• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMPERKUAT KEAMANAN NUKLIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMPERKUAT KEAMANAN NUKLIR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

28-1

2016

Keselamatan Nuklir

2016

KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA DALAM

MEMPERKUAT KEAMANAN NUKLIR

Mohamad Mamat dan Angga Kautsar

Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir - BAPETEN

m.mamat@bapeten.go.id

ABSTRAK

KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMPERKUAT KEAMANAN NUKLIR. Kondisi

geografis Indonesia berupa negara kepulauan yang sangat luas dan memiliki ribuan pulau menjadikan Indonesia sangat mudah terhadap keluar-masuknya zat radioaktif/bahan nuklir secara ilegal, terjadinya illicit trafficking, terorisme nuklir, sabotase instalasi nuklir/radiasi untuk dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga dapat menimbulkan ancaman kemanan nuklir yang dapat mengancam keamanan nasional dan global. Pada KTT Keamanan Nuklir yang kedua di Seoul, Korea Selatan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian/Lembaga telah menyusun upaya-upaya untuk memperkuat keamanan nuklir sebagai bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperkuat keamanan nuklir global. Dalam mewujudkan komitmennya Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan, diantaranya adalah lemahnya legislasi nasional, kurangnya sistem pengawasan keamanan nuklir dan kurangnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan kurangnya infrastruktur terkait keamanan nuklir. Tantangan tersebut membatasi ruang gerak dari Kementerian/Lembaga terkait keamanan nuklir dalam membangun dan mengembangkan infrastruktur, sehingga harus ditindaklanjuti dengan rencana aksi melalui Kementerian/Lembaga terkait keamanan nuklir sebagai upaya dalam memperkuat keamanan nuklir.

Kata kunci: tantangan, komitmen, rencana aksi, keamanan nuklir.

ABSTRACT

INDONESIAN GOVERNMENT COMMITMENT IN STRENGTHENING THE NUCLEAR SECURITY.

The geographical condition of Indonesia in the form of an archipelago is very spacious and has thousands of islands so that it can be a very easy access to the exit-entry of radioactive material / nuclear materials illegally, the illicit trafficking, nuclear terrorism, sabotage of nuclear installations / radiation to be abused so can pose a threat to nuclear security that may threaten national and global security. At the second summit in Seoul, South Korea, the Government of Indonesia has drawn up efforts to strengthen nuclear security as a commitment of the Government of Indonesia to strengthen global nuclear security. In realizing the commitment, the Government of Indonesia face challenges, including the weakness of national legislation, the lack of nuclear safety control system and lack of coordination between Ministry / Agency and the lack of infrastructure related to nuclear security. These challenges limit the capabilities of the Ministry / Agencies related to nuclear security in building and developing the infrastructure, so it has to be followed up by an action plan by the Ministry / Agencies related to nuclear security in an effort to strengthen nuclear security.

Keywords: challenge, commitment, action plans, nuclear security.

I. PENDAHULUAN

Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) keamanan nuklir adalah konfrensi pemimpin dunia yang bertujuan untuk mencegah terorisme nuklir di seluruh dunia. Pertemuan pertama diadakan di Washington, DC, Amerika Serikat, pada 12-13 April 2010.

Pada KTT kemanan nuklir kedua di Seoul, yang dihadiri langsung oleh Presiden Indonesia waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah Indonesia tidak hanya sebagai peserta melainkan sebagai negara yang berkontribusi pada KTT tersebut, dimana Pemerintah Indonesia berinisiatif untuk mewujudkan penguatan keamanan nuklir global melalui komitmen.

Dalam Komunike bersama tersebut disepakati: 1. Akses konvensi dalam perlindungan terhadap

proteksi fisik pada bahan nuklir, atau dikenal dengan Convention on the Physhical Protection Nuclear Material (CPPNM) sebelum tahun 2014. 2. Selain itu, disepakti dalam komunike bersama

adalah mendorong PBB untuk lebih berperan dalam memperjuangkan keamanan nuklir dunia. 3. Negara-negera peserta juga meminta IAEA lebih

diperkuat dalam kerangka menjamin keamanan nuklir global.

4. Peserta juga sepakat untuk melakukan pengurangan atau bahkan melakukan pengurangan

(2)

28-2

uranium yang diperkaya atau Highly Enriched Uranium (HEU).

5. Lingkup akhir dari komunike tersebut adalah segera mengatur penyebaran dan penjualan bahan bakar nuklir, yang selanjutnya agar negara peserta untuk dapat membangun kemampuan nasionalnya dalam melakukan pencegahan, pendeteksian, bahkan penuntutan dalam penyebaran dan perdagangan bahan nuklir yang di luar dari mekanisme dan aturan internasional.

Selain itu, komunike ini juga menggarisbawahi tentang pentingnya keamanan dalam mencegah material nuklir jatuh ke tangan yang salah, sehingga akan memunculkan nuklir terorisme.

Perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir dengan menggunakan zat radioaktif dan bahan nuklir di Indonesia semakin luas disegala bidang baik di bidang kesehatan, penelitian dan pengembangan, dan industri. KTT kedua diadakan di Seoul, Korea Selatan, pada tahun 2012. KTT ketiga diselenggarakan di Den Haag, Belanda, pada Maret 24- 25, 2014. KTT keempat diadakan di Washington, DC pada 31 Maret-1 April, 2016.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian/Lembaga (K/L) telah menyusun upaya-upaya untuk memperkuat keamanan nuklir sebagai bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperkuat keamanan nuklir global.

II. METODE / METODOLOGI /

LANDASAN TEORI / POKOK BAHASAN

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tantangan yang teridentifikasi dalam mewujudkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam memperkuat keamanan nuklir serta rencana aksi apa saja yang dapat dilakukan K/L terkait keamanan nuklir untuk menghadapi tantangan yang ada.

Adapun beberapa tantangan yang teridentifikasi dalam mewujudkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam memperkuat keamanan nuklir adalah:

A. Lemahnya Legislasi Nasional

Legislasi nasional terkait nuklir baru terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga nukliran (UUK). Pengaturan dalam UUK lebih menonjolkan aspek keselamatan nuklir. Sebagai contoh, ketentuan pidana dalam UU dimaksud lebih banyak menyentuh aspek pelanggaran izin dan keselamatan, serta belum mengatur kriminalisasi penyalah gunaan bahan nuklir dan radioaktif, termasuk kriminalisasi untuk penyalah gunaan bahan nuklir dan sumber radioaktif yang berada di luar pengawasan (out of regulatory control).

Sementara itu pengaturan di level peraturan pelaksana, aspek keamanan nuklir yang diatur sebatas

keamanan sumber radioaktif dan bahan nuklir untuk pemegang izin.

B. Kurangnya Sistem Pengawasan Keamanan

Nuklir

Kondisi geografis Indonesia berupa negara kepulauan yang sangat luas dan memiliki ribuan pulau dapat menjadi akses yang sangat mudah terhadap keluar-masuknya sumber radioaktif dan bahan nuklir secara ilegal, terjadinya illicit trafficking, terorisme nuklir, sabotase instalasi nuklir/radiasi untuk dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga dapat menimbulkan ancaman kemanan nuklir yang dapat mengancam keamanan nasional dan global.

Upaya untuk memperkuat pengawasan keluar-masuknya sumber radioaktif dan bahan nuklir terbentur oleh belum adanya peraturan perundang-undangan yang memayungi kegiatan tersebut, sehingga membatasi ruang gerak K/L terkait keamanan nuklir dalam melakukan kegiatan pencegahan, deteksi dan respons keamanan nuklir.

C. Kurangnya Koordinasi Antar K/L dan

Kurangnya Infrastruktur terkait Keamanan Nuklir

Luas dan banyaknya akses keluar-masuk wilayah Negara Indonesia memerlukan kerjasama dari semua K/L terkait dalam melaksanakan upaya terkait keamanan nuklir. Masing-masing K/L harus mempunyai peran yang jelas dan tidak saling tumpang tindih. Kondisi saat ini belum memperlihatkan kerja sama antar K/L yang ada.

K/L yang terkait dalam pelaksanaan upaya Keamanan Nuklir perlu didukung dengan infrastruktur yang kuat. Infrastruktur keamanan nuklir berupa sumber daya manusia (SDM) keamanan nuklir, fasilitas dan peralatan keamanan nuklir.

Metodologi yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah melakukan reviu melalui pengumpulan informasi mengenai upaya yang telah dilakukan K/L terkait keamanan nuklir dalam memperkuat keamanan nuklir.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam mewujudkan komitmennya, Pemerintah Indonesia melalui K/L terkait keamanan nuklir menyatakan komitmen dan rencana aksi sebagai berikut:

A. Penguatan Legislasi Nasional

1. Rancangan Undang-Undang tentang

Keamanan Nuklir

Dalam upaya penguatan legislasi nasional, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar

(3)

28-3

Negeri dan (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) BAPETEN pada tahun 2012 berinisiatif untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan Nuklir sebagai penjawantahan dari langkah untuk memperkuat legislasi nasional. BAPETEN menjadi leading sector dalam penyusunan RUU ini, dimulai dari tahun 2012 dimana kegiatan difokuskan pada penyusunan naskah akademik dan dilanjutkan penyusunan RUU-nya pada tahun 2013 [1]. Namun karena ditolaknya penyusunan RUU ini dalam mendapatkan izin prakarsa akhirnya RUU ini direncanakan untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2015-2019, tetapi pada kenyataannya RUU ini juga tidak masuk ke dalam prolegnas 2015-2019, sehingga sampai saat ini prosesnya hanya masih sebatas perencanaan dalam hal administratif untuk mendapatkan izin prakarsa atau masuk ke dalam prolegnas untuk memulai penyusunan bersama tim panitia antar Kementerian/Lembaga (K/L), walaupun sejatinya muatan RUU ini sudah disusun bersama perwakilan K/L terkait semenjak tahun 2013 hingga saat ini dan telah dikonsultasipublikkan ke berbagai daerah di Indonesia, dan mendapatkan repons yang baik untuk segera dapat dibahas agar dapat mengisi kekosongan hukum yang ada.

Tentunya dengan adanya usaha yang telah dilaksanakan semenjak tahun 2012 demi menyelesaikan penyusunan RUU ini serta mengingat adanya urgensi dari penyusunannya, diharapkan proses penyusunannya dapat segera diselesaikan dan dapat segera diundangkan. Dimana RUU ini ditujukan untuk mengatur keamanan nuklir di luar hal-hal yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenaganukliran (out of regulatory control) dan juga mengatur sanksi pidana dari penyalahgunaan bahan nuklir atau zat radioaktif oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengakibatkan kejadian keamanan nuklir (nuclear security event).

RUU Keamanan Nuklir ini diharapkan menjadi payung hukum untuk berbagai upaya dalam rangka memperkuat keamanan nuklir.

2. Pengesahan International Convention for The

Suppression of Acts on Nuclear Terrorism

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa maraknya tindakan terorisme pada beberapa dekade terakhir telah membuat berbagai negara semakin khawatir akan keselamatan warga negara dan kestabilan keamanan dalam negeri maupun internasional. Terorisme yang terjadi belakangan semakin canggih metodenya karena para pelaku mampu mengikuti perkembangan teknologi serta kondisi sosial masyarakat terkini, sehingga tindakan terorisme mampu menciptakan rasa takut di masyarakat. Naskah International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir atau disebut juga sebagai Konvensi Terorisme Nuklir) pertama kali diajukan pada sesi pertama Komite Ad Hoc PBB yang lahir berdasarkan

Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 51/210. Pada saat itu, instrumen internasional yang ada belum mengatur mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme nuklir. Konvensi proteksi fisik bahan nuklir, yang saat itu merupakan satu-satunya instrumen hukum nuklir yang dapat diacu, terbatas pada pengaturan proteksi fisik bahan nuklir dan instalasi nuklir termasuk pengangkutan internasional bahan nuklir dan karenanya tidak mengatur zat radioaktif dan fasilitas radiasi yang dapat menjadi target tindakan terorisme.

Indonesia menyadari bahwa pengesahan Konvensi akan bermanfaat bagi kepentingan nasional dan sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia dan sesuai dengan tujuan politik bebas aktif Indonesia. Implementasi pengesahan Konvensi ini akan memperkuat fondasi hukum dan kerangka hukum di Indonesia. Dengan disahkannya Konvensi ini, dimungkinkan adanya penguatan infrastruktur yang berkaitan dengan keamanan nuklir, kerja sama multilateral dan kolaborasi dengan negara anggota dan organisasi internasional dalam hal kerangka hukum pencegahan dan penanggulangan terorisme. Pengesahan Konvensi Terorisme Nuklir membuka pula kemungkinan bantuan teknis dari dunia internasional dalam hal capacity building, penguatan infrastruktur terkait keamanan nuklir, penguatan koordinasi dan kelembagaan, serta kerahasiaan informasi.

Dengan dilatarbelakangi alasan di atas, kementerian luar negeri dan BAPETEN pada tahun 2013 meyusun rancangan undang-undang untuk mengesahkan/meratifikasi konvensi tersebut, dan akhirnya menjadi undang-undang dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 10 tahun 2014 tentang Pengesahan International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir) [2].

3. Penyusunan National Legislation

Implementation Kit on Nuclear Security

Pemerintah Indonesia menyusun NLIK sebagai hadiah untuk KTT ketiga Keamanan Nuklir (NSS III) di Den Haag. Penyusunan NLIK dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Luar Negeri, BAPETEN sertaVERTIC. BAPETEN ikut berperan aktif dalam penyusunan National Legislation Implementation Kit (NLIK) tersebut pada tahun 2013. Materi muatan disusun sejalan dengan muatan RUU Keamanan Nuklir yang juga sedang disusun.

NLIK bersifat tidak mengikat secara hukum dan bertujuan untuk membantu suatu negara mengembangkan legislasi nasional yang komprehensif tentang keamanan nuklir ,disesuaikan dengan budaya hukum dan proses penyusunan legislasi internal negara masing-masing; serta untuk menyediakan referensi dari berbagai instrumen hukum dan dokumen pedoman

(4)

28-4

internasional yang relevan yang bersama-sama membangun kerangka global untuk keamanan nuklir.

Pada bagian III NLIK berisi Model Hukum yang mempertimbang referensi mengenai keamanan nuklir global yang sudah ada. Bagian III NLIK ini memberi usulan Model Hukum untuk mengimplementasikan instrumen internasional, untuk membantu suatu negara memperkuat kerangka hukumnya terkait keamanan nuklir. Selain itu, duplikasi kewajiban penerapan antara instrumen ini, terutama di bidang persiapan penuntutan, yurisdiksi , proses pidana dan kerjasama internasional , telah diharmonisasikan dalam Model ini.

Model hukum tersebut terdiri dari tujuan, ruang lingkup dan sistematika; definisi; ketentuan untuk peraturan nasional terkait keamanan nuklir, termasuk pembentukan lembaga yang berwenang; proteksi fisik dan keamanan bahan nuklir dan radioaktif lainnya serta fasilitas nuklir, keamanan sumber radioaktif, notifikasi insiden, pengangkutan, impor, ekspor dan transit bahan nuklir dan sumber radioaktif; penuntutan dan sanksi; yurisdiksi; dan proses pidana dan kerjasama internasional. Otoritas internasional yang relevan (misalnya, perjanjian, kode, pedoman) untuk setiap ketentuan yang jelas ditunjukkan dalam catatan kaki yang menyertainya.

Model hukum berfokus pada langkah-langkah untuk pencegahan, deteksi dan respon terhadap tindakan kriminal atau tindakan tidak sah yang disengaja yang ditujukan terhadap bahan nuklir dan bahan radioaktif lainnya, fasilitas nuklir atau fasilitas yang terkait dengan pengelolaan sumber radioaktif, namun tidak membahas implementasi nasional dari instrumen internasional yang terkait dengan pertanggungjawaban kerugian nuklir, keselamatan dan garda aman [3].

B. Peningkatan Sistem Pengawasan Bahan Nuklir

dan Sumber Radioaktif

Sejak Tahun 2010, BAPETEN telah memberlakukan sistem keamanan terhadap bahan nuklir dan sumber radioaktif dalam sistem pengawasan BAPETEN, yang antara lain berupa:

1. Pengawasan barang impor dan ekspor melalui

Indonesian National Single Window (INSW)

INSW ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk dapat mendorong kelancaran dan kecepatan arus barang ekspor-impor, sehingga diharapkan akan mampu menggerakkan perekonomian nasional, meningkatkan daya saing nasional dan merangsang masuknya investasi. Sedangkan tujuan INSW adalah mewujudkan pelayanan dan kegiatan operasional di pelabuhan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung upaya penurunan biaya logistik nasional Indonesia dalam hal proses perizinan untuk

mengurangi angka dwelling time dan biaya [4]. Untuk setiap impor dan ekspor bahan nuklir ataupun sumber radioaktif harus mendapat persetujuan dari BAPETEN sebagai salah satu cara pelaksanaan pengawasan.

2. Sistem Pemantau Sumber Radioaktif

Pada Tahun 2011, BAPETEN telah mulai menerapkan sistem pemantau sumber radioaktif (Radioactive Source Tracking System) untuk mengetahui keberadaan sumber-sumber radioaktif yang digunakan secara mobile oleh pengguna izin di seluruh wilayah Indonesia. Dengan sistem ini, diharapkan upaya penyalahgunaan sumber radioaktif dapat dicegah karena dapat dimonitor secara real time oleh BAPETEN.

3. Pemasangan Radiation Portal Monitor

BAPETEN dan IAEA bekerja sama dengan mengupayakan dipasangnya Radiation Portal Monitor (RPM) di pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia untuk mendeteksi keluar masuknya bahan nuklir dan/atau sumber radioaktif. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan arahan Presiden untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memasang RPM di selruh pelabuhan internasional, bandar udara internasional dan pos lintas batas negara, sebagai bentuk pengawasan dan pencegahan zat radioaktif atau nuklir masuk dan keluar wilayah Indonesia secara ilegal. Sampai saat ini sudah terpasang enam RPM di Indonesia, yaitu di:

a. Pelabuhan Belawan, Medan b. Pelabuhan Bitung

c. Pelabuhan Makasar

d. Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta e. Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan f. Bandar Udara Soekarno Hatta, Cengkareng.

C. Peningkatan Koordinasi Antar K/L dan

Kurangnya Infrastruktur terkait Keamanan Nuklir

Pada Tahun 2012, BAPETEN mendorong dibentuknya Tim Antar K/L dalam hal pencegahan dan pemberantasan perdagangan gelap, penyelundupan, dan illicit trafficking bahan nuklir atau sumber radioaktif di pelabuhan, bandara, dan batas negara. Dalam hal ini BAPETEN juga telah menandatangani beberapa Nota Kesepahaman (MoU) dengan beberapa K/L terkait untuk melaksanakan kerjasama dalam bidang pengawasan radioaktif di wilayah Indonesia, antara lain dalam rangka mencegah perdagangan gelap, penyelundupan, dan illicit trafficking bahan nuklir atau sumber radioaktif.

Puncaknya adalah dengan peresmian Indonesia Center of Excellence on Nuclear Security and Emergency Preparedness (I-CoNSEP) di Yogyakarta pada 19 Agustus 2014 lalu, berawal dari gagasan BAPETEN bersama-sama dengan K/L terkait yang

(5)

28-5

terlibat dalam keamanan nuklir dan kesiapsiagaan nuklir. I-CoNSEP bertujuan menjadi wadah koordinasi antar lembaga dalam penanganan isu-isu terkait keamanan nuklir maupun kesiapsiagaan nuklir di tingkat nasional, sehingga seluruh upaya dan kemampuan dalam bidang keamanan nuklir dan kesiapsiagaan nuklir dapat dilaksanakan secara sinergis. Sebagai wadah koordinasi antar lembaga, I-CoNSEP memerlukan suatu tempat sebagai sarana untuk mempermudah seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan koordinasi, peningkatan kemampuan SDM serta penyediaan dukungan sarana prasarana.

I-CoNSEP adalah pusat keunggulan yang mengutamakan koordinasi antarlembaga dalam meningkatkan kemampuan nasional di bidang keselamatan nuklir dan kesiapan darurat. I-CoNSEP diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dan infrastruktur yang dibutuhkan semua pemangku kepentingan di Indonesia. Dengan adanya I-CoNSEP, sinergi dan kerjasama antarlembaga dalam memperkuat keamanan nuklir dan infrastruktur kesiapsiagaan darurat nasional dapat ditingkatkan. Selain itu, I-CoNSEP diharapkan menjadi patokan dalam keamanan dan darurat kesiapan nuklir, baik di tingkat nasional, regional dan internasional [5].

Adapun K/L terkait keamanan nuklir, diantaranya adalah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, TNI Angkatan Darat, Kepolisian Negara Republik Indonesia, BAPETEN, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika (BMKG), dan Badan Intelijen Negara (BIN).

IV. KESIMPULAN

Tantangan aspek keamanan nuklir yang sejauh ini teridentifikasi diantaranya adalah lemahnya legislasi nasional, kurangnya sistem pengawasan keamanan nuklir dan kurangnya koordinasi antar k/l dan kurangnya infrastruktur terkait keamanan nuklir. Tantangan tersebut membatasi ruang gerak dari K/L terkait keamanan nuklir dalam membangun dan mengembangkan infrastruktur.

Adapun upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menghadapi tantangan yang ada antara lain melalui penguatan legislasi nasional, kurangnya sistem pengawasan keamanan nuklir dan kurangnya koordinasi antar K/L dan kurangnya infrastruktur terkait keamanan nuklir.

Sedangkan rencana aksi yang telah atau sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang coba penulis identifikasi dalam upaya yang dilakukan untuk menghadapi tantangan yang ada dalam hal mengenai

tantangan lemahnya legislasi nasional adalah melalui penguatan legislasi nasional dengan melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nuklir, pengesahan International Convention for The Suppression of Acts on Nuclear Terrorism, dan penyusunan National Legislation Implementation Kit on Nuclear Security.

Upaya yang dilakukan untuk menghadapi tantangan yang ada dalam hal mengenai tantangan kurangnya sistem pengawasan keamanan nuklir adalah melalui pengawasan barang impor dan ekspor melalui INSW, pemasangan RPM, dan peningkatan koordinasi antar K/L dan kurangnya infrastruktur terkait keamanan nuklir.

Upaya yang dilakukan untuk menghadapi tantangan yang ada dalam hal mengenai tantangan kurangnya koordinasi antar K/L dan kurangnya infrastruktur terkait keamanan nuklir adalah melalui peresmian Indonesia Center of Excellence on Nuclear Security and Emergency Preparedness (I-CoNSEP).

Uraian di atas dapat disimpulkan melalui Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Rencana Aksi Keamanan Nuklir

DAFTAR PUSTAKA

1. Draf RUU tentang Keamanan Nuklir

2. Lembar Negara (2014), Undang-Undang No. 12 tentang tentang Pengesahan International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir), Indonesia

3. Nuclear Legislation Implementation Kit on Nuclear Security, www.vertic.org

(6)

28-6

4. www.insw.go.id 5. www.bapeten.go.id

TANYA JAWAB DISKUSI

1. Penany

a

: Alfa Gunawan

Pertanyaan

:

Muara/ujung untuk memperkuat keamanan nuklir di Indonesia adalah belum adanya paying hokum yang mengatur koordinasi antara K/L, kewajiban pemasangan KPM dll. Pertanyaannya adalah sudah dalam tahap mana/sejauh mana proses pengurusan rancangan undang-undang tentang keamanan nuklir?

Jawaban:

Proses pengurusan RUU tentang keamanan nuklir sudah pada tahap administrasi untuk mendapatkan izin pembahasan antar kementrian/lembaga. Sedangkan pembahasan Naskah Akademik dan muatan Pengaturan RUU ini sudah melibatkan stakeholder dari K/L terkait, sehingga muatan pengaturan RUU ini sudah siap dibahas di antara K/L hingga pada waktunya siap dimasukkan ke dalam Program Legisnasi Nasional (Protegnas) untuk dibahas bersama denga DPR .

Gambar

Tabel 1. Rencana Aksi Keamanan Nuklir

Referensi

Dokumen terkait

Pegawai outsourcing yang mengevaluasi bahwa dirinya memiliki potensi dan mampu merealisasikan serta mengembangkan potensi dirinya sebagai pegawai yang profesional

Siswa dapat merencanakan jadwal produksi untuk memperoleh susunan menu yang baik, peralatan pengolahan yang memadai, tenaga kerja yang kompeten.. Siswa dapat memantau upah

Koefisien determinan variabel X terhadap Y2 dengan nilai 0,139 mengindikasikan bahwa model bersifat “lemah” karena bernilai kurang dari 0,19 atau niat untuk

• Terdapat beberapa kekurangan pada representasi nilai-tanda Î penambahan dan pengurangan memerlukan pertimbangan baik tanda bilangan ataupun nilai relatifnya agar dapat berjalan

aksesibilitas dan keputusan menjadi nasabah menghasilkan nilai Average Variance Extracted (AVE) yang lebih besar dari 0.5. Dengan demikian indikator yang mengukur

Dari hasil regresi logistik, dapat diestimasi probabilitas status penerima raskin tertinggi adalah rumah tangga dengan jenis lantai bangunan tempat tinggal

Kecintaan pada kota kelahiran mengobarkan semangat mereka untuk menebarkan cinta kasih di Singkawang, hingga berbagai kegiatan lanjutan seperti baksos kesehatan dan bantuan beras

bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015