TINJAUAN PUSTAKA
Patogen Penyebab Penyakit
Biologi Patogen
Menurut Sheldon (1904), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Spesies : F. moniliforme
Fusarium memiliki konidiofor yang bercabang maupun tidak,
mikrokonidia bersepta hingga 2, terbentuk lateral pada fialid yang sederhana, atau
terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang pendek, umumnya
terdapat dalam jumlah banyak sekali, terdiri dari aneka bentuk dan ukuran,
berbentuk ovoid–elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan
berukuran (5,0-12,0) x (2,2-3,5) µm. Makrokonidia jarang terdapat pada beberapa
strain, terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang atau dalam
sporodokhia, bersepta 3-5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok, meruncing
pada kedua ujungnya dengan sel kaki berbentuk pediselata, umumnya bersepta 3.
Klamidiospora terdapat dalam hifa atau dengan konidia, berwarna hialin,
nm, terletak terminal atau interkalar, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar et al,
1999 dalam Indrawan, 2008).
Gambar 1. (A) mikrokonidia F. moniliforme, (B) koloni F. moniliformepada medium PDA.
Gejala Serangan
Gejala pokahbung dibagi menjadi tiga tingkat, yang lazimnya disebut pb 1, pb 2,
dan pb 3. Pada pb1 gejala hanya terdapat pada daun. Helaian daun yang baru saja
membuka pangkalnya tampak klorotis. Pada bagian ini kelak timbul titik-titik atau garis
merah. Kalau penyakit meluas ke dalam, maka daun-daun yang belum membuka akan
terserang juga. Daun-daun ini akan rusak dan tidak dapat membuka dengan sempurna.
Pada pb 2 jamur juga menyerang ujung batang yang masih muda, tetapi tidak
menyebabkan pembusukan. Pada batang yang muda ini terjadi garis-garis merah
kecoklatan yang dapat meluas menjadi rongga-rongga yang dalam. Rongga-rongga ini
mempunyai sekat-sekat melintang hingga tampak seperti tangga. Jika ujung batang dapat
tumbuh terus akan terjadi hambatan (stagnasi) pertumbuhan, dan pada bagian yang
berongga tadi batang membengkok. Pada pb 3 jamur menyerang titik tumbuh dan
menyebabkan pembusukan. Busuknya tunas ujung sering disertai dengan timbulnya bau
tidak sedap (Bolle 1935 dalam Semangun, 1999, Sutardjo, 1999) (Gambar 2).
Gambar 2. Gejala serangan F. moniliforme(A) daun klorotis, (B) daun bergaris merah, (C) gejala busuk pada jaringan meristem ditemukan di lahan pada tanaman yang menunjukkan gejala serangan pokahbung
Gejala ini mudah untuk diketahui, karena menyerang bagian atas
tanaman dan pada daun muda akan terjadi klorosis. Tahap awal infeksi yang
ditandai oleh klorosisyang muncul pada daerah pucuk daun muda. Daun yang
terinfeksi menjadi kusut dan bergulung.Kemudian, terdapat garis-garis kemerahan
yang tidak teratur pada bagian yang terdapat klorosis (Nordahliawate,
2007).
Daur Hidup
Jamur terutama disebarkan dengan konidium. Infeksi hanya dapat terjadi
pada tangkai daun termuda yang belum membuka (daun pertama dan kedua).
Konidium dapat mencapai tempat tersebut karena konidium yang jatuh pada ujung
daun-daun tadi (yang masih berbentuk corong) terbawa oleh tetes-tetes air ke
bawah melalui sisi daun pertama. Di waktu tidak ada tebu jamur penyebab
penyakit ini dapat mempertahankan diri di dalam tanah dengan hidup sebagai
saprofit(Semangun, 1999).
Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji
yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Jamur ini dapat
menginfasi tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses
pengambilan air dan mineral pada tanaman. Perkembangan infeksi dan penyakit
layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat (80ºF) dan kelembapan
tanah yang rendah (Cahyono, 2008 dalam Sinaga, 2011).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Penyakit layu Fusarium berkembang pada suhu tanah 21-33oC, dengan
suhu optimum 28oC. Sedangkan kelembapan tanah yang membantu tanaman,
ternyata juga membantu perkembangan penyakit. Seperti kebanyakan Fusarium,
penyebab penyakit ini dapat hidup pada pH tanah yang luas variasinya
(Semangun, 1996).
Seperti penyakit karena jamur pada umumnya, pokahbung dibantu oleh
cuaca yang lembab. Berhubung dengan cara infeksi tersebut di atas, penyakit
dibantu oleh hujan. Tebu yang subur cenderung lebih rentan ketimbang yang
kurus. Penambahan pupuk ammonium sulfat samapi batas tertentu menyebabkan
bertambahnya pb 3. Umur tanaman berpengaruh terhadap ketahanan. Pokahbung
jarang terdapat pada tanaman yang berumur kurang dari 2 bulan, sedang pada
tanaman yang umurnya lebih dari 7 bulan jarang terjadi infeksi baru
(Semangun, 1999).
Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit pokahbung yang dapat dilakukan adalah
penyakit ini dan sanitasi kebun. Hasil pengujian selama ini belum banyak
memberikan varietas yang tahan terhadap pohkabung (Semangun, 1999).
Pengendalian penyakit pokahbungdewasa ini masih terbatas
padapengendalian secara kimia. Pengendaliansecara kimia dilakukan
denganperendaman bibit tebu pada larutanfungisida untuk mengendalikan
beberapapenyakit tebu termasuk pokahbung.Penggunaan fungisida dianggap
efektif,akan tetapi fungisida yang memilikispektrum luas akan menghasilkan
konsekuensi yang tidak diinginkan padaorganisme non target (Pratiwi et al, 2013).
Salah satu pengendalianpenyakit yang disebabkan olehcendawan F.
moniliformeadalah denganpenggunaan varietas tahan.Teknikkultur jaringan
merupakan salah satucara mendapatkan kultivar tahanterhadap infeksi patogen.
Kulturjaringan dapat menghasilkan bibit tebuyang baik dan sehat tanpa
terbawapenyakit oleh induk sebelumnya.Hal ini untuk mengujitingkat ketahanan
kaluskultivar tebuterhadap penyakit pokahbungyangdisebabkan oleh cendawan F.
moniliformesecarain vitro (Panglipur et al, 2013).
Endofitik
Mikroba endofitik adalah mikroba yang sebagian atau seluruh hidupnya
berada dalam jaringan hidup tanaman inang, tanpa memberikan gejala yang
merugikan. Keberadaannya di dalam jaringan tanaman merupakan hasil adaptasi
yang terintegrasi dengan proses pertumbuhan tanaman. Mikroba endofitik
meliputi bakteri, kapang dan khamir yang dapat diisolasi melalui prosedur yang
selektif. Beberapa hasil riset melaporkan bahwa isolat mikroba endofitik
dilanjutkan dengan proses improvement dapat dihasilkan mikroba endofitik yang
unggul untuk aplikasi industri (Wahyudi, 2001).
Mikroba endofitik adalah mikroba yang hidup secara internal dan
berasosiasididalam jaringan tanaman. Asosiasi yang terjadi umumnya bersifat
mutualistik yaitujika mampu melindungi inang dari tekanan biotik dan abiotik
(Petrini et al., 1992 dalam Kumala, 2008).Selain itu, mikroba endofitik juga
dikenal sebagai penghasilsenyawa metabolit yang mempunyai aktivitas sebagai
anti virus, anti kanker, antimalaria, anti diabetes, anti oksidan dan senyawa
imunosupresif (Radji, 2005).
Endofit mampu menghasilkan enzim yang penting untuk kolonisasi dalam
jaringan tanaman, hasil studi tentang penggunaan substrat menunjukkan bahwa
endofit mampu menggunakan sebagian besar komponen sel tanaman. Selain
menghasilkan enzim perombak oligosakarida, endofit juga menghasilkan faktor
pemacu tumbuh, hormon, zat antifungal/ antibiotik baru serta metabolit sekunder
yang bermanfaat dalam bidang pertanian, farmasi maupun industri
(Wahyudi, 2001).
Trichoderma spp.
Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang
mempunyaipengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh
danberasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu
yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT), (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan
antibiotika atau senyawa kimia yang lain olehmikroorganisme dan berbahaya bagi
lain dari eksploitasi langsung terhadapOPT oleh mikroorganisme yang lain
(Nurliana, 2012).
Trichoderma spp. merupakan jamur asli tanah yang bersifat
menguntungkan karena mempunyai sifatantagonis yang tinggi terhadap
jamur-jamur patogen tanaman budidaya. Mekanisme pengendalian yang bersifatspesifik
target dan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan
tersendiri bagi jamurTrichoderma spp. ini sebagai agen pengendali hayati.
Pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agen pengendali hayatijamur patogen
Phytopthora infestans merupakan salah satu alternatif penting untuk
mengendalikan jamur patogen tersebut tanpa menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Keberadaan agen antagonis selain mampu menekan perkembangan
penyakit juga dapat menyediakan ketersediaan hara bagi tanaman sehingga
pertumbuhan kedua sifat tanaman tersebut dapat berlangsung dengan normal.
Agen antagonis dapat melakukan proses dekomposisi bahan organik yang berasal
dari sekam padi dan pupuk kandang yangdigunakan sebagai media tanam. Dalam
proses dekomposisi tersebut agen antagonis baik Trichoderma sp. maupun
Gliocladium sp. akan mengubahunsur yang ada dalam bentuk larut sehingga
bisadiserap oleh tanaman (Hartal et al, 2010).
Beberapa spesies Trichoderma mampumenghasilkan metabolit gliotoksin
danviridin sebagai antibiotik dan beberapaspesies juga diketahui dapat
mengeluarkanenzim b1,3-glukanase dan kitinase yangmenyebabkan eksolisis pada
telah dilakukan,Trichoderma sp. memiliki peranantagonisme terhadap beberapa
patogentular tanah yang berperan sebagaimikoparasit terhadap beberapa tanaman