BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Setiap orang pasti mengenal diskusi dan pernah melakukan diskusi, karena
berdiskusi bisa dilakukan dimana saja baik itu di kelas, di kantin, di rumah, atau
di kantor. Kegiatan diskusi biasanya dilakukan oleh 2 orang atau lebih dan juga
diwarnai dengan adanya tanya jawab, berbagi pendapat dan saling memberikan
saran. Diskusi dapat digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah, karena
diskusi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran (Sagala, 2005 hlm 208).
Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru terlebih dahulu
menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Seperti yang dijelaskan R. Nuryani (2005 hlm 91) pendekatan (approach) lebih
menekankan pada strategi dalam perencanaan, sedangkan metode (method) lebih
menekankan pada teknik pelaksanaannya. Biasanya satu pendekatan direncanakan
hanya untuk satu pembelajaran, namun dalam pelaksanaan proses pembelajaran
dapat menggunakan beberapa metode. Ada beberapa metode yang biasa
digunakan dalam pembelajaran yaitu, ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
sosiodrama, penugasan, eksperimen, (Sagala 2005 hlm 201-220).
Pada pembelajaran di Sekolah Dasar metode diskusi sudah sering digunakan
dalam proses pembelajaran sama halnya dengan ceramah, tanya jawab dan
penugasan. Diskusi terlihat sangat mudah dilakukan, namun sebenarnya diskusi
memerlukan persiapan yang matang dalam pelaksanaannya hal tersebut sesuai
dengan pendapat Semi (2008, hlm 48).
Diskusi di dalam kelas yang seharusnya menurut Semi (2008 hlm 12) yaitu;
1. Pemilihan topik diskusi hendakanya disesuaikan dengan kemampuan, minat,
dan tingkat pendidikan murid.
2. Sebelum guru menyilakan murid untuk bekerja kelompok, perlu dijelaskan
informasi pendahuluan yang berhubungan dengan topik yang telah ditetapkan
3. Pememimpin atau ketua dan notulis atau sekretaris diskusi sebaiknya sudah
ditunjuk sebelum diskusi dimulai.
4. Penetapan anggota kelompok sebaiknya dilakukan dengan cara yang bijaksana.
5. Pengaturan tempat diskusi perlu dilakukan dengan cermat.
6. Semua peserta diskusi harus memahami topik permaslaahan.
7. Peserta diskusi saling mengeluarkan pendapat dan bertukar pikiran untuk
menemukan butir-butir pemecahan masalah.
8. Ditetapkan kesepakatan bersama.
Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan setelah
melakukan observasi pada satu sekolah yang berada di daerah Kecamatan
Sukasari. Observasi dilakukan di kelas V Sekolah Dasar X. Saat guru menugaskan
siswa untuk berdiskusi, terlihat siswa sangat kebingungan dalam diskusi. Pada hal
ini, dapat disimpulkan keterampilan diskusi siswa dinilai sangat kurang, hal
tersebut terlihat dari fakta dilapangan berikut: 1) Pembagian kelompok hanya
sesuai tempat duduk saja, dua siswa yang duduk di depan dan dua siswa yang
duduk dibelakangnya; 2) Frs menolak untuk berdiskusi dengan teman satu
kelompoknya Snt, Fb dan Ar; 3) Jys tidak mau berdiskusi dengan teman satu
kelompoknya Rsm dan Ptr; 4) Hampir semua kelompok tidak mendiskusikan
jawaban yang akan ditulis, mereka hanya menuliskan langsung jawaban dari satu
orang; 5) Frj hanya diam saat diskusi, ia tidak berbicara sama sekalo saat diskusi
meskipun teman-temannya sudah meminta Frj mengerjakan tugasnya; 6) Frs saat
diminta membacakan hasil diskusi kelompoknya oleh guru, ternyata jawabannya
berbeda dengan keempat temannya padahal seharusnya jika diskusi jawaban yang
diperoleh pasti sama; 7) Jys melakukan hompimpah dengan teman satu
kelompoknya untuk membagi setiap anggota kelompoknya mendapat bagian
mengerjakan nomer yang ditunjuk, seharusnya dalam diskusi bersama-sama
mengerjakan saling bertukar pendapat tidak dibagi-bagi dalam mengerjakan
tugasnya; 8) Nsr lebih memilih mengerjakan tugas kelompoknya sendiri, teman
satu kelompoknya yang lain hanya menuliskan jawaban yang sudah dibuat oleh
Nsr.
Hal yang terjadi dilapangan tidak sesuai dengan diskusi yang seharusnya. Hal
Kurangnya keterampilan dalam diskusi ini bila dilihat dari faktor siswa
tersendiri karena siswa belum paham atau belum tahu bagaimana diskusi yang
seharusnya berlangsung. Mereka menganggap diskusi yang baik itu, yang
terpenting isi atau hasil yang dibuatnya bagus. Selain itu, ada beberapa siswa yang
tidak mau mengungkapkan pendapatnya karena pendapatnya tidak pernah di
dengar oleh teman satu kelompoknya. Ada juga siswa yang beranggapan karena
jawaban diskusi setiap anggota kelompok pasti sama, jadi ia tidak usah
berpendapat karena menurutnya ada teman satu kelompoknya yang lebih baik dari
dirinya untuk mengisi jawaban yang harus di diskusikan. Ada juga beberapa siswa
yang sangat egois sehingga mereka tidak mau mendengarkan pendapat temannya
mengenai jawaban dari soal yang seharusnya didiskusikan.
Selain faktor siswa, adapun faktor guru yang mengakibatkan hal tersebut
terjadi yaitu, kurangnya bimbingan dari guru saat diskusi berlangsung. Guru
hanya memerintahkan siswa untuk berdiskusi tanpa menjelaskan terlebih dahulu
diskusi itu harus seperti apa. Selain itu, guru terlihat kurang mempersiapkan
segalanya secara matang dalam pembelajaran diskusi ini. Terlihat guru saat
membagi kelompok diskusi, pembagian kelompok hanya berdasarkan posisi
tempat duduk saja. Guru hanya sekali-kali berkeliling dari meja ke meja setiap
kelompok untuk membimbing jalannya diskusi kelompok, sehingga jalannya
diskusi siswa tidak ternilai dengan maksimal.
Karena kurangnya keterampilan siswa dalam berdiskusi, maka diperlukan
banyak latihan untuk mengasah kemampuan siswa dalam berdiskusi. Untuk itu,
guru diharuskan melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi
untuk membiasakan siswa dalam berdiskusi. Ciri-ciri pembelajaran dengan cara
berdiskusi menurut (Semi, 2008 hlm 12) yaitu, 1) ada anggota kelompok; 2) ada
topik yang hendak dibicarakan; 3) diskusi bersifat interaksi; 4) diskusi bertujuan;
5) diskusi berjalan sistematis. Dengan demikian, diperlukan model ataupun
pendekatan yang mendukung pembelajaran menggunakan metode diskusi, yang
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berdiskusi.
Dalam pembelajaran terdapat beberapa macam pendekatan pembelajaran.
Adapun macam-macam pendekatan pembelajaran yaitu, pendekatan konsep,
interaktif, pendekatan komunikatif, pendekatan Sains-Teknologi dan Masyarakat
(STM), Pendekatan Conferencing, dan lain sebagainya. Dari beberapa pendekatan
pembelajaran yang ada, salah satu pendekatan yang dipilih untuk meningkatkan
keterampilan berdiskusi pada siswa kelas V Sekolah Dasar yaitu dengan
pendekatan conferencing. Pendekatan conferencing ini dirasa sangat tepat untuk
meningkatkan keterampilan berdiskusi pada siswa. Hal ini dikarenakan
pendekatan conferencing adalah bentuk pendekatan dimana peserta conference
saling berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain (Lyesmaya, D. Dkk
2015 hlm 130). Selain itu pendekatan conferencing menumpukan pada adanya
konferensi / persidangan antara pelajar dengan pelajar (rekan sebaya) maupun
antara pelajar dengan guru (Hartati, T. 2009). Maka dari itu, pendekatan
conferencing ini dirasa cocok untuk mengatasi permasalahan keterampilan
berdiskusi siswa kelas V Sekolah Dasar dilihat dari pengertian pendekatan
conferencing itu sendiri.
Melalui pendekatan conferencing ini, diharapkan menjadi upaya dalam
mengatasi kendala para siswa untuk mengungkapkan pendapat dan menerima
pendapat orang lain. Selain itu, diharapkan pendekatan conferencing ini dapat
meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa kelas V Sekolah Dasar.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Pemaparan latar belakang diatas menggambarkan pentingnya meningkatkan
keterampilan berdiskusi siswa. Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu
“bagaimana pendekatan conferencing dapat meningkatkan keterampilan
berdiskusi siswa kelas V Sekolah Dasar?”. Permasalahan tersebut dirumuskan ke
dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pendekatan
conferencing di Kelas V Sekolah Dasar?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berdiskusi setelah penerapan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas
penerapan pendekatan conferencing untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi
siswa kelas V Sekolah Dasar.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh informasi
mengenai:
1. Mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pendekatan
conferencing di kelas V Sekolah Dasar.
2. Mengetahui peningkatan keterampilan berdiskusi setelah penerapan
pendekatan conferencing pada siswa Kelas V Sekolah Dasar.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang hendak dicapai,
maka hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
keterampilan berdiskusi pada siswa, khususnya mengenai peningkatan
keterampilan berdiskusi pada siswa melalui pendekatan conferencing.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi siswa kelas V Sekolah Dasar, diharapkan dapat memperoleh
pengalaman berdiskusi serta dapat meningkatkan kualitas keterampilan
berdiskusi.
2) Bagi guru, diharapkan memperoleh solusi alternatif dan inovatif dalam
menyusun dan merencanakan pelaksanaan pembelajaran agar dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam berdiskusi.
3) Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
menambah informasi serta sebagai bahan rujukan lebih lanjut tentang
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan conferencing