• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCOBAAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PASAL 480 JO PASAL 53 KUHP DITINJAU MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERCOBAAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PASAL 480 JO PASAL 53 KUHP DITINJAU MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERCOBAAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PASAL 480 JO PASAL 53 KUHP DITINJAU MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

AFNAN WILDANA

NIM. 150104045

Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Pidana Islam

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH 2020 M/1442 H

(2)

ii

AFNAN WILDANA

NIM. 150104045

Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Pidana Islam

(3)
(4)

iv

(5)

v

ABSTRAK

Nama : Afnan Wildana

NIM : 150104045

Fakultas/Prodi : Syariah dan Hukum/Hukum Pidana Islam

Judul : Percobaan Tindak Pidana Penadahan Dalam Pasal 480 Jo pasal 53 KUHP ditinjau Menurut Perspektif Hukum Pidana Islam

Tanggal Sidang : 31 Agustus 2020 Tebal Skripsi : 68

Pembimbing I : Prof. Dr. H. MukhsinNyak Umar, M.A Pembimbing II : Dr. Badrul Munir, Lc, M.A

Kata Kunci : Tindak Pidana, Percobaan, Penadahan

Percobaan penadahan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan membeli, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda. Percobaan penadahan merupakan tindakan menadah suatu barang hasil kejahatan seperti pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan dan rampasan yang dimana pelaku penadahan tidak dapat menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan karena ada faktor dari luar keinginan pelaku atau faktor eksternal. Tindak pidana percobaan penadahan merupakan suatu kenyataan sosial masalah kriminalitas, tetapi masyarakat menganggap bahwa melakukan tindak pidana percobaan penadahan bukan merupakan suatu tindak pidana. Dengan adanya percobaan penadahan barang curian ini maka tindak pidana terhadap harta benda dapat meningkat dan berkembang. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap ancaman hukuman bagi pelaku percobaan penadahan dalam Pasal 480 Jo Pasal 53 KUHP? dan bagaimana ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana percobaan penadahan dalam hukum pidana Islam? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, jenis penelitian library research (studi pustaka) dengan pendekatan penelitian yuridis normatif (hukum normatif). Hasil penelitian adalah tindak pidana percobaan penadahan merupakan tindak pidana yang belum selesai dan tidak boleh disamakan dengan tindak pidana yang sudah selesai, karena perbedaan antara melakukan percobaan penadahan dengan tindak pidana penadahan itu sendiri masih jauh. Ancaman hukuman bagi pelaku percobaan penadahan dalam Pasal 480 Jo Pasal 53 KUHP ditinjau menurut hukum pidana Islam adalah dijatuhi hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir merupakan suatu hukuman yang tidak atau belum diketahui secara khusus dalil dan nashnya sehingga diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan hukuman. Dalam hukum pidana Islam kejahatan yang dihukum dengan jarimah hudud dan qishah diyat yang tidak memenuhi syarat maka hukumannya dialihkan pada hukuman ta’zir.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

ْيِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِهّللا ِمْسِب

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan anugerah, kesempatan, rahmat dan karunia serta hidayah–Nya, tak lupa pula shalawat dan salam penulis sanjungkan kepangkuan junjungan alam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat baginda.

Alhamdulillah atas berkat Allah SWT penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini demi melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Progam Studi Hukum Pidana Islam di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, yang berjudul “Percobaan Tindak Pidana Penadahan Dalam Pasal 480 Jo Pasal 53 KUHP Ditinjau Menurut Perspektif Hukum Pidana Islam”

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terwujud kecuali berkat bantuan dari semua pihak, maka dalam kesempatan ini izinkanlah penulis ingin mengucapkan syukur dan terima kasih dari hati yang paling dalam dan tulus kepada keluarga terutama kedua orang tua saya ayahanda Dr. H. Basidin Mizal M.Pd dan ibunda Dra. Hj. Zumidar, yang telah membesarkan adinda dengan sangat ikhlas dan selalu mendoakan serta memberi dukungan disetiap saat beserta seluruh ahli keluarga yang lainnya yang disayangi. Di atas dukungan dari segi moral dan material buat penulis untuk mencapai kejayaan.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. H. Mukhsin Nyak Umar, M.A selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Badrul Munir, Lc., M.A selaku pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan nasehat dengan penuh keikhlasan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

(7)

vii

sampai selesai. Begitu juga kepada Bapak Dr. Kamarruzzaman, M. Sh selaku sebagai Penasehat Akademik. Terima kasih pula kepada Bapak Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum dan Bapak Dr. Faisal, S. TH., MA beserta serta jajaran stafnya dan seluruh dosen yang telah mengajar dan membekali ilmu sejak semester pertama hingga sampai selesai perkuliahan. Tidak lupa pula dengan sahabat yang telah membantu sampai dengan tahap ini Nadia, S.E, kawan-kawan seperjuangan di Fakultas Syariah dan Hukum terutama untuk jurusan Hukum Pidana Islam leting 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih untuk kerjasama dan kebersamaanya.

Penulis mengucapkan terima kasih kembali kepada semua pihak yang sudah ikut memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis tidak akan pernah melupakan orang-orang yang ada dibelakang.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, semua itu tiada lain karena keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan, untuk perbaikan skripsi ini, harapan penulis agar kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita memohon jasa baik yang disumbangkan oleh semua pihak akan dibalas oleh-Nya.

Aamin ya rabbal ‘Alamin..

Banda Aceh, 27 Agustus 2020 Penulis,

(8)

viii

TRANSLITERASI

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987 -Nomor: 0543 b/u/1987

1. Konsonan

No Arab Latin Ket No Arab Latin Ket

1 ا Tidak dilambang kan 16 ط ṭ t dengan titik di bawahnya 2 ب b 17 ظ ẓ z dengan titik di bawahnya 3 ت t 18 ع

4 ث ṡ s dengan titik di atasnya 19 غ g

5 ج j 20 ف f

6 ح ḥ h dengan titik di bawahnya 21 ق q

7 خ kh 22 ك k

8 د d 23 ل l

9 ذ ż z dengan titik di atasnya 24 م m

10 ر r 25 ن n 11 ز z 26 و w 12 س s 27 ه h 13 ش sy 28 ء ’ 14 ص ṣ s dengan titik di bawahnya 29 ي y

15 ض ḍ d dengan titik di bawahnya

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

(9)

ix b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan

Huruf Nama GabunganHuruf

َ

َ

ي

Fatḥah dan Ya ai

َ

َ

و

Fatḥah dan Wau au

Contoh:

ﻛﻳﻒ : kaifa ول ﻫ : haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan

huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan

Huruf Nama

Huruf dan tanda ي/ ا َ Fatḥah dan alif atau ya ā

ي َ Kasrah dan ya ī ي َ Dammah dan Waw ū Contoh: لﺎ ﻗ : qāla ﻰﻤ ر :ramā

Tanda Nama Huruf Latin

َ

َ Fatḥah a

َ Kasrah i

(10)

x

ﻞ ﻘﻳ : qīla

ﻞﻮﻘ ﻴ : yaqūlu

4. Ta Marbutah (ﺓ)

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua: a. Ta marbutah () hidup

Ta marbutah () yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah () mati

Ta marbutah () yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah () diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah (ﺓ) itu ditransliterasikan dengan h.

Contoh:

لﻻﻃﻔﺎا ﺿﺔرو : rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl

ﺓرﻟﻤﻧﻮا ﻠﻤﺪﻴﻨﺔا : al-Madīnah al-Munawwarah/al-MadīnatulMunawwarah

ﺔﻟﺤﻄ : ṭalḥah

Catatan:

Modifikasi

1 Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Hamad Ibn Sulaiman. 2 Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan bahasa Indonesia,

seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.

3 Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus bahasa Indonesia tidak ditransliterasikan. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

xii

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

PENYERTAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB SATU PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Penjelasan Istilah ... 8 E. Kajian Pustaka ... 9 F. MetodePenelitian ... 12 1. Jenis Penelitian ... 13 2. Pendekatan Penelitian ... 13

3. Teknik Pengumpulan Data ... 13

4. Sumber Data ... 14

5. Analisis Data ... 15

6. Pedoman Penulisan ... 15

G. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB DUA PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKU PERCOBAAN ... 17

A. Pengertian Tindak Pidana ... 17

B. Jenis-jenis Tindak Pidana ... 20

C. Gambaran Umum Penadahan Dalam Hukum Islam ... 29

D. Pengertian Percobaan Tindak Pidana ... 31

E. Syarat Percobaan Tindak Pidana ... 35

F. Fase-Fase Percobaan Jarimah ... 40

(13)

xiii

BAB TIGA ANCAMAN HUKUMAN TERHADAP PELAKU

PERCOBAAN PENADAHAN ... 46

A.Gamabaran Umum Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan ... 46

B. Ancaman Hukuman Delik Percobaan Penadahan ... 51

C.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hukuman Percobaan Penadahan ... 56

BAB EMPAT PENUTUP ... 62

A.Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 67

(14)

1

BAB SATU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara yang berkembang yang mana dalam kehidupan sosialnya tidak terlepas dari berbagai masalah. Salah satu masalah yang timbul ditengah masyarakat tersebut antara lain adalah masalah kriminal. Kejahatan yang tidak habis-habisnya dilakukan oleh siapapun yang menginginkannya, hal ini didorong oleh berbagai macam faktor, terutama faktor dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup, hal ini erat kaitannya dengan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Sebagai suatu kenyataan sosial masalah kriminalitas ini tidak dapat dihindari dan memang selalu ada. Sehingga wajar bila menimbulkan keresahan karena kriminalitas dianggap sebagai gangguan terhadap kesejahteraan penduduk daerah serta lingkungannya. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, politik dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain.1

Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak mengerti fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang melanggar dan bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yaitu, peraturan hukum yang mencakup keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan dikenakan sanksi hukuman terhadapnya.2

Dalam agama Islam setiap kemaslahatan yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan hak milik individu manusia di antaranaya berupa harta benda,

1Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan,( Jakarta: Melton Putra 1983), hlm. 2.

2 Marwan M. dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hlm.

(15)

sehingga Islam tidak menghalalkan seseorang merampas dan mengambil hak milik orang lain dengan alasan apapun. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut:





















































Artinya: Dan janganlah kamu memakan harta orang lain diantaramu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui (Q.S. Al-Baqarah:188)3

Salah satu prinsip syariat terpenting menjaga harta benda, sehingga Islam selalu menjaga harta benda setiap individu. Kasus-kasus pidana yang sering terjadi didalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan, bentuk kasus ini antara lain pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, merusak, dan penadahan. Istilah tindak pidana penadahan dalam dunia kriminal yaitu membeli barang yang ternyata merupakan hasil kejahatan seperti pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan dan termasuk pula barang yang terjadi karena telah dilakukan suatu kejahatan, seperti mata uang palsu.

Tindak pidana penadahan menurut Code Penal Prancis, yaitu:

“sesuai dengan kebanyakan perundang-undangan pidana dari berbagai Negara di eropa yang berlaku pada abad ke-18, perbuatan menadah benda-benda yang diperoleh karena kejahatan tidak dipandang sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri atau zelfstanding misdrijft, melainkan suatu perbuatan membantu kejahatan atau sebagai suatu medeplichtigheid dalam suatu kejahatan, yaitu dengan perbuatan mana pelaku dapat memperoleh benda-benda yang diperoleh dari kejahatan”.

3QS. Al-Baqarrah (2): 188.

(16)

Bahwa kejahatan terhadap benda akan tampak meningkat di Negara-negara yang sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di setiap negara tidak terkecuali negara maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan menggangu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan kejahatan tidak hanya tumbuh subur di negara miskin dan berkembang, tetapi juga di negara-negara sudah maju. Masalah pidana yang paling sering terjadi di masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan.4

Tentu dengan adanya penadah memberikan ruang keuntungan dan memudahkan pencuri melaksanakan kejahatannya, dikarenakan adanya orang yang akan menampung dan membeli hasil dari perbuatannya. Sehingga pelaku pencurian lebih merasa mudah untuk menjual barang yang dicurinya dikarenakan ada seorang penadah yang berkedok sebagai pedagang atau konsumen yang siap membeli barang curiannya.

Orang yang dijadikan tersangka dalam kasus penadahan seringkali berdalih bahwa yang bersangutan tidak mengetahui barang yang diperolehnya itu adalah hasil dari kejahatan. Oleh karena itu, maka penyidik harus jeli sehingga tidak mudah terpengaruh dengan pengakuan tersangka tersebut.5

Tetapi apabila penadah atau pembeli berdalih bahwa mereka tidak mengetahui itu, merupakan barang curian, seharusnya pembeli sudah menaruh curiga dikarenakan barang yang dibeli lebih murah dibandingkan dengan harga normal atau harga pasaran dan apabila tetap membeli barang yang disangka

4 M. Kholil, “Tinjauan Empiris Pasal 480 KUHP tentang Penadahan Menyakhut

Hak-hak Konsumen dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” Jurnal Hukum Bonum Commune, Vol. 1, No 1 [2018]. Diakses melalui https.//jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/bonumcommune/article/download/1756/1488, tanggal 2 Maret 2020.

5Lamintang, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 362

(17)

merupakan hasil dari curian maka pembeli dapat disangkakan telah melakukan tindak pidana penadahan.

Tindak pidana penadahan sendiri telah diatur oleh KUHP dalam Buku II Bab XXX yang secara keseluruhan ada dalam tiga pasal yaitu pasal 480, 481, dan 482 KUHP. Tindak pidana penadahan diatur dalam pasal 480 KUHP berbunyi sebagai beriukut:

Dipidana dengan pidana penjara paling lama empat (4) tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus (900,-) rupiah:

1. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.

2. Barangsiapa menarik keuntungan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.6

Unsur penting pasal ini adalah tersangka atau terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu berasal dari kejahatan. Disini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa ( pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu, atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka ( mengira, menduga, mencurigai ) bahwa barang itu bukan “barang terang”/ilegal. Untuk memenuhi unsur ini memang agak sulit, akan tetapi dalam praktek biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara diperolehnya barang itu, misalnya dibeli dengan harga di bawah harga normal pasaran atau dibawah kewajaran, dibeli pada waktu malam atau secara sembunyi-sembunyi yang menurut ukuran di

6 Soerodibroto Sunarto, KUHP dan KUHAP,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 2.

(18)

tempat itu memang mencurigakan. Barang asal dari kejahatan misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, penipian, pemalsuan uang, dan lain-lain.7

Selain itu, apabila seseorang ingin membeli barang hasil dari curian tersebut tetapi ketika akan melakukan transaksi tertangkap oleh penyedik keadaan ini disebut sebagai tindak pidana percobaan penadahan yang sudah diatur dalam kitab Undang-undang hukum pidana. Dimana terhentinya tindak pidana kejahatan dikarenakan bukan karena kehendak sediri.

Kata percobaan atau (poging) berarti suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada hakikatnya tidak atau belum dapat tercapai. Dalam hukum pidana percobaan merupakan suatu pengertian teknik yang memiliki banyak segi atau aspek. Perbedaan dengan arti kata pada umumnya apabila dalam hukum pidana dibicarakan hal percobaan, berarti tujuan yang dikejar tidak tercapai. Unsur belum tercapai tidak ada.8

Pogging sendiri di tentukan dalam Bab IV Pasal 53 KUHP yaitu9 : 1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata

dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan di kurangi sepertiga.

3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Dalam pasal 45 kitab undang-undang Hukum Pidana Mesir, dijelaskan tentang pengertian percobaan. Percobaan adalah mulai melaksanakan suatu

7Soesilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1991), hlm. 314.

8 Wijono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,( Bandung: PT.Eresco,1989), hal. 97

(19)

perbuatan dengan maksud melakukan (jinayah atau jinhah), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.10

Jarimah atau tindak pidana percobaan dalam hukum Islam tidak banyak di bicarakan oleh para ulama karena perbuatan ini termasuk ke dalam jarimah ta’zir yang banyak berubah ruang dan waktu.Walupun demikian, masalah melakukan jarimah ini disinggung oleh mereka secara umum, seperti ketika mereka membicarakan tentang fase-fase pelaksanaan jarimah. Seseorang yang melakukan jarimah itu setidak-tidaknya melalui tiga fase, yaitu fase pemikiran atau adanya niat, fase persiapan, dan fase pelaksanaan.11

Islam hanya membagi kejahatan kepada:

1. Hudud, pencurian, perzinaan, tuduhan berbuat zina, khamar, memerangi Allah dan Rasul.

2. Qisas/diat

3. Ta’zir yaitu bermacam-macam pidana berkaitan dengan ketentraman umum yang dikelompokkan sebagai perbuatan maksiat.

Percobaan pelanggaran termasuk juga perbuatan yang tergolong maksiat. Dalam Islam pada prinsipnya bahwa niat/perencanaan tanpa pelaksanaan perbuatan jahat tidak diancam dengan dosa apalagi dengan hukuman. Sedangkan niat/perencanaan kebaikan adalah pahala. Mengenai persiapan untuk melakukan jarimah tetap diukur apakah perbutan itu termasuk maksiat atau tidak. Jika perbuatan itu termasuk maksiat maka hukumannya adalah ta’zir.

Percobaan melakukan jarimah tidak dikenakan hukuman had atau qisas, melainkan dengan hukuman ta’zir. Di mana ketentuan sanksinya diserahkan kepada penguasa negara atau hakim. Untuk menetapkan hukuman-hukuman

10 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: fiqih jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika 2004),hlm. 60.

11Djazuli A, Upaya Menaggulangi Kejahatan dalam Islam: fiqih jinayah,(Jakarta : Raja

(20)

jarimah tersebut, baik yang dilarang langsung oleh syara’ atau yang dilarang oleh penguasa negara tersebut, diserahkan kepada mereka agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa tindak pidana penadahan merupakan suatu kejahatan yang membantu pencuri untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang dapat menguntungkan pelaku pencurian. Melakukan suatu percobaan penadahan ternyata juga merupakan suatu tindak pidana yang sudah diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana dan dibahas juga oleh para ulama walaupun tidak banyak. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti masalah percobaan penadahan ini dengan judul “Percobaan Tindak Pidana Penadahan Dalam Pasal 480 Jo Pasal 53 KUHP Ditinjau Menurut Perspektif Hukum Pidana Islam”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap ancaman hukuman bagi pelaku percobaan penadahan dalam Pasal 480 Jo Pasal 53 KUHP? 2. Bagaimana ancaman hukuman bagi pelaku Tindak Pidana Percobaan

Penadahan dalam hukum pidana Islam?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penulisan karya ilmiah tentu tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis itu sendiri maupun bagi para pembaca. Adapun yang menjadi penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap ancaman hukuman bagi pelaku percobaan penadahan dalam Pasal 480 Jo pasal 53 KUHP. 2. Untuk mengetahui bagaimana ancaman hukuman bagi pelaku tindak

(21)

D. Penjelasan Istilah

Untuk lebih mudah memahami pembahasan ini, maka penulis terlebih dahulu menjelaskan beberapa istilah yang tedapat dalam judul skripsi ini sehingga pembaca terhindar dari kesalapahaman dan dapat memahaminya. Berikut istilah-istilah yang perlu dijelaskan:

1. Hukum Islam

Hukum islam berasal dari dua kata, yaitu hukum dan Islam. Dalam KBBI hukum diartikan dengan peraturan atau patokan atau Undang-undang. Menurut istilah, hukum adalah peraturan atau norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat tertentu. Sedangkan Islam menurut bahasa adalah keselamatan atau kesejahteraan.Sedangkan menurut istilah.Hukum Islam adalah agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya kepada semua manusia. Dengan kata lain hukum Islam adalah seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah dan Nabi Muhammad untuk mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat.12

2. Tindak pidana (jinayah)

Secara etimologis, jinayah adalah nama bagi sesuatu yang dilakukan oleh seseorang menyangkut suatu kejahatan atau apapun yang ia perbuat. Secara terminologis,jinayah adalah suatu nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh hukum islam, baik berkenaan dengan jiwa, harta, maupun lainnya.13

3. Percobaan

Menurut kata sehari-hari yang disebut dengan percobaan yaitu menuju kesuatu hal, tetapi tidak sampai pada hal yang dituju, atau hendak membuat sesuatu yang sudah dimulai tetapi tidak sampai selesai. Misalnya akan

12 www.suduthukum.com/2015/06/pengertian-hukum-islam-syariat-fiqh.html?m=1

diakses pada 10 juli 2019 pukul 11.44 WIB

13Abdul Qadir Audah, Ensiopedia Hukum Pidana Islam III, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu), hlm, 175.

(22)

membunuh orang, telah menyerang tetapi orang yang diserang itu tidak sampai mati, bermaksud mencuri barang, tetapi barangnya tidak sampai terambil dan sebagainya.14

4. Tindak pidana penadahan

Tindak pidana penadahan adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan membeli sesuatu barang yang ternyata merupakan hasil kejahatan seperti pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan dan rampasan. Yang dinamakan “ sengkokol” atau biasa pula disebut “tadah” itu sebenarnya hanya perbuatan yang disebut pada pasal 480 ayat (1) KUHP karena sebagai sekongkol, barang siapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau kehendak karena mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan suatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya di peroleh karena kejahatan.15

E. Kajian Pustaka

Dalam melakukan pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini,banyak ditemukan literatur yang berkaitan dengan pokok masalah ini yang dapat membantu dalam melakukan pembahasan diantaranya:

Pertama, skripsi atas nama M.Sholihul Ibad NIM:2103188 IAIN Walisongo Semarang dengan judul Studi Komperatif tentang Tindak Pidana Percobaan dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif di Indonesia. Indikasi yang dibahas dalam skripsinya adalah lebih menitik beratkan terhadap percobaan melakukan jarimahmustahil yang dalam hukum pidana positif dikenal dengan nama “oendeug delijke poging”( percobaan tak terkenan = as-syuru fi al Jarimah al-mustahilah), yaitu suatu jarimah yang tidak mungkin terjadi (mustahil) karena alat-alat yang dipakai untuk melakukannya tidak sesuai.

14Seosilo R, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik khusus, (Bandung: PT. Karya,1984), hal.76

(23)

Dikalangan sarjana-sarjana hukum positif pelaku “oendeug delijke poging” (percobaan tak terkenan = as-syuru fi al Jarimah al-mustahilah) tidak dapat dipindana, sedangkan pendirian hukum pidana Islam tentang percobaan melakukan jarimah lebih mencakup dari hukum positif. Sebab menurut hukum Islam setiap perbuatan yang tidak selesai yang sudah termasuk maksiat harus dijatuhi hukuman, dan dalam hal ini tidak ada pengecualiannya.Akan tetapi, menurut hukum positif tidak semua percobaan dikenakan hukuman.16

Kedua, skripsi ditulis oleh M. Shodik Aviano, mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya dengan judul Upaya Polri dalam Menaggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian (Studi Kasus di Polres Malang). Skripsi ini membahas mengenai upaya polri dalam menaggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian, kemudian permasalahan-permasalahan yang timbul dan modus-modus apa saja yang dilakukan oleh pelaku kejahatan yang menimbulkan adanya praktek-praktek penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian serta upaya-upaya yang dilakukan oleh polri dalam meminimalisir tingkat penadah kendaraan bermotor hasil pencurian, serta kendala-kendala yang dihadapi oleh polri dalam rangka menanggulangan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor.

Ketiga, skripsi atas nama Harisoeddin Nim: 140104028 UIN Ar-Raniry Fakultas Syariah dan Hukum dengan judul Sanksi Pidana Terhadap Penadahan Berdasarkan Pasal 480 dalam Prespektif Fikih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Banda Aceh No. 149/Pid.B/2015/PN. Bna).Skripsi ini membahas tentang bagaimana tindak pidana penadahan menurut hukum positif dan fikih

16Skripsi M.Sholihul Ibad, Fakultas Syariah, IAIN Walisongo Semarang, Studi

Komperatif Tentang Tindak Pidana Percobaan dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif di Indonesia, Tahun 2010.

(24)

jinayah dan prespektif fikih jinayah terhadap putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 149/Pid.B/2015/PN.Bna dan nomor 135/Pid.B/2015/PN.Bna.17

Keempat, skripsi atas nama Junaedi Aziz, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Percobaan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan ( Studi Kasus Putusan No. 256/Pid.B/2013/PN.Mks ). Skripsi ini membahas tentang tujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap percobaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara percobaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.18

Kelima, skripsi atas nama Eka Sulistya Nugraha, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Terhadap Perkara Penadahan Mobil ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). Skripsi ini membahas tentang tujuan hukum pidana dalam praktek tindak pidana penadahan, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dalam mengadili terdakwa tindak pidana penadahan.19

Keenam, skripsi thesis atas nama Imron Burhanudin, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sunan Kalijaga dengan judul Tindak Pidana Percobaan Pencurian ( Studi Komparasi Antara Hukum Pidana Islam dan KUHP). Skripsi thesis ini bertujuan untuk mengetahui kriteria-kriteria seseorang itu dikatakan telah melakukan tindak pidana percobaan pencurian dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia (KUHP) serta untuk mengetahui

17Skripsi Harisoeddin, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry, Saksi Pidana

Terhadap Penadahan Berdasarkan Pasal 480 dalam Prespektif Fikih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Banda Aceh No.149/Pid.B/ 2015/PN.BNA).

18Skripsi Junaedi Aziz, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, Analisis

Yuridis Terhadap Percobaan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan ( Studi Kasus Putusan No. 256/Pid.B/2013/PN.Mks ), Tahun 2014.

19Skripsi Eka Sulistya Nugraha, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Tinjauan

Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Terhadap Perkara Penadahan Mobil ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta), Tahun 2009.

(25)

pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana percobaan pencurian dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia (KUHP).20

Dari uraian di atas pembahasan yang akan penulis kaji berbeda dengan pembahasan penelitian-penelitian terdahulu. Seperti skripsi M. Sholihul Ibad yang lebih menitik beratkan terhadap tindak pidana dalam hukum Islam dan hukum Pidana Positif di Indonesia. Lalu skripsi atas nama M. Shodik Aviano yang membahas tentang Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Terhadap Perkara Penadahan Mobil (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta), membahas mengenai upaya polri dalam menaggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian. Lalu ada skripsi Harisoeddin, Junaedi Aziz, dan Eka Sulistya Nugraha dimana mereka sama-sama membahas putusan hakim terhadap suatu perkara yang mereka angkat untuk dijadikan penelitian.Dan yang terakhir skripsi thesis dari Imron Burhanudin membahas tentang kriteria-kriteria seseorang itu dikatakan telah melakukan tindak pidana percobaan pencurian dalam hukum pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia (KUHP), dan untuk mengetahui pertanggung jawaban pidananya.

Dari uraian yang telah penulis paparkan di atas maka dapat diketahui bahwa sudah ada yang membahas masalah tindak pidana penadahan dan tindak pidana percobaan akan tetapi belum ada yang membahas secara khusus mengenai pokok permasalahan yang penulis ingin kaji yaitu tentang Percobaan Tindak Pidana Penadahan Dalam Pasal 480 jo Pasal 53 KUHP di Tinjau Menurut Perspektif Hukum Islam.

F. Metode Penelitian

Pada dasarnya dalam melakukan setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode

20Skripsi thesis Imron Burhanudin, Fakultas Hukum, Universitas Sunan Kalijaga,

Tindak Pidana Percobaan Pencurian ( Studi Komparasi Antara Hukum Pidana Islam dan KUHP ), Tahun 2003

(26)

penelitian dan cara-cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang hendak dibahas guna menyelesaikan oenulisan karya ilmiah tersebut.

1. Jenis penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (LibraryResearch) yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku, kitab-kitab, artikel dan yang lainnya.21 Yang berkaitan dengan pembahasan ini, sehingga ditemukan data-data yang akurat dan jelas.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Yuridis normatif ditunjukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat teoritis yang dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research), yaitu suatu bentuk penelitian yang datanya diperoleh dari pustaka, dimana penelitian ini lazimnya menggunakan data skunder.22

3. Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data yaang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Penelitian kepustakaan (library research)

Yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku, kitab-kitab, artikel dan yang lainnya.23 Yang berakaitan dengan pembahasan ini, sehingga ditemukan data-data yang akurat dan jelas. Adapun buku yang menjadi rujukan bagi penulis adalah buku karangan A.Djazuli yang berjudul fiqh jinayah,(upaya-upaya menaggulangi kejahatan dalam Islam. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana tindak pidana percobaan dalam

21Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),

hlm. 50-51.

22 Soerjano Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitia Hukum Normatif, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2010), hlm. 13.

23 Bambambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,

(27)

hukum Islam. Selanjutnya buku rujukan saya adalah buku yang ditulis oleh Lamintang dengan judul delik-delik khusus: kejahatan-kejahatan terhadap harta kekayaan dalam buku ini menjelaskan tentang kejahatan terhadap harta kekayaan termasuk juga tindak pidana penadahan. Dua buku tersebut merupakan rujukan saya dalam menulis skripsi ini dan masih banyak masih banyak buku-buku lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini yang membantu saya dalam penelitian.

4. Sumber data

Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam menentukan metode penulisan, mengumpulkan data dalam penelitian. Terdapat tiga sumber data yang akan dijadikan sumber rujukan atau landasan utama dalam penelitian ini.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan utama, yaitu data yang langsung memberikan informasi kepada pengumpul data. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 480 tentang Penadahan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 53 Percobaan.

b. Bahan hukum skunder

Sumber skunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang telah ada dan memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer. Contoh: buku, artikel, laporan penelitian, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier ini bersifat menunjang maupun petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan skunder. Seperti, ensiklopedia, kamus, dan referensi dari internet sebagai pelengkap penulisan skripsi ini.24

24 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2010), hlm.

(28)

5. Analisis data

Analisis data merupakan suatu proses dari tindak pidana lanjut pengolahan data dari seorang peneliti. Pada tahap analisis data peneliti harus membaca data yang telah terkumpul dan melalui pengolaan data akhirnya peneliti menemntukan analisis yang bagaimana untuk diterapkan.25

Setelah mengumpulkan data-data yang diperlukan, selanjutnya dilakukan analisis secara sistematis terhadap pandangan-pandangan, pernyataan-pernyataan yang tertuang dalam data-data tersebut yang berkaitan dengan obyek penelitian skripsi ini. Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk memperoleh gambaran mengenai ketentuan-ketentuan tentang masalah percobaan tindak pidana penadahan.

5. Pedoman penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis juga berpedoman pada buku Panduan Penulisan Skripsi tahun 2019 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

H. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan lebih teratur dan terarah serta memudahkan para pembaca, maka disini akan diuraikan secara singkat mengenai sistematika pembahasan skripsi ini yang terdiri dari empat bab.

Bab pertama sebagai gambaran umum tentang judul yang akan dikaji dan dibahas dalam bab-bab selanjutnya yang didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah landasan teoritis, bab ini diantaranya akan mengurai tentang Pengertian Tindak Pidana, jenis-jenis tindak pidana, gambaran umum penadahan dalam hukum Islam, pengertian percobaan tindak pidana, syarat

(29)

percobaan tindak pidana, fase-fase percobaan jarimah, dan sebab tidak selesainya perbuatan percobaan.

Bab ketiga adalah ancaman hukuman bagi pelaku percobaan penadahan dalam Pasal 480 KUHP, bab ini diantaranya akan menguraikan tentang gambaran umum Pasal 480 KUHP tentang penadahan, ancaman hukuman delik percobaan penadahan, dan tinjauan hukum Islam terhadap hukuman percobaan penadahan.

Bab keempat merupakan bab penutup dari keseluruhan rangkaian pembahasan skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran

(30)

17

BAB DUA

PRESPEKTIF HUKUM TERHADAP PELAKU PERCOBAAN

PENADAHAN DALAM ISLAM

A. Pengertin Tindak Pidana

Pengertian Tindak Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah strafbaar dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.26

Prof. Mulyatno, S.H. menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuataan pidana. Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum dimana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dapat diartikan demikian karena kata perbuatan tidak mungkin berupa kelakukan alam, karena yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya manusia.27

Selain itu, kata perbuatan lebih menunjuk pada arti sikap yang diperlihatkan seseorang yang bersifat aktif (yaitu melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang hukum), tetapi dapat juga bersifat pasif (yaitu tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).28

Tindak pidana juga merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana, tindak pidana adalah pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan atau kejahatan yang diartikan secara yuridis atau secara kriminologis. Barda Nawawi Arief menyatakan “tindak pidana secara umum dapat diartikan

26 Abuadin Syah “Tindak Pidana Kekekrasan Seksual dalam Rumah Tangga dalam

Perspektif Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Hakim No Perkara:51/Pid.Sus/2016/PNBkj)”

(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry), hlm.10-11.

27 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: RajawaliPress 2012), hlm.48. 28 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana..., hlm.48.

(31)

sebagai perbuatan melawan hukum baik secara formal maupun secara materiil”.29

Dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana selalu mengatur tentang tindak pidana. Sedangkan menurut Moeljatno “tindak pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”. 30 Pada kesempatan yang lain, dia juga mengatakan dengan subtansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian perbuatan pidana, yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang.31

Dalam hukum pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayah atau jarimah. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Hukum pidana atau fiqh jinayah. Jinayah merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensi). Sebagian fuqaha’ menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai, menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.32

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Mawardi. Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan meninggalkan hal-hal

29 Adami Chazawi, Pelajaran Tindak Pidana (Stlsel Tindak Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan dan Batas berlakunya Hukum Pidana), (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011), hlm.79.

30 Lysa Angrayni dan Febri Handayani , Pengantar Hukun Pidana di Indonesia, (

Pekanbaru: Suska Pres, 2015), hlm.50.

31 Mahruz Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.98.

32

Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Sleman: Logung Pustaka, 2004), hlm 2

(32)

yang mewajibkan) dengan diancam hukuman had atau ta’zir.33 Dalam hal ini perbuatan jarimah bukan saja mengerjakan perbutan yang jelas-jelas dilarang oleh peraturan, tetapi juga dianggap sebagai jarimah jika seseorang tersebut meninggalakan perbuatan yang menurut peraturan harus dikerjakan dan tidak ada mudarat kepada orang lain.

Abdul Qadir Audah menjelaskan masalah ini dengan mengatakan bahwa larangan dalam fiqh jinayah dalam definisi diatas menjelaskan makna. “yang dimaksud mudarat (larangan) adalah melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.”

Dapat diambil pengertian bahwa kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam Hukum positif, contoh-contoh jarimah pencurian, Jarimah pembunuhan dan sebagainya diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, dan sebagainya.

Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman pidana jika dilanggar.

Suatu perbuatan dianggap delik (jarimah) bila terpenuhi syarat dan unsurnya. Unsur jarimah dapat dikatagorikan menjadi 2 (dua): pertama unsur umum, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam setiap jarimah. Kedua unsur khusus, yaitu unsur-unsur yang terpenuhi pada jenis jarimah tertentu.

Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur umum jarimah adalah:

33

A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya-upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam)...,

(33)

1. Unsur formil (adanya undang-undang atau nash)

Artinya setiap perbuatan tidak dianggap melanggar hukum dan pelaku tindak pidana kecuali adanya nash dan undang-undang yang mengatur. Dalam hukum positif masalah itu dikenal engan asas legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan yang mengundang-undangkannya.

Dalam syariat Islam lebih dikenal dengan istilah a. Ar-rikn asy-syar’i

b. Ar-ruknil arbi c. Ar-ruknil madhi

2. Unsur materiil (sifat melawan hukum)

Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat maupun dengan tidak berbuat. Unsur ini dalam hukum pidan Islam atau fiqh jinayah disebut dengan al-rukn al-madi.

Disamping unsur-unsur umum, ada unsur khusus yang berlaku di dalam suatu jarimah dan tidak sama dengan unsur khusus jarimah yang lain. Misalnya, mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi adalah unsur khusus untuk pencurian. Hal ini berbeda dengan unsur khusus di dalam pemberontakan yaitu mengambil harta orang lain dengan terang-terangan.34

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang umum dan yang khusus dalam jarimah terdapat perbedaan, unsur umum jarimah macamnya hanya satu dan sama pada tiap jarimah, sedangkan unsur yang khusu berbeda-beda pada setiap jenis jarimahnya.

B. Jenis-jenis Tindak Pidana

Membagi suatu kelompok benda atau manusia dalam jenis-jenis tertentu atau mengklarifikasikan dapat sangat bermacam-macam sesuai dengan

34 Tindak Pidana dan Sanksi Hukumannya dalam Islam ,

(34)

kehendak yang mengklarifikasikan atau mengelompokkan, yaitu menurut dasar apa yang diinginkan, demikian pula halnya dengan tindak pidana.

KUHP sendiri telah mengklarifikasikan tindak pidana atau delik kedalam dua kelompok besar yaitu dalam Buku Ke II dan Ke III masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran. Kemudian bab-babnya dikelompokkan menurut sasaran yang hendak dilindungi oleh KUHP Terhadap tindak pidana. Misalnya bab satu buku Ke II adalah Kejahatan Keamanan Negara, dengan demikian ini merupakan kelompok tindak pidana yang sasarannya adalah keamanan negara.35

1. Kejahatan dan pelanggaran

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh undang-undang. KUHP buku ke II memuat delik-delik yang disebut: pelanggaran criterium apakah yang dipergunakan untuk membedakan dua jenis delik itu KUHP tidak memberi jawaban tentang hal ini. Ia hanya membrisir atau memasukkan dalam kelompok pertama kejahatan dan kelopok kedua pelanggaran. Tetapi ilmu pengetahuan mencari secara intensif (kriterium) untuk membedakan kedua jenis delik itu. Ada dua pendapat:

a. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kualitatif dengan ukuran ini lalu didapati dua jenis delik, ialah:36

1) Rechtdelicten yaitu perbedaan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan misal pemunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut “kejahatan” (mala perse).

35 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana..., hlm.57-58

36 Lysa Angrayni dan Febri Handayani, Pengantar Hukun Pidana di Indonesia..., hlm.

(35)

2) Weshtdelicten yaitu perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Misal memarkir monil disebelah kanan jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”.

Perbedaan secara kualitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada kejahatan yang baru disadari sebagai delik karena terancam dalam undang-undang pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan. Oleh karena perbedaan secara demikian itu tidak memuaskan maka dicari ukuran lain.

b. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kuantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaaan yang dilihat dari segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu lebih ringan dari pada “kejahatan”.

Mengenai pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran iu terdapat suara-suara yang menentang. Seminar Hukum Nasional 1963 tersebut di atas juga berpendapat, bahwa penggolongan-penggolongan dalam dua macam delik itu harus ditiadakan.37

2. Tindak pidana formil dan tindak pidana materiil

Dalam hubungannya dengan akibat terlarang, ada beberapa cara merumuskan tindak pidana materiil, yaitu sebagai berikut:38

a. merumuskan tindak pidana materiil di mana akibat terlarang itu disebutkan secara tegas di samping unsur tingkah laku/perbuatan.

37Lysa Angrayni dan Febri Handayani, Pengantar Hukun Pidana di Indonesia..., hlm.

57

(36)

b. merumuskan tindak pidana materiil di mana unsur akibat terlarang itu tidak dicantumkan secara terpisah dengan perbuatan, melainkan telah terdapat pada unsur tingkah lakuknya. Artinya dengan merumuskan unsur tingkah laku yaitu, sudah dengan sendirinya di dalamnya telah mengandung unsur akibat terlarang.

c. pada penganiayaan (Pasal 351) juga berupa tindak pidana materiil, tidak menggunakan perumusan sebagaimana kedua cara di atas. Perbuatan pidana formil adalah perbuatan pidana yang telah dianggap selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam undang-undang, tanpa mempersoalkan akibatnya seperti yang tercantum pada Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan Pasal 160 tentang penghasutan sedangkan perbuatan pidana materiil adalah perbuatan pidana yang perumusannya dititikberatkan pada akibat yang dilarang. Perbuatan pidana ini baru dianggap telah terjadi atau dianggap telah selesai apabila yang dilarang itu telah terjadi. Jadi, jenis perbuatan ini mempersyaratkan terjadinya akibat untuk selesainya perbuatan seperti pada Pasal 338 KUHP tentang pembunuha dan pasal 378 KUHP tentang penipuan.39

3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa

Pelanggaran hukum dapat berbentuk berbuat sesuatu yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang diharuskan (to commit = melakukan; to omit = meniadakan).

a. Delik commissionis barangkali tidak terlalu sulit dipahami, misalnya berbuat mengambil, menganiaya, menembak, mengancam, dan sebagainya.

(37)

b. Delik omissionis dapat kita jumpai pada pasal 522 (tidak datang menghadap ke pengadilan sebagai saksi), Pasal 164 (tidak melaporkan adanya bermufakat jahat).40

c. Delik commisionis per ommisionen commissa delik yang berupa pelanggaran larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapat dilakukan dengancara tidak berbuat misal: seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (Pasal 338,340 KUHP), seorang penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (Pasal 194 KUHP).41

4. Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)

Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan, rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata yang tegas, dengan sengaja, tetapi mungkin juga dengan kata-kata lain yang senada diketahuinya, dan sebagainya. Contohnya adalah Pasal 162, 197, 310, 338, dan lebih banyak lagi.

Delik culpa di dalam rumusannya memuat unsur kealpaan dengan kata “karena kealpaannya”, misalnya pada Pasal 359, 360, 195. Di dalam beberapa terjemahan kadang-kadang dipakai istilah karena kesalahannya.

5. Delik aduan dan delik biasa

Delik aduan (klachdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atau terkena. Misalnya penghinaan, perzinaan, pemerasan. Jumlah delik aduan ini tidak banyak terapat di dalam KUHP. Siapa yang dianggap berkepentingan, tergantung dari jenis deliknya dan ketentuan yang ada. Untuk perzinaan misalnya, yang berkepentingan adalah suami dan istri yang bersangkutan.

40 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana..., hlm.60.

41 Lysa Angrayni dan Febri Handayani , Pengantar Hukun Pidana di Indonesia ...,

(38)

Terdapat dua jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolute, yang penuntutannya hanya berdasarkan pengaduan, dan delik aduan relatif di sini karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dengan korban, misalnya pencurian dalam keluarga(Pasal 367 ayat (2) dan (3).

6. Jenis delik yang lain

Selanjutnya terdapat jenis-jenis delik yang lain menurut dari mana kita meninjau delik tersebut, anatara lain:42

a. Delik berturut-turut (voortgezet delict) yaitu tindak pidana yang dilakukan berturut-turut, misalnya mencuri uang satu juta rupiah, tetapi dilakukan setiap kali seratus ribu rupiah.

b. Delik yang berlangsung turus misalnya tindak pidana merampas kemerdekaan orang lain, cirinya adalah perbuatan terlarang itu berlangsung memakan waktu.

c. Delik berkualifikasi (gequalificeerd), yaitu tindak pidana dengan pemberatan, misalnya pecurian pada malam hari, penganiayaan berat (Pasal 351 ayat 3 dan 4). Hedaknya tidak dikacaukan dengan kualifikasi dari delik yang artinya adalah nama delik itu.

d. Delik dengan privilege (geprivligeerd delict), yaitu delik dengan peringanan, misalnya pembunuhan bayi oleh ibu yang melahirkan karena takut diketahui (Pasal 341), ancaman pidanya lebih ringan daripada pembunuhan biasa.

e. Delik politik, yaitu tindak pidana yang berkaitan dengan negara sebagai keseluruhan, seperti terhadap keselamatan kepala negara dan sebagainya (Bab I-IV Buku II KUHP), dan juga tindak pidana subversi.

(39)

f. Delik propria, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kualitaas tertentu, seperti hakim, ibu, pegawai negeri, ayah, majikan, dan sebagainya yang disebutkan di dalam KUHP. Dalam Islam jarimah itu sangat banyak macam dan ragamnya, akan tetapi secara garis besar dapat meninjaunya dari beberapa segi. Ditinjau dari berat ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidak oleh Al-quran atau Hadist. Jarimah dapat dibagi menjadi tiga bagian antara lain:

1. Jarimah hudud

Pengertian jarimah hudud adalah yang bentuknya telah ditentukan oleh syara’ sehingga terbatas jumlahnya. Selain ditentukan bentuknya (jumlah), juga ditentukan hukumannya secara jelas baik melalui Al-quran dan as-sunnah. Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam jarimah yang menjadi hak Allah, pada prinsipnya adalah jarimah yang menyangkut masyarakat banyak, yaitu untuk memelihara kepentingan, ketentraman, dan keamanan masyarakat. Dalam hubungannya dengan hukum had maka pengertian hak Allah di sini adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah hudud ini ada tujuh macam anatara lain sebagai berikut:

a. Jarimah zina

b. Jarimah qadzaf (menuduh zina)

c. Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras) d. Jarimah pencurian (sariqah)

e. Jarimah hirabah (perampokan) f. Jarimah riddah (keluar dari Islam) g. Jarimah al-bagyu (pemberontakan).43

43 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka setia,

(40)

2. Jarimah qisas dan diyat

Jarimah qisas dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qisas atau diyat, keduanya adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa had merupakan hal Allah sedangkan qisas dan diyat merupakan hak manusia (individu). Maksud dari hak manusia di sini adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya. Ciri khas dari jarimah qisas dan diyat adalah:

a. Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal atau maksimal. b. Hukuman tersebut merupakan hak perorangan (individu), dalam arti

bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.

Jarimah qisas dan diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan.Namun apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:

a. Pembunuhan sengaja.

b. Pembunuhan menyerupai sengaja. c. Pembunuhan karena kesalahan. d. Penganiayaan sengaja.

e. Penganiayaan tidak segaja.44

Pada dasarnya jarimah qisas termasuk jarimah hudud, sebab hak bentuk maupun hukumannya telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-nya. Akan tetapi ada pula perbedaannya, yaitu:

a. Pada jarimah qisas, hakim boleh memutuskan hukuman berdasarkan pengetahuannya, sedangkan jarimah hudud tidak boleh.

b. Pada jarimah qisas, hak menuntt qishash bisa diwariskan, sedangkan pada jarimah hudud tidak.

(41)

c. Pada jarimah qisas, korban atau wali korban dapat memaafkan sehingga hukuman dapat gugur secara mutlak atau berpindah kepada hukum penggantinya, sedangkan pada jarimah hudud tidak ada pemaaf.

d. Pada jarimah qisas, tidak ada kadaluarsa dalam kesaksian, sedangkan pada jarimah hudud ada kadaluarsa dalam kesaksian kecuali pada jarimah qadzaf.

e. Pada jarimah qisas, pembuktian dengan isyarat dan tulisan dapat diterima, sedangkan pada jarimah hudud tidak.

f. Pada jarimah qisas dibolehkan ada pembelaan (al-syafa’at), sedangkan pada jarimah hudud tidak ada.

g. Pada jarimah qisas harus ada tuntutan, sedangkan pada jarimah hudud tidak perlu kecuali pada jarimah qadzaf.45

3. Jarimah ta’zir

Jarimah ta’zir menurut arti kata adalah at-ta’dib artinya memberi pengajaran dalam fiqh jinayah, ta’zir adalah suatu bentuk jarimah yang bentuk atau macam jarimahnya serta hukuman dan sanksinya ditentukan oleh penguasa.46 Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelanggaran, disebut dengan ta’zir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali ke jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-quran dan Hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah SWT dan hak hamba yang berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Hukum ta’zir boleh dan harus diterapkan sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Para ulama membagi jarimah ta’zir yakni yang berkaitan dengan hak Allah SWT dan hak hamba.

45 M.Sholihul Ibad, Studi Komperatif Tentang Tindak Pidana Percobaan dalam Hukum

Pidana Islam dan Hukum Positif di Indonesia, diakses melalui

http://eprints.walisongo.ac.id/2999/ , tanggal 2 maret 2020.

(42)

Sehingga dapat dibedakan bahwa untuk ta’zir yang berkaitan dengan hak hamba disamping harus ada gugatan, tidak dapat diberlakukan teori tadakhul yakni sanksi dijumlahkan sesuai dengan banyak kejahatan, uli amri tidak dapat memaafkan, sedangkan ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah SWT, tidak harus ada gugatan dan ada kemungkinan uli amri memberi pemaafan bila hal itu membawa kemaslahatan sehingga semua orang wajib mencegahnya.47

Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian:

a. Jarimah hudud atau qisas atau diyat yang subhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan pembunuhan, percobaan pencurian, pencurian dikalangan keluarga dan pencurian listrik.

b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Al-quran dan Hadist, namun tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, sanksi palsu, tidak melaksanakan amanah, dan menghina agama.

c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulil amri untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.48

C. Gambaran Umum Penadahan dalam Hukum Islam

Tindak Pidana penadahan merupakan kejahatan terhadap harta dalam prespektif hukum Islam adalah tindakan kejahatan yang mengancam eksistensi harta benda. Tindakan itu merupakan tindakan kejahatan yang bisa menggoncang stabilitas keamanan terhadap harta jiwa masyarakat. Oleh karena itu Al-Quran melarang keras tindakan kejahatan tersebut. Larangan melakukan tindakan kejahatan terhadap harta adalah salah satu upaya untuk melindungi harta dikalangan umat. Seperti yang terdapat dalam Al-Quran surah Al-Baqarah yaitu:

47 A.Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya-upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam)..,

hlm. 167.

48A.Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya-upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam)...,

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam hukum pidana positif, tindak pidana pembunuhan anak oleh orang tuanya menurut KUHP adalah seseorang yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain,

1) Dalam penentuan pelaku dalam turut berbuat jarimah atau turut serta dalam hukum pidana islam maupun hukum pidana positif sama-sama melihat bagaimana

Latar belakang yang membedakan hukuman atau sanksi yang terdapat dalam KUHP maupun KUHPM itu sendiri ialah dalam sanksi tambahannya sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh

Hukum Islam memandang bahwa perbuatan zina yang terdapat dalam pasal 284 KUHP adalah laki-laki atau wanita yang telah kawin melakukan zina, unsur ini kurang mendukung

Pembunuhan disengaja menurut mereka adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan didasari niat melawan hukum dan mendatangkan kematian, baik pelaku sengaja

Penegakan hukum terhadap kejahatan asal usul perkawinan dalam implementasinya kerap kali mengalami inkonsistensi dalam penerapan pasal-pasal yang mengatur tentang

Unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pengertian unsur tindak pidana dalam arti sempit dan pengertian unsur-unsur dalam arti luas. Misalnya unsur-unsur tindak

Pengaturan mengenai tindak pidana pemerasan diatur dalam KUHP pasal 368 yang berbunyi : Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan