• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ancylostoma (Morfologi, Identifikasi Dan Reproduksi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ancylostoma (Morfologi, Identifikasi Dan Reproduksi)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Ancylostoma

Ancylostoma adalah genus yang mencakup beberapa spesies cacing tambang diantaranya :

- Necator americanus (new world hook worm) pada manusia - Ancylostoma duodenale (old world hook worm) pada manusia - Ancylostoma braziliense pada kucing dan anjing

- Ancylostoma caninum pada kucing dan anjing (Muslim, 2005).

I. Morfologi

1. Ancylostoma duodenale

Ancylostoma duodenale merupakan cacing yang banyak dijumpai pada

pekerja tambang di Eropa, Cina dan Jepang sehingga cacing ini disebut sebagai cacing tambang. Ancylostoma duodenale berbentuk silindris yang berwarna putih keabuan dan bentuk tubuh menyerupai huruf C. Cacing betina mempunyai ukuran panjang 9-13 mm dan memiliki ekor meruncing, sedangkan cancing jantan berukuran panjang antara 5-11 mm dan pada ekor memiliki bursa kopulasi (Soedarto, 2009). Bursa kopulasi yaitu suatu membran yang lebar dan jernih yang berfungsi memegang cacing betina pada waktu kopulasi. Pada Ancylostoma duodenale, bursa kopulasinya melebar seperti payung dengan dorsal rays tunggal, bercabang di bagian ujung, dan terdapat dua spikula yang letaknya berjauhan serta ujungnya runcing (Natadisastra dan Agoes, 2009).

(2)

Ancylostoma duodenale dewasa (Sumber: http://www.sciencephoto.com)

Bursa kopulatri cacing jantan (Sumber: http://www.cdc.gov)

Pada bagian mulut terdapat kapsula (rongga) bucca lis dimana

Ancylostoma duodenale memiliki 2 pasang gigi/4 gigi ventral di margin

(3)

Dua pasang gigi Ancylostoma duodenale (Sumber: The McDonnell Genome Institute, 2014)

Telur berbentuk oval, tidak berwarna, berukuran 40 x 60 . Dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline yang halus, di antara ovum dan dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar bersama tinja mempunyai ovum yang mengalami segmentasi 2, 4, dan 8 sel. Per-hari seekor cacing betina Ancylostoma duodenale dapat menghasilkan telur sebanyak 10.000 – 20.000 (Natadisastra dan Agoes, 2009).

2. Necator americanus

Morfologi Necator americanus mirip dengan Ancylostoma duodenale. Perbedaan antara kedua spesies ini adalah bentuknya yang khas terutama pada cacing betina. Bentuk Necator americanus menyerupai huruf S (Natadisastra dan Agoes, 2009).

(4)

Necator americanus dewasa

(Sumber: http://www.tropicalmed.eu)

Cacing jantan berukuran 7-9 mm x 0,3 mm, memiliki bursa kopulasi bulat dengan dorsal rays dua cabang. Terdapat dua spikula yang terletak berdempetan dan ujungnya berkait. Cacing betina memiliki ukuran 9-11 mm x 0,4 mm, pada ujung posterior tidak didapatkan spina kaudal, vulva terletak di bagian anterior kira-kira pada pertengahan tubuh (Natadisastra dan Agoes, 2009).

Bursa kopulasi cacing jantan (Sumber: http://workforce.calu.edu)

Necator americanus memiliki buccal capsule sempit, pada dinding

(5)

sedangkan sepasang lagi kurang nyata ada di dinding dorsal (Natadisastra dan Agoes, 2009).

Bentuk telur Necator americanus tidak dapat dibedakan dengan

Ancylostoma duodenale. Per-hari jumlah telur yang di hasilkan cacing

betina Necator americanus berjumlah 9.000-10.000 (Natadisastra dan Agoes, 2009).

3. Ancylostoma braziliense

Ancylostoma braziliense mempunyai predileksi atau ‘tempat favorit’ pada

usu halus anjing, kucing dan karnivora lainnya. Cacing ini mirip dengan

Ancylostoma caninum tetapi bucal capsulnya memanjang dan berisi 2

pasang gigi central, sebalah lateral besar dan sebelah medial sangan kecil. Selain itu Ancylostoma braziliense memiliki sepasang gigi segitiga di dasar bucal capsul. Cacing betina berukuran 6-9 mm sedangkan cacing jantan berukuran 5-8 mm. Cacing betina dapat menghasilkan 4.000 butir telur setiap harinya (Levine, 1994).

Mulut Ancylostoma braziliense (Sumber: Prianto dkk, 1994). 4. Ancylostoma caninum

Cacing Ancylostoma caninum dewasa memiliki predileksi pada mukosa usus halus anjing, rubah, anjing hutan, serigala dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia. Cacing jantan berukuran 11-13 mm dengan spikulum,

(6)

sedangkan cacing betina memiliki ukuran 14-21 mm. Cacing betina bisa menghasilkan rata-rata 16.000 butir telur setiap harinya (Levine, 1994).

Mulut Ancylostoma caninum (Sumber: Prianto dkk, 1994).

II. Identifikasi

Dalam identifikasi infeksi cacing parasit diperlukan adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing masih hidup ataupu yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing usus (seperti Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui fese atau tinja (Kadarsan, 2005).

Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing atau larva infektif. Tujuan lain dari pemeriksaan feses ini adalah untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang diperiksa fesesnya. Sebagian besar infeksi parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan di laboratorium sangat diperlukan karena diagnosis yang hanya didasarkan pada gejala klinis kurang dapat dipastikan (Gandahusada dkk, 2000).

(7)

Diagnosis infeksi Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilakukan dengan menemukan telur dan larva dalam feses menggunakan pembiakan Harada-Mori (Muslim, 2005). Metode Harada-Mori merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi cacing tambang. Metode ini terbukti memiliki ketelitian lebih tinggi dalam mendeteksi cacing tambang dibandingkan metode pemeriksaan feses yang lain. Jika dilakukan dengan benar metode ini sensitif, ekonomis, sederhana dan mudah dilakukan (Shahid dkk, 2010).

Prinsip kerja metode Harada-Mori adalah dengan mengoleskan feses pada sepertiga bagian dalam kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam tabung kerucut sentifugal yang berisi air sampai menyentuh ujung kertas saring. Tabung kerucut sentrifugal disimpan pada suhu kama selama waktu perkembangan larva dan jatuh dalam air dalam 7-10 hari (Paniker, 2013).

Manusia merupakan satu-satunya hospes bagi cacing tambang. Telur

Ancylostoma duodenale dan Necator americanus sulit dibedakan satu

dengan lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran telur dimana ukuran telur Necator americanus adalah 64 x 36 , sedangkan

Ancylostoma duodenale berukuran 56 x 36 . Telur ini akan keluar bersama fese penderita, setelah 1-2 hari akan menetas menjadi larva rabditiform. Setelah mengalami 2 kali pergantian kulir, larva rabditiform akan berubah menjadi larva filariform (Shahid dkk, 2010).

Larva filariform cacing tambang adalah larva infektif bagi manusia. Larva ini berukuran 500 – 700 , tidak memiliki rongga mulut dan esophagus (Soedarto, 2009).

III. Reproduksi

Reproduksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus) terjadi di dalam usus manusia dan bersifat gonochoristis,

dimana testis menghasilkan sperma dan ovarium menghasilkan ovum. Sperma umumnya bersifat amoeboid. Saluran kelamin jantan bermuara di

(8)

usus sedangkan saluran kelamin betina memiliki lubang muara keluar tersendiri. Fertilisasi terjadi secara internal (Radiopoetra, 1991).

Proses fertilisasi diawali dengan keluarnya pheromon dari cacing betina yang digunakan untuk menarik cacing jantan. Kemudian cacing jantan akan membuka lubang genital betina menggunakan spikula, kemudian dilanjutkan dengan pemindahan sperma. Terjadilah fertilisasi. Telur yang dihasilkan dari fertilisasi tersebut berjumlah ±10.000 per hari (Barnes, 1987).

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R. 1987. Avertebrata Zoology. Florida: Dryeden Press. Gandahusada, SW dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:

Fakultas Kedokteran UI.

Kadarsan, S. 2005. Binatang Parasit. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Levine, ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muslim, H.M. 2005. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Natadisastra, D dan R. Agoes. 2009. Parasitologi Kedoteran: Ditinjau dari Organ

Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.

Noble, E.R dan G.A Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan Edisi

Lima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Paniker, C.K.J. 2013. Paniker’s Textbook Medical Parasitology. Nepal: Jaypee Brother Medical Publishers.

(9)

Prianto, J dkk. 1994. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Radiopoetra. 1991. Zoologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Shahid, dkk. 2010. Identicifation of Hookworm Species in Stool By Harada Mori Culture. Bangladesh J Med Microbiol. Vol. 04,

No. 02.

Soedarto, D.T.M.H. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Penerbit Agung Seto. The McDonnell Genome Institute. 2014. Genome: Ancylostoma

duodenale. Tersedia online di

http://genome.wustl.edu/genomes/detail/ancylostoma-duodenale/ [diakses pada 27 September 2016].

Referensi

Dokumen terkait