• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah sejarah peradaban islam edit.d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah sejarah peradaban islam edit.d"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada satu ciri yang menarik dari sebuah negara berkembang, yakni penduduknya mayoritas muslim. Indonesia adalah salah satu negara berkembang sehingga termasuk dalam bagian itu. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Deliar Noer bahwa negara-negara berkembang rata-rata memiliki penganut mayoritas ber-agama islam, negara-negara berkembang seperti Indonesia ini memiliki persoalan yang umumnya sama dengan negara-negara berkembang lainnya yaitu persoalan-persoalan antara lain ledakan penduduk, dan meningkatnya tuntutan keperluan dari penduduk. Disamping itu juga usaha pemecahan masalah kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan orang-orang Islam tersebut banyak sedikitnya memerlukan kemantapan didalam negeri masing masing dan itu perlu suatu penempatan kedudukan agama yang jelas.1

Dalam kasus Islam dan Indonesia (Nusantara), maka dalam suatu konjungtur sejarah tertentu dalam masyarakat kita, ia pernah menempati posisi hegemonik dalam menentukan tatanan masyarakat. Posisi demikian, memungkinkan Islam dijadikan sebagai dasar legitimasi sistem kemasyarakatan, termasuk politik, yang sedang berlaku. Ini terjadi setelah Islam menggeser posisi yang ditempati oleh agama-agama Hindu dan Budha yang juga pernah menempati posisi hegemonik pada abad-abad sebelumnya. 2

Dalam periode sejarah berikutnya, posisi Islam sebagai sebuah agama yang hegemonik di Indonesia (Nusantara) mulai bergeser seiring dengan datangnya kekuatan peradaban baru yang berasal dari Barat yang dibawa oleh kolonial. Pada aras politik dan ekonomi, Islam menempatkan posisi dirinya berada pada posisi defensif melawan hegemonik kekuatan ekonomi kapitalis yang sedang

1Deliar Noer, Gerakan modern Islam di Indonesia 1900-1942. (Jakarta: LP3Es, 1982)

(2)

berkembang. Hal ini mengimbas pula pada aras sosial dan kultural dimana Islam dipaksa menempati posisi subordinan dan periferal vis a vis peradaban modern yang mulai berkembang saat itu.3

Posisi ini mulai berubah tatkala bertiup wacana global tentang dekolonisasi di awal abad kedua puluhan. Hal ini kemudian seolah-olah dijadikan momentum penting oleh sebagian kalangan umat Islam di Indonesia untuk memulai kiprah barunya dalam upaya mengembalikan posisi hegemonik yang sempat hilang melalui keterlibatan dalam pergerakan nasional yang semarak saat itu. Pada tingkatan tertentu Islam menjadi salah satu pionir gerakan nasionalisme modern dalam melawan kolonial.

Dalam kenyataan sejarahnya pertumbuhan dan perkembangan gerakan Islam di Indonesia mengalamiberbagai macam kesukaran dan hambatan. Dari pihak Belanda,sikap Belandaterhadap Islam di Indonesia tidak tetap. Di satu pihak Islam dilihat sebagai agama,dan katanya pemerintah netral terhadap ini. Tetapi sebaliknya, pemerintahBelanda pun mengambil sikap diskriminatif dengan memberi kelonggaran kepadakalangan missionaris Kristen lebih banyak, termasuk bantuan uang. Pemerintahjuga melarang banyak kegiatan missionaris Islam didaerah animisme, sedangkanmissionaris kristen leluasa masuk.

Salah satu cara yang dipergunakan oleh pihakBelanda untuk mengawasi Islam di Indonesia ialah peraturan yang dikeluarkandalam tahun 1905 tentang pendidikan agama Islam. Peraturan ini mengharuskanadanya izin tertulis dari bupati atau pejabat yang sama kedudukannya tentangpendidikan agama Islam. Izin ini mengemukakan secara terperinci sifat daripendidikan itu. Guru agama yang bersangkutan harus membuat daftar dari murid-muridnyamenurut bentuk tertentu yang harus dikirimkan secara periodik kepadakepala daerah bersangkutan. Bupati atau pejabat yang sama kedudukannyahendaklah mengawasi dan mengecek apakah guru agama tersebut bertindak sesuaidengan izin yang diberikan. Peraturan ini mudah dijalankan bagi sekolah yangmemiliki organisasi yang baik, tetapi tidak demikian halnya dengan pesantrenyang tidak memiliki

(3)

administrasi seperti ini, tidak mencatat nama dari seluruhsantri mereka ataupun staf pengajar mereka. Banyak dari para guru agama itutidak dapat membaca dan menulis huruf latin.4

Dari sini muncullah kemudian gerakan modernis Islam yang di awali dari daerah Sumatera Barat (Minangkabau)yang kemudian berimbas ke daerah-daerah lainnya yang ada di Nusantara.Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia, awal abad ke-20 adalah periode yang sering dikenal dengan zaman “pergerakan nasional”. Pada masa ini muncul berbagai organisasi perjuangan yang berbasis Islam, yang dapat dikategorikan modern, misalnya, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jamiat Khair, Al-Irsyad, dan Nahdatul Ulama.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dirumuskan beberapa masalah diantaranya adalah :

1. Apa dan bagaimana asal-usul gerakan modernis Islam di indonesia ? 2. Bagaimana bentuk –bentuk gerakan modernis Islam di Indonesia ?

3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan gerakan modernis di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

1. Memahami asal-usul gerakan modernis Islam di Indonesia. 2. Memahami bentuk-bentuk gerakan modernis Islam di Indonesia.

3. Memahami pertumbuhan dan perkembangan gerakan modernis Islam di Indonesia.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Asal –Usul Gerakan Modernis Islam di Indonesia

Kata modern sangat dekat dengan kata tajdid dalam bahasa Arab. Dalam masyarakat Arab modernisasi mengandung arti pikiran,aliran,gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditibulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.5 Dalam konteks Islam modernisasi adalah upaya yang

sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran, dan pendapat tentang masalah keislaman yang dilakukan oleh pemikir terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam konteks ini yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbaharui apa yang terdapat di Al Qur’an dan Hadits.6

Kemunculan gerakan modernis Islam di dunia merujuk pada polarisasi model keberagamaan dalam Islam yang mengemuka pada pergantian abad ke- 19. Islam modern berasal dari gerakan sosial politik keagamaan yang diprakarsai oleh Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha di Mesir. Mereka melakukan modernisasi terhadap Islam karena mereka ingin membebaskan ummat Islam dari penjajahan Barat. Kemudian, untuk meneruskan cita-cita Jamaluddin Al Afghani Abduh melakukan reformasi terhadap paham keagamaan yang telah dipraktikkan oleh mayoritas muslim. Sedangkan Rasyid Ridha menjabarkan kedua gagasan para pendahulunya itu ke dalam praksis keagamaan seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya.

Dalam kasus Indonesia, gerakan modernisasi bermula ketika kalangan santri belajar memperdalam Islam di Mekkah. Mereka diantaranya adalah Syekh Muhammad Jambek, Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, Syekh Sulaiman Rasul, Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), dan Hasyim Asy’ari (pendiri

5 Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 9.

(5)

NU). Mereka belajar kepada Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang saat itu dipercaya sebagai Imam besar Mazhab Syafi’i di Masjidil Haram, Mekkah.

Para santri Syekh Ahmad Khatib diberi kebebasan untuk membaca tulisan-tulisan Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, dan para pembaharu lainnya, seperti Tafsir Al Manaar dan lainnya. Konon, dengan harapan para santri bisa memahami pemikiran baru dan bisa menentangnya. Namun yang terjadi justru malah sebaliknya. Syekh Jambek, Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, dan Ahmad Dahlan justru menjadi pendukung pembaharu tersebut. Sedangkan sebagian muridnya yang lain seperti Syekh Sulaiman Rasul dan Hasyim Asy’ari tetap setia berpegang pada mazhab Syafi’i.

Menurut Taufik Abdullah (dalam Yudhi Andhoni), sejak awal abad ke-20 munculnya gerakan modernis Islam yang digagas oleh Jamaluddin, Abduh, dan Rasyid Ridha begitu cepat menyebar di Sumatera Barat. Keberadaan ulama muda seperti Abdullah Ahmad, Haji Rasul, dan Thaher Djalaludin menjadi pioner gerakan kaum muda. Mereka mempraktikkan sistem pendidikan modern dengan memadukan pengetahuan umum dan agama, sementara disisi lain menyerang praktik-praktik tradisi yang dianggap ketinggalan zaman dan pembodohan.7

Abdullah Ahmad menyebarkan gagasan modernisasinya melalui majalah Al Munir yang bertujuan untuk “ memimpin dan memajukan anak bangsa kita...pada agama yang lurus dan pada i’tikad yang betul”. Wawasan keislaman tokoh ini diakui oleh ulama Timur Tengah dan pada sauatu konferensi khilafat di Cairo pada 1926, dia bersama Haji Rasul menerima gelar kehormatan Doktor dalam bidang agama. 8

Lokus gerakan modernisme Islam saat itu lahir seiring sejalan dengan gegap gempitanya kesadaran kalangan terpelajar (didikan sekolah Belanda) akan nasionalisme dan antikolonialisme. Sedikit banyaknya mewarnai karakteristik gerakan modernis Islam di Indonesia. Kesadaran untuk merapihkan gerakan

7Yudi Andhoni, “Sekulerisme vs Modernisme Islam : Konflik Pemikiran Kaum Cendikiawan Barat dengan Cendikiawan Muslim di Sumatera Barat 1930-1942”, Jurnal Analisis Sejarah, Vol. 5, No. 1, 2014. hlm. 84.

(6)

pembaharuan Islam dalam suatu naungan organisasi yang efektif dan efisien menjadi ciri tersendiri.

Munculnya Gerakan politik kebangsaan diawali oleh kemunculan SDI (Syarikat Dagang Islam) yang dipelopori oleh Haji Samanhoedi di Solo. Meskipun pada awalnya SDI bertujuan untuk menciptakan daya saing yang kuat di kalangan pengusaha pribumi melawan dominasi China dalam industri batik yang dibekingi oleh pemerintah kolonial Belanda. Tujuan SDI dengan cepat mendapat respon dari kalangan pribumi yang memiliki fanatisme Islam yang kuat. Bukan saja perasaan anti China yang timbul melainkan pula perasaaan anti kolonial yang sudah lama menyengsarakan rakyat dan berlaku tidak adil. Atas usul Tjokro Aminoto, agar SDI jangan dibatasi hanya golongan pedagang, tetapi diperluas sehingga kata dagang saat penyusunan anggaran dasar dapat dihapus diganti dengan nama Syarikat Islam. Dengan demikian, pergerakan Syarikat Islam yang semula sekedar memajukan perdagangan kalangan pribumi Islam, saling membantu terbinanya jasmani dan rohani, dan memajukan masyarakat Islam, pada tahun 1917 berkembang menjadi pergerakan politik yang menggunakan Islam sebagai dasar perjuangan dan mencita-citakan kemerdekaan.

B. Bentuk- bentuk Gerakan Modernis Islam di Indonesia

Pengaruh modernisasi atas paham keagamaan yang terjadi di Timur Tengah sebagai sebuah upaya untuk menjawab kolonialisme yang melanda negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas Islam menyebar hampir di seluruh belahan bumi Islam, termasuk diantaranya di Indonesia. Adapun bentuk-bentuk gerakan modernis yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah :

a) Gerakan Puritanisme

(7)

masyarakat Minangkabau yang telah banyak terpengaruh oleh unsur-unsur takhayul, khurafat dan bid’ah.

Karena aktifitas mereka di anggap cukup membahayakan keberadaan kaum tua atau kaum adat, maka kaum tua meminta bantuan Belanda. Pada tahun 1821-1837 M terjadilah Perang Paderi. Dalam pertempuran yang tak seimbang itu kaum ulama mengalami kekalahan. Kekalahan ulama dalam Perang Paderi dalam menghadapi Belanda tidaklah membuat patah semangat para tokoh pejuang pembaharu itu, tetapi gerakannya semakin hebat. Gerakan pembaharuan itu tidak lagi bersifat politik agama, tetapi di alihkan ke dalam gerakan pembaharuan pendidikan.

b) Gerakan Reformisme

Gerakan reformis adalah suatu gerakan pembaharuan yang dilakukan untuk kembali kepada dasar Islam yang asli. Kelompok ini berusaha menerapkan sistem ajaran Islam seperti yang ada pada zaman Nabi SAW.

c) Gerakan Radikalisme

Gerakan ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh para pembaharu Islam untuk membangkitkan kembali semangat masyarakat Islam, sehingga mereka akan menjadi masyarakat yang maju. Namun sebelum itu, unsur-unsur yang terdapat dalam ajaran Islam yang tercemar oleh takhayul, bid’ah dan khurafat harus dibersihkan terlebih dahulu. Dalam tatanan pelaksanaan pembaharuan seperti ini, biasanya cara yang ditempuh melalui bentuk-bentuk radikal yang tak jarang dengan menggunakan kekerasan. Pada umumnya, gerakan ini menentang kekuasaan Barat yang kafir.

d) Gerakan Neo-sufisme

(8)

mengembangkan diri tanpa banyak bergantung kepada uluran kelompok atau bangsa lain.

Di antara unsur aktifisme adalah jihad. Melalui kata kunci inilah umat Islam melakukan pembaharuan, terutama menentang segala bentuk penjajahan dan keterbelakangan. Gerakan ini banyak mewarnai berbagai pemberontakan Islam di tanah air dalam masa-masa penjajahan, misalnya pemberontakan petani Banten pada tahun 1888 M.9

C. Pertumbuhan Dan Perkembangan Gerakan Modernis Islam Di Indonesia.

1. Gerakan Politik Islam Di Indonesia

Di antara beberapa partai Islam yang pernah hadir di tengah-tengah masyarakat Islam Indonesia yang cukup menonjol, tercatat antara lain adalah :

a. Partai Serikat Islam Indonesia

Cikal bakal gerakan politik Islam di Indonesia diawali dengan berdirinya Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudhi dan kawan-kawan para pedagang batik di Kota Solo pada tanggal 16 Oktober 1905, 3 tahun sebelum lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908. Pada saat SDI dibentuk gerakannya tidak diarahkan pada bidang politik praktis, melainkan diarahkan untuk:

1). Pertama untuk menghimpun kekuatan para pedagang baik guna melawan pedagang Cina yang memonopoli perdagangan bumbu batik dengan memainkan harga seenaknya sendiri.

2). Kedua untuk menghadapi sikap superioritas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina pada tahun 1991.

(9)

b. Partai Islam Masjumi

Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan politik oraganisasi-organisasi Islam pada akhir zaman penjajahan Belanda yang dikenal dngan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah), KH. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondo Amisero (Sarekat Islam). Kemudian pada masa Pendudukan Jepang gabungan gerakan Islam yang juga bersyifat federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia.

2. Gerakan Sosial Kemasyarakatan Islam Di Indonesia

Beberapa oraganisasi Islam yang bergerak dalam bidang pembinaan kehidupan masyarakat (infra struktur), lewat gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang dalam ajarannya secara konsisten berpegang pada tiga prinsip, yaitu :

1) Mengajak kepada umat untuk kembali pada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni.

2) Membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya kepada siapapunyang telah berhak memeluknya.

3) Mengamalkan ajaran Islam secara konsisten, bersih dari berbagai gejala kemusyrikan, khurafat, bid’ah, dan taqlid.

Organisasi yang beridentitas seperti diatas antara lain adalah Gerakan Al-Islah wal Irsyad, Persatuan Islam, Muhammadiyah dan Persatuan Umat Islam

(10)

Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran, serta social dan dakwah bertingkat nasional.

Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.

Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Bin Muhammad Assoorkaty Al-Anshary, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.

Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya: Syeikh Muhammad Tayyib Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at Khair di Jakarta dan Bogor.

Berkat kepemimpinan dan bimbingannya, dalam waktu satu tahun sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jami'at Kheir, karena perbedaan faham yang cukup prinsipil dengan para penguasa Jami'at Kheir, yang umumnya keturunan Arab sayyid (alawiyin).

(11)

mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya: Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad Al-Islamiyyah).10

Pada perkembangannya, Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad Al-Islamiyyah mengalami beberapa pergantian nama. Hingga pada tahun 2007, perhimpunan ini secara resmi mengganti nama dengan Perhimpunan Irsyad (Jam'iyat Al-Irsyad).

Perhimpunan Al-Irsyad memiliki empat organ aktif yang menggarap segmen anggota masing-masing yaitu :

· Wanita Al-Irsyad · Pemuda Al-Irsyad · Puteri Al-Irsyad · Pelajar Al-Irsyad.

Peran masing-masing organisasi yang tengah menuju otonomisasi ini (sesuai amanat Muktamar 2000), cukup besar bagi bangsa. Pemuda Al-Irsyad misalnya, ikut aktif menumpas pemberontakan G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya. Sedang Pelajar Al-Irsyad termasuk salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif melahirkan KAPPI(Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia).

Di luar empat badan otonom tersebut, Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki majelis-majelis dan lembaga, yaitu :

· Majelis Pendidikan & Pengajaran · Majelis Dakwah & Fatwa

· Majelis Sosial dan Ekonomi · Majelis Wakaf dan Yayasan · Majelis Hubungan Luar Negeri. · Organisasi Pengkaderan

· Lembaga Istisyariyah, yang beranggotakan tokoh-tokoh senior Al-Irsyad dan kalangan ahli.

(12)

b. Persatuan Islam (Persis)

Persatuan Islam (Persis) didirikan Oleh KH. Zamzam, seorang alim dari Palembang pada tanggal 17 September 1923 di kota Bandung. Persis bertujuan mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut Persis melakukan berbagai usaha, antara lain mendirikan berbagai madrasah, pesantren, kegiatan tabligh, menerbitkan majalah maupun buku-buku agama. Di antara majalah yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia, bahkan sampai juga di Malaisia adalah majalah ‘Pembela Islam’ dan majalah ‘Al-Muslimun’.

c. Muhamammadiyah

Menurut bahasa , nama Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad yang berarti nama Rasul terakhir. Kemudian diberi tambahan ya nisbah dan ta’ marbutoh yang mennunjukkan penyifatan. Dengan demikian , Muhammadiyah berarti gerakan gerakan yang mempunyai sifat Nabi Muhammad SAW atau pengikut Muhammad. Organisasi Muhammadiyah didirikan di Kauman Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H / 18 November 1912 M.11

Muhammadiyah lahir atas keinginan KH. Ahmad Dahlan untuk mengembalikan masyarakat pada pemahaman Al Quran dan sunnah secara murni. Pada saat itu kehidupan keagamaan masyarakat sudah mulai dipengaruhi budaya barat yang dibawa penjajah Belanda. Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah, lebih banyak ditekankan pada pemurnian taukhid dan ibadah dalam islam.

Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi: 1). Perkembangan secara vertikal

(13)

Yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap provinsi, daerah-daerah di tiap kabupaten/ kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana.

2). Perkembangan secara horizontal

Yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah , yang meliputi berbagai bidang kehidupan berupa majelis-majelis dan badan-badan.

Disamping majellis dan lembaga, terdapat organisasi otonom yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah, organisasi ortonom ada beberapa buah yaitu

a) ‘Aisyiyah

b) Nasyiatul ‘Aisyiyah c) Pemuda Muhammadiyah

d) Ikatan Remaja Muhammadiyah (IMR) e) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) f) Tapak Suci Putra Muhammadiyah

g) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

Organisasi otonom di atas selain ‘Aisyiyah itu termasuk Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), dimana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

d. Persatuan Umat Islam (PUI)

(14)

rintangan dari penjajah Kolonial Belanda masa itu. Bahkan organisasi ini terpaksa harus mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pergantian nama.12

Penyempurnaan dimaksudkan untuk mendewasakan organisasi agar tahan uji terhadap tempaan zaman dan ujian hidup. Sedangkan pergantian nama dimaksudkan di samping untuk menyesuaikan diri terhadap misi dan beban tanggung jawab yang harus dipikul, juga untuk menghindarkan diri dari intaian dan ancaman pemerintah kolonial Belanda.

Tahun 1912 Majlisul Ilmi (MI) mengubah nama menjadi Hayatul Qulub (HQ) yang berarti “menghidupkan hati”. Setelah peristiwa aksi pemogokan buruh pabrik gula di Majalengka dalam rangka melawan penindasan penguasa Belanda, HQ makin diawasi dan dicurigai Belanda. Lalu, atas anjuran banyak pihak, antara lain dari tokoh pergerakan kemerdekaan HOS Cokroaminoto, HQ berubah nama menjadi Persyarikatan Oelama (PO) tahun 1916.

PO pun mendapat rongrongan dari pihak penjajah, bahkan dari teman seiring K.H. Abdul Halim sendiri yang telah terkena hasutan dan pengaruh aparat pemerintah Belanda. Mereka memfitnah bahwa lembaga pendidikan (sekolah) yang didirikan PO itu adalah “sekolah kafir” karena bentuk dan sistemnya seperti sekolah Belanda, yaitu pendidikan dengan sistem kelas, duduk di bangku dan menghadap meja serta papan tulis.

Tidak hanya itu, mereka yang tidak senang terhadap perkembangan PO juga menyebarkan isu, bahwa PO itu bukan untuk dan milik rakyat awam, tetapi khusus untuk dan milik para ulama.Disebarkan kabar, yang bukan ulama tidak pantas dan tidak perlu masuk PO. Mereka pun menghasut masyarakat agar tidak masuk PO. Terhadap fitnah tersebut, KH. Abdul Halim bergeming. Ia tetap pada keyakinannya dan menerukan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam.

Pada masa awal pendudukan Jepang, organisasi-organisasi pergerakan yang tahun 1938 bergabung dalam MIAI (PO, AII, Muhamadiyah, dan NU) dibubarkan oleh penguasa kolonial Jepang. Para ulama atau pimpinan organisasi

(15)

tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi.

Beberapa bulan kemudian, organisasi-organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan kembali kegiatan-kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan nama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Saat itulah PO berganti nama menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI). Dengan perubahan Ejaan Bahasa Indonesia sistem Soewandi (1974), nama itu menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI).

Sedangkan PUII SUKABUMI merupakan singkatan dari Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi, Jawa Barat. Pada awalnya, PUII bernama Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII).

Pada masa pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI mengalami proses yang sama seperti PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) tahun 1942 dan berubah nama lagi tahun 1947 menurut Ejaan Soewandi menjadi PUII.

Perjuangan PUII Sukabumi sejak awal secara prinsip sama dengan PUI Majalengka. Faktor utamanya, karena kedua pendiri organisasi itu, yakni KH. Ahmad Sanusi dan KH. Abdul Halim, adalah sahabat karib yang sama-sama menimba ilmi di Mekah, Arab Saudi, antara tahun 1908-1911 M. Istilahnya, keduanya “saguru saeilmu”, satu guru satu ilmu. Keduanya bersahabat sangat baik. Mereka pun sering saling bertukar pikiran, baik di bidang pendalaman ilmu maupun pengalaman ilmunya kelak setelah kembali ke tanah air.

(16)

Setelah masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka makin tinggi dan efektif. Sejak KH. Abdul Halim (PO) diundang oleh KH. Ahmad Sanusi untuk memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi, pada Maret 1935, rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia semakin konkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing bertekad bulat untuk melebur organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama, dalam ikatan organisasi baru bernama Persatuan Ummat Islam (PUI) .

Pada berbagai kesempatan, betapapun sibuknya mereka sebagai wakil-wakil rakyat dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Choosakai, mereka menyempatkan diri untuk menyusun rencana teknis pelaksanaan fusi kedua organisasi mereka.

Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi, yaitu Persatuan Ummat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi, dan lain-lain telah disepakati bersama.Tetapi takdir Allah tidak dapat dielakkan. Sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH. Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT. Beliau wafat tahun 1950.

Sesuai dengan wasiatnya kepada keluarga dan pengurus PUII agar pelaksanaan fusi secepatnya direalisasi, maka tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H, PUI dan PUII resmi berfusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI).Tanggal 5 April pun dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.

Dalam beramal, PUI berpedoman pada Ishlahuts Tsamaniyah atau Perbaikan Delapan bidang, yaitu: Perbaikan Keyakinan (Ishlah ‘Aqidah), Perbaikan Ibadah (Ishlah Ibadah), Perbaikan Pendidikan (Ishlah Tarbiyah), Perbaikan Keluarga (Ishlah ‘Ailah), Perbaikan Tradisi (Ishlah ‘Adah), Perbaikan Ummat (Ishlah Ummah), dan Perbaikan Masyarakat secara keseluruhan (Ishlah Muj’tama).

(17)

tanggal 12 Agustus 1992. KH. Abdul Halim bahkan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada November 2008.

Saat ini, PUI memiliki jutaan kader.Anggota dan jaringan struktur terbesar ada di Jawa Barat –jumlahnya ditaksir lebih dari 10 juta anggota. PUI memiliki ribuan madrasah mulai tingkat Raudlatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan yang sederajat, Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau SLTP, dan Madrasah Aliyah (MA) atau SLTA sampai tingkat Perguruan Tinggi. Anggotanya beragam, tersebar di daerah-daerah tingkat I (propinsi), yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur DI. Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Riau, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Bali.

Harus diakui, “bendera” PUI jarang atau tidak berkibar seperti bendera ormas Islam lain, seperti NU dan Muhammadiyah. Popularitas PUI pun cukup jauh di bawah kedua ormas tersebut. Akibatnya, kehadiran PUI kurang dirasakan atau kurang dikenal di masyarakat.Penyebab utamanya, seperti dikemukakan Anggota Penasihat PP PUI Prof. Dr. H. Hasan Mu’arif Ambary, MA., kegiatan PUI di berbagai wilayah cenderung tidak menampilkan kehadiran organisasi PUI itu sendiri. “Penyelenggaraan kegiatan yang semestinya menunjukkan organisasi induk (PUI), sering dilakukan dengan mempergunakan lembaga lokal, misalnya yayasan, sehingga kehadiran PUI kurang dikenal masyarakat,” tegasnya.

Popularitas PUI tidak sebesar nama-nama pengurusnya. Di tingpat pusat (PB PUI), sejumlah tokoh tercantum sebagai pengurus PB PUI. Sebagai contoh saja, KH. Cholid Fadhlullah (Ketua Penasihat), HM. Ahmad Rifa’I (Ketua Dewan Pembina), KH. Anwar Saleh (Pembina), Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin (Dewan Pakar), Sunmanjaya Rukmandis, dan banyak lagi. Kini popularitas PUI “mencuat”, menyusul terpilihnya H. Ahmad Heryawan (Ketua Umum PB PUI) sebagai Guburnur Jawa Barat periode 2008-2013 dalam Pilkada Jabar 2008.

(18)

Secara teologis, sosiologis dan politis kehadiran Perikatan Ummat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia memiliki arti penting bagi kaum muslimin di Indonesia, Keduanya dapat dikelompokkan sebagai kaum modernis.13

Pemikiran dan aktivitas PUI memiliki cirri-ciri:

1. Ajaran Islam yang dikembangkan PUI mengacu pada upaya kembali kepada Al Quran dan Hadits, pintu ijtihad masih terbuka dan menolak taqlid.

2. dalam hal ijtihad, PUI memberi penghormatan kepada pendapat bukan kepada orang. Sekalipun eksistensi kiayi masih digunakan, namun tidak lagi dipandang ma’sum.

3. Pembicaraan Islam dalam PUI tidak terbatas pada pengelolaan pesantren dan masjid, tetapi meluas pada pendirian dan pengelolaan madrasah, penerbitan buku, bulletin dan sejenisnya.

4. Dalam hal pemanfaatan ilmu pengetahuan, PUI menerima sumber ilmu pengetahuan dari barat selama tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam. 5. Gerakan yang diperjuangkan PUI dapat dipandang berhasil dalam menghambat keterasingan kalangan yang mendapat pendidikan barat dari ajaran Islam.

6. Pada awalnya PUI memiliki fokus pada masalah agama, namun berangsur ke ranah sosial dan politik. AlQuran dan Hadits bukan hanya sumber agama, melainkan juga sumber cita pikiran politik dan social.

(19)

BAB III KESIMPULAN

Kemunculan gerakan modernis Islam di dunia merujuk pada polarisasi model keberagamaan dalam Islam yang mengemuka pada pergantian abad ke- 19. Islam modern berasal dari gerakan sosial politik keagamaan yang diprakarsai oleh Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha di Mesir. Mereka melakukan modernisasi terhadap Islam karena mereka ingin membebaskan ummat Islam dari penjajahan BaratKemunculan gerakan modernis Islam di dunia merujuk pada polarisasi model keberagamaan dalam Islam yang mengemuka pada pergantian abad ke- 19. Islam modern berasal dari gerakan sosial politik keagamaan yang diprakarsai oleh Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha di Mesir. Mereka melakukan modernisasi terhadap Islam karena mereka ingin membebaskan ummat Islam dari penjajahan Barat.

Dalam kasus Indonesia, gerakan modernisasi bermula ketika kalangan santri belajar memperdalam Islam di Mekkah. Mereka diantaranya adalah Syekh Muhammad Jambek, Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, Syekh Sulaiman Rasul, Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), dan Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Mereka belajar kepada Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang saat itu dipercaya sebagai Imam besar Mazhab Syafi’i di Masjidil Haram, Mekkah.

Adapun bentuk-bentuk gerakan modernis yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah: gerakan puritanisme, gerakan radikalisme, gerakan reformisme dan gerakan neo-sufisme.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Andhoni, Yudi,. “Sekulerisme vs Modernisme Islam : Konflik Pemikiran Kaum Cendikiawan Barat dengan Cendikiawan Muslim di Sumatera Barat 1930-1942”, Jurnal Analisis Sejarah, Vol. 5, No. 1, 2014.

Hernawan, Wawan,. Seabad Persatuan Umat Islam (1911-2011) , Yayasan Masyarakat Sejarah Indonesia-Jawa Barat, Bandung, 2014.

Hikam, Muhammad A.S., Islam Demokratisasi & Pemberdayaan Civil Society. Erlangga, Jakarta, 2000.

Nasution, Harun,. Pembaruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Karya Toha, Semarang, tt.

Nata, Abudin,. Metodologi Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2008.

Noer, Deliar,. Gerakan modern Islam di Indonesia 1900-1942., LP3Es, Jakarta, 1982.

Padmo, Soegijanto ,.” Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia Dari Masa Ke Masa”, Jurnal Humaniora UGM Vol.19 No.2, Yogyakarta, 2007.

Putuhena, Shaleh,. Historiografi Haji Indonesia, LkiS, Yogyakarta, 2007.

Sukarsa, Dartum ,.Potret KH. Abdul Halim, , Sarana Panca Karya, Bandung, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Agar mahasiswa mengetahui dan memahami Sejarah Peradaban Islam periode klasik : masa Nabi Muhammad SAW, Khulafa al-Rasyidin, Umayyah Timur dan

Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam benar-benar berada. di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia

Seperti terungkap ketika membahas sejarah perkembangan studi islam di dunia muslim, bahwa kontak pertama antara dunia barat dengan dunia muslim adalah lewat

Perkembangan pemikiran barat yang demikian pesat telah menimbulkan polemik tersendiri di kalangan cendikiawan islam //ilmuan muslim/ terutama yang telah yang telah menempuh

Sejarah Islam Liberal di Indonesia melewati empat tahap, yaitu: Pertama, tahap awal yang masih menyatu dengan pemikiran Neo-Modernisme, yang terkenal dengan tokoh

Namun, pandangan kaum Muslim terhadap Barat, baik yang menyangkut kekuasaan serta gagasan-gagasan Barat bermacam- macam, mulai dari penolakan dan konfrontasi (didominasi oleh

Peta sejarah peradaban Barat dapat dikelompokkan tiga periode, pertama adalah masa yang disebut masa klasik, dimana masa ini masih bertonggak pada filsafat yunani.. Kedua

Kholifah Ali dipilih dan diangkat oleh Jamaah kaum muslimin di Madinah dalam suasana yang sangat kacau, dengan pertimbangan muslimin di Madinah dalam suasana yang sangat kacau,