• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan regulasi emosi istri usia remaja dan istri usia dewasa awal pada usia perkawinan kurang dari lima tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan regulasi emosi istri usia remaja dan istri usia dewasa awal pada usia perkawinan kurang dari lima tahun"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PERBEDAAN REGULASI EMOSI ISTRI USIA REMAJA DAN ISTRI USIA DEWASA AWAL PADA USIA PERKAWINAN KURANG DARI LIMA TAHUN. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi. Disusun oleh Silviani Jusup 109114065. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015.

(2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. SKRIPSI. PERBEDAAN. REGULAST EMOSI ISTRI USIA REl\fAJA DAN ISTRI. USIA DEWASA AWAL PADA USIA PERKAWINAN. KIJRANG DARI. LIMA TAHUN. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Pembimbing Skripsi,. Tanggal: ,. c. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., Psi. 11. 1 AUG 2015.

(3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI.

(4) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN MOTTO. Ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. -Roma 5:4-. Maturity comes when you stop making excuses and start making changes. -Unknown-. iv.

(5) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Karya ini kupersembahkan kepada:. Tuhan Yesus Kristus dengan segala berkat dan anugerah-Nya dalam hidupku Mama dan Papa yang begitu mengasihi dan mendukungku Adikku Andreanes Jusup yang selalu menjadi alasan semangat juangku Teman sejatiku Karolus Amma One yang selalu memotivasiku Sahabat-sahabat yang selalu mewarnai hidupku. v.

(6) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI.

(7) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PERBEDAAN REGULASI EMOSI ISTRI USIA REMAJA DAN ISTRI USIA DEWASA AWAL PADA USIA PERKAWINAN KURANG DARI LIMA TAHUN Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Silviani Jusup Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan regulasi emosi antara istri usia remaja dan istri usia dewasa awal pada usia pernikahan kurang dari lima tahun. Regulasi emosi terdiri atas berbagai aspek yang mengacu pada proses, yakni aspek pemilihan situasi, modifikasi situasi, pengarahan perhatian, perubahan kognitif dan modulasi respon. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 80 subjek, yang terdiri dari 40 subjek istri usia remaja dan 40 subjek istri usia dewasa awal. Pengumpulan data dilakukan dengan skala regulasi emosi. Reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0,933. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik Independent Sample T-Test. Hasil uji hipotesis adalah Ho ditolak, dengan probabilitas 0.028 (p<0,05). Hal ini berarti ada perbedaan regulasi emosi antara istri usia remaja dan istri usia dewasa awal. Perbedaan terletak pada aspek modulasi respon, dimana hasil uji Independent Sample T-Test pada aspek regulasi emosi mendapat nilai probabilitas 0,003 (p<0,05). Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa usia kronologis mempengaruhi kemampuan regulasi emosi dalam menghadapi masa-masa pernikahan kurang dari lima tahun. Kata kunci: Regulasi emosi, Istri, Remaja, Dewasa awal, Usia pernikahan kurang dari lima tahun. vii.

(8) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. THE DIFFERENCES OF EMOTION REGULATION OF THE ADOLESCENT AND EARLY ADULTHOOD MARRIED WOMAN AT THE AGE OF LESS THAN FIVE YEARS OF MARRIAGE Study in Psychology in Sanata Dharma University Silviani Jusup Abstract This study aims to determine the difference between the emotion regulation of the adolescent and early adulthood married woman at less than five years the age of marriage. Emotion regulation has various aspects which refers to the process, those are the situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive change and response modulation. The subjects of this study are 80 subjects with 40 subjects are the wife in the adolescent age and 40 subjects are the wife in the age of early adulthood. Data were collected by using the scale of emotion regulation. The reliability coefficient based on the scale research is 0,933. Data were analyzed by using a technique of independent sample T-Test. The results of hypothesis testing is null hypothesis to be rejected, with the 0.028 probability (p<0,05). This means that there is a difference between the emotion regulation of the adolescent and early adulthood married woman, with the result of the Independent Sample T-Test of the emotion regulation is 0,003 probability (p<0,05). The result of the discussion concluded that chronological age affects the ability of emotion regulation in less than five years of marriage life. Key words: Emotion regulation, Wife, Adolescent, Early adulthood, Less than five years the age of marriage. viii.

(9) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI.

(10) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KATA PENGANTAR. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat serta anugerah-Nya yang begitu besar, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga skripsi yang berjudul “Perbedaan Regulasi Emosi Istri Usia Remaja dan Istri Usia Dewasa Awal pada Usia Perkawinan Kurang dari Lima Tahun” dapat bermanfaat dan memberi kontribusi yang baik bagi ilmu pengetahuan. Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa syukur, peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi. 3. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., Psi selaku dosen pembimbing skripsi atas segala waktu dan dukungannya kepada peneliti serta kesabaran dan pencerahan yang diberikan selama membimbing. 4. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S. selaku dosen pembimbing akademik atas waktu dan dukungannya. 5. Seluruh dosen yang sudah membantu dan mendukung selama peneliti belajar Psikologi. 6. Pak Gi, Mas Muji, Mas Gandung, Ibu Nanik, dan Mas Doni atas segala keramahan dan bantuannya. 7. Kedua orang tua tersayang, Papa Subianto Jusup dan Mama Ester Supriharyati. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dukungan serta doa yang tak pernah berkesudahan dalam hidup peneliti.. x.

(11) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 8. Andreanes Jusup yang begitu peneliti kasihi. Terima kasih karena telah menjadi adik yang baik dan selalu menjadi motivasi bagi peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi. 9. Karolus Amma One yang telah menjadi teman terbaik dalam segala hal. Tetap semangat dalam meraih segala impian kita! 10. Pakde Edy dan Bude Maryam yang begitu memperhatikan peneliti seperti anak sendiri. 11. Bapak dan Ibu Dukuh Cangkringan, serta Ibu Yani, yang telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data di Desa Glagaharjo Kecamatan Cangkringan. 12. Ibu Sri dan Papa Yustus atas segala perhatian, dukungan serta bantuannya, terlebih dalam proses pengumpulan data di Desa Tangen Kabupaten Sragen. 13. Saudara dan teman-teman terkasih di Kartosuro, Klaten dan Yogyakarta atas bantuannya menyebarkan skala penelitian maupun kesediaannya mengisi skala penelitian. 14. Teman-teman Kost Lovely, yang telah mewarnai hari-hari peneliti, khususnya Aning yang menemani dan membantu peneliti dalam pengumpulan data. 15. Engger, Regina, dan Sandi yang banyak membantu dan memberikan saran bagi peneliti dalam mengerjakan skripsi. 16. Teman-teman Psikologi 2010, terima kasih atas setiap moment yang mewarnai masa-masa kuliah yang begitu berkesan bagi peneliti.. xi.

(12) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 17. Semua pihak yang telah memberikan doa, dukungan, dan bantuannya. Terima kasih.. xii.

(13) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i. HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING............................... ii. HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii. HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v. HALAMAN PERNYATAN KEASLIAN KARYA ........................................ vi. ABSTRAK ........................................................................................................ vii ABSTRACT ...................................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. ix. KATA PENGANTAR....................................................................................... x. DAFTAR ISI..................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xix BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 1. A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1. B. Rumusan Masalah .................................................................................. 12 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12 1. Manfaat Teoritis ............................................................................... 12 2. Manfaat Praktis ................................................................................ 13. xiii.

(14) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II. TINJAUAN TEORI........................................................................... 14 A. Perkawinan............................................................................................. 14 1. Pengertian Perkawinan..................................................................... 14 2. Unsur-unsur Perkawinan.................................................................. 15 a. Landasan/Latar Belakang Terjadinya Suatu Perkawinan.............. 15. b. Keabsahan Perkawinan ................................................................. 17. c. Kesiapan serta Komitmen Pria dan Wanita sebagai Suami Istri..................................................................................... 19. d. Tujuan Perkawinan........................................................................ 20. 3. Tahapan Perkawinan ......................................................................... 21. B. Peran dan Karakteristik Istri dalam Perkawinan .................................... 24 1. Peran Khas Istri dalam Perkawinan ................................................. 24 2. Karaketeristik Khas Istri dalam Perkawinan.................................... 27 3. Perbedaan Karakteristik Istri Usia Remaja dan Istri Usia Dewasa Awal .................................................................................. 29 C. Emosi ..................................................................................................... 32 1. Pengertian Emosi ............................................................................. 32 2. Tahapan Perkembangan Emosi ........................................................ 33 a. Perkembangan Emosi Remaja.................................................... 33 b. Perkembangan Emosi Dewasa ................................................... 38 D. Regulasi Emosi Istri ............................................................................... 42 1. Pengertian Regulasi Emosi .............................................................. 42 2. Pengaruh Perkawinan pada Kemampuan Regulasi Emosi............... 50 3. Hubungan Regulasi Emosi dengan Kebutuhan Emosi Istri ............. 53 E. Dinamika Perkawinan Kurang dari Lima Tahun ................................... 55 1. Karakteristik Perkawinan Kurang dari Lima Tahun ........................ 55 2. Konflik Perkawinan Kurang dari Lima Tahun................................. 57 3. Pengaruh Perkawinan Kurang dari Lima Tahun terhadap Kemampuan Regulasi Emosi ........................................................... 59. xiv.

(15) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. F. Perbedaan Regulasi Emosi Istri Usia Remaja dan Istri Usia Dewasa Awal pada Usia Perkawinan Kurang dari Lima Tahun............ 61 G. Hipotesis................................................................................................. 64 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 66 A. Jenis Penelitian....................................................................................... 66 B. Identifikasi Variabel............................................................................... 66 C. Definisi Variabel Penelitian ................................................................... 67 1. Definisi Konseptual.......................................................................... 67 2. Definisi Operasional......................................................................... 67 D. Subjek Penelitian.................................................................................... 68 E. Perolehan Data ....................................................................................... 69 F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ..................................................... 69 G. Pertanggungjawaban Mutu Skala........................................................... 71 1. Validitas ........................................................................................... 72 2. Seleksi Item...................................................................................... 73 3. Reliabilitas ....................................................................................... 75 H. Metode Analsis Data .............................................................................. 76 1. Uji Asumsi ....................................................................................... 76 a. Uji Normalitas............................................................................ 76 b. Uji Homogenitas ........................................................................ 77 2. Uji Hipotesis .................................................................................... 77 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 78 A. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 78 B. Deskripsi Subjek Penelitian ................................................................... 79 C. Hasil Penelitian. ..................................................................................... 80 1. Uji Asumsi ....................................................................................... 80 a. Uji Normalitas............................................................................ 80 b. Uji Homogenitas ........................................................................ 81 2. Uji Hipotesis .................................................................................... 81. xv.

(16) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 3. Kategorisasi...................................................................................... 83 D. Hasil Tambahan ..................................................................................... 86 E. Pembahasan............................................................................................ 90 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. ......................................................... 96 A. Kesimpulan ............................................................................................ 96 B. Saran ...................................................................................................... 96 1. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 96 2. Bagi Wanita Berusia Remaja yang sedang Menjalani Masa Pacaran ................................................................................... 97 3. Bagi Istri yang sedang Menjalani Masa Perkawinan Kurang dari Lima Tahun ...................................................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 99 LAMPIRAN ..................................................................................................... 103. xvi.

(17) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR TABEL. Diagram 2.1: Skema Perbedaan Regulasi Emosi Istri Usia Remaja dan Istri Usia Dewasa Awal pada Usia Perkawinan Kurang dari Lima Tahun ........................................................................... 65 Tabel 3.1. : Blue Print Skala Regulasi Emosi Uji Coba ................................. 71. Tabel 3.2. : Blue Print Item yang Lolos.......................................................... 74. Tabel 3.3. : Blue Print Skala Regulasi Emosi ................................................. 75. Tabel 4.4. : Deskripsi Subjek Istri Usia Remaja ............................................. 79. Tabel 4.5. : Deskripsi Subjek Istri Usia Dewasa Awal ................................... 79. Tabel 4.6. : Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan .......................... 80. Tabel 4.7. : Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 81. Tabel 4.8. : Hasil Uji Homogenitas.................................................................. 81. Tabel 4.9. : Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test ................................. 82. Tabel 4.10 : Hasil Perhitungan Skor Empiris dan Skor Teoritis....................... 83 Tabel 4.11 : Hasil Perhitungan Skor Empiris dan Skor Teoritis Berdasarkan Usia .......................................................................... 84 Tabel 4.12 : Tabel Kategorisasi Regulasi Emosi .............................................. 85 Tabel 4.13 : Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test Aspek Regulasi Emosi ............................................................................. 86 Tabel 4.14 : Hasil Perhitungan Skor Empiris dan Skor Teoritis Tiap Aspek Regulasi Emosi.................................................................. 87. xvii.

(18) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. Tabel 4.15 : Hasil Perhitungan Skor Empiris dan Skor Teoritis Tiap Aspek Regulasi Emosi Berdasarkan Usia .................................... 89. xviii.

(19) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1: Data Perceraian ................................................................................................... 103 Lampiran 2: Skala Penelitian .................................................................................................. 112 Output Data Penelitian ....................................................................................... 121 Lampiran 3: Uji Reliabilitas .................................................................................................... 131 Lampiran 4: Hasil Penelitian ................................................................................................... 135. xix.

(20) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan merupakan tempat bersatunya pribadi yang berbeda, yaitu antara pria dan wanita sebagai suami-istri yang mempunyai tujuan untuk membentuk sebuah mahligai keluarga yang kekal, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin (Anisa & Handayani, 2012). Perkawinan sendiri menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito, 2010). Dalam usaha mewujudkan tujuan perkawinan yang bahagia dan kekal secara lahir dan batin, ikatan perkawinan mensyaratkan adanya keselarasan visi-misi antara suami dan istri. Mengingat adanya perbedaan dari berbagai aspek baik secara fisik maupun psikologis antara pria dan wanita, sangat diperlukan adanya proses penyesuaian antara suami dan istri. Dalam proses penyesuaian tersebut, berbagai macam permasalahan yang berdampak pada keretakan hubungan suami-istri sering kali muncul. Berbagai permasalahan yang muncul akibat adanya proses penyesuaian tersebut tak jarang berujung pada terjadinya konflik yang sering kali menjadi pemicu keretakan dalam kehidupan berumahtangga hingga terjadinya perceraian.. 1.

(21) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2. Dari data Pengadilan Tinggi Agama Daerah Istimewa Yogyakarta yang direkap Badan Pusat Statistik Daerah Istiwewa Yogyakarta mengenai faktorfaktor penyebab terjadinya perceraian menurut kabupaten/kota di DIY sepanjang tahun 2013 (Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014), menunjukkan bahwa penyebab perceraian terbesar adalah faktor tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, yaitu sebesar 2.372 kasus. Data tersebut diperkuat juga dari data Pengadilan Agama Sleman antara tahun 2011 hingga 2013 yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus perceraian dengan faktor penyebab yang paling banyak, yaitu adanya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Data menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 731 kasus perceraian yang diakibatkan oleh faktor tersebut. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan pada tahun 2012 yakni mencapai 845 kasus, dan di tahun 2013 meningkat lagi menjadi 855 kasus. Selain itu, fenomena pernikahan usia dini juga menjadi salah satu alasan kuat. yang. menyebabkan. terjadinya. keretakan. dalam. kehidupan. berumahtangga hingga terjadinya perceraian. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, dalam Undang-Undang tahun 2009 pasal 137 menyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggungjawab. Undang-undang tersebut menjadi suatu ajakan bagi para remaja untuk memiliki kesadaran dan pandangan luas mengenai perencanaan masa depan, salah satunya mengenai kesiapan dalam.

(22) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 3. membangun kehidupan berumahtangga. Faktanya, ada banyak remaja menikah di usia dini yang bermasalah dengan kehidupan berumahtangga, salah satunya disebabkan oleh ketidaksiapan secara ekonomi, fisik maupun psikologis. Banyak keluarga-keluarga usia muda yang tidak siap secara fisik, sehingga sulit beradaptasi dengan lingkungan dan mengakibatkan keluarga tersebut tidak bertahan lama. Hal ini dikeluhkan oleh beberapa pasangan usia muda yang tinggal bersama mertua dan yang tinggal bersama orang tua sendiri. Keluarga-keluarga seperti ini ketahanan keluarganya sangat rapuh dan rentan terhadap perceraian (Sriudiyani & Soebijanto, 2011). Berkaitan dengan hal tersebut, Lewis dan Spanier (dalam Mantiri, Siwu, & Kristanto, 2012) menyatakan bahwa wanita yang menikah di usia belasan tahun, tingkat perceraiannya empat kali lipat dibandingkan dengan wanita yang menikah di usia dua puluh tahun keatas. Hal ini dapat dipahami karena wanita yang menikah di usia dini kurang bijaksana dalam mengontrol tingkat emosionalnya, sehingga banyak kasus kekerasan dipicu karena suatu masalah yang tidak dapat lagi untuk diselesaikan dengan komunikasi. Hal lain yang turut menjadi faktor keretakan hidp berumahtangga adalah usia-usia awal perkawinan. Menurut Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan bahwa angka perceraian sudah mencapai 354.000 pasangan dan sudah melewati 10 persen dari peristiwa pernikahan setiap tahunnya dengan 80 persen kasus perceraian yaitu 215.000 pasangan merupakan pasangan muda yang baru 2 sampai 5 tahun berumah tangga (Sihombing, 2014). Dengan kata lain, artikel tersebut menunjukkan bahwa hanya 20 persen yang.

(23) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4. merupakan kasus perceraian dari pasangan yang usia perkawinannya lebih dari 5 tahun. Kemudian fakta tersebut, diperkuat pula oleh data dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngaglik dari tahun 2011 sampai dengan 2013 mengenai kasus perceraian yang digolongkan berdasarkan usia perkawinan, menunjukkan bahwa pasangan yang memutuskan bercerai pada usia perkawinan 1 sampai 5 tahun cenderung lebih banyak dan meningkat dari tahun ke tahun. Data menunjukkan jumlah perceraian pada tahun 2011 sebanyak 16 kasus, kemudian tahun 2012 sebanyak 16 kasus, dan tahun 2013 sebanyak 21 kasus. Dalam hal ini, usia perkawinan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan keutuhan perkawinan, dimana usia awal perkawinan menjadi masa yang rentan akan perceraian sebab pada masa-masa tersebut, pasangan suami istri sedang melalui masa penyesuaian yang memunculkan berbagai macam konflik. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Clinebell (2005) periode awal perkawinan merupakan masa krisis dimana seorang suami maupun istri harus banyak belajar tentang pasangannya maupun dirinya sendiri yang mulai dihadapkan dengan berbagai masalah. Dapat dikatakan, masa-masa awal tersebut biasanya menjadi masa pengenalan karakter, sifat, dan gaya hidup dari masing-masing pasangan. Menurut Daniel (dalam Eriany, 2004) usia perkawinan kurang dari lima tahun merupakan masa dimana pasangan mulai banyak belajar untuk memahami maupun menerapkan kebijaksanaan dan arah keluarga, karena secara kedewasaan, secara ekonomi dan lahirnya seorang anak, akan banyak usaha dan pengorbanan sehingga dibutuhkan.

(24) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 5. kesabaran. Setiap pasangan memiliki kemampuan masing-masing dalam menghadapi setiap permasalahan baru yang muncul pada usia awal perkawinan, yang merupakan masa-masa rentan dan sangat menentukan bagi perjalanan usia perkawinan selanjutnya. Dari berbagai data yang diperoleh, peneliti melihat fenomena penyebab keretakan rumah tangga yang berujung pada perceraian diakibatkan oleh faktor ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakharmonisan tersebut dapat mengacu pada berbagai faktor, salah satunya ketidakmampuan pasangan dalam menciptakan suasana harmonis dalam relasi antar suamiistri. Di samping persoalan mengenai penyebab keretakan rumah tangga, menurut sumber dari Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2012 (Komisi Nasional Perempuan, 2013), diketahui bahwa data dari 329 Pengadilan Agama tingkat kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 208.846 kasus perceraian yang diajukan oleh istri, sedangkan perceraian yang diajukan oleh pihak suami terdapat 95.287 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak perceraian yang diajukkan oleh pihak istri dimana jumlahnya mencapai dua kali lipat dari perceraian yang diajukan oleh pihak suami. Selain data yang diperoleh mengenai faktor-faktor perceraian di atas, menunjukkan lebih banyak pihak istri yang mengajukan perceraian dibandingkan dengan pihak suami. Data tersebut menunjukkan bahwa seorang wanita dalam menjalankan perannya sebagai istri menuntut kematangan emosi yang tinggi. Menurut.

(25) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 6. Kartono (1992), seorang istri diharapkan memiliki kematangan emosi yang tinggi, yaitu memiliki kontrol emosi yang stabil, mandiri, menyadari tanggung jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas, produktif-kreatif dan etis-religius. Selain itu, Hurlock (2002) menjelaskan bahwa awal perkawinan, pasangan dituntut untuk melakukan penyesuaian diri yang meliputi penyesuaian diri dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian diri dengan keluarga pihak pasangan. Keempat penyesuaian ini merupakan hal yang relatif sulit dan seringkali menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Kontrol emosi berkaitan erat dengan kemampuan dalam mengekspresikan emosi. Emosi merupakan suatu perasaan seseorang terhadap suatu keadaan yang dialami. Oleh karena itu, kemampuan dalam mengekspresikan emosi tersebut mengarah pada regulasi emosi seseorang. Menurut Eisenberg dan Spinrad (dalam Pratisti, 2013), regulasi emosi didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengenali, menghindari, menghambat, mempertahankan atau mengelola kemunculan, bentuk, intensitas maupun masa berlangsungnya perasaan internal, emosi psikologis, proses perhatian, status motivasional dan atau perilaku yang berhubungan dengan emosi dalam rangka memenuhi afek biologis atau adaptasi sosial atau meraih tujuan individual. Dengan begitu, segala cara serta upaya dalam mengendalikan emosi dan perilaku sebagai usaha pengungkapan dan penerimaan diri oleh seseorang dengan baik mengacu pada pengertian regulasi emosi..

(26) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 7. Kemampuan regulasi emosi seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, status sosial dan campur tangan orang lain. Dalam hal ini, Thompson (1994) memberikan gambaran mengenai pengaruh lingkungan dengan kemampuan regulasi emosi seseorang. Thompson menyatakan bahwa regulasi emosi dapat berpegaruh dalam mengatur dan meningkatkan, sekaligus menghambat kemunculan emosi dari dalam diri seseorang, dimana keadaan dari suatu lingkungan tertentu juga sangat mempengaruhi kemampuan. regulasi. emosi. seseorang. terutama. untuk. mengurangi. kemunculan emosi negatif. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial dan keterlibatan orang lain dapat mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang. Dalam hal ini, kehidupan perkawinan dapat digolongkan dalam suatu bagian dari kehidupan sosial yang melibatkan campur tangan orang lain (suami, istri, dan anggota keluarga) dalam kehidupan. seseorang.. Selain. itu,. perkawinan. membuat. seseorang. menyandang status sosial yang baru, dimana seseorang tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi bersama dengan pasangan dan anggota keluarga yang baru. Berdasarkan hal tersebut, kehidupan perkawinan turut mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang, karena seseorang memiki tuntutan yang lebih untuk mengembangkan kemampuan regulasi emosi. Disisi lain, regulasi emosi memiliki peranan yang penting bagi kehidupan perkawinan itu sendiri, terutama dalam masa perkawinan kurang dari lima tahun yang masih dalam tahap penyesuaian..

(27) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 8. Dalam konteks kehidupan perkawinan, kemampuan kontrol diri dalam regulasi emosi sangat diperlukan sebagai usaha menghadapi berbagai macam permasalahan rumah tangga. Berbagai beban dan tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga seringkali dapat sangat mempengaruhi perilaku serta emosi seseorang. Menurut Chaplin (dalam Safaria, 2009) emosi merupakan suatu keadaan yang terangsang dari organism, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, sifatnya mendalam dan ditunjukkan melalui perubahan perilaku. Dengan kata lain, emosi merupakan suatu perasaan sekaligus respon seseorang terhadap suatu keadaan atau pengalaman yang dialami. Dalam konteks perkawinan, dinamika hidup berumahtangga beserta segala peran dan tanggungjawabnya memerlukan suatu proses emosional yang kompleks. Hal ini sejalan dengan pemikiran Kartono (1992) bahwa peran wanita sebagai istri menuntut kematangan emosi yang tinggi. Oleh karena itu, dalam kehidupan perkawinan, seorang istri memerlukan kemampuan regulasi emosi yang tinggi, terutama pada masa-masa awal perkawinan yang sarat dengan penyesuaian dalam menjalin hubungan yang erat antara suami-istri. Kemampuan regulasi emosi juga amat diperlukan bagi para wanita yang sudah menikah karena mereka akan menghadapi segala situasi yang mengharuskan dia melakukan berbagai peran dan tanggung jawab, baik secara sosial, ekonomi, maupun tugas perkembangannya secara psikologis, sehingga ia mampu mengendalikan emosi dan perilakunya secara lebih baik dan terarah..

(28) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 9. Kemampuan regulasi emosi juga dibutuhkan dalam penyesuaian diri pada perkawinan dimana penyesuaian tersebut mendorong perlu adanya persiapan yang matang pada masing-masing individu yang akan menikah, salah satunya melalui usia minimum menikah. Berdasarkan sumber dari Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tentang Pencatatan Nikah (Basyuni & Mattalatta, 2007), UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Selanjutnya, perkawinan yang dilakukan oleh individu di bawah usia 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua (pasal 6 ayat (2)). Hal tersebut dikarenakan seseorang yang berada pada remaja, yakni dibawah 21 tahun, masih menjadi tanggung jawab penuh dari orang tua dalam segala segi kehidupannya. Havighurst (Hurlock, 1980) menyatakan tugas-tugas perkembangan remaja antara lain (a) mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, (b) mencapai peran sosial pria dan wanita, (c) menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, (d) mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, (e) mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, (f) mempersiapkan karier ekonomi, (g) mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tugas perkembangan remaja terarah pada pencapaian kemandirian emosi. Dalam hal ini, emosi anak usia remaja dituntut untuk mampu membuat keputusan.

(29) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 10. atas dasar keputusannya sendiri secara sadar tanpa adanya pengaruh dari orang lain sebab secara psikologis seorang remaja masih belum dapat secara penuh menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting bagi anak-anak mereka yang masih berada dalam taraf usia remaja. Berkaitan dengan usia saat menikah, wanita yang menikah di usia remaja menghadapi berbagai macam problem atau masalah yang lebih banyak di dominasi timbul dari dalam dirinya sendiri. Selain itu, terdapat hambatanhambatan yang dihadapi sebagai seorang remaja yang harus berperan sebagai ibu. muda,. diantaranya. adalah. bentuk. identitas,. kegelisahan. pada. kemandirian, dan pubertas. Hal tersebut sering membuat mereka dibebani oleh tanggung jawab sebagai orang tua termasuk sebagai pengasuh dan model bagi anak-anaknya. Usia menjadi kriteria dan syarat suatu perkawinan, karena usia menunjukkan kematangan dari fungsi diri individu, baik secara fisik, psikis dan sosial. Semakin tinggi usia seseorang, diharapkan fungsi tugas perkembangan dirinya semakin mendukung proses penyesuaian diri dalam perkawinan. Menurut Santrock (2011), masa dewasa awal dimulai pada usia 21 sampai dengan 34 tahun. Sementara itu, Erikson menjelaskan bahwa perkawinan merupakan salah satu cara untuk meraih intimacy pada masa dewasa awal. Intimacy dapat diraih oleh seseorang setelah ia dapat menyelesaikan konflik dengan lingkungan sosialnya pada masa dewasa awal, yaitu pasangannya (Boeree, 2008)..

(30) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 11. Sejalan dengan hal tersebut, Havighurst (Hurlock, 1953) menyatakan tugas perkembangan dewasa yaitu antara lain (a) mencari dan menemukan pasangan, (b) belajar untuk hidup bersama pasangan, (c) mulai membangun kehidupan berkeluarga, (d) membesarkan anak-anak, (e) mengatur rumah tangga, (f) memantapkan karir, (g) memenuhi tanggung jawab sebagai bagian dari warga masyarakat, (h) mengambil peran dalam kelompok sosial. Dalam tahap dewasa awal tersebut, dimana seseorang sedang berada pada tahap peralihan dari remaja menuju dewasa, Salomon (dalam Hurlock, 1953) menyatakan bahwa seseorang mulai memiliki sikap objektif, yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang dihadapi, bersikap lebih realistis, sehingga lebih terbuka terhadap kritik dan saran orang lain demi peningkatan dirinya serta fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan situasi-situasi baru. Berkaitan dengan perkembangan kematangan emosinya, Salomon juga menyatakan bahwa dalam tahap dewasa awal, seseorang mulai memiliki kemampuan kontrol diri, salah satunya mencakup juga kontrol emosi. Dari tahap tugas perkembangan remaja dan dewasa awal yang telah diungkapkan. diatas,. terlihat. jelas. perbedaan. antara. perkembangan. kematangan emosi di antara keduanya, dimana remaja belum memiliki stabilitas emosi karena tugas perkembangan emosinya sedang menuju pada proses kemandirian emosi, yang mengindikasikan bahwa dirinya sedang berlatih menuju tahap dewasa. Sementara itu, pada tahap dewasa awal, seseorang sudah memiliki kontrol emosi yang baik yang mencirikan kemandirian dan kematangan secara emosional, terutama dalam setiap.

(31) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 12. pengambilan keputusan yang menentukan dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan pemikiran Salomon mengenai kemampuan kontrol emosi pada tahap dewasa awal.. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah: apakah ada perbedaan regulasi emosi antara istri usia remaja dengan istri usia dewasa awal pada usia perkawinan kurang dari lima tahun?. C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan perbedaan regulasi emosi pada istri usia remaja dan istri usia dewasa awal, khususnya pada usia perkawinan kurang dari lima tahun.. D.. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dalam lingkup Psikologi Keluarga, khususnya memberi bukti empiris dan informasi mengenai perbedaan regulasi emosi istri usia remaja dan istri usia dewasa awal pada usia perkawinan kurang dari lima tahun. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para istri usia remaja dan dewasa awal mengenai pemahaman regulasi emosi berkaitan dengan.

(32) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 13. usaha pengendalian emosi seseorang dalam menghadapi permasalahan perkawinan kurang dari lima tahun. Selain itu, membandingkan tingkat regulasi emosi antara istri usia remaja dan istri usia dewasa awal untuk menemukan apakah ada pengaruh antara tingkat perkembangan emosi dengan usia kronologis. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan sumbangan wawasan mengenai peran regulasi emosi dalam kehidupan perkawinan..

(33) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II TINJAUAN TEORI. A. PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan suatu ikatan serius yang melibatkan kesiapan dari berbagai pihak, baik diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sosialnya. Di negara Indonesia, perkawinan merupakan suatu ikatan yang didasari oleh landasan hukum yang kuat. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejalan dengan pengertian tersebut, Bachard, Hindin, Thomson (dalam Elfida, 2009) mendefinisikan perkawinan sebagai penyatuan yang diakui secara hukum dan sosial, idealnya sepanjang hayat, yang membawa hak dan kewajiban seksual, ekonomi, dan sosial bagi pasangan. Menurut Kertamuda (2009), perkawinan adalah bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang didalamnya terdapat komitmen dan tujuan untuk membina rumah tangga serta meneruskan keturunan. Sementara itu menurut Santrock (dalam Wuryandari, Indrawati & Siswati, 2010), perkawinan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar belakang budaya serta pengalamannya.. 14.

(34) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 15. Dari berbagai pengertian perkawinan tersebut, terlihat jelas bahwa perkawinan merupakan suatu usaha bersatunya dua pribadi dalam sebuah ikatan kuat yang menuntut adanya komitmen yang diteguhkan melalui landasan hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial yang bertujuan untuk memenuhi hak dan kewajiban pribadi maupun sosial.. 2. Unsur-unsur Perkawinan Berdasarkan pengertian perkawinan yang dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan adanya beberapa unsur-unsur perkawinan antara lain: a. Landasan/Latar Belakang Terjadinya Suatu Perkawinan Manusia memiliki berbagai kebutuhan, baik secara fisik maupun psikologis. Setiap kebutuhan selalu menuntut adanya pemenuhan. Menurut Walgito (2000) terdapat empat penggolongan kebutuhan yang ada pada manusia secara umum, yaitu: 1) Kebutuhan yang bersifat fisiologis Kebutuhan-kebutuhan. yang. berkaitan. dengan. jasmani. atau. kebutuhan untuk mempertahankan eksistensinya sebagai makhluk hidup, misalnya kebutuhan akan makan, minum, seksual dan udara segar. 2) Kebutuhan yang bersifat psikologis Kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan segi psikologis, misalnya kebutuhan akan rasa aman, rasa pasti, kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri..

(35) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 16. 3) Kebutuhan yang bersifat sosial Kebutuhan yang berkaitan dengan interaksi sosial atau kebutuhan akan berhubungan dengan orang lain, misalnya kebutuhan berteman, dan kebutuhan bersaing. 4) Kebutuhan yang bersifat religi Kebutuhan untuk berhubungan dengan kekuatan yang ada di luar diri manusia atau kebutuhan untuk berhubungan dengan Sang Pencipta.. Dari. berbagai. macam. kebutuhan. tersebut,. setiap. manusia. mengusahakan berbagai bentuk pemenuhan salah satu caranya adalah melalui perkawinan. Menurut Harley dan Calmers (dalam Eriany, 2004), terdapat sepuluh kebutuhan emosional mendasar yang dapat dipenuhi melalui perkawinan, yaitu: kebutuhan akan pujian, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan berkomunikasi, kebutuhan dukungan keluarga, kebutuhan tekad/kebersamaan keluarga, dukungan keuangan, kejujuran dan keterbukaan, penampilan fisik, kebersamaan, serta kebutuhan seksual. Dengan demikian menjadi jelas bahwa pemenuhan dari berbagai kebutuhan hidup menjadi salah satu alasan mendasar terjadinya suatu perkawinan. Melalui perkawinan, berbagai kebutuhan hidup memperoleh pemenuhannya. Berbagai kebutuhan yang mendapatkan pemenuhan dalam perkawinan antara lain berupa pemenuhan akan kebutuhan yang bersifat fisiologis, seperti pemenuhan kebutuhan seksual. Selain itu,.

(36) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 17. kebutuhan psikologis berupa pemenuhan akan kasih sayang dan rasa aman juga dapat diperoleh melalui perkawinan. Dari segi sosial, kebutuhan berupa dukungan keluarga dan lingkungan sekitar yang mencakup pula pengakuan sosial ditengah masyarakat merupakan hal penting yang secara jelas ditunjukkan dengan adanya status perkawinan. Selain itu, kebutuhan yang bersifat religi juga menjadi salah satu alasan terjadinya perkawinan, yaitu melalui perkawinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan akan tuntutan ajaran agamanya.. b. Keabsahan Perkawinan Sahnya suatu perkawinan diatur dalam pasal 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang merumuskan bahwa (1) perkawinan adalah sah apabila dilakukan. menurut. hukum. masing-masing. agamanya. dan. kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Basyuni & Mattalatta, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan menurut hukum yang berlaku dan kepercayaan masing-masing agama, sehingga pelaksanaannya dikaitkan dengan ajaran agama, serta keabsahan perkawinan dicatat sesuai peraturan perundang-undangan. Keabsahan perkawinan secara konstitusional juga dapat diperkuat dengan adanya pasal 6 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang secara khusus menyatakan syarat-syarat perkawinan, yakni antara lain:.

(37) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 18. 1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2) Untuk melangsungkan perkawinan, seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. 3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat 2 pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini..

(38) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 19. 6) Ketentuan tersebut ayat 1 sampai dengan ayat 5 pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.. c. Kesiapan serta Komitmen Pria dan Wanita sebagai Suami Istri Dari pengertian perkawinan yang telah di uraikan di atas, dikatakan pula bahwa perkawinan merupakan suatu usaha bersatunya dua pribadi dalam sebuah ikatan kuat yang menuntut adanya komitmen antara kedua belah pihak, yakni pria dan wanita yang kemudian akan menjadi pasangan suami istri. Kesiapan serta komitmen dari kedua belah pihak sangat diperlukan mengingat adanya suatu tanggung jawab besar yang harus diemban sebagai suami istri. Dalam hal ini, perkawinan memiliki unsur yang secara khusus. menjadi sebuah patokan bagi setiap pasangan untuk mampu melewati berbagai tahapan kehidupan perkawinan, karena setiap tahapan kehidupan perkawinan tersebut menuntut kesiapan serta komitmen akan tanggung jawab peran serta tugas setiap pasangan, baik dari suami maupun istri. Menurut Duvall (1977) dalam kehidupan perkawinan, terdapat beberapa tugas yang dimiliki oleh setiap pasangan, yaitu: 1). Menentukan tempat tinggal untuk menjalani kehidupan bersama. 2). Membangun kepuasan dalam dukungan terhadap pasangan. 3). Membagi tanggung jawab. 4). Membangun penerimaan secara pribadi, emosi, dan seks.

(39) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 5). Merencanakan kehadiran anak. 6). Memelihara dan mempertahankan motivasi dan moral pasangan. 20. d. Tujuan Perkawinan Berdasarkan undang-undang No.1 Tahun 1974 sebagaimana yang dikemukakan di pembahasan sebelumnya, tujuan umum dalam perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, dikemukakan pula tujuan perkawinan lain yang mengarah pada pemenuhan hak dan kewajiban baik secara seksual, ekonomi maupun sosial. Secara khusus, perkawinan dilangsungkan sebagai usaha memenuhi kebutuhan akan kebahagiaan. Kebahagiaan dalam hal ini diperoleh dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar manusia, yakni antara lain kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan religius sebagaimana yang menjadi landasan terjadinya suatu perkawinan. Dapat dikatakan bahwa tujuan perkawinan selalu mengarah pada terciptanya kebahagiaan. Kebahagiaan terwujud ketika berbagai kebutuhan dasar terpenuhi. Selain itu, kebahagiaan dalam perkawinan terwujud ketika komitmen dalam membangun sebuah perkawinan yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dipertahankan melalui sebuah kesetiaan..

(40) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 21. 3. Tahapan Perkawinan Dalam keluarga terdapat tahapan-tahapan yang berturut-turut serta menunjukkan adanya siklus kehidupan keluarga dengan peran serta tugasnya masing-masing. Siklus keluarga dapat menjadi cara untuk melihat bagaimana gambaran kehidupan sebuah keluarga tersebut. Tahapan perkembangan keluarga menurut Duvall (1977) dibagi menjadi delapan tahapan, yaitu: a. Tahap 1: Keluarga baru menikah Pada tahap ini, seorang suami dan istri memiliki tugas saling membangun kepuasan perkawinan. Selain itu, persiapan akan kehamilan dan berkomitmen sebagai orang tua serta membangun relasi dengan sanak saudara. Tahap pertama memiliki durasi sekitar dua tahun. b. Tahap 2: Keluarga “child-bearing” (kelahiran anak pertama) Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu dan seorang suami yang berperan sebagai ayah, memiliki tugas mempersiapkan dan membesarkan anak yang masih bayi. Selain itu, memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan orang tua dan anak. Tahap kedua memiliki durasi sekitar dua setengah tahun. c. Tahap 3: Keluarga dengan anak prasekolah Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu dan seorang suami yang berperan sebagai ayah, memiliki tugas beradaptasi terhadap berbagai kebutuhan yang sifatnya mendesak dan menstimulasi tumbuh kembang anak prasekolah. Pada tahap ini, suami-istri sebagai orang tua.

(41) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 22. dituntut menerima keadaan bahwa dengan memiliki anak, orang tua harus mampu mengorbankan lebih banyak waktu, tenaga serta kehidupan pribadinya. Tahap ketiga ini memiliki durasi sekitar tiga setengah tahun. d. Tahap 4: Keluarga dengan anak sekolah Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu dan seorang suami yang berperan sebagai ayah, memiliki tugas untuk berinteraksi dengan orang tua lain yang juga memiliki anak usia sekolah untuk menambah wawasan yang membangun. Selain itu, orang tua memiliki tanggung jawab membimbing anak dalam hal mendukung prestasi akademiknya. Tahap keempat memiliki durasi sekitar lima tahun. e. Tahap 5: Keluarga dengan anak remaja Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu dan seorang suami yang berperan sebagai ayah, memiliki tugas menyeimbangkan antara kebebasan dengan tanggung jawab sebagai remaja yang matang dan memberikan perubahan yang positif terhadap perkembangan mereka. Bagi para orang tua, tahap ini juga membangun serta meningkatkan semangat orang tua yang sudah melewati masa membesarkan anak mereka dan membangun peran orang tua yang lebih matang. Tahap kelima memiliki durasi sekitar tujuh tahun. f. Tahap 6: Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu serta nenek dan seorang suami yang berperan sebagai ayah serta kakek, memiliki tugas.

(42) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 23. melepaskan anaknya melalui cara-cara yang sesuai agar anak lebih mandiri dimana mereka sudah mendapat pekerjaan hingga menemukan pasangan hidup dan menikah. Tahap keenam memiliki durasi sekitar delapan tahun. g. Tahap 7: Keluarga usia pertengahan Pada tahap ini, seorang istri yang berperan sebagai ibu serta nenek dan seorang suami yang berperan sebagai ayah serta kakek, memiliki tugas membangun kembali relasi perkawinan. Selain itu, mempererat ikatan persaudaraan dengan sanak keluarga yang lebih tua maupun yang lebih muda. Tahap ketujuh memiliki durasi sekitar kurang lebih lima belas tahun. h. Tahap 8: Keluarga usia lanjut Pada tahap ini, seorang istri yang sudah menjadi janda serta suami yang sudah menjadi duda, memiliki kemampuan untuk menerima kesendirian karena ditinggal pasangan hidupnya. Selain itu, mampu menerima masamasa akhir kehidupan berkeluarga serta beradaptasi pada usia-usia senja dan masa-masa pensiun. Tahap kedelapan ini memiliki durasi sekitar sepuluh sampai lima belas tahun.. Dengan demikian, tahapan perkawinan berkaitan erat dengan tugas perkembangan yang harus dicapai suami-istri, yang kemudian juga berperan pemimpin bagi rumah tangga mereka, serta sebagai orangtua bagi anak-anak mereka. Tugas perkembangan dalam perkawinan tersebut.

(43) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 24. dimulai dengan membangun kepuasan perkawinan antara suami-istri, hingga mempersiapkan segala kebutuhan yang memadai baik kebutuhan rumah tangga dan tumbuh kembang anak. Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran suami dan istri dalam sebuah perkawinan menuntun mereka pada tahap-tahap perkembangan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Dalam sebuah perkawinan, tahap-tahap tersebut harus dapat dilalui demi mencapai tujuan-tujuan perkawinan, salah satunya keharmonisan dan kebahagiaan dalam kehidupan berumah tangga.. B. PERAN DAN KARAKTERISTIK ISTRI DALAM PERKAWINAN Salah satu unsur yang mendasari terjadinya sebuah perkawinan adalah adanya kebutuhan dari masing-masing pihak yang menuntut adanya pemenuhan. Pada dasarnya dalam sebuah perkawinan, pria dan wanita memiliki kebutuhan yang sama. Hanya saja yang membedakan adalah prioritas kebutuhan akan karakter masing-masing yang di anggap paling penting. Prioritas kebutuhan inilah yang kemudian membedakan peran serta karakteristik istri terhadap suami dalam sebuah perkawinan. 1. Peran Khas Istri dalam Perkawinan Dalam perkawinan, seorang wanita yang berperan sebagai istri dan ibu, sesuai karakteristiknya, diidentikkan dengan tugas-tugas mengurus segala keperluan rumah tangga, serta bertanggung jawab secara langsung dalam pendampingan dan pengasuhan anak di tahap perkembangan mereka. Hal.

(44) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 25. tersebut sejalan dengan pendapat Branon (1996) yang mengatakan bahwa pembagian tugas dalam rumah tangga berlatar belakang peran gender tradisional, yakni pria bekerja diluar rumah untuk mendapat upah, serta perempuan bekerja di rumah dengan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Di sisi lain, pembagian peranan antara pria dengan wanita juga disesuaikan dengan nilai sosial budaya dalam masyarakat. Nilai sosial budaya tersebut juga amat dipengaruhi oleh karakter psikologis dari masing-masing pribadi. Berdasarkan hasil studi dari William dan Best (dalam Matsumoto & Juang, 2008), dapat disimpulkan juga bahwa secara umum pria dan wanita dalam hal karakter psikologis memiliki stereotipnya sendiri yang sudah melekat dalam pandangan masyarakat secara umum. Stereotip menurut hasil studi dari William dan Best tersebut menunjukkan bahwa wanita secara umum memiliki pribadi yang pasif, lemah, cenderung merawat, dan mudah beradaptasi, dengan kebutuhan psikologis seperti patuh, bergantung pada orang lain, membutuhkan dukungan, penolong, hubungan yang baik dengan orang lain, dan kecenderungan seksual terhadap lawan jenis. Dalam kehidupan pribadinya, wanita memiliki target yang tinggi, mudah bekerjasama, dan mudah merasa khawatir. Meskipun begitu, menurut studi yang dilakukan oleh Georgas, Berry, van de Vijver, Kagitcibasi, Poortinga (dalam Matsumoto & Juang, 2008), mengidentifikasikan adanya tiga tipe peran yang sama-sama dimiliki oleh seorang suami dan istri dalam keluarga. Tiga tipe peran tersebut yaitu tipe.

(45) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 26. ekspresif yang terfokus pada pembangunan kepuasan emosional satu sama lain, tipe finansial yang terfokus pada usaha pengaturan perekonomian keluarga serta tipe pengasuhan anak yang memiliki fokus pada usaha membesarkan dan mendidik anak-anak. Dalam hal ini, baik suami maupun istri memiliki ketiga jenis peran tersebut, hanya saja seorang suami pertama-tama lebih terfokus pada tipe finansial kemudian tipe ekspresif dan terakhir pada tipe pengasuhan anak. Sementara itu seorang istri, pertamatama lebih terfokus pada tipe pengasuhan anak. Dalam beberapa kultur budaya, seorang wanita tidak hanya terfokus pada tipe pengasuhan anak saja, namun juga pada ketiga tipe peran tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa peran khas seorang istri lebih condong pada sosok yang lebih banyak bertanggung jawab pada upaya pengasuhan anak serta usaha pembangunan kepuasan emosional satu sama lain. Hal tersebut sejalan dengan stereotip terhadap peran wanita menurut hasil studi dari William dan Best yang telah dibahas sebelumnya. Di sisi lain, peran khas yang dimiliki istri tersebut membutuhkan kedewasaan psikis terutama dalam mengelola emosinya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Kartono (1992) yang menyatakan bahwa seorang wanita perlu kedewasaan psikis dalam melaksanakan macam-macam peranannya. Kedewasan psikis memiliki beberapa unsur, antara lain emosi yang stabil, mandiri, menyadari tanggung jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas, produktif-kretif, serta etis-religius..

(46) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 27. 2. Karakteristik Khas Istri dalam Perkawinan Menurut Regan dan Berscheid (dalam Matlin, 2012), urutan karakter yang di anggap paling penting bagi wanita dalam memilih pasangan hidupnya adalah sifat jujur atau karakter yang dapat dipercaya, kepekaan, keseimbangan kepribadian secara menyeluruh, kecerdasan, dan perhatian akan kebutuhan. Sementara itu, pria pertama-tama lebih memprioritaskan pemilihan pasangan berupa keseimbangan kepribadian secara menyeluruh, sifat jujur atau karakter yang dapat dipercaya, daya tarik fisik, kecerdasan, dan kemudian kesehatan. Oleh sebab itu, apa yang dibutuhkan wanita yang berbeda dari pria dalam pemilihan pasangan hidup adalah lebih pada kebutuhan akan karakter pasangan yang dapat memberikan rasa aman berupa sifat kejujuran, karakter yang dapat dipercaya, serta kepekaan sebagai bentuk perhatian terhadap pasangannya. Hal ini dikarenakan, kebutuhan wanita untuk dimengerti dan diperhatikan pada dasarnya lebih besar daripada pria. Hal ini sejalan dengan pendapat Duval dan Miller (1985) yang menyatakan bahwa bagi istri, kepuasan perkawinan berarti terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya intimasi. Dalam menentukan pasangan hidupnya, wanita juga memiliki kebutuhan yang berbeda dari pria. Menurut Hurlock (1953) ada beberapa faktor penting bagi seseorang dalam menarik perhatian lawan jenisnya. Biasanya, faktor-faktor tersebut belum menjadi perhatian khusus bagi seseorang yang baru menginjak masa remaja. Faktor-faktor tersebut baru.

(47) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 28. menjadi perhatian serta dirasa penting bagi seseorang yang mulai menginjak masa dewasa, dimana pada masa tersebut seseorang sudah mulai memikirkan masa depan dengan pasangan lawan jenisnya secara lebih mendalam. Setiap orang, baik pria maupun wanita, memiliki kebutuhan masing-masing berkaitan dengan kriteria pasangan yang mereka inginkan. Sebagai contohnya, laki-laki cenderung mencari perempuan yang dalam berbagai hal tidak lebih dari dirinya, sebab laki-laki selalu merasa lebih daripada perempuan. Sementara itu bagi perempuan dewasa, intelektualitas dan latar belakang pendidikan dari pasangannya cenderung lebih diutamakan sebagai faktor penting, sebab perempuan lebih menginginkan laki-laki yang dapat menjamin kehidupannya di masa depan. Hal tersebut sangat berbeda dengan konsep yang dimiliki oleh remaja, terutama remaja perempuan dalam memutuskan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Menurut Hurlock (1967), ada beberapa faktor yang menjadi alasan bagi para remaja di masa remaja mereka untuk memutuskan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Faktor yang paling menonjol adalah anggapan bahwa menjalin hubungan dengan lawan jenis atau berpacaran adalah sesuatu yang sangat wajar untuk dilakukan, dan setiap remaja melakukan serta mengalaminya. Kebanyakan remaja, baik laki-laki maupun perempuan meyakini bahwa jatuh cinta dan berkencan merupakan hal yang biasa dan sudah wajar untuk dilakukan, sebab teman sebaya mereka juga melakukannya. Hal ini menjadi sebuah gejala sosial yang menunjukkan.

(48) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 29. status mereka diantara teman sebayanya. Hal tersebut juga menimbulkan suatu kebanggaan di hadapan teman-teman sebaya dan semakin membuat mereka mudah diterima dalam kehidupan sosial teman-teman sebayanya. Di samping itu, berpacaran juga membuat mereka mendapatkan popularitas, sehingga mereka diakui eksistensinya sebagai seorang remaja. Dengan demikian, kebutuhan akan kriteria pasangan menjadi sebuah karakteristik khas istri dalam perkawinan. Kebutuhan akan kriteria pasangan tersebut lebih mengarah pada tuntutan akan rasa aman secara emosional berupa sifat kejujuran, karakter yang dapat dipercaya, serta kepekaan sebagai bentuk perhatian terhadap pasangannya. Karateristik khas tersebut secara khusus dimiliki oleh istri usia dewasa awal, dan belum sepenuhnya disadari oleh istri usia remaja.. 3. Perbedaan Karakteristik Istri Usia Remaja dan Istri Usia Dewasa Awal Perbedaan wanita yang menikah di usia remaja dan wanita yang menikah di usia dewasa terletak pada kesadaran akan kriteria pasangan yang. mengarah. pada. tujuan. perkawinannya.. Sebagaimana. yang. dikemukakan oleh Hurlock pada pembahasan sebelumnya, wanita usia remaja umumnya belum memiliki kesadaran akan kriteria pasangan sebagaimana kriteria akan pasangan yang dimiliki oleh wanita pada usia dewasa awal. Wanita usia dewasa awal umumnya sudah memiliki kesadaran akan kriteria pasangan yang benar-benar dapat memenuhi.

(49) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 30. kebutuhan emosional berupa jaminan akan rasa aman maupun jaminan akan terpenuhinya berbagai kebutuhan hidupnya di masa depan. Sementara itu, wanita usia remaja belum memiliki kesadaran akan hal tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (1967), bagi remaja, menjalin hubungan dengan lawan jenis atau berpacaran merupakan salah satu tuntutan sosial, sehingga apa yang menjadi harapan dalam menjalin hubungan dengan lawan jenisnya adalah pertama-tama mereka ingin menunjukkan status sosial serta ingin menegaskan eksistensi mereka di tengah kehidupan sosialnya. Dengan kata lain, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis atau berpacaran hanya karena mereka ingin diterima dalam kehidupan sosial dengan teman sebaya. Mereka beranggapan bahwa berpacaran atau menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah sesuatu yang sudah sewajarnya mereka lakukan dan alami. Dalam hal ini, ada kekhawatiran bahwa ketika mereka tidak berpacaran maka mereka tidak diterima dalam lingkungan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi mereka untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yaitu hanya sebatas keinginan untuk mendapat pengakuan. Hal ini juga menunjukkan bahwa para remaja cenderung menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa adanya alasan atau motivasi yang kuat. Oleh karena itu, seorang wanita yang memutuskan untuk menikah di usia remaja dan kemudian menjadi seorang istri, dapat dengan mudah mengalami suatu konflik dalam dirinya. Konflik tersebut muncul terutama ketika ia mulai mengalami pergeseran usia dari remaja menuju masa.

(50) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 31. dewasa, sehingga ia baru menyadari prioritas kebutuhannya yang berkaitan dengan kriteria karakter pasangan yang sesungguhnya. Kriteria karakter pasangan bagi wanita dewasa tersebut adalah seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni kebutuhan akan karakter pasangan yang dapat memberikan rasa aman berupa sifat kejujuran, karakter yang dapat dipercaya, serta kepekaan sebagai bentuk perhatian terhadap pasangannya. Pada umumnya hal tersebut menjadi konflik, sebab seorang remaja yang memutuskan untuk menikah belum memiliki kesadaran akan kebutuhan kriteria-kriteria tersebut. Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan akan kebutuhan emosional berupa jaminan akan rasa aman mempengaruhi kemampuan regulasi emosi istri usia remaja dengan regulasi emosi istri usia dewasa awal. Pada istri usia remaja, permasalahan regulasi emosi muncul ketika adanya konflik yang di akibatkan karena ketidaksesuaian antara kriteria pasangan yang diharapkan pada awal perkawinan dengan kriteria pasangan ketika sang istri tersebut mulai memasuki masa dewasa. Sementara itu, istri usia dewasa awal cenderung memiliki permasalahan regulasi emosi akibat adanya konflik berupa ketidaksesuaian akan pemenuhan karakter sebagaimana urutan pemenuhan karakter yang dikemukakan oleh Regan dan Berscheid..

(51) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 32. C. EMOSI 1. Pengertian Emosi Dalam kehidupan, manusia mengalami banyak pengalaman yang melibatkan emosi. Tanpa adanya emosi, kehidupan akan terasa datar. Dengan emosi, manusia dapat merasakan dan menilai suatu pengalaman yang dialaminya. Menurut Thompson (1994), segala sesuatu yang dikatakan memiliki proses emosional, biasanya menyiratkan sebuah urutan peristiwa yang melibatkan; pertama, situasi nyata maupun imajinasi; kedua, analisa terhadap suatu situasi tertentu; dan ketiga, suatu tanggapan emosional yang biasanya melibatkan pengalaman, perilaku dan psikologi. Dengan kata lain, proses emosional itu timbul ketika seseorang mengalami suatu peristiwa yang membuatnya mampu menganalisa situasi di sekitarnya dan menanggapi pengalaman perilaku serta keadaan psikologi yang dialami. Chaplin (dalam Safaria & Saputra, 2009) menyatakan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang terangsang dari organism, mencakup perubahanperubahan yang disadari, sifatnya mendalam, dan perubahan perilaku. Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah atau menyingkir terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami suatu emosi..

(52) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 33. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan sekaligus respon seseorang terhadap suatu keadaan atau pengalaman yang dialami, yang kemudian menimbulkan suatu perubahan psikologis dan fisiologis secara bersamaan. Adanya emosi tersebut kemudian merangsang atau menggerakkan seseorang untuk berpikir, bertindak dan melakukan sesuatu sebagai respon atas suatu pengalaman yang dialaminya.. 2. Tahapan Perkembangan Emosi Setiap individu memiliki tahap perkembangan yang dimulai dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa akhir. Setiap tahap perkembangan berdasarkan rentang usia tersebut memiliki karakteristiknya masingmasing. Tahapan perkembangan mencakup banyak hal, antara lain perkembangan fisik, motorik, sosial dan psikologi yang mencakup perkembangan emosi. Perkembangan emosi sendiri memiliki tahapan sesuai usia kronologis, antara lain usia kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam perkembangan emosi yang dibahas pada tema ini, ada dua tahapan usia yang lebih disoroti, yakni tahapan perkembangan emosi remaja dan dewasa. a. Perkembangan Emosi Remaja Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak-anak, namun juga belum dapat disebut sebagai orang dewasa. Pada masa tersebut, remaja dituntut.

(53) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 34. untuk belajar bagaimana menjadi orang dewasa. Menurut Santrock (2011), masa remaja dimulai pada usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 20 tahun. Dalam proses menuju dewasa, remaja mengalami. banyak perubahan. dalam. dirinya. yang juga turut. mempengaruhi perkembangan emosinya. Menurut Hurlock (1953), pola emosi pada masa remaja memiliki banyak persamaan seperti pada masa kanak-kanak, yang membedakan adalah frekuensi emosi dengan perbedaan rangsangan, intensitas emosi, respon khas yang dimunculkan dan jenis rangsangan yang mempengaruhi remaja pada umumnya. Remaja memiliki beragam bentuk emosi, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Menurut Hurlock (1967), bentuk-bentuk emosi yang umumnya muncul pada remaja antara lain ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kemarahan, kejengkelan, frustasi, kecemburuan, iri hati, rasa ingin tahu, kebahagiaan, dan kasih sayang. 1) Takut Bagi seorang remaja, banyaknya perubahan baru yang memerlukan berbagai penyesuaian seringkali memunculkan suatu bentuk emosi berupa rasa takut. Rasa takut dapat menjadi ukuran kedewasaan seseorang. Semakin besar ketakutan menunjukkan semakin kurang dewasanya seseorang. 2) Khawatir Khawatir dapat dimengerti sebagai bentuk ketakutan yang muncul karena imajinasi. Berkaitan dengan rasa khawatir yang muncul.

(54) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 35. tersebut, remaja membutuhkan adanya dukungan untuk mengelola kekhawatirannya. 3) Cemas Kecemasan adalah bentuk dari ketakutan berupa perasaan tidak nyaman dan gelisah yang muncul dari imajinasi. Kecemasan dapat dikatakan sebagai bentuk kekhawatiran yang berlebihan, sehingga membuat seorang remaja berusaha mengantisipasi masalah lebih dari yang sebenarnya dihadapi. 4) Marah Masa remaja dapat digambarkan juga sebagai masa dimana seseorang ingin lebih mengenal dirinya secara lebih mendalam. Ketika menemukan keterbatasan dalam mengekspresikan dirinya, seorang remaja cenderung menunjukkan pemberontakannya dalam bentuk kemarahan. Marah adalah emosi yang paling sering muncul pada remaja, berupa sikap agresif terhadap suatu hal, situasi maupun relasi atau hubungan dengan orang lain. 5) Jengkel Kejengkelan adalah bentuk dari kemarahan dalam intensitas yang lebih kecil. Perasaan. jengkel. dibangun sebagai. hasil. dari. pengkondisian, dimana perasaan tersebut muncul dari pengalaman tidak menyenangkan dengan orang lain, suatu hal, atau bahkan tindakan dirinya sendiri..

(55) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 36. 6) Frustasi Frustasi. adalah. bentuk. kemarahan. yang. dihasilkan. karena. ketidakmampuan atau ketidakberhasilan seseorang untuk meraih atau mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Frustasi biasanya disertai dengan perasaan gagal. Ketidakberdayaan serta perasaan gagal tersebut menimbulkan adanya potensi kemarahan. 7) Kecemburuan Kecemburuan terjadi ketika seseorang merasa posisinya dalam kelompok atau kasih sayang dari orang terdekat telah terancam. Terdapat dua elemen emosional yang muncul dalam perasaan cemburu, yaitu takut dan marah. 8) Iri Remaja menyadari bahwa harta benda tidak hanya memberinya kebanggaan di mata orang lain, tetapi juga suatu bentuk penerimaan sosial. Keterbatasan dalam pemenuhan harta benda menimbulkan perasaan iri pada seorang remaja. Salah satu bentuk ekspresi dari perasaan iri adalah sikap penyangkalan diri, yakni dengan mengatakan bahwa mereka puas dengan apa yang mereka miliki dan bersikap seakan-akan mereka tidak membutuhkan apa yang sebenarnya mereka inginkan. 9) Rasa ingin tahu Salah satu karakteristik seorang remaja adalah keinginannya untuk selalu ingin tahu. Rasa ingin tahu pada masa remaja tidak lebih besar.

(56) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 37. bila dibandingkan dengan pada masa kanak-kanak, kecuali jika remaja tersebut masuk ke lingkungan yang sama sekali baru. 10) Kebahagiaan Kebahagiaan. adalah. keadaan. sejahtera. dan. kepuasan. yang. menyenangkan. Situasi yang menimbulkan perasaan bahagia pada masa remaja adalah kapasitas atau kemampuan yang dimilikinya yang dapat membuatnya menyesuaikan diri dengan baik. 11) Kasih sayang Kasih sayang adalah keadaan emosional yang menyenangkan dengan intensitas yang relatif ringan terhadap orang, binatang, atau benda. Kasih sayang dibangun melalui hubungan yang lebih menyenangkan, tidak dibuat-buat dan tumbuh seiring waktu.. Berdasarkan berbagai bentuk emosi yang telah dibahas sebelumnya, terlihat bahwa marah adalah ekspresi emosi yang paling sering muncul pada remaja. Hal tersebut dikarenakan hampir sebagian besar bentuk emosi yang telah diuraikan diatas, bermuara pada ekspresi kemarahan, atau setidaknya memiliki unsur yang lebih dominan berupa kemarahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1953) yang menyatakan bahwa emosi marah sering kali muncul dibanding dengan emosi yang lainnya. Terhalangnya ekspresi diri atau pembatasaan terhadap keinginan remaja untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan menjadi faktor penyebab munculnya ekspresi emosi berupa kemarahan. Oleh karena itu,.

(57) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 38. bagi remaja yang telah menikah, potensi kemarahan menjadi lebih besar akibat adanya pembatasan-pembatasan atas tanggung jawab baru yang terkadang belum saatnya untuk dijalani.. b. Perkembangan Emosi Dewasa Masa dewasa merupakan kelanjutan dari masa remaja. Menurut Santrock (2011), masa dewasa awal dimulai pada usia 21 sampai dengan 34 tahun. Pada masa dewasa, seseorang diharapkan telah mampu menjalani peran-peran kedewasaan yang dilekatkan padanya seiring dengan usia kronologis yang semakin bertambah dan tingkat kematangan emosional yang telah dimilikinya. Berkaitan dengan perkembangan emosi pada masa dewasa, Mappiare (1983) menyebutkan bahwa masa dewasa awal merupakan usia di mana seseorang mengalami ketegangan-ketegangan emosi. Menurut Mappiare, proses penyesuaian diri terhadap persoalan yang umum dihadapi dalam masa dewasa awal sering kali menimbulkan ketegangan-ketegangan emosi sampai mendekati pertengahan masa dewasa awal. Ketegangan emosional pada masa dewasa awal berupa ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran. Perasaan takut atau khawatir tersebut umumnya bergantung pada ketercapaian penyesuaian diri dari persoalan-persoalan yang dihadapi dan sejauh mana kesuksesan atau kegagalan yang dialami dalam pergumulan persoalan..

(58) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 39. Mappiare menegaskan bahwa masa dewasa awal merupakan periode usia munculnya berbagai persoalan, baik dalam hal pasangan hidup maupun dalam lingkup pekerjaan yang memicu ketegangan emosi. Semua hal tersebut tentunya berkaitan erat dengan bagaimana penyesuaian diri individu tersebut. Dalam menyesuaikan diri, seseorang perlu memiliki sifat atau keadaan yang menunjukkan kematangan emosi. Ciri kematangan menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983), yaitu: 1) Berorientasi pada tugas Seseorang yang telah memasuki masa dewasa lebih berorientasi pada tugas, serta tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendiri atau kepentingan pribadi. Dalam hal ini, seseorang yang memasuki masa dewasa mulai lebih bersemangat untuk lebih banyak mengenal dunia melalui karir yang diperankannya. Hal tersebut membuat seseorang mengesampingkan ego dan perasaan-perasaan diri atau kepentingankepentingan pribadinya sendiri. 2) Memiliki tujuan jelas Bagi individu yang matang, memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien. Dalam hal ini, seseorang mulai mampu mengenali prioritas hidupnya, memandang jauh kedepan dan merencanakan hidup secara lebih matang. 3) Mengendalikan perasaan Seseorang yang matang secara emosi dapat mengendalikan perasaanperasaannya dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaan yang.

Gambar

Tabel 4.15  : Hasil Perhitungan Skor Empiris dan Skor Teoritis Tiap
Tabel 1. Blue Print Skala Regulasi Emosi Uji Coba
Tabel 2. Blue Print Item yang Lolos
Tabel 3. Blue Print Skala Regulasi Emosi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari bentuk dan ambitus suara Musik Bambu Sorume dapat di kategorikan dengan beberapa jenis: (1) Bass; (2) Tenor Badan Satu; (3) Tenor Badan Dua; (4) Kendang; (5)

Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian-kajian pendukung lain, maka pembahasan akan difokuskan pada pengendalian kualitas proses untuk beberapa variabel

control dengan performa atlet renang jarak 50 meter gaya bebas Porprov Banten. untuk memperoleh gambaran mengenai locus of control dan performa atlet3. peneliti menggunakan

Results shows that using 25 scale segmentation and incorporating suitable texture classification and object-oriented classifiers, it significantly improved the shadowed

Hasil penelitian ini adalah sebagian masyarakat Lampung Sai Batin yang ada di Desa Umbul Buah masih melakukan pernikahan adat Lampung Saibatin dan paham mengenai nilai dan

Tampak hubungan ekspresi positif dan negatif C-erbB2 dengan derajat keganasan histopatologik, terlihat C-erbB2 yang positif pada derajat 1 (5 kasus), meningkat pada derajat

[r]

At 35 days, application of 80 t maize litter/ ha without biochar (A2B0 treatment) resulted in significantly higher P total that that of A0B0, A0B1, A0B2, A1B0, A2B1, A2B2