• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Debitur Jika Penghapusan Jaminan Fidusia Tidak Dilaksanakan Oleh Kreditur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Debitur Jika Penghapusan Jaminan Fidusia Tidak Dilaksanakan Oleh Kreditur"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

DILAKSANAKAN OLEH KREDITUR

Yunita Nerrisa Wijaya

Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Jalan MT. Haryono 169 Malang 65145, Telp/Fax: (0341) 553898/566505 Email : yunita.n.wijaya@gmail.com

Abstract

Fiduciary insurance is one insurance agency that is widely used in society because they are easy, quick and simple. Based on Circular Letter General Directorate AHU No. AHU-06.OT.03.01 in 2013 on the Application of Fiduciary Administration System Electronic Registration (Online System), the registration of fiduciary guarantee is no longer done manually in Fiduciary Registration Office (KPF). Provisions in UUJF and Fiduciary PP requires obligation to carry out the elimination of fiduciary when the debt secured by the fiduciary guarantee remove. The absence of sanctions and clarity related to who should carry out the elimination of fiduciary lead this obligation be adhered to. Based on this background, so the formulation of the problem is taken is how the juridical implication over the debtor giver fiduciary for not doing the elimination of fiduciary and how setting the legal protection for future to debtor giver fiduciary debt has been paid off but the object guarantee is not the removal of fiduciary creditor receiver fiduciary. As for the goals is to be able to analyze the juridical implications of the debtor¶V RYHU ILGXFLDU\ JLYHU EHFDXVH LW GRHV QRW JXDUDQWHH WKH

elimination of fiduciary and to be able to analyze and find a legal protection arrangement which would come to the debtor who owed fiduciary giver has paid off, but not the removal of fiduciary. This research used normative juridical research with a conceptual approach, statute approach and the case approach. The results of the analysis is that juridical implication over the debitor giver fiduciary of the object guarantee no cancellation by the recipient fiduciary is that object cannot be re-enrolled in the system of fiduciary as defined under the terms of Article 17 paragraph (2) PP Fiduciary and forms of legal protection to front given to ease the fiduciary giver to eliminate independently.

(2)

Abstrak

Jaminan fidusia merupakan salah satu lembaga jaminan yang banyak digunakan dalam masyarakat karena dianggap mudah, cepat dan sederhana. Berdasarkan Surat Edaran Ditjen AHU Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang

Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara

Elektronik (Online System), maka pendaftaran jaminan fidusia sudah tidak lagi

dilaksanakan secara manual di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF). Ketentuan dalam UUJF dan PP Fidusia mensyaratkan adanya kewajiban untuk melaksanakan penghapusan jaminan fidusia pada saat utang yang dijamin dengan jaminan fidusia tersebut hapus. Tidak adanya sanksi dan kejelasan terkait pihak mana yang harus melaksanakan penghapusan jaminan fidusia mengakibatkan kewajiban ini menjadi tidak ditaati. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diambil adalah bagaimanakah implikasi yuridis terhadap debitur pemberi

fidusia karena tidak dilakukannya penghapusan jaminan fidusia dan

bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum ke depan bagi debitur pemberi fidusia yang utangnya telah lunas namun objek jaminannya tidak dilakukan penghapusan jaminan fidusia oleh kreditur penerima fidusia. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk dapat menganalisis implikasi yuridis terhadap debitur pemberi fidusia karena tidak dilakukannya penghapusan jaminan fidusia dan untuk dapat menganalisis dan menemukan pengaturan perlindungan hukum yang akan datang bagi debitur pemberi jaminan fidusia yang utangnya telah lunas namun tidak dilakukan penghapusan jaminan fidusia. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual

approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

kasus (case approach). Hasil analisis yang diperoleh adalah bahwa implikasi

yuridis terhadap debitur pemberi fidusia yang benda objek jaminannya tidak dilakukan penghapusan oleh penerima fidusia adalah benda tersebut tidak dapat didaftarkan kembali dalam sistem fidusia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) PP Fidusia dan bentuk perlindungan hukum ke depan diberikan

dengan memberikan kemudahan pada pemberi fidusia untuk melakukan

penghapusan secara mandiri.

(3)

Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang menyebabkan semakin banyak lembaga keuangan baik dalam bentuk bank maupun dalam bentuk bukan bank yang bersedia memberikan pinjaman atau kredit kepada pihak yang membutuhkan. Pemberian pinjaman tersebut tentunya diberikan dengan prinsip kehati-hatian, salah satunya adalah sejumlah pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan tersebut akan dimintakan benda jaminan yang akan digunakan sebagai pelunasan apabila terjadi wanprestasi oleh debitur di kemudian hari. Benda jaminan yang diberikan dapat berupa benda tidak bergerak yang dibebani dengan hak tanggungan maupun dalam bentuk benda bergerak yang dibebani dengan gadai atau fidusia.

Lahirnya lembaga jaminan fidusia atau yang dikenal juga dengan nama FEO (fiduciaire eigendom overdracht) berasal dari kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kredit dengan benda bergerak sebagai jaminannya. Pada mulanya, lembaga jaminan untuk benda bergerak hanya mengenal jaminan gadai yang mensyaratkan bahwa objek gadai harus diserahkan dalam penguasaan pemegang gadai atau penguasaan pihak ketiga. Kekuasaan benda akan beralih kepada pemegang gadai yang berkewajiban untuk menyimpan benda gadai karena apabila benda gadai tersebut lepas dari penguasaan pemegang gadai (karena keinginan pemegang gadai) maka gadai dianggap tidak sah. Hal ini sesuai dengan ketentuan

Pasal 1152 ayat (2) .8+3HUGDWD PHQHQWXNDQ ³Tak sah adalah hak gadai atas

segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi

gadai, atau pun yang kembali atas kemauan si berpiutang´

Penggunaan jaminan gadai dirasa masih memiliki kekurangan karena di satu sisi kreditur merasa aman apabila benda jaminan diberikan kepadanya namun di sisi lain, debitur memerlukan benda tersebut agar mendaoatkan uang sehingga dapat memberikan pelunasan atas utang-utangnya. Berdasarkan hal inilah kemudian timbul jenis jaminan yang baru, yaitu jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, selanjutnya disebut dengan UUJF). Pada dasarnya tidak ada suatu ketentuan yang mengatur mengenai benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan dan tidak dibatasi

(4)

macam maupun bentuknya, asalkan benda tersebut memiliki nilai ekonomis dan mudah untuk dialihkan atau diperdagangkan sehingga memberikan kemudahan

bagi kreditur apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debiturnya.1

Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUJF menentukan:

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Menurut ketentuan pasal tersebut maka yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia ada dua macam, yaitu benda bergerak (baik berwujud atau tidak berwujud) dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Dalam perjanjian jaminan fidusia, penyebutan bagi subjek menggunakan istilah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda sebagai si berutang, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi sebagai si berpiutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Jaminan fidusia lebih diminati oleh masyarakat karena walaupun terdapat adanya penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia namun pada saat yang bersamaan, pemberi fidusia masih dapat menguasai fisik dan menggunakan barangnya tersebut (dikenal dengan

penyerahan hak milik secara constitutum possesorium). Frieda Husni Hasbullah

menyatakan:

Fidusia adalah suatu perjanjian accesoir antara debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-benda bergerak milik debitur kepada kreditur namun benda-benda-benda-benda tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebgai peminjam pakai dan bertujuan

hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman.2

Praktek penggunaan fidusia yang paling banyak ditemui misalnya dalam hal objek jaminan adalah kendaraan bermotor, maka pemberi fidusia tetap dapat

1

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 4.

2

Frieda Husni Hasibullah, Huk um Kebendaan Perdata, Hak -hak yang Memberi Jaminan Jilid 2, (Jakarta: Indhill Co, 2009), hlm. 15.

(5)

menggunakan kendaraan bermotor yang dibebani dengan jaminan fidusia tersebut. Keuntungan yang didapat dari penggunaan jaminan fidusia oleh pihak pemberi fidusia adalah tetap dapat mempergunakan barangnya, sedangkan bagi penerima fidusia adalah berkedudukan sebagai kreditur preferen atau yang diutamakan dalam memperoleh pelunasan (jika akta jaminan fidusianya didaftarkan).

Ketentuan dalam UUJF menyatakan bahwa pembebanan benda fidusia dilakukan dengan akta notaris (yang kemudian disebut sebagai akta jaminan fidusia) dan kemudian dilakukan pendaftaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11-18 UUJF. Terkait dengan pendaftaran fidusia secara manual diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000, namun ketentuan tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi melalui Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Fidusia (selanjutnya disebut dengan PP Fidusia). Pembaharuan PP tersebut dilaksanakan karena adanya penggantian sistem pendaftaran dari manual menjadi secara elektronik oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) pada tanggal 5 Maret 2013 berdasarkan Surat Edaran Ditjen AHU Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara

Elektronik (Online System). Berdasarkan ketentuan tersebut maka sejak tahun

2013, hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran, perubahan dan penghapusan jaminan fidusia tidak lagi di Kantor Pendaftaran Fidusia (selanjutnya disebut

KPF) namun dilakukan secara sistem elektronik dengan mengakses

www.fidusia.ahu.go.id.

Dalam PP Fidusia, selain mengharuskan adanya pendaftaran jaminan fidusia terdapat pula aturan terkait penghapusan jaminan fidusia yang dilakukan setelah utang dari pemberi fidusia yang dijamin dengan jaminan fidusia tersebut hapus. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) PP Fidusia menentukan bahwa hapusnya jaminan fidusia adalah karena:

a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

b. pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau

(6)

Pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia saat ini dilakukan secara elektronik, meskipun pada saat pendaftarannya dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mengirimkan permohonan pada kantor pendaftaran fidusia. Proses penghapusan jaminan fidusia memiliki arti yang tidak kalah penting dengan proses pendaftaran fidusia. Tujuan dilakukannya penghapusan jaminan fidusia adalah demi tercapainya tertib administrasi terkait status dari benda objek jaminan

fidusia yang sebelumnya dilakukan pendaftaran. Dengan dilaksanakannya

penghapusan jaminan fidusia maka akan dinyatakan bahwa benda tersebut sudah bukan sebagai objek jaminan dari suatu utang dan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan sudah tidak berlaku lagi.

Dalam ketentuan PP Fidusia tidak mengatur sanksi secara tegas bagi penerima fidusia, kuasa atau wakilnya apabila tidak melakukan kewajiban tersebut. Hal ini menyebabkan banyak penerima fidusia yang baik karena lalai, tidak mengetahui adanya kewajiban tersebut atau maupun karena sengaja tidak melaksanakan penghapusan jaminan fidusia. Peristiwa yang banyak terjadi adalah ketika pemberi fidusia sudah melunasi utangnya kepada penerima fidusia maka seharusnya penerima fidusia berkewajiban untuk memberitahukan kepada Menteri di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (yang dilakukan secara elektronik) agar jaminan fidusia tersebut dihapus dari daftar jaminan fidusia dan diterbitkan

keterangan berupa surat keterangan penghapusan jaminan fidusia yang

menyatakan bahwa jaminan yang bersangkutan sudah tidak berlaku lagi. Kenyataannya kreditur sebagai pihak yang dibebani kewajiban seringkali tidak melakukan kewajibannya tersebut. Seringkali kreditur hanya mengembalikan bukti kepemilikan objek jaminan yang disertai dengan surat keterangan lunas sebagai bukti bahwa utang debitur telah lunas dibayar, tetapi tidak diberikan surat keterangan penghapusan jaminan fidusia. Dalam hal ini pemberi fidusia menjadi pihak yang dirugikan karena sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2) PP Fidusia

PHQHQWXNDQ EDKZD ³-LND SHQHULPD ILGXVLD NXDVD DWDX ZDNLOQ\a tidak memberitahukan penghapusan jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 PP Fidusia, jaminan fidusia yang bersangkutan tidak dapat didaftarkan

(7)

Berdasarkan hal tersebut apakah dapat dikatakan dengan tidak dilakukannya penghapusan jaminan fidusia adalah karena belum adanya aturan yang secara tegas (kekosongan hukum) terkait implikasi yuridis bagi kreditur sebagai penerima fidusia yang tidak melakukan penghapusan jaminan fidusia, sehingga masih belum ada kesadaran penuh bagi penerima fidusia bahwa proses penghapusan jaminan fidusia tersebut masih merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Dampak yang mungkin terjadi adalah tidak adanya kepastian hukum tentang status dari objek fidusia tersebut.

Adapun yang menjadi rumusan masalah berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implikasi yuridis terhadap debitur pemberi fidusia karena

tidak dilakukannya penghapusan jaminan fidusia?

2. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum bagi debitur pemberi

fidusia yang utangnya telah lunas namun objek jaminannya tidak dilakukan penghapusan jaminan fidusia oleh kreditur penerima fidusia? Dalam penulisan ini digunakan metode yuridis-normatif, dengan jenis

pendekatan udang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual

approach) dan pendekatan kasus (case approach). Metode ini digunakan karena yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah perlindungan hukum bagi debitur terhadap penghapusan jaminan fidusia oleh kreditur, sehingga akan dilakukan kajian terhadap fakta hukum berdasarkan hukum positif dan mengacu pada bahan hukum primer, sekunder maupun tersier.

Pembahasan

Pada awal pelaksanaannya, jaminan fidusia hanya didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur adanya suatu kewajiban untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia baik oleh penerima fidusia maupun oleh pemberi fidusia. Tidak adanya kewajiban tersebut menyebabkan jaminan fidusia dianggap tidak memenuhi kepastian hukum karena penerima fidusia tidak dapat mengetahui apakah benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut berada dalam kedudukan

telah dijaminkan pada pihak lain.3

3

(8)

Pada tahun 1999, dibentuklah suatu aturan tentang jaminan fidusia yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3889, selanjutnya disebut dengan UUJF).

Ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUJF4, mensyaratkan adanya suatu kewajiban untuk

melakukan pendaftaran atas jaminan fidusia yang dibuat. Tujuan dari

pemberlakuan kewajiban ini adalah untuk memenuhi asas publisitas dan memberikan kepastian hukum pada pemberi fidusia, penerima fidusia maupun pada pihak ketiga sehingga pihak ketiga (kreditur lain) dapat mengetahui status dari objek jaminan fidusia yang dijaminkan kepadanya adalah benda yang sedang

atau tidak sedang digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian lain.5

Menurut Rachmadi Usman, adapun maksud dan tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kepastian hukum atas benda objek jaminan fidusia kepada

para pihak dan kreditur lain yang mungkin memiliki kepentingan yang sama;

2. Merupakan saat lahirnya jaminan fidusia;

3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur;

4. Pemenuhan asas publisitas.6

Pada awalnya, berdasarkan ketentuan Pasal 13 UUJF pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan secara manual dengan cara permohonan pendaftaran jaminan fidusia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada KPF yang kemudian dicatat dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Pada kenyataannya, permohonan pendaftaran jaminan fidusia berjumlah sangat banyak sehingga sertifikat jaminan fidusia tidak dapat diterbitkan pada tanggal yang sama dengan

tanggal permohonan pendaftaran.7 Permasalahan lain yang timbul adalah karena

4

Pasal 11 ayat (1) UUJF : Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

5

Bagian menimbang huruf c UUJF.

6

Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 200.

7

Pasal 14 ayat (1) UUJF : Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahlan kepada Penerima Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

(9)

pengurusan sertifikat secara manual membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.8

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut melalui Surat Edaran Ditjen AHU Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem

Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System),

maka tata cara pendaftaran manual sudah tidak lagi diterima dan diberlakukan

sistem yang baru yaitu melalui elektronik (disebut juga secara online). Perubahan

sistem ini diharapkan dapat memperbaiki permasalahan yang ada, memberikan hasil yang lebih cepat, aman, nyaman dan bersih serta dalam rangka

melaksanakan amanat Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2) UUJF.9

Pendaftaran fidusia secara elektronik diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (PP Fidusia) yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000. Beberapa peraturan lain juga dibentuk untuk mendukung PP Fidusia tersebut, yaitu Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.

Pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik kemudian ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 9 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2013 yang mencabut Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tentang bentuk

formulir dan tata cara pendaftaran jaminan fidusia secara manual.10 Dengan

demikian maka prosedur pengisian formulir secara manual sudah tidak lagi diterima oleh KPF dan diharuskan untuk menggunakan sistem elektronik. Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 2 Permenkumhan Nomor 9 Tahun 2013

8 Wawancara dengan Bapak Sutrisno, S.H., M.H. selaku Kepala Bantuan Administrasi

Hukum Umum di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kota Surabaya, 20 April 2016.

9

Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy, Buk u Referensi Huk um Perbank an Huk um Jaminan, (Surabaya: Revka Petra Media, 2014), hlm. 123.

10

Pasal 9 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2013 ³3DGD VDDW 3HUDWXUDQ 0HQWHUL LQL PXODL

berlaku, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia, dicabut dan dinyatakan

(10)

ditentukan bahwa pemberlakuan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik meliputi:

a. Pendaftaran permohonan jaminan fidusia;

b. Pendaftaran perubahan jaminan fidusia;

c. Penghapusan jaminan fidusia.

Pendaftaran fidusia secara elektronik pada mulanya hanya dapat dilakukan melalui notaris saja (dilakukan di kantor notaris) karena hanya notaris yang

diberikan username dan password, namun pada versi yang terbaru diberikan

kewenangan pada korporasi dan ritel. Korporasi dibedakan menjadi industri keuangan perbankan dan industri keuangan non perbankan, sedangkan ritel dibedakan menjadi badan usaha berbadan hukum dan badan usaha bukan badan

KXNXP <DQJ GLPDNVXG GHQJDQ ULWHO DGDODK ³NHJLDWDQ XVDKD PHQMXDO EDUDQg dan atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga atau rumah

WDQJJD´11 Menurut Bapak Sutrisno, S.H., M.H. adanya pembaharuan ini dilakukan dengan harapan untuk mempermudah semua pihak melakukan pendaftaran jaminan fidusia dan tidak hanya terbatas melalui bantuan notaris saja.12

A. Implikasi Yuridis terhadap Debitur Pemberi Fidusia karena Tidak dilakukannya Penghapusan Jaminan Fidusia

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 UUJF13, perjanjian jaminan fidusia

merupakan bentuk perjanjian tambahan atau perjanjian ikutan yang memiliki sifat bergantung pada perjanjian pokoknya. Perjanjian tambahan tidak pernah ada apabila perjanjian pokoknya tidak ada. Dalam hal perjanjian pokoknya telah hapus maka perjanjian tambahan akan ikut hapus, tetapi tidak berlaku yang sebaliknya yaitu hapusnya perjanjian jaminan tidak berarti perjanjian pokok menjadi ikut hapus.

Sebelum suatu utang dalam perjanjian pokok lunas dibayar maka kedudukan objek dari benda yang diserahkan secara kepercayaan dalam perjanjian jaminan

11 $QRQLP ³3HQJHUWLDQ %LVQLV 5LWHO 'HILQLVL 3HQJHFHU 7RNR PHQXUXW 3DUD $KOL´

www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-bisnis-rite l-definisi.ht ml? m=1, diakses 10 Mei 2016.

12

Wawancara dengan Bapak Sutrisno, S.H., M.H. selaku Kepala Bantuan Administrasi Hukum Umum di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surabaya, 20 April 2016.

13

Pasal 4 UUJF : jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian poko k yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

(11)

fidusia masih belum dapat dihapuskan, kecuali apabila benda tersebut dilepaskan atau benda tersebut musnah tetapi bukan disebabkan karena kesalahan pemberi fidusia. Beberapa alasan yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) PP Fidusia yang menentukan bahwa hapusnya jaminan fidusia dapat disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Hapusnya jaminan fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia tersebut. Hal ini sesuai dengan arti kata hapus menurut KBBI bahwa penghapusan berasal dari kata hapus yang berarti tidak terdapat atau tidak terlihat lagi, hilang,

musnah, lenyap atau diampuni.14 Terdapat beberapa penggunaan istilah dalam

peraturan perundang-undangan tentang jaminan fidusia yang pada intinya mempunyai satu maksud yang sama, yaitu agar jaminan fidusia yang terdaftar dapat dihilangkan dari buku daftar fidusia. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Penggunaan istilah pada beberapa peraturan perundang-undangan

UUJF PP 86/2000 Permenkumham 10 PP 21/2015

Pencoretan Pencoretan Penghapusan Penghapusan

Sumber : Data Primer, diolah, 2016

Penulis menggunakan istilah penghapusan karena merupakan istilah yang digunakan dalam PP terbaru dan juga berkaitan dengan penggunaan istilah penghapusan pada sistem elektronik.

Pengaturan penghapusan jaminan fidusia dapat ditemukan dalam UUJF dan PP Fidusia, namun dalam peraturan tersebut memiliki beberapa perbedaan. Dalam UUJF yang disebutkan subjek yang melaksanakan penghapusan adalah penerima fidusia, sedangkan dalam PP Fidusia diatur lain, dalam Pasal 16 ayat (2) kewajiban tersebut tidak hanya dapat dilaksanakan oleh penerima fidusia saja namun juga dapat dilaksanakan oleh kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) PP Fidusia menentukan adanya kewajiban kepada

14

Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (Jakarta: Media Pustaka Phoenix, 2010), hlm. 307.

(12)

penerima fidusia, kuasa atau wakilnya untuk memberitahukan kepada Menteri tentang adanya jaminan fidusia yang hapus.

Menurut D.Y. Witanto bahwa surat keterangan penghapusan juga dapat dipergunakan oleh pemberi fidusia sebagai dasar menolak permohonan eksekusi yang diajukan oleh penerima fidusia pada saat utang yang dijamin dengan jaminan fidusia tersebut telah lunas atau setidaknya sebagai bukti yang akan menggugurkan kekuatan eksekutorial yang terdapat pada sertifikat jaminan

fidusia.15 Ketentuan PP Fidusia yang memberikan kewajiban untuk melakukan

pemberitahuan memang telah memberikan perumusan yang lebih baik

dibandingkan dengan perumusan dalam UUJF yang dinilai tidak memberikan adanya kepastian hukum untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia dan seolah-olah hanya bersifat sebagai anjuran untuk memberitahukan kepada KPF tentang hapusnya jaminan fidusia dan bukan sebagai suatu keharusan. Meskipun demikian ternyata dalam PP Fidusia tidak memberikan sanksi apapun apabila penerima fidusia, kuasa atau wakilnya tidak memberitahukan kepada KPF. Tidak adanya sanksi yang mengancam menyebabkan penerima fidusia, kuasa atau wakilnya merasa bahwa penghapusan fidusia tidak akan memiliki konsekuensi sekalipun tidak dilakukan.

Menurut pendapat M. Bahsan, penghapusan harus dilakukan terutama terhadap objek dari lembaga jaminan yang sewaktu pembebanannya disyaratkan untuk melakukan kewajiban pendaftaran. Misalnya seperti lembaga jaminan

hipotek, hak tanggungan, atau jaminan fidusia.16 Proses penghapusan yang paling

banyak diketahui oleh masyarakat adalah pada hak tanggungan, setelah hutangnya lunas maka hak tanggungan hapus dan perlu untuk dilakukan penghapusan (roya atau pencoretan) agar tanah yang semula dibebani dengan hak tanggungan

menjadi bersih dari statusnya sebagai jaminan.17

Pada kenyataannya penerima fidusia banyak yang tidak melaksanakan penghapusan jaminan fidusia, karena adanya anggapan apabila utang tersebut telah dilunasi maka akan menjadi hapus demi hukum dan tidak perlu melakukan

15

D.Y. Witanto, Huk um Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek Perik atan, Pendaftaran dan Ek sek usi), (Bandung: PT. Mandar Maju, 2015), hlm. 145.

16

M. Bahsan, Huk um Jaminan dan Jaminan Kredit Perbank an Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 147.

17

(13)

perbuatan apapun. Pihak dealer juga menyatakan bahwa tidak mengetahui adanya sanksi bahwa apabila belum dilakukan penghapusan, maka akibatnya benda objek jaminan fidusia tersebut tidak dapat didaftarkan kembali. Berdasarkan pelaksaan di lapangan, selama ini pendaftaran jaminan fidusia untuk objek yang belum dilaksanakan penghapusan masih dapat dilakukan dan tidak pernah terjadi penolakan dari sistem fidusia elektronik tersebut.

Pada saat pelunasan, sangat jarang ditemukan adanya penerima fidusia yang

langsung melaksanakan penghapusan jaminan fidusia. Beberapa lembaga

pembiayaan selaku kreditur hanya akan memberikan 4 (empat) lembar surat kepada pemberi fidusia ketika utangnya telah dilunasi. Surat tersebut antara lain berupa:

a. Sertifikat pendaftaran jaminan fidusia

Sertifikat jaminan fidusia yang sudah lunas menjadi hak daripada penerima fidusia untuk menyimpannya. Merupakan bukti jika jaminan fidusia tersebut telah didaftarkan pada KPF. Dalam sertifikat pendaftaran tersebut dapat diketahui nama pemberi dan penerima fidusia, nomor pendaftaran jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang berguna sebagai salah satu syarat untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia.

b. Surat pernyataan

Dalam surat ini memuat keterangan bahwa penerima fidusia telah melepaskan hak atas jaminan fidusia atas benda objek jaminan fidusia yang tersebut di dalamnya sejak tanggal dilunasinya utang kepada kreditur.

c. Surat permohonan

Merupakan bagian surat yang ditujukan kepada kepala KPF yang berisikan permohonan agar jaminan fidusia yang telah lunas tersebut dihapus dari buku daftar fidusia.

d. Surat kuasa

Sebuah surat yang dibuat oleh penerima fidusia untuk memberi kuasa kepada pemberi fidusia agar dapat melakukan sendiri penghapusan fidusia.

(14)

Pemberian surat kuasa dari penerima fidusia menjadi perhatian karena pada dasarnya penjelasan PP Fidusia belum memberikan penjelasan tentang siapa yang dimaksud dengan kuasa atau wakil yang dapat melakukan penghapusan jaminan fidusia. Satu-satunya ketentuan yang menjelaskan tentang kuasa dan wakil dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8 UUJF, namun penjelasan tersebut adalah dalam rangka penerimaan jaminan fidusia dalam rangka kredit konsorsium yang berarti tidak dapat dipersamakan dengan pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia.

Tidak adanya penjelasan mengakibatkan kerancuan tentang pihak mana yang harus melakukan penghapusan jaminan fidusia. Perlu dipertanyakan kembali pihak mana yang berkewajiban untuk melakukan penghapusan. Apakah pihak penerima fidusia berikutnya (kreditur selanjutnya) yang dibebani kewajiban tersebut atau pemberi fidusia dengan atau tanpa meminta bantuan kepada notaris. Surat kuasa seharusnya baru digunakan ketika penerima fidusia karena satu dan lain hal sehingga tidak dapat melakukan penghapusan jaminan fidusia.

Dengan adanya pembaharuan sistem fidusia yang memberikan kesempatan

pada pihak lain untuk melakukan register maka penghapusan jaminan fidusia

seharusnya lebih mudah dilakukan oleh penerima fidusia jika dibandingkan apabila dilakukan oleh pemberi fidusia. Penerima fidusia biasanya merupakan perusahaan pembiayaan yang berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas.

Dengan melakukan pendaftaran (register) dengan nama korporasi atau ritel

tersebut, maka akan diberikan username dan password untuk masuk (login).

Ketika telah mendapatkan username dan password, lembaga pembiayaan tersebut

bisa melakukan semua penghapusan jaminan fidusia yang diberikan kepadanya. Teori tujuan hukum menyatakan terdapat tiga tujuan hukum, yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Terkait peraturan penghapusan dalam PP Fidusia yang harus diutamakan adalah kemanfaatan. Salah satu pelopor dari teori

utilitas adalah Jeremy Bentham, menurutnya ³The aim of law is The Greatest

Happines for the greatest number´18 (tujuan hukum adalah untuk memberikan kebahagian sebesar-besarnya untuk kebahagian sebanyak-banyaknya orang).

18

H.R Otje Salman, Filsafat Huk um (Perk embangan & Dinamik a Masalah), (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm 44.

(15)

Kebahagian yang dimaksud bukan dengan ukuran kualitas kebahagiaan seseorang, namun didasarkan pada jumlah (kuantitas) kebahagiaan masyarakat.

Register yang dilakukan oleh korporasi dan ritel tidak akan mengakibatkan

suatu kerugian apapun. Ketika telah mempunyai username dan password,

korporasi dan ritel tidak hanya dapat melakukan penghapusan jaminan fidusia, namun juga pendaftaran jaminan fidusia atau perubahan jaminan fidusia. Pemberi fidusia yang biasanya merupakan orang perorangan juga diberikan fasilitas untuk

melakukan register, namun akan lebih merepotkan jika melakukan register hanya

untuk satu kali penghapusan jaminan fidusia. Selain itu, salah satu syarat untuk melakukan register adalah adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang mungkin tidak dimiliki oleh semua orang perorangan. Apabila tidak mempunyai NPWP maka pemberi fidusia tidak dapat melakukan register dan harus meminta tolong kepada notaris. Pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia memang sudah tidak lagi dibebani dengan biaya, dengan maksud untuk mendorong masyarakat

dalam melakukan penghapusan jaminan fidusia sehingga tercipta tertib

administrasi.19 Meskipun biaya penghapusan telah digratiskan, tetapi apabila

pemberi fidusia meminta tolong kepada notraris untuk melakukan penghapusan maka tentulah harus mengeluarkan biaya untuk jasa notaris.

Penghapusan fidusia seharusnya wajib dilakukan sesegera mungkin setelah utangnya lunas dan sebelum objek benda jaminan fidusia tersebut dibebani dengan utang yang lain (dijadikan jaminan utang kembali). Bahkan dalam ketentuan pasal yang sama, yaitu Pasal 16 ayat (2) PP Fidusia disebutkan bahwa jangka waktu paling lama adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal hapusnya jaminan fidusia. Pengaturan jangka waktu terkait pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia juga merupakan hal baru yang tidak diatur sebelumnya dalam UUJF.

Pemberian jangka waktu selama 14 (empat belas) hari memang dinilai sangat singkat dibandingkan dengan jangka waktu pendaftaran, yaitu 30 (tiga

19 Penjelasan umum huruf a PP Fidusia : adanya kewajiban bagi penerima fidusia, kuasa

atau wakilnya untuk memberitahukan penghapusan jaminan fidusia. pemberitahuan penghapusan tersebut tidak dikenakan biaya. Dengan tidak adanya biaya yang dikenakan diharapkan penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dapat melakukan pemberitahuan penghapusan jaminan fidusia tersebut dengan sukarela dan tanpa beban. Hal ini akan memudahkan bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pemantauan terhadap Jaminan Fidusia yang sudah berakhir atau akan berakhir jangka waktunya.

(16)

puluh) hari. Pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia dengan cara elektronik memang hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja, namun seringkali pemberi fidusia tidak mendapatkan edukasi yang cukup tentang adanya keharusan untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia sehingga meskipun penerima fidusia telah memberikan surat kuasa tetapi debitur atau pemberi fidusia tidak mengetahui bahwa terdapat kewajiban untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia. PP Fidusia hanya mengatur jangka waktu tanpa memberikan sanksi apapun apabila penghapusan jaminan fidusia tidak dilaksanakan setelah 14 (empat belas) hari, sanksi yang paling mungkin adalah bahwa benda yang masih terdaftar dan belum dilakukan penghapusan tersebut tidak dapat didaftarkan kembali sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) PP Fidusia sehingga akibatnya adalah pemberi fidusia sebagai pihak yang dirugikan.

Ketentuan dalam PP Fidusia memang menyatakan bahwa apabila belum dilakukan penghapusan, maka benda objek jaminan tersebut tidak dapat didaftarkan (sekalipun utangnya telah lunas). Menurut Bapak Harjanto Slamet, selaku pemilik showroom kendaraan bermotor menyatakan bahwa pada kasus-kasus penjaminan fidusia, dirasa tidak perlu untuk melakukan pengecekan data terlebih dahulu karena selama ini belum pernah terjadi adanya pembebanan

jaminan fidusia yang ditolak karena masih terdaftar.20

Alasan lain yang mendukung tidak pernah dilakukannya pengecekan adalah karena kreditur selaku penerima fidusia tidak berkeberatan apabila benda objek jaminan tersebut masih terdaftar dalam sistem, asalkan BPKB sudah berada di tangan pemberi fidusia maka penerima fidusia menganggap bahwa objek tersebut tidak sedang dibebani jaminan dan tidak perlu melakukan perbuatan hukum apapun. Pelunasan utang dari perjanjian pokok memang akan secara langsung demi hukum mengakibatkan hapusnya perjanjian tambahan. Menurut Fred B.G. Tumbuan, sebagaimana yang dikutip oleh Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyatakan bahwa dengan hapusnya jaminan fidusia, tidak perlu dilakukan

pengalihan kembali (retro-overdracht) atas hak kepemilikan yang sebelumnya

telah beralih dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia. Hal ini sesuai dengan sifat perjanjian tambahan dan perjanjian jaminan fidusia yang mengandung

20

Wawancara dengan Bapak Harjanto Slamet, pemilik dari salah satu showroom mobil di Kota Malang, 12 Mei 2016.

(17)

adanya syarat batal di dalamnya.21 Syarat batal berdasarkan ketentuan Pasal 1265

.8+3HU DGDODK ³V\DUDW \DQJ DSDELOD GLSHQXKL PHQJKHQWLNDQ SHULNDWDQ GDQ

membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah

DGD VXDWX SHULNDWDQ´ 'HQJDQ GHPLNLDQ MLND XWDQJ WHODK GLOXQDVL ROHh debitur maka dengan sendirinya hak kepemilikan akan kembali kepada pemberi fidusia.

Kedudukan benda memang akan langsung kembali kepada pemberi fidusia, akan tetapi status dari benda objek jaminan tersebut masih tetap terus melekat dan terdaftar dalam buku daftar fidusia atau sistem pendaftaran fidusia sampai ada perbuatan untuk melakukan penghapusan. Termasuk apabila dikemudian hari, benda yang pernah digunakan sebagai objek jaminan tersebut dialihkan kepada pihak lain maka jaminan fidusia dianggap masih tetap berlaku, karena masih berstatus terdaftar. Hal ini sesuai dengan sifat dari jaminan kebendaan yang selalu mengikuti bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapapun, namun terdapat pengecualian dalam hal benda objek jaminan fidusia yang berupa benda persediaan. Sebagaimana ketentuan Pasal 21 UUJF menentukan bahwa benda persediaan yang dijadikan objek jaminan fidusia dapat dialihkan asalkan dengan cara dan prosedur yang lazim dalam bidang perdagangan.

Teori politik hukum digunakan untuk mengkritisi pelaksanaan ketentuan hukum yang telah dibuat dan dilaksanakan secara konsisten, misalnya seperti pada

ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan fidusia.

Pelaksanaan fidusia elektronik memang telah dimulai sejak tahun 2013, namun apabila diteliti lebih dalam terkesan bahwa pemerintah buru-buru dalam membuat sistem fidusia elektronik dan agak memaksakan. Pendapat ini didasarkan pada fakta yang menunjukkan bahwa sampai saat ini masih terus dilakukan

pembaharuan sistem agar semakin sempurna. Misalnya pada awal

diberlakukannya sistem elektonik lebih diutamakan kesiapan sistem untuk menerima pendaftaran jaminan fidusia, setelah adanya perbaikan barulah penghapusan fidusia dapat dilakukan secara elektronik (pendaftaran dapat dilakukan secara elektonik namun penghapusan jaminan fidusia belum bisa dilaksanakan).

21

(18)

Perubahan sistem secara terus menerus dikhawatirkan menyebabkan adanya perubahan peraturan yang telah dibuat sebelumnya dan menyebakan para pihak menjadi enggan untuk melaksanakan karena dianggap tidak terdapat kepastian. Seharusnya sistem fidusia elektonik dibuat terlebih dahulu sampai sempurna sebelum peraturannya dibuat, sehingga tidak akan terjadi perubahan peraturan terkait pelaksanaannya. Pembuatan suatu aturan beserta sistem seharusnya tidak hanya didasarkan agar mudah, cepat, murah dan nyaman saja, namun juga harus menunjukkan adanya kepastian dan manfaat agar masyarakat mau untuk melaksanakannya.

B. Pengaturan Perlindungan Hukum bagi Debitur Pemberi Fidusia yang Utangnya Telah Lunas namun Objek Jaminannya Tidak Dilakukan Penghapusan Jaminan Fidusia oleh Kreditur Penerima Fidusia

Pengaturan tentang tata cara penghapusan jaminan fidusia secara elektronik terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan tentang jaminan fidusia, yaitu dalam UUJF, PP Fidusia dan Permenkumhan Nomor 10. Ketentuan penghapusan jaminan fidusia yang diatur dalam Permenkumham sudah tidak sesuai lagi karena masih menyebutkan bahwa pemohon penghapusan jaminan fidusia perlu melampirkan bukti pembayaran biaya penghapusan jaminan fidusia. Dalam peraturan yang lain, yaitu Pasal 25 UUJF menentukan bahwa penghapusan jaminan fidusia dilaksanakan dengan sistem yang manual, yaitu dengan mengirimkan kepada KPF. Peraturan terbaru yang mengatur tentang tata cara penghapusan jaminan fidusia dapat ditemukan dalam Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) PP Fidusia.

Terkadang pada saat melakukan penghapusan fidusia, pemohon mengalami

kesulitan pada tahap mencari data pendaftaran jaminan fidusia (tahap huruf f)22,

meskipun telah dimasukan data yang diperlukan namun pada tampilan fidusia elektronik dinyatakan bahwa data tidak ditemukan. Ketika data tidak ditemukan maka tidak dapat dilakukan penghapusan jaminan fidusia. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan informasi sebagaimana yang dijelaskan dalam panduan fidusia elektronik, diperlukan untuk menuliskan data sertifikat secara identik atau sama

dengan yang tercantum dalam sertifikat pendaftaran jaminan fidusia.

22

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, ³)$4´

(19)

Kemungkinan lain adalah data tidak ditemukan karena masih berupa data lama, yaitu yang dilakukan pendaftaran sebelum berlakunya fidusia elektronik pada tahun 2013.

Salah satu notaris di Kota Malang yang pernah melakukan penghapusan jaminan fidusia adalah Bapak M. Haris Fathony. Menurut keterangannya,

meskipun setiap notaris (yang telah melakukan register pada sistem fidusia

elektronik) dapat melakukan penghapusan jaminan fidusia secara elektronik namun pemohon yang datang ke kantornya dengan maksud meminta bantuan notaris untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia diberikan saran bahwa akan lebih baik jika penghapusan dilakukan oleh notaris yang membuat akta dan melakukan pendaftaran jaminan fidusia karena diperlukan data yang sama dengan

data pada saat dilakukannya pendaftaran.23

Kewajiban berasal dari kata wajib yang menurut KBBI mempunyai arti sebagai sesuatu yang harus dikerjakan, sesuatu yang harus dilaksanakan, sesuatu

yang berkenaan dengan tugas atau pekerjaan24 Berdasarkan pengertian dari arti

katanya maka penghapusan adalah sesuatu yang harus dilakukan. Sebagai norma hukum seharusnya suatu hal yang wajib dilaksanakan mengandung suatu konsekuensi apabila tidak dilaksanakan. Norma hukum harus memiliki sanksi

yang tegas dan akan segera dijatuhkan apabila dilanggar.25 Sanksi yang dijatuhkan

kepada seseorang merupakan sebagai hukuman akibat dari perbuatan atau pelanggaran hukum karena tidak melakukan yang diperintahkan atau melakukan sesuatu yang dilarang. Melihat dari segi sifatnya, sanksi dijatuhkan untuk

mendidik kepada seseorang atau untuk mengobati.26

Sanksi bagi penerima fidusia memang tidak dicantumkan dalam UUJF maupun PP Fidusia. Pihak yang mungkin dirugikan karena tidak dilakukan penghapusan adalah pemberi fidusia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) yaitu bahwa benda tersebut tidak akan dapat didaftarkan kembali apabila belum dilaksanakan penghapusan jaminan fidusia. Akibat tersebut baru

23 Wawancara dengan Bapak M. Haris Fathony, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Malang, 17

Mei 2016.

24

Tim Pustaka Phoenix, op. cit., hlm. 940.

25

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 5.

26

Modakir Iskandar Syah, Pengantar Ilmu Huk um dan Tata Huk um Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2008), hlm. 18.

(20)

dirasakan oleh pemberi fidusia yang akan menjaminkan ulang benda yang sebelumnya pernah dijadikan objek jaminan fidusia. Tampilan sistem fidusia elektronik akan menyatakan penolakan untuk menerima pendaftaran jaminan fidusia karena benda tersebut masih terdaftar dan apabila ingin didaftarkan kembali maka harus dilakukan penghapusan terlebih dahulu.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial pasti melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum baik secara disadari maupun

tidak.27 Setiap hubungan hukum akan menimbulkan adanya hak di satu pihak dan

kewajiban di pihak lainnya. Pada umumnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak memang telah ditentukan, namun terkadang tiap pihak memiliki kepentingan yang berbeda sehingga mengakibatkan adanya konflik. Dengan adanya perlindungan hukum maka diharapkan konflik yang terjadi dapat diatasi dengan cara mengatur dan melindungi kepentingan masing- masing pihak.

Perlindungan hukum secara teori dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu

perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Terkait

pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia maka perlindungan hukum preventif dapat ditambahkan sebagai penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk. Perlindungan hukum preventif dinilai sebagai perlindungan hukum yang lebih baik karena bersifat untuk mencegah sebelum terjadinya sengketa.

Pembebasan biaya penghapusan jaminan fidusia dan pemberian jangka waktu untuk melaksanakan penghapusan jaminan fidusia selama 14 (empat belas) hari memang merupakan suatu hal baru yang diharapkan dapat mendorong pelaksanaan penghapusan jaminan fidusia, namun hal ini belum mampu menunjukkan hasil perubahan yang besar karena didukung tidak adanya kejelasan tentang pihak mana yang harus melaksanakan kewajiban tersebut. Terkait kewajiban untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia maka dapat dirumuskan suatu peraturan yang memberikan kesempatan kepada pemberi fidusia untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia secara mandiri apabila penerima fidusia tidak melaksanakan kewajibannya. Peraturan tersebut juga harus ditindaklanjuti

dengan pembuatan menu bagi pemberi fidusia agar dapat melakukan register

dalam sistem fidusia elektronik.

27

(21)

Bagi korporasi dan ritel yang akan melakukan register diperlukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan sebaiknya apabila perorangan (pemberi fidusia)

diberikan kesempatan untuk melakukan register maka akan lebih memudahkan

apabila tidak diperlukan NPWP. Alasan yang mendasari untuk tidak meminta

NPWP sebagai salah satu syarat register bagi perorangan adalah bahwa dapat

dikatakan bahwa pemberi fidusia biasanya adalah kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang membutuhkan dana melalui pinjaman uang dam tidak memiliki NPWP.

Tidak hanya diperlukan perbaikan pada ketentuan pasal tentang

penghapusan jaminan fidusia namun juga diperlukan perbaikan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan fidusia (baik UUJF maupun PP Fidusia dan Permenkumham). Teori politik hukum digunakan untuk menemukan alasan yang mendasari mengapa perlu dibentuk suatu peraturan yang baru dengan cara menyesuaikan politik hukum yang ada di masyarakat. Politik hukum dapat diketahui dengan cara memperhatikan faktor yang ada, misalnya kenyataan yang terjadi di masyarakat yang mungkin mempengaruhi.

Ketentuan dalam UUJF, PP Fidusia dan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2013 merupakan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cara melaksanakan penghapusan fidusia. Dalam Permenkumham telah diberikan sesuai dengan sistem elektronik yang berlaku, namun masih disebutkan bahwa pemohon penghapusan fidusia harus melakukan pembayaran yang besarnya

disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan. Padahal sebagaimana

dijelaskan dalam penjelasan umum huruf a PP Fidusia menyatakan bahwa penghapusan jaminan fidusia sudah tidak lagi dipungut biaya. Ketentuan pasal-pasal dalam UUJF juga perlu dilakukan perbaikan karena sudah tidak mengikuti perkembangan yang ada. Sistem yang dimaksud dalam UUJF masih berupa sistem manual sedangkan yang sekarang digunakan adalah sistem elektronik. Demgan demikian, peraturan yang paling relevan adalah menggunakan PP Fidusia.

Perubahan sistem sejak tahun 2013 memang sudah dimuat dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 8 Tahun 2013

tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara

(22)

Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Ketiga macam bentuk peraturan perundang-undangan tersebut mengatur tentang hal yang sama, yaitu tentang jaminan fidusia. Apabila dibandingkan berdasarkan kekuatan mengikatnya, antara Undang-Undang (selanjutnya disebut dengan UU) dengan Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut dengan PP) maupun UU dengan Peraturan Menteri maka tentulah UU memiliki kekuatan

mengikat yang paling kuat. Hal ini didasarkan pada penggunaan asas lex superior

derogat legi inferiori, yang artinya peraturan yang tingkatannya lebih tinggi mengesampingkan atau mengabaikan berlakunya peraturan yang lebih rendah. Berdasarkan pendapat dari Ilman Hadi yang menyatakan bahwa jika terdapat adanya perbedaan norma atau pengaturan antara PP dengan UU yang mengatur hal yang sama, maka yang harus menjadi acuan adalah ketentuan UU dengan didasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.28 Dalam hal ini berarti PP Fidusia

harus dikesampingkan dan memberlakukan peraturan dalam UUJF, padahal dalam UUJF masih menjelaskan dalam sistem manual yang sudah tidak lagi sesuai dengan prakteknya.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan atas permasalahan pertama dan kedua yang dikemukakan untuk diteliti, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Bahwa implikasi yuridis terhadap debitur pemberi fidusia yang benda objek

jaminannya tidak dilakukan penghapusan oleh penerima fidusia adalah benda tersebut tidak dapat didaftarkan kembali dalam sistem fidusia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) PP Fidusia. Ketentuan dalam PP Fidusia telah memberikan kewajiban untuk melakukan penghapusan jaminan fidusia, namun masih belum memberikan penjelasan tentang yang dimaksud

28

Ilman Hadi, ³Jika Norma dalam PP Bertentangan dengan UU´,

(23)

dengan kuasa dan wakil dari penerima fidusia. Bahwa akan lebih bermanfaat apabila penghapusan jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia yang biasanya merupakan suatu lembaga pembiayaan, karena dengan melakukan

satu kali register maka penerima fidusia dapat melakukan penghapusan untuk

setiap jaminan fidusia yang diterimanya. Bahwa pemberian jangka waktu penghapusan jaminan fidusia yang diatur dalam PP Fidusia selama 14 (empat belas) hari tidak efektif karena tidak memiliki pengaruh apapun selain akibat hukum yang sama apabila tidak dilakukan penghapusan jaminan fidusia.

2. Bahwa belum terdapat perlindungan hukum bagi pemberi fidusia apabila

tidak dilakukan penghapusan jaminan fidusia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya. Pengaturan perlindungan hukum yang akan datang diberikan dengan cara memberikan kesempatan kepada pemberi fidusia untuk

melakukan penghapusan secara mandiri dan dengan menghilangkan

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2008.

Bisri, Ilhami. Sistem Hukum Indonesia. Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum

di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Husni, Hasibullah Frieda, Hukum Kebendaan Perdata. Hak-hak yang Memberi

Jaminan Jilid 2. Jakarta: Indhill Co, 2009.

Salman, H.R Otje. Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah).

Bandung: Refika Aditama, 2010.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Syah, Modakir Iskandar. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Sagung Seto, 2008.

Usanti, Trisadini Prasastinah dan Leonora Bakarbessy. Buku Referensi Hukum

Perbankan Hukum jaminan. Surabaya: Revka Petra Media, 2014.

Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Widjaja, Gunawan & Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003.

Witanto, D.Y. Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

(Aspek Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi). Bandung: Mandar Maju, 2015.

Kamus

Phoenix, Tim Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta:

Media Pustaka Phoenix, 2010. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1999 tentang Jaminan

(25)

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Fidusia.

Naskah Internet

Hadi, Ilman. ³Jika Norma dalam PP Bertentangan dengan UU´

www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50960c5944685/jika-norma-dalam-pp-bertentangan-dengan-uu. Diakses 24 Mei 2016.

'LUHNWRUDW $GPLQLVWUDVL +XNXP 8PXP ³)$4´

www.portal.ahu.go.id/page/faq/faq/- fidusia. Diakses 25 Mei 2016.

Anonim. ³3HQJHUWLDQ %LVQLV 5LWHO 'HILQLVL 3HQJHFHU 7RNR PHQXUXW 3DUD $KOL´

www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-bisnis-ritel-definisi.html?m=1. Diakses 10 Mei 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan

Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam perlu membentuk

Ruang lingkup dari penelitian tugas akhir ini adalah Bangunan yang ditinjau adalah bangunan baja.Bangunan terletak di Bandung wilayah gempa 4, lokasi tanah

Penelitian yang berjudul “ H UBUNGAN ANTARA INTIMACY DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR ( SKB ) KECAMATAN KALIBAGOR” penelitian ini

Karena pengukuran hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total, sedangkan untuk penilaian fleksibilitas di

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,

Penelitian dengan metode ELM yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh suatu flatform yang bisa digunakan untuk memprediksi letak dan besarnya kebocoran pada

khusus yakni: 1) Bagaimanakah pola asuh orang tua pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak Swasta Katolik Karya Yosef Pontianak? 2) Bagaimanakah kecerdasan sosial