode 2005 dan 2006 struktur belanja daerah Pemerintah Kabupaten Langkat mengikuti Kepmendagri No.29/2002 dan pada periode 2007 mengikuti Permendagri No.13/2006. b) Komposisi belanja langsung dan belanja tidak langsung pada periode 2005 adalah 28,99 %:71,01 %, pada periode 2006 adalah 41,22 %:58,78 %, dan pada periode 2007 adalah 51,14 %:48,86 %. c) Dari periode 2005-2007, komposisi belanja langsung memang terus meningkat. Namun, peningkatan komposisi belanja langsung ini belum mencapai atau belum sesuai dengan pengharapan teori yang ada yaitu sebesar 70 % dari belanja daerah Pemerintah Kabupaten tersebut. d) Faktor yang menyebabkan ketidaksesuian antara pendistribusian belanja daerah yang terjadi di lapangan dengan teori adalah dikarenakan terlalu besarnya gaji yang dibayarkan untuk pegawai.
ABSTRACT
This research is a descriptive research. This research intends to know how the allocation of direct expenditure and indirect expenditure is in Langkat Regency and then how much that to each other.
This researched had been held in Langkat Regency by using primary and secondary files were obtained from the realization report of estimation of local income and expenditure, books, and the support rules. The files were collected by direct interview and documentation.
The result of this research showed that: a) In 2005 and 2006 the local expenditure structure of Langkat Regency followed Kepmendagri No.29/2002 and in 2007 followed Permendagri No.13/2006. b) The composition of direct expenditure and indirect expenditure in 2005 was 28,99 %:71,01 %, in 2006 was 41,22 %:58,78 %, and in 2007 was 51,14 %:48,86 %. c) From 2005 until 2007, the composition of local expenditure still increase. Yet, the increasing of local expenditure composition had not reached or matched with the theory that is amount 70 % from the local expenditerure of the regency. d) The factor was caused a mismatched in distribution of direct expenditure and indirect expenditure that was happenned with the theory because of too large salary that must be paid to the civil servant.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Batasan Penelitian ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Kerangka Konseptual ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 11
1. Teori Investasi Autonomous ... 11
2. Keuangan Daerah ... 11
3. Anggraran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 14
4. Belanja Daerah ... 18
B. Penelitian Terdahulu... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29
C. Teknik Pengumpulan Data ... 30
D. Metode Analisis Data ... 30
E. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 32
1. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Pemerintahan Kabupaten Langkat ... 32
B. Analisis Hasil Penelitian ... 40
1. Analisis Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2005………. 40
2. Analisis Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2006………. 46
3. Analisis Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2007………. 53
4. Rekapitulasi Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Langkat Tahun 2005-2007 (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) ………. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat Tahun Anggaran
2007 ... 4
Tabel 2.1 Perbedaan Struktur APBD Dengan Pengkodean Yang Lalu…. 17
Tabel 2.2 Tabel Akun…..……….……….……….... 18
Tabel 2.3 Struktur APBD (Belanja)………..…. 25
Tabel 3.1 Jadwal Penyelesaian Skripsi…..………..….……….….... 31
Tabel 4.1 Laporan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Langkat
T.A.2005..………..………..……. 40
Tabel 4.2 Laporan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Langkat
T.A.2006..………..………..……. 46
Tabel 4.3 Laporan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Langkat
T.A.2007..………..………..……. 53
Tabel 4.4 Rekapitulasi Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Langkat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual………..……... 10
Gambar 2.1 Jenis dan Kelompok Belanja…………..………. 26
Gambar 4.1 Transformasi Belanja Daerah Pemerintah Kab.Langkat Tahun
2005………...……….. 43
Gambar 4.2 Transformasi Belanja Daerah Pemerintah Kab.Langkat Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1 Ringkasan Perubahan APBD Kabupaten Langkat Tahun 2005
2 Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat Tahun 2005
3 Ringkasan Perubahan APBD Kabupaten Langkat Tahun 2006
4 Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat Tahun 2006
5 Ringkasan Perubahan APBD Kabupaten Langkat Tahun 2007
6 Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat Tahun 2007
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bertujuan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini mencerminkan upaya untuk menjamin
stabilitas pertumbuhan dan pemerataan.
Sejak berlakunya kebijakan otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001,
terjadi perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan mekanisme
pemerintahan di daerah, di mana otonomi benar-benar akan terlaksana dan
menjadi kenyataan, sehingga diperlukan suatu kemampuan Pemerintah Daerah
dalam menyusun perencanaan anggaran, baik dari sisi penerimaan maupun sisi
pengeluaran. Penyelenggaraan otonomi daerah ini didukung oleh UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang kini direvisi menjadi UU Nomor 32
Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan, yang
kini direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004.
Dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar
lebih baik dibanding sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa
daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama
pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (Desentralisasi Fiskal). Aspek kedua
harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien
dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai
reformasi pembiayaan atau Financing Reform. (Mardiasmo,2002:50)
Salah satu regulasi yang memuat reformasi pembiayaan adalah Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Permendagri No.13/2006).
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang kini telah direvisi dengan Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 mengisyaratkan bahwa tujuan efektivitas atas pengelolaan
dana-dana yang dikelolanya, pemerintah daerah diwajibkan menyiapkan laporan
keuangan daerah sebagai bagian dari Laporan Pertanggungjawaban kepala daerah.
Berdasarkan Perda Kabupaten Langkat Nomor 1 Tahun 2004,” Laporan Realisasi
Anggaran adalah Laporan yang memuat perhitungan atas pelaksanaan dari seluruh
yang telah dianggarkan dalam tahun anggaran berkenaan, baik kelompok
pendapatan, belanja, maupun pembiayaan.” “Melalui Laporan Realisasi
Anggaran, tampaklah ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian Sumber Daya
Ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
tertentu.”(Erlina, 2008: 23).
Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat unutk menentukan
besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu untuk pengambilan keputusan
dan perencanaan pembangunan, serta alat otoritas pengeluaran di masa yang akan
datang. Di lingkungan pemerintah fungsi anggaran mempunyai pengaruh penting
dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain karena:
(2) anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara
belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan
(3) anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum
(4) anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah
(5) hasil pelaksanaan anggran harus dituangkan dalam laporan keuangan
pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
publik.
Pada awalnya Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Kabupaten Langkat dikeluarkan berdasarkan Perda Kabupaten Langkat Nomor 1
Tahun 2007, namun setelah mengalami beberapa keadaan seperti target
pendapatan yang tidak mungkin akan tercapai, adanya kebutuhan yang mendesak
dan karena adanya kebijaksanaan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
bersifat statejik maka dibuatlah laporan perubahannya yang tercantum dalam
ringkasan perubahan APBD Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2007 sesuai
dengan Perda Kabupaten Langkat Nomor 11 Tahun 2007. Laporan Realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran
TABEL 1.1
Laporan Realisasi APBD Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2007
Nomor Urut Uraian Jumlah (Rp) Anggaran Setelah Perubahan Realisasi
1 PENDAPATAN 787,083,359,923.00 818,789,132,209.52
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 20,903,249,000.00 32,122,090,268.52
1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah 11,743,300,000.00 12,636,888,524.00
1.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 4,644,949,000.00 3,750,162,701.50
1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah 4,515,000,000.00 15,735,039,043.02
1.2 DANA PERIMBANGAN 701,957,208,923.00 723,227,494,349.00
1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil
Bukan Pajak 105,866,208,923.00 121,555,516,349.00
1.2.2 Dana Alokasi Umum 545,650,000,000.00 551,230,978,000.00
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 50,441,000,000.00 50,441,000,000.00
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN
DAERAH YANG SAH 64,222,902,000.00 63,439,547,592.00
1.3.1 Hibah 7,633,000,000.00 105,696,000.00
1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi
dan Pemerintah Daerah Lainnya 18,008,000,000.00 23,738,100,592.00
1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus 32,000,000,000.00 32,000,000,000.00
1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi
atau Pemerintah Daerah Lainnya 6,581,902,000.00 7,595,751,000.00
Jumlah Pendapatan 787,083,359,923.00 818,789,132,209.52
2 BELANJA DAERAH 856,225,171,649.55 786,035,993,242.10
2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 423,739,621,397.00 384,080,477,211.50
2.1.1 Belanja Pegawai 364,222,468,755.00 338,414,579,116.50
2.1.2 Belanja Bunga 97,001,000.00 97,001,000.00
2.1.4 Belanja Hibah 4,450,000,000.00 2,063,455,170.00
2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 46,949,584,500.00 35,740,941,925.00
2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintah Desa 2,108,000,000.00 2,107,000,000.00
2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintah Desa 4,721,250,000.00 4,547,500,000.00
Nomor Urut
Uraian Jumlah (Rp)
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi
2.2 BELANJA LANGSUNG 432,485,550,252.55 401,955,516,030.60
2.2.1 Belanja Pegawai 54,187,476,325.00 50,846,123,332.00
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 210,717,103,649.13 194,192,536,274.60
2.2.3 Belanja Modal 167,580,970,278.42 156,916,856,424.00
Jumlah Belanja 56,225,171,649.55 786,035,993,242.10 Surplus / (Defisit) (69,141,811,726.55
)
32,753,138,967.42
3 PEMBIAYAAN DAERAH
3.1 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 76,033,811,726.55 76,033,811,726.55
3.1.1 Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran (SILPA) 75,380,147,725.34 76,033,811,726.55
3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman Daerah 653,664,001.21 -
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 76,033,811,726.55 76,033,811,726.55
3.2 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 6,892,000,000.00 6,700,000,000.00
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)
Pemerintah Daerah 5,192,000,000.00 5,000,000,000.00
3.2.3 Pembayaran Pokok Utang 1,700,000,000.00 1,700,000,000.00
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 6,892,000,000.00 6,700,000,000.00
Pembiayaan Neto 69,141,811,726.55 69,333,811,726.55
3.3 Sisa Lebih Anggaran Tahun
Berkenan - 102,086,950,693.97
Sumber: Laporan Realisasi APBD Kab.Langkat Tahun 2007 (dalam rupiah)
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri
atas: Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang
sah; dana perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, dan Pasal 167
yang termasuk dalam belanja daerah terdiri dari: belanja tidak langsung dan
Pendapatan daerah merupakan sumber untuk membiayai belanja daerah
(belanja langsung dan belanja tidak langsung). Seharusnya, pengalokasian
pendapatan daerah ke belanja langsung harus lebih besar daripada ke belanja tidak
langsung. Hal ini dikarenakan belanja langsung merupakan suatu tindakan
pengeluaran biaya untuk menciptakan pembangunan yang nantinya berguna untuk
kesejahteraan rakyat. Namun, kebanyakan fenomena sekarang ini memperlihatkan
bahwa pengalokasian belanja langsung lebih kecil daripada pengalokasian belanja
tidak langsung. Contohnya penelitian yang dilakukan Dibyo Prabowo pada tahun
2001 yang meneliti beberapa kabupaten/kota di Indonesia, dan dalam penelitian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar (berkisar 80 %-90 %)
DAU masih dipergunakan untuk anggaran rutin (terutama gaji pegawai),
sedangkan alokasi untuk anggaran pembangunan hanya berkisar 10-20 %.(dalam
Hamid, 2004:117)
Seiring dengan pemberlakuan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor
33 Tahun 2004, maka otonomi daerah pun turut berjalan. Menurut Widodo dalam
Dadang Juliantara (2004:14-15),
pembaruan Kabupaten sama artinya dengan “perombakan” menyeluruh, yang dimulai dari diubahnya way of thinking atau paradigma dari seluruh elemen yang ada. Perspektif ini menjelaskan bahwa apa yang disebut dengan pembaruan, sama artinya dengan mengorganisir seluruh sumber daya yang ada, agar mengabdi pada kepentingan massa rakyat.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten terbesar di Provinsi
Sumatera Utara. Melalui kewenangan otonomi yang diberikan pemerintah pusat
pemerintah Kabupaten Langkat dalam membelanjakan anggaran yang ada agar
dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin untuk pembangunan daerahnya.
Dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten
Langkat Tahun Anggaran 2007, dapat dilihat bahwa pengalokasian belanja daerah
terhadap belanja langsung adalah sebesar Rp 401,955,516,030.60 dan pada
belanja tidak langsung sebesar Rp 384,080,477,211.50. Pada tahun tersebut,
pengalokasian belanja langsung memang lebih besar daripada belanja tidak
langsung, yaitu sebesar 51.14% : 48.86%. Namun, dalam teori komposisi yang
diharapkan dalam pengalokasian belanja daerah terhadap belanja langsung dan
belanja tidak langsung adalah sebesar 70% : 30%. Jika dibandingkan antara teori
dengan kenyataan yang terjadi di tahun 2007, komposisi pengalokasian belanja
daerah terhadap belanja langsung dan belanja tidak langsung yang terjadi di
Kabupaten Langkat tidak memenuhi syarat.
Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan,
khususnya di Kabupaten Langkat, penulis ingin mengetahui apakah pengaloksian
belanja daerah terhadap belanja langsung dan belanja tidak langsung memang
selalu tidak memenuhi syarat setiap tahunnya atau mungkin hanya di tahun 2007
saja kejadian itu terjadi. Oleh karena itu, maka penulispun tertarik untuk
melakukan sebuah penelitian untuk mencari tahu bagaimana dan berapa
pengkomposisian belanja daerah yang terjadi di Kabupaten Langkat serta
sekaligus ingin mengetahui kendala Pemerintah Kabupaten Langkat dalam
mengalokasikan belanja daerahnya. Ketertarikan penulis terhadap
penulis di dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Analisis Komposisi Belanja
Langsung dan Belanja Tidak Langsung Pada Pemerintah Kabupaten Langkat.”
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, secara sederhana dapat dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana pengalokasian belanja langsung dan belanja tidak langsung dalam
APBD Pemerintah Kabupaten Langkat ?
2. Berapa besar pengalokasian belanja langsung dan belanja tidak langsung di
Pemerintah Kabupaten Langkat ?
C. Batasan Panelitian
Agar lingkup permasalahan pada penelitian ini tidak menjadi luas, maka
penulispun membatasi penelitian ini dengan menggunakan data Laporan Realisasi
APBD Pemerintah Kabupaten Langkat di periode 2005-2007.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalokasian
belanja langsung dan belanja tidak langsung dan besarnya pengalokasian belanja
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis, menambah wawasan penulis mengenai pengalokasian belanja
langsung dan belanja tidak langsung, khususnya di Pemerintahan Kabupaten
Langkat.
b. Bagi pihak yang diteliti (Pemerintah Kabupaten Langkat), memberikan bahan
masukan dalam menentukan kebijakan dan strategi khusus mengenai belanja
daerah.
c. Bagi pihak lain, sebagai bahan masukan bagi penelitian yang sejenis dan
bacaan yang bermanfaat untuk menambah wawasan khususnya mengenai
pengalokasian belanja daerah.
F. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian
teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan
tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan
merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.
Adapun kerangka konseptual dalam penelititan ini dapat digambarkan melalui
GAMBAR 1.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan bagan:
Dari Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten Langkat, maka
dilihatlah Belanja Pemerintah Kabupaten tersebut untuk suatu periode tertentu.
Kemudian melalui informasi belanja daerah tersebut, maka dilihat pula berapa
alokasi untuk belanja langsung yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang
dan jasa, dan belanja modal; dan alokasi belanja tidak langsung yang meliputi:
belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Laporan Realisasi
APBD
Belanja Pemerintah Kab.Langkat
Belanja Langsung: 1. belanja pegawai 2. belanja barang/jasa 3. belanja modal
Belanja Tidak Langsung: 1. belanja pegawai 2. belanja bunga 3. belanja subsidi 4. belanja hibah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Teori Investasi Autonomous
Menurut Keynes (dalam Chalid, 2005: 127),
Ekonomi suatu daerah tidak bisa diserahkan seutuhnya kepada mekanisme pasar, karena lama-kelamaan akan menyebabkan terjadinya krisis. Untuk menanggulangi hal tersebut, maka diperlukan intervensi pemerintah sebagai regulator yang menjaga keseimbangan pasar dan mengarahkan ekonomi kepada penciptaan lapangan kerja.
Intervensi pemerintah dapat dilihat sejalan dengan sebuah teori yang
dicetuskan oleh Keynes yaitu Teori Investasi Autonomous. Teori Investasi
Autonomous merupakan anak atau turunan dari teori investasi. Teori Investasi
Autonomous mempunyai makna bahwa investasi yang dilakukan oleh pemerintah
secara otomatis dan sebagai pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk
investasi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Chalid, 2005:129)
2. Keuangan Daerah
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa “Keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk
Menurut Mamesah ( Halim, 2002 : 19 ) menyatakan bahwa
keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Dari defenisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
a. Yang dimaksud dengan semua hak adalah hak untuk memungut
sumber-sumber penerimaan daerah, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima
sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan
menaikkan kekayaan daerah.
b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk
mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan pada daerah dalam
rangka menyelenggarakan fungsi pemerintah, infrastruktur, pelayanan umum,
dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut dapat menurunkan kekayaan
daerah.
Asas umum pengelolaan keuangan daerah:
1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk
2. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Dalam pemberdayaan kegiatan dan fungsi pemerintah daerah maka
perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah adalah:
1. pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public
oriented)
2. kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan
anggaran daerah pada khususnya
3. desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para pemegang
fungsi
4. kerangka hokum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan
keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money,
transparansi dan akuntabilitas
5. kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS Daerah, baik
ratio maupun dasar pertimbangannya
6. ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan
anggaran multi-tahunan
7. prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional
8. prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran
akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja
9. aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan peran
asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan
10.pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan
informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah
daerah terhadap penyebarluasan informasi.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Rencana pendapatan dan belanja yang dibuat oleh suatu unit pemerintahan
untuk suatu periode tertentu disebut anggaran. Bila anggaran dibuat sesuai dengan
persyaratan perundang-undangan dan disahkan sebagai undang-undang maka
anggaran tersebut menjadi dasar untuk pelaksanaan dan pengendalian kegiatan
keuangan periode tersebut.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen
kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sejak Repelita I tahun 1967
sampai dengan pertengahan Repelita IV tahun 1999, APBD di Indonesia disusun
menurut tahun anggaran yang dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir 31 Maret
tahun berikutnya. Dimulai sejak tahun anggaran 2001 sampai dengan saat ini
pendapatan dan belanja daerah di Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang
dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir 31 Desember. Menurut Noordiwan
(2006:84),
dalam penyusunan APBD memuat, antara lain:
a. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran bersangkutan. c. Teknis penyusunan APBD
Terdapat beberapa defenisi mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Defenisi-defenisi tersebut dapat dilihat dari pendapat beberapa
ekonom berikut:
a. Menurut Halim (2002: 16),
APBD adalah suatu Anggaran Daerah. APBD memiliki unsur-unsur: 1. rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2. adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3. jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.
b. Menurut Saragih (2003:122), “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran
tertentu, umumnya satu tahun.“
c. Dalam melaksanakan pemerintahan, salah satu aspek yang harus diatur secara
hati-hati ialah anggaran daerah. Menurut Mardiasmo dalam Munir, dkk
(2004:9),
“Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah instrument kebijakan daerah, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu untuk pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, dan sebagai ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas berbagai unit kerja.”
Dari ketiga defenisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di atas
maka dapat disimpulkan bahwa APBD merupakan suatu rincian rencana kegiatan
suatu daerah yang memuat tentang sumber penerimaan dan semua pengeluaran
daerah tersebut yang dibuat dalam rangka satu tahun dan dipergunakan untuk
mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, serta sebagai standar untuk
mengukur evaluasi kinerja pemerintah daerah.
Penyusunan APBD sangatlah penting, khususnya dalam rangka
penyelenggaraan fungsi daerah otonom yaitu untuk:
a. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang
bersangkutan.
b. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
c. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah Daerah umumnya
dan Kepala Daerah khususnya, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah itu menggambarkan seluruh perencanaan kebijaksanaan Pemerintah
Daerah.
d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap Daerah
dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.
e. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah untuk
melaksanakan penyelenggaraan Keuangan Daerah di dalam batas-batas
tertentu.
f. APBD harus disusun dengan mengikutkan suatu perencanaan jangka panjang
yang baik dan mempertimbangkan dengan seksama skala prioritas.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran-sasaran yang
Seiring berjalannya waktu, maka terjadilah sebuah perubahan dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Pemerintah
Daerah. APBD yang sebelumnya disusun dengan berpedoman pada Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002 yang berisikan tentang pedoman pengurusan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan
Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan
daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
kini pedoman penyusunan APBD tersebut telah berganti dengan memakai
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang berisikan tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah. Perubahan ini mengakibatkan perubahan struktur dasar APBD
(kode akun dan kode rekening penganggaran), yang dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
TABEL 2.1
Perbedaan Struktur APBD Dengan Pengkodean Yang Lalu
Lama Baru
Strukturnya terdiri dari: Pasal dan Ayat Strukturnya terdiri dari Rekening Terpisah-pisah dan berorientasi pada
pos-pos Belanja dan Pendapatan
Integrated, meliputi Rekening Pendapatan, Belanja, Pembiayaan, dan pos-pos Neraca
Numeric dan Alphabetic Numeric
TABEL 2.2 Tabel Akun
Kepmendagri No.29 Tahun 2002 Permendagri No.13 Tahun 2006
1: Pendapatan 2: Belanja 3: Pembiayaan 4: Aktiva 5: Utang 6: Ekuitas 1: Aset 2: Kewajiban
3: Ekuitas Dana
4: Pendapatan
5: Belanja
6: Pembiayaan Daerah
Sumber: Diolah Penulis dari Kepmendagri No.29 Tahun 2002 dan Permendagri No.13 Tahun 2006
4. Belanja Daerah
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian
atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan.
Menurut Ulum (2005: 204),
belanja adalah semua pengeluaran kas umum negara/kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat/daerah. Belanja ditetapkan dengan dokumen otorisasi kredit anggaran (allotment).
Menurut IASC Framework, Biaya atau belanja daerah merupakan
[image:30.595.106.519.156.442.2]keluar, atau deplasi aset, atau terjadinya hutang yang mengakibatkan
berkurangnya akuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada peserta
akuitas dana.
Menurut Bastian (2001: 144), “Biaya dapat dikategorikan sebagai belanja
dan beban. Belanja adalah jenis biaya yang timbulnya berdampak langsung
kepada berkurangnya saldo kas maupun uang entitas yang berada di bank.”
Belanja operasi meliputi pengeluaran barang dan jasa (belanja pegawai, belanja
barang, belanja barang dan jasa lain-lain), pembayaran cicilan bunga utang,
subsidi, anggaran pengeluaran sektoral (Current Transfer), sumbangan dan
bantuan.
Untuk lebih menguatkan lagi secara hukum, berdasarkan Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002, “Belanja Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah
dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.”
Pengelompokkan belanja daerah menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 ini
meliputi:
1. Belanja Aparatur Daerah, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Belanja Administrasi Umum
b. Belanja Operasi dan Pemeliharaan
c. Belanja Modal
2. Belanja Pelayanan Publik, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Belanja Administrasi Umum
b. Belanja Operasi dan Pemeliharaan
3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan yang dianggarkan untuk
pengeluaran dengan kriteria sebagai berikut:
a. tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti lazimnya
yang terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan;
b. tidak mengharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan datang seperti
lazimnya suatu piutang;
c. tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazimnya suatu penyertaan modal
atau investasi.
4. Belanja Tidak Tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana
alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah.
Perubahan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) di Pemerintah Daerah yang sebelumnya disusun dengan berpedoman
pada Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 dan kini berubah dengan berpedoman
pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, mengakibatkan defenisi dan
perngelompokkan belanja daerah di pemerintahan juga turut berubah. Berdasarkan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, ”Belanja Daerah adalah kewajiban
pemerintah pengurang nilai kekayaan bersih”. Belanja daerah terbagi dua, yaitu:
1. Belanja langsung, yaitu belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung meliputi: belanja
pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.
2. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah,
belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak
terduga.
Untuk lebih rinci lagi, penegelompokkan Belanja Langsung dan Belanja
Tidak Langsung berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Belanja Langsung:
a. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa
yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja ini digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan
barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau
pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan
daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa tersebut
mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas
dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjal
perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan
pegawai.Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa prinsip yang
harus diperhatikan (Perda Kabupaten Langkat Nomor 1 Tahun 2004),
antara lain:
1. hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
disyaratkan/ditetapkan
2. terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi perangkat daerah
3. menggunakan produksi dalam negeri
4. memberikan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil, menengah
dan koperasi.
c. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai Belanja
Modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya
dan kriteria kapitalisasi aset tetap.
2. Belanja Tidak Langsung
a. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan
(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
(interest) atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding)
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka
panjang.
c. Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/
lembaga yang memproduksi, menjual, atau mengimpor barang dan jasa
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat
d. Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah
lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya. Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk
menunjang peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah,
hibah kepada perusahan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan
pelayanan kepada masyarakat, hibah kepada pemerintah daerah lainnya
bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan layanan dasar umum, hibah kepada badan/lembaga/organisasi
swasta dan/atau kelompok masyarakat/ perorangan bertujuan untuk
e. Bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.
Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat
dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk
lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
f. Belanja bagi hasil
Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang
bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau
pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan
pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
g. Bantuan keuangan
Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan
yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari
pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan.
Berdasarkan Perda Kab.Langkat Nomor 1 Tahun 2004, belanja bagi hasil
dan bantuan keuangan dianggarkan untuk pengeluaran dengan kriteria
sebagai berikut:
1. tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa
3. tidak mengharapkan adanya hasil.
h. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak
terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
kewenangan pemerintah pusat/daerah.
Agar lebih mudah dipahami, perubahan-perubahan pengelompokkan
belanja daerah dari Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 menjadi Permendagri
[image:37.595.107.517.338.685.2]Nomor 13 Tahun 2006 dapat ditransformasikan pada tabel berikut ini:
TABEL 2.3
Struktur APBD (Belanja)
Kepmendagri No.29 Tahun 2002 Permendagri No.13 Tahun 2006
Klasifikasi belanja menurut bidang kewenangan pemerintah daerah, organisasi, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek belanja.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan kelompok, jenis, objek dan rincian objek belanja.
Pemisahan secara tegas antara belanja aparatur dan pelayanan publik.
Pemisahan kebutuhan belanja antara aparatur dan pelayanan public tercermin dalam program dan kegiatan.
Pengelompokkan BAU, BOP, dan BM cenderung menimbulkan terjadinya tumpang tindih penganggaran.
Belanja dikelompokkan dalam Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung sehingga mendorong terciptanya efisiensi mulai saat penganggara.
Menggabungkan antara jenis belanja sebagai input dan kegiatan dijadikan sebagai jenis belanja.
Restrukturisasi jenis-jenis belanja.
GAMBAR 2.1
Jenis dan Kelompok Belanja
Sumber: Diolah Penulis dari Kepmendagri No.29 Tahun 2002 dan Permendagri No.13 Tahun 2006
Kepmendagri 29/2002 Kepmendagri 29/2002
Belanja Administrasi Umum Belanja Tidak Langsung
Belanja Pegawai Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa Bunga Belanja Bunga
Belanja Perjalanan Dinas Belanja Subsidi
Belanja Pemeliharaan* Belanja Hibah
Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Bantuan Sosial
Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil
Belanja Barang dan Jasa Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Perjalanan Dinas Belanja Tak Terduga
Belanja Pemeliharaan* Belanja Langsung
Belanja Modal Belanja Pegawai
Belanja Bagi Hasil & Bantuan Keu Belanja Barang dan Jasa
Belanja Tidak Tersangka Belanja Modal
B. Penelitian Terdahulu N o. Nama Peneliti Tempat dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Desain
Penelitian Hasil Penelitian
1. Ade Isyana Hairunnisa Lubis Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu (2006) Pengalo-kasian DAU dan PAD Dalam Belanja Pemkab Labuhan Batu Deskriptif eksploratif
a. Dalam sistem keuangan daerah yang diterapkan Pemkab Labuhan Batu masih menggunakan
metode single entry.
b. Telah efektifnya pengalokasian DAU dan PAD dalam belanja Pemkab Labuhan Batu.
c Telah efektifnya pengalokasian DAU dan PAD dalam Belanja
Pemkab Labuhan Batu.
2. Monika Siagian Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara Pengaruh DAU, PAD dan Pendapatan Lain-lain yang Dianggap Sah Terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus: Kabupaten/Ko ta di Propinsi Sumatera Utara)
Kausal secara parsial
Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada objek
penelitiannya yaitu belanja daerah. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu ialah di dalam penelitian ini penulis ingin membahas dan
lebih fokus terhadap komposisi belanja daerah, khususnya di pemerintah
Kabupaten Langkat tanpa memperhitungkan atau menyinggung secara mendalam
tentang pengaruhnya terhadap pendapatan daerah seperti PAD (Pajak Asli
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Menurut
Erlina (2007: 64), “Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau
populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subyek berupa individu,
organisasional, industri atau perspektif lain.” Menurut Sugiyono (2007:11),
“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.”
B. Jenis Data
1. Data Primer
Yaitu data yang diambil langsung dari objek penelitian (Pemerintah
Kabupaten Langkat) yaitu berupa Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat pada periode 2005-2007.
2. Data Sekunder
Yaitu data-data pendukung mengenai belanja daerah seperti buku-buku
yang bersumber dari kepustakaan dan analisis dokumen meliputi
Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri,
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Teknik Wawancara, yakni melakukan tanya jawab secara langsung dengan
pihak yang berkaitan di tempat objek penelitian.
2. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melalui pencatatan dan fotocopi
data-data yang diperlukan.
D. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode
analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang ada
kemudian diklasifikasikan, dianalisis, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang diteliti.
E. Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Pemerintah Kabupaten Langkat di Jl.
T. Amir Hamzah No. 1, Stabat. Pengambilan data dilakukan pada bulan
TABEL 3.1
Jadwal Penyelesaian Skripsi
[image:43.595.137.487.140.563.2]BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Penelitian
1. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Pemerintahan Kabupaten Langkat
Kesultanan Langkat adalah salah satu Kesultanan Melayu yang ada di
Sumatera. Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahannya disebut
dengan Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya yang bernama
Morry Agesten. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia Sumatera dipimpin
oleh seorang gubernur yang bernama Mr.T.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat
tetap dengan status keresidenan dengan asisten residen atau kepala
pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh
Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.
Secara astronomi, Kabupaten Langkat terletak pada 3,140-4,130 Lintang Utara dan 97,520-98,450 Bujur Timur. Secara geografis, di sebelah uatara
Kabupaten Langkat berbatsan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat
Malaka, sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, dan di sebelah barat Kabupaten
Langkat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas. Topografi
daerah Kabupaten Langkat sangat beragam mulai dari 0-4 meter hingga 1200
Namun setelah Binjai menjadi Kotamadya, ibukotanya dipindahkan ke Kecamatan
Stabat. Luasnya daerah Kabupaten Langkat yaitu sebesar 626.329 Ha, Kabupaten
Langkat dibagi atas 20 kecamatan, 226 desa dan 34 kelurahan yang dibagi atas 3
(tiga) wilayah pembangunan (kewedanan) yakni:
1) Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai
2) Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura
3) Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Kabupaten Langkat memiliki visi
dan misi. Visi pemerintahan Kabupaten Langkat adalah"Terwujudnya Kabupaten
Langkat Yang Maju dan Sejahtera." Visi maju di sini mempunyai makna:
1) masyarakat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan
bertaqwa
2) memiliki rasa kebersamaan
3) masyarakat bermoral, beretika dan berbudaya
4) masyarakat yang menghormati norma hukum dan penegakan hak azasi
manusia
5) masyarakat yang demokratis, yang mengerti hak dan kewajiban serta
bertanggungjawab
6) masyarakat yang mempunyai rasa memiliki.
Kemudian visi sejatera bermakna:
1) terpenuhi kebutuhan hidup normatif (sandang, pangan, pendidikan dan
kesehatan)
3) masyarakat yang mampu mengatasi tantangan dan permasalahan mendasar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian, adapun misi pemerintah Kabupaten Langkat adalah:
1) mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance)
2) mewujudkan kehidupan sosial, budaya politik yang sehat dan demokratis
3) meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan daerah yang
berwawasan lingkungan.
4) meningkatkan pemanfaatan seluruh sumber daya daerah menuju ekonomi
kerakyatan
5) meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan
yang berkesinambungan dan disiplin.
Jumlah penduduk Kabupaten Langkat tahun 2006 tercatat sebanyak
1.013.849 jiwa, yang sebagian besar (567.955) berada di usia produktif. Laju
pertumbuhan penduduk 1,58% berada di bawah rata-rata laju pertumbuhan
nasional (2%), laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,14% sedangkan laju
rumahtangga yang ada sebanyak 235.760 KK dan kepadatan penduduk 161,87
jiwa/Km2.
Dalam menjalani kehidupan, sumber pencaharian atau usaha unggulan
yang dilakukan oleh penduduk di Kabupaten Langkat banyak dilakukan pada
bidang:
1) pengolahan minyak goreng dan oleokimia
bidang usaha ini layak dikembangkan karena di wilayah Kabupaten Langkat
2) industri pengolahan buah-buahan
buah-buahan yang utama terdapat di Kabupaten Langkat adalah jeruk,
rambutan, dan durian.
3) pengusahaan ikan kerapuh
kawasan yang berpotensi bagi pengembangan ikan kerapuh ini antara lain
berada di perairan Pulau Sembilan, Pulau Kampai, jarring Halus, dan Pantai
Gebang.
4) pengusahaan tambak udang dan kepiting
untuk usaha ini kawasan yang berpotensi adalah di Secanggang, Tanjung Pura,
Gebang, Babalan, Sei Lepan, Brandan Barat, Besitang dan Pangkalan Susu.
5) industri pariwisata
potensi wisata alamnya yaitu air terjun pemandian, sungai, arung jeram,
tracking hutan, gua alam (seperti kawasan bukit Lawang, Gua Batu Rizal,
Tangkahan dan wisata bahari (seperti Tanjung Apek Kuala Serapuh dan
Tanjung Kerang).
6) peternakan
ternak yang dilakukan penduduk antara lain berupa kambing, domba, sapi,
kerbau, dan ayam.
Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang
oleh seorang Care Taher (Pak Wongso). Secara berturut-turut jabatan Bupati Kdh.
Tingkat II Langkat dijabat oleh:
1) T. Ismail Aswhin 1967-1974
3) R. Mulyadi 1979-1984
4) H. Marzuki Erman 1984-1989
5) H. Zulfirman Siregar 1989-1994
6) Drs. H. Zulkifli Harahap 1994-1998
7) H. Abdul Wahab Dalimunthe, S.H. 1998-1999
8) H. Syamsul Arifin, S.E. 2000-2008
9) Drs. H. A. Yunus Saragih, MM, (2008-2009, sekarang)
2. Struktur Organisai Pemerintahan Kabupaten Langkat
Pemerintahan Kabupaten Langkat memiliki beberapa dinas antara lain:
1) Dinas Pekerjaan Umum Daerah
2) Dinas Kesehatan
3) Dinas Pendidikan dan Pengajaran
4) Dinas Pertanian
5) Dinas Perhubungan
6) Dinas Perindustrian dan Perdagangan
7) Dinas Kebersihan dan Pertamanan
8) Dinas Koperasi, UKM dan Penanaman Modal Daerah
9) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
10)Dinas Perikanan dan Kelautan
11)Dinas Pemuda dan Olahraga
12)Dinas Kehutanan dan Perkebunan
14)Dinas Peternakan
15)Dinas Pendapatan Daerah
16)Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 23 Tahun 2007
tentang pembentukan organisasi perangkat daerah, Pemerintah Kabupaten
Langkat dipimpin oleh seorang Bupati dan dibantu oleh wakil bupati beserta
DPRD. Adapun jabatan struktural di lingkungan pemerintah Kabupaten Langkat
adalah sebagai berikut:
1) Sekretariat Daerah
Sekretariar Daerah merupakan unsur Staf, dipimpin oleh seorang
Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati. Sekretariat Daerah mempunyai tugas membantu Bupati dalam
penyelenggaraan pemerintahan, mengkoordinasikan penyelenggaraan
tugas-tugas pemerintahan daerah, organisasi dan tatalaksana serta memberikan
pelayanan adminstrasi kepada seluruh Perangkat Daerah Kabupaten. Dalam
menyelenggarakan tugasnya, Sekretariat Daerah mempunyai fungsi:
a) penyusunan kebijakan pemerintah daerah
b) pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas dan lembaga teknis daerah
c) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah
d) pembinaan adminstrasi dan aparatur pemerintah daerah
e) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
a) Sekretariat Daerah
b) Staf Ahli
c) Asisten Administrasi Tata Pemerintahan, yang membawahi:
1. Bagian tata pemerintahan terdiri dari: Sub bagian Bina Otonomi
Daerah dan Pemerintahan Kecamatan, Sub bagian Perangkat Daerah,
dan Sub bagian Pemerintahan Umum.
2. Bagian Hukum terdiri dari: Sub bagian Tata Hukum, Sub bagian
Bantuan Hukum, dan Sub bagian Dokumentasi dan Produk Hukum.
3. Pemerintahan Desa/Kelurahan terdiri dari: Sub bagian Pemerintahan
Desa, Sub bagian Pemerintahan Kelurahan, dan Sub bagian Kekayaan
Desa.
d) Asisten Administrasi Ekonomi Pembangunan dan Sosial, yang
membawahi:
1. Bagian Perekonomian terdiri dari: Sub bagian Pengembangan Produksi
dan Hasil SDA, Sub bagian Pengembangan Potensi SDA, dan Sub
bagian Perekonomian Rakyat.
2. Bagian Kessos terdiri dari: Sub bagian Urusan Keagamaan, Sub bagian
Kesra, dan Sub bagian Bantuan Sosial.
3. Bagian Organisasi terdiri dari: Sub bagian Kelembagaan, Sub bagian
Tatalaksana dan Kepegawaian, dan Sub bagian Analisa Jabatan.
1. Bagian Umum dan Perlengkapan terdiri dari: Sub bagian Tata Usaha,
Sub bagian Protokol dan Rumah Tangga, dan Sub bagian Pengadaan
dan Distribusi.
2. Bagian Humas/Informasi terdiri dari: Sub bagian Pengumpulan
Informasi, Sub bagian Pemberitaan dan Penyebaran Infomasi, dan Sub
bagian Penerbitan dan Pameran.
3. Bagian Pengolahan Data Elektronik dan Sandi Telekomunikasi terdiri
dari: Sub bagian Pengolahan dan Pelayanan Data Elektronik, Sub
bagian Pengumpulan Data, dan Sub bagian Sandi dan Telekomunikasi.
2) Sekretariat DPRD
Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD,yang
dipimpin oleh seorang Sekretaris yang secara tehnis operasional berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi
kesekretariatan, adminstrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli yang
diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Dalam
melaksanakn tugasnya, Sekretariat DPRD menyelenggarakan fungsi:
a) penyelenggaraan adminstrasi kesekretarian DPRD
b) penyelenggaraan adminstrasi keuangan DPRD
c) penyelenggaraan rapat-rapat DPRD
Susunan organisasi Sekretariat Daerah terdiri dari:
a) Sekretariat DPRD
b) Bagian Umum, yang membawahi Sub bagian Protokol dan Rumah
Tangga dan Sub bagian Keuangan
c) Bagian Risalah, yang membawahi Sub bagian Risalah dan Sub
bagian Persidangan
d) Bagian Hukum dan Perundang-Undangan, yang membawahi Sub
bagian Perundang-Undangan dan Sub bagian Humas dan
Dokumentasi.
B. Analisis Hasil Penelitian
1. Analisis Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2005
Di Tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Langkat menggunakan
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 sebagai pedoman penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah-nya. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya
bahwa pengelompokkan belanja daerah berdasarkan Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002 terdiri dari: belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja
bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak tersangka. Untuk lebih
mengetahui secara pasti tentang pendistribusian belanja daerah Kabupaten
Langkat di tahun 2005 maka laporan realisasi belanja daerah Kabupaten Langkat
TABEL 4.1
Laporan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2005
No. Uraian Realisasi
1. Belanja 433.060.410.432,27
1.1 Belanja Aparatur Daerah 308.143.134.050,27 1.1.1 Belanja Adminstrasi Umum 289.503.550.790,43
a. Belanja Pegawai 241.012.701.116,50
b. Belanja Barang dan Jasa 38.893.298.638,93
c. Belanja Perjalanan Dinas 3.375.760.000,00
d. Belanja Pemeliharaan 6.221.791.035,00
1.1.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 13.035.215.324,84
a. Belanja Pegawai 6.654.419.614,84
b. Belanja Barang dan Jasa 5.584.010.710,00
c. Belanja Perjalanan Dinas 686.530.000,00
d. Belanja Pemeliharaan 110.255.000,00
1.1.3 Belanja Modal 5.604.367.935,00
1.2 Belanja Pelayanan Publik 97.313.792.027,00 1.2.1 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 18.037.129.513,00
a. Belanja Pegawai 3.772.688.700,00
b. Belanja Barang dan Jasa 12.105.505.813,00
c. Belanja Perjalanan Dinas 1.919.930.000,00
d. Belanja Pemeliharaan 239.005.000,00
1.2.2 Belanja Modal 79.276.662.514,00 1.3 Belanja Bagi Hasil 1.850.000.000,00 1.4 Belanja Bantuan Keuangan 25.512.184.355,00 1.5 Belanja Tidak Tersangka 241.300.000,00 Sumber: Laporan Realisasi APBD Kab.Langkat Tahun 2005
dalam rupiah
Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2005, Pemerintah
Kabupaten Langkat medistribusikan belanja daerahnya sebesar 71,16 % untuk
belanja aparatur daerah; 22,46 % untuk belanja pelayanan publik; 0,43 % untuk
belanja bagi hasil; 5,89 % untuk belanja bantuan keuangan; dan sisanya sebesar
0,06 % didistribusikan ke belanja tidak tersangka. Belanja aparatur daerah terbagi
menjadi belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan
belanja daerah mendapat porsi 66,85 % untuk belanja administrasi umum; 3,02 %
untuk belanja operasi dan pemeliharaan; dan 1,29 % untuk belanja modal.
Sedangkan untuk belanja pelayanan publik terbagi menjadi belanja operasi dan
pemeliharaan yang mendapat porsi 4,17 % dan belanja modal yang mendapatkan
18,30 % dari belanja daerah.
Secara lebih terperinci lagi, belanja adminstrasi umum pada belanja
aparatur daerah dapat dibagi lagi menjadi belanja pegawai, belanja barang dan
jasa, belanja perjalanan dinas, dan belanja pemeliharaan. Jika diakumulasikan dari
belanja daerah Pemerintah Kabupaten Langkat, masing-masing belanja tersebut
mendapat porsi 55,65 % (belanja pegawai); 8,98 % (belanja barang dan jasa); 0,78
% (belanja perjalanan dinas); 1,44 % (belanja pemeliharaan). Sama seperti belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan pada belanja aparatur
daerah juga dapat dibagi lagi menjadi belanja pegawai, belanja barang dan jasa,
belanja perjalanan dinas, dan belanja pemeliharaan. Pendistribusian belanja
tersebut terhadap belanja daerah Pemerintah Kabupaten Langkat yakni sebesar
1,54 % (belanja pegawai); 1,29 % (belanja barang dan jasa); 0,16 % (belanja
perjalanan dinas); dan 0,03 % (belanja pemeliharaan).
Kemudian pada belanja pelayanan publik, belanja hanya terkelompok
menjadi belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal. Perincian belanja
operasi dan pemeliharaan pada belanja publik, sama halnya dengan belanja
operasi dan pemeliharaan pada belanja aparatur daerah, yakni dirinci menjadi
menjadi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan
pegawai); 2,79 % (belanja barang dan jasa); 0,44 % (belanja perjalanan dinas);
0,06 % (belanja pemeliharaan).
Secara terstruktur, laporan dan pendistribusian belanja daerah Kabupaten
Langkat untuk tahun anggaran 2005 memang seperti terlihat pada informasi yang
disajikan di atas. Namun untuk memudahkan dan menyamakan tujuan penelitian
ini, maka belanja daerah Pemerintah Kabupaten Langkat tahun anggaran 2005
yang tadinya disusun dengan berpedoman pada Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002 akan ditransformasikan ke Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.
[image:55.595.110.521.398.742.2]Pentransformasian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:
GAMBAR 4.1
Transformasi Belanja Daerah Pemerintah Kab.Langkat Tahun 2005 (Kepmendagri No.29 Tahun 2002 ke Permendagri No.13 Tahun 2006) Kepmendagri 29/2002
BAU Belanja Pegawai
Permendagri 13/2006 Belanja Aparatur Daerah Belanja Tidak Langsung
Belanja Pegawai Belanja Bunga
Belanja Barang dan Jasa Belanja Hibah
Belanja Perjalanan Dinas Belanja Bantuan Sosial
Belanja Pemeliharaan Belanja Bagi Hasil
BOP Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Pegawai Belanja Tidak Terduga
Belanja Barang dan Jasa Belanja Langsung
Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pegawai
Belanja Pemeliharaan Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal Belanja Modal
Belanja Pelayanan Publik BOP
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan
Belanja Modal Belanja Bagi Hasil
Transformasi belanja daerah dari Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 ke
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pada gambar 4.1 di atas mengandung makna,
antara lain:
1. Belanja Tidak Langsung
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai yang termasuk ke dalam komponen belanja langsung di
tahun 2005 merupakan belanja pegawai administrasi umum pada belanja
aparatur pemerintah daerah. Belanja ini berjumlah sebesar 55,65 % dari
total belanja daerah.
b. Belanja Bunga
Pentransformasian belanja daerah Kabupaten Langkat tahun 2005 ke
dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyebabkan belanja barang
dan jasa yang sebesar 8,98 % pada belanja administrasi umum di aparatur
daerah beralih menjadi belanja bunga.
c. Belanja Bagi Hasil
Belanja bagi hasil di tahun 2005 sebesar 0,43 % yang merupakan belanja
bagi hasil kepada pemerintah desa, menurut transformasi belanja daerah di
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 belanja tersebut tetaplah merupakan
belanja bagi hasil.
d. Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial berdasarkan pentransformasian belanja ke
bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan dan profesi.
Besarnya belanja bantuan sosial adalah sekitar 5,20 %.
d. Belanja Bantuan Keuangan
Belanja bantuan keuangan menurut transformasi ini adalah belanja
bantuan keuangan pada pemerintah desa, kecamatan, dan instansi vertikal.
Besarnya belanja bantuan keuangan pada tahun 2005 adalah 0,69 %.
e. Belanja Tidak Terduga
Mulanya menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja tidak
terduga ini disebut dengan belanja tidak tersangka. Pada tahun 2005,
besarnya belanja ini pada pemerintah Kabupaten Langkat adalah 0,06 %
dari total belanja daerah.
2. Belanja Langsung
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai yang termasuk ke dalam komponen belanja langsung
berasal dari belanja pegawai yang terdapat di dalam belanja operasi dan
pemeliharaan pada belanja aparatur daerah dan pelayanan publik.
Besarnya belanja tersebut adalah 2,41 %.
b. Belanja Barang dan Jasa
Pentransformasian belanja daerah dari Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002 ke Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 mengakibatkan belanja
perjalanan dinas dan pemeliharaan yang termasuk ke dalam belanja
administrasi umum pada belanja aparatur daerah menjadi belanja belanja
Nomor 13 Tahun 2006 ini juga mencakup belanja barang dan jasa,
perjalanan dinas, dan pemeliharaan yang termasuk ke dalam belanja
operasi dan pemeliharaan baik pada belanja aparatur daerah maupun
belanja pelayanan publik. Total besarnya belanja barang dan jasa pada
tahun 2005 adalah 6,99 %.
c. Belanja