P
PANDUAN
ANDUAN
M
MAHASISWA
AHASISWA
K
KEPERAWATAN
EPERAWATAN
2012
2012
Kumpulan Asuhan
Kumpulan Asuhan
Keperawatan
Keperawatan
(Askep Alzheimer)
(Askep Alzheimer)
W
W
W
W
W
W
.
.
S A K T Y A I R L A N G G A
S A K T Y A I R L A N G G A
.
.
W O R D P R E S S
W O R D P R E S S
.
.
C
C
O
O
M
M
Definisi Definisi
Penyakit Alzheimer adalah Penyakit yang progresif, degenerative yang Penyakit Alzheimer adalah Penyakit yang progresif, degenerative yang nenyerang sel saraf di otak yang mengakibatkan hilangnya memori, dan perubahan nenyerang sel saraf di otak yang mengakibatkan hilangnya memori, dan perubahan pada kemampuan berbicara, berfikir dan berperilaku.
pada kemampuan berbicara, berfikir dan berperilaku. Alzheimer
Alzheimer merupakan merupakan penyakit penyakit kronik, kronik, progresif, progresif, dan dan merupakan merupakan gangguandegeneratif gangguandegeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuanuntuk merawat diri.( Suddart, otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuanuntuk merawat diri.( Suddart, & Brunner, 2002 ).
& Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupa
Alzheimer merupakan kan penyakit penyakit degeneratif degeneratif yang yang ditandai ditandai dengan dengan penurunan penurunan daya idaya ingat,ngat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatanditujukan untuk menghentikan intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatanditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkankemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, progresivitas penyakit dan meningkatkankemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008). Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama 2008). Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, ju
jugga a mmereruuppaakkaan n ppeenynyaakkit it ddeennggaan n ggaangnggguuaan n ddegegeenneeraratitif f yyaang ng mmeengngeennaai i sseel-l-sseel l oottaak k ddaann menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) 1003) Etiologi Etiologi 1. 1. DimensiaDimensia
Demensia sering disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut: Demensia sering disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut: a.
a. Penyakit AlzheimerPenyakit Alzheimer
Proses penyakit ini tidak terlihat atau tersembunyi. Biasanya penyakit ini Proses penyakit ini tidak terlihat atau tersembunyi. Biasanya penyakit ini menyerang memori terlebih dahulu selanjutnya menyerang pada kemampuan menyerang memori terlebih dahulu selanjutnya menyerang pada kemampuan berbicara dan kemampuan spasial. Setelah beberapa tahun penyakit ini akan berbicara dan kemampuan spasial. Setelah beberapa tahun penyakit ini akan memberikan dampak ke segala aspek untuk fungsi intelektual akan terkena memberikan dampak ke segala aspek untuk fungsi intelektual akan terkena dampak dari penyakit ini yaitu lemah dan mudah goyah dalam pengambilan dampak dari penyakit ini yaitu lemah dan mudah goyah dalam pengambilan keptusan.
keptusan. b.
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 3 Terdapat kesamaan dengan AD untuk gejala intelektual namun penyakit ini memiliki arah perkembangan mirip Parkinson, halusinasi visual dan episode kebingungan. Pada penyakit ini neuron yang terkena akan mmbentuk lewy body
c. Vascular Dementia
Kebanyakan disebabkan oleh Hipertensi, diabetes, penyakit pembuluh darah kecil di otak. Pasien ini ditandai dengan kegagalan dalam menentukan dan menjelaskan suatu hal diikuti dengan lemahnya daya ingat penurunan kemampuan berbicara lalu gangguan cara berjalan serta emosi yang labil. d. Tumor lobus frontal dan temporal ada kalanya bisa cukup membesar dan
mampu menyebabkan kelemahan intelektual secara signifikan. e. Pasien dengan subdural hematom kronik
Biasanya adalah pasien lansia, pecandu alcohol, dan terdapat antikoagulan. Pasien dengan subdural hematom kronik memiliki gejala klinis berupa, mudah mengantuk, mudah lupa disebabkan adanya timbunan darah di bagian luar di otak.
f. CJD (Creutzfeldt-Jakob Disease)
CJD menyebabkan demensia yang progressif dan merusak serta dibarengi dengan ataxia. Kesehatan pasien rata-rata memburuk hari demi hari dan kebanyakan tidak bisa ditolong lagi. Segala proses yg menyebabkan hidrosepalus perlahan - lahan bisa membuat penderita kehilangan kemampuan mengingat, gangguan berperilaku, mengantuk, lambat berfikir, dan sering kali dijumpai pasien CJD dengan gangguan cara berjalan, inkontinensia urin dan sakit kpala.
g. Severe multiple sclerosis bisa menyebabkan demensia, sering kali dijumpai juga adanya emosi yg labil.
h. HIV & AIDS bisa menyebabkan demensia, baik itu lewat penyakit HIV encephalitis atau komplikasi dari imunodefisiensi saraf pusat seperti toxoplasm, meningitis dan limpoma
2. Alzheimer
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan, yaitu:
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh individu yang berusia 40 tahun keatas (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Semakin bertambahnya usia seorang manusia, banyaknya plak beta amiloid yang dipunyainya, prevalensi terbesar terdapat pada umur 85 keatas namun ada juga
yang di mulai ketika umur 65.
b. Genetik
Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia. Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya disebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Down’s Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun. c. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan pria (Dr. Iskandar Japardi, 2002).
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 5 d. Trauma Kepala
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Terdapat kesamaan formasi NFT yang ada pada DP dengan AD dan sulit untuk dibedakan. Mekanisme formasi NFT yg terjadi stelah terjadi trauma kepala atau akhir tingkatan DP dengan mekanisme formasi yang ada pada AD bisa jadi memiliki kesamaan pula. ditandai Dengan adanya plak amiloid menyebabkan munculnya NFT pada kedua penyakit tersebut. Namun NFT yg muncul pada daerah trtentu di otak justru lebih mengarah ke DP karena terdapat trauma pada daerah tersebut.
Pada otak yang sehat ukuran cortex dan hippokampus adalah normal dan serat-serat saraf masih berfungsi dengan baik. Namun pada otak penderita
Alzheimer terdapat atropi kortikal dan hippokampus serta perbesaran ventricle. Hal ini disebabkan karena terdapatnya plak amyloid dan kusutnya serabutt-serabutt saraf (neurofibrilallry tangles) yang mengakibatkan protein tau berubah lilitannya menjadi kusut (tangles). Ketika hal ini terjadi, microtubules mengalami ketidak mampuannya dalam berfungsi dengan baik dan mengalami hal seperti kehancuran. Akibatnya adalah melemahnya komunikasi antar cell saraf dan bisa mengakibatkan kematian sel.
Patofisiologi
Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer Disease melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenerasi soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Satu tanda lesi pada Alzheimer Disease adalah kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut, melintir, yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut protein tau. Dalam sistem saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah dipelajari sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus, dan merupakan komponen penting dari sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel neuronal. Di dalam neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson, sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada neuron seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada protein tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. protein tau yang abnormal terpuntir masuk kefilamen heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya sistem transpor internal, hubungan interselular adalah yang
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 7
pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang bersamaan dengan berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk, 1999)
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan disekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein besar disebut protein prosekusor amiloid (APP), yang dalam keadaan normal melekat pada membran neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, dan salah satu fragmennya adalah A-beta “lengket” yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran A-beta membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut,dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. (Medscape, 2000)
Protein utama dalam plak neuritik adalah amyloid β -peptide (Aβ, peptida amiloid β) yang secara proteilitis berasal dari suatu protein membran, protein prekursor amiloid-β (β-amyloid precursor protein, APP). Dalam biakan neuron, APP berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan mendorrong pertumbuhan neurit. Bukti genetik menunjukan peran Aβ dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Hampir semua pasien dengan trisomi 21 (Sindrom Down) mengalami perubahan patologis yang tidak dapat dibedakan dari perubahan yang ditemukan pada penyakit alzheimer, yang menunjukkan bahwa kepemilikan salinan tambahan gen APP meningkatkan metabolisme APP menjadi Aβ. Sekitar 10% kasus penyakit alzheimer bersifat familial, dengan awitan dini (usia dibawah 65 tahun) dan pewarisan autosominal dominan.(Stephen J, 2011)
Mutasi APP menyebabkan peningkatan produksi semua bentuk Aβ yang dapat membentuk agregat sendiri dan mendorong pembentukan plak. Aβ bersifat toksik bagi biakan neuron dan merangsang pembentukan sitokin dari sel mikroglia.
Aβ juga memicu pelepasan glutamat dari sel glia yang dapat mencederai neuron melalui eksitotoksisitas. Bukti ini mengaitkan peningkatan pembentukan Aβ dengan penyakit alzheimer dan mengisyaratkan bahwa Aβ menyebabkan neurodegenerasi. (Stephen J, 2011)
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 9 WOC
Benturan langsung/tidak dikepala Gangguan PD otak, ex:
stroke Hilangnya kemampuan selektif sel
dikorteks serebral Proses degeneratif
↓ proses metabolisme
↓ fungsi di otak tersebut Penumpukan di frontal korteks dan hipokampus
Neuritic plague
(bercak penuaan)
Lesi pada jaringan otak
Gangguan fungsi kognitif ex: kemampuan berbahasa dan orientasi
↓produksi neurotransmiƩer asetilkolin
Hilangnya sel cholinergik
ALZHEIMER
Timbul massa fibrosa disel saraf
Neurofibrillary tangles
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada pasien Alzheimer dibagi menjadi tiga tingkatan : 1. Tingkatan I (masa 1-3 tahun)
a. Gangguan memori jangka pendek, tetapi kemungkinan memori jangka panjang masih baik. Memori sesaat (meningat setelah beberapa detik), memori jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), memori jangka panjang (mengingat beberapa tahun)
b. Ketidaksabaran
c. Ketidakmampuan mempertimbangkan sesuatu d. Perubahan kepribadian dan perilaku
e. Gangguan penerimaan informasi baru 2. Tingkatan II (masa 2-10 tahun)
a. Kebingungan
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada pasien Alzheimer dibagi menjadi tiga tingkatan : 1. Tingkatan I (masa 1-3 tahun)
a. Gangguan memori jangka pendek, tetapi kemungkinan memori jangka panjang masih baik. Memori sesaat (meningat setelah beberapa detik), memori jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), memori jangka panjang (mengingat beberapa tahun)
b. Ketidaksabaran
c. Ketidakmampuan mempertimbangkan sesuatu d. Perubahan kepribadian dan perilaku
e. Gangguan penerimaan informasi baru 2. Tingkatan II (masa 2-10 tahun)
a. Kebingungan
b. Kehilangan memori
c. Kerusakan kognitif (anomia, agnosia, apraxia, aphasia) d. Kesulitan dalam pengambilan keputusan
e. Kesulitan berbahasa
3. Tingkatan III (masa 8-12 tahun)
a. Kerusakan beberapa fungsi kognitif (kerusakan intelektual, komplit disorientasi waktu, tempat dan kejadian)
b. Kerusakan fisik karena gangguan neurologik seperti kejang, tremor, ataxia c. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri
d. Ketidakmampuan dalam berkomunikasi. (Tarwoto, dkk. 2007) Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Kriteria awal untuk diagnosis CT scan pada penyakit Alzheimer adalah cerebral atrofi difus dengan pembesaran sulci kortikal dan ukuran ventrikel yang meningkat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan lebih
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 11 besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada pasien yang menua tanpa penyakit Alzheimer. Luasnya atrofi serebral ditentukan dengan menggunakan pengukuran linier, khususnya diameter dari bifrontal dan bicaudate dan diameter dari ventrikel ketiga dan lateral. Terjadi perubahan struktur otak yakni cerebral atrofi difus dengan sulci melebar dan dilatasi ventrikel lateral. Atrofi yang tidak proporsional dari lobus medial temporal, terutama dari volume formasi hippocampal (<50%) dapat dilihat. Penggunaan skala penilaian nonquantitative menunjukkan sensitivitas 81% dan spesifisitas 67% dalam membedakan 21 pasien dengan penyakit Alzheimer dengan demensia moderat dari 21 subyek kontrol usia yang sama dan volume hippocampus dalam sampel yang berukuran sama.
2. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dianggap sebagai pemeriksaan neuroimaging yang lebih disukai untuk penyakit Alzheimer karena pengukuran yang akurat dari volume 3-dimensi (3D) struktur otak, terutama ukuran hippocampus dan daerah terkait.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan lebih besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada orang tanpa itu. Namun, variabilitas atrofi dalam proses penuaan normal membuatnya sulit untuk menggunakan MRI sebagai teknik diagnostik definitif. Hasil pemeriksaan dengan MRI Axial T2 scan otak menunjukkan perubahan atrofi di lobus temporal, celah Sylvian melebar akibat berdekatan dengan kortikal yang atrofi terutama di sisi kanan. MRI Axial T1 scan menunjukkan celah Sylvian membesar disebabkan oleh atrofi korteks yang berdekatan, atrofi korteks bilateral dengan sulci kortikal.
Fungsional MRI (fMRI) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur perfusi serebral. Kerentanan kontras dinamis (DSC) MRI terdiri dari perjalanan bolus terkonsentrasi agen kontras paramagnetik yang cukup mendistorsi medan magnet lokal yang akan menyebabkan kehilangan transien sinyal, terutama T2. Bagian dari
bahan kontras dicitrakan dari waktu ke waktu oleh pencitraan cepat berurutan dari bagian yang sama. Teknik-teknik yang cukup sensitif dan spesifik dalam membedakan penyakit Alzheimer dari perubahan akibat penuaan normal dan studi dengan konfirmasi patologis menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam membedakan penyakit Alzheimer dari demensia lainnya. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan pada individu asimtomatik atau presymptomatic dan mereka dapat membantu dalam memprediksi penurunan untuk demensia.
3. SPECT Scanning
Single-photon emisi computed tomography (SPECT) scanning menggunakan foton-emitting isotop bukan radioisotop. Isotop SPECT memiliki rata-rata paruh 6-12 jam. Instrumentasi SPECT sangat bervariasi, karena itu penggunaan scanner SPECT dengan resolusi yang buruk dapat menghasilkan kinerja klinis yang buruk.. Pencitraan SPECT ini paling sering digunakan untuk pengukuran aliran darah.
Penurunan aliran darah dan penggunaan oksigen dapat ditemukan di neokorteks temporal dan parietal pada pasien dengan penyakit Alzheimer sedang sampai gejala berat. SPECT scan tidak umum digunakan untuk menilai penyakit Alzheimer. SPECT scan berguna dalam penilaian diagnostik penyakit Alzheimer jika teknik standar dan semikuantitatif digunakan pula. Dibandingkan dengan subyek kontrol sehat, pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki CBF relatif rendah di parietal dan korteks prefrontal. Holman et al menemukan bahwa hipoperfusi temporoparietal bilateral memiliki nilai prediksi positif 82% untuk penyakit Alzheimer. Penggunakan xenon-133 (133 Xe) hirup dan penyuntikkan teknesium-99m [teknesium-99m Tc] hexamethylpropyleneamine oxime, dilaporkan memiliki sensitivitas dari 76 % dan spesifisitas 73%. Studi ini dapat membantu dalam diagnosis awal dan akhir dari penyakit Alzheimer dan dengan diagnosis banding demensia.
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 13 4. PET Scanning
PET scan adalah teknik pencitraan yang kuat untuk kuantifikasi noninvasif aliran darah otak, metabolisme, dan pengikatan reseptor. Positron-emission tomography (PET) scanning menggunakan pelacak yang mengukur daerah metabolisme glukosa. PET scan membantu dalam memahami patogenesis penyakit, membuat diagnosis yang benar, dan memantau perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
PET scanning melibatkan pengenalan pelacak radioaktif ke dalam tubuh manusia, biasanya dengan suntikan intravena. Pelacak pada dasarnya adalah senyawa biologis bunga yang diberi label dengan isotop pemancar positron, seperti karbon-11 (11 C), fluor-18 (18 F), atau oksigen-15 (15 O). Isotop ini digunakan karena mereka memiliki waktu paruh yang relatif singkat (dari menit sampai kurang dari 2 jam) yang memungkinkan pelacak untuk mencapai keseimbangan dalam tubuh tanpa memaparkan subyek terhadap radiasi yang berkepanjangan. Meskipun perbedaan teknis, hasil dari PET dan SPECT scan sebanding. Data menunjukkan bahwa PET scan lebih sensitif dibandingkan SPECT scan. Pada PET atau SPECT scan, penyakit Alzheimer ringan mungkin lebih sulit untuk dideteksi dari penyakit sedang atau berat. (Ramachandran, 2012)
Penatalaksanaan
Penanganan simptomatik dan suportif diperlukan untuk memberikan rasa nyaman, puas pada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan medis pada penyakit Alzheimer berupa pemberian obat-obatan. Obat tersebut diantaranya:
1. Cholinesterase inhibitor
Obat ini membantu penyampaian informasi di otak, yang termasuk golongan obat ini ialah Donepezil, Rivastigmine, dan Dalantamine yang bekerja dengan meningkatkan kadar neurotransmitter di otak. Donepezil telah disetujui oleh Food and Drug Administration untuk pengobatan Alzheimer tingkat ringan, sedang, dan
parah. Donepezil bekerja selektif menghambat enzim asetilkolinesterase dan bersifat reversible (Wibowo, 1999). Tacrinedan donepezil (aricept) mampu memperlambat perkembangan Alzheimer dan memberikan peningkatan kemampuan ingatan dankognitif padatingkat ringan hingga berat. Cara kerjanya dengan menghambat fungsi asetilkolinesterase, kemudian mengurainya sehingga membuat neurotransmitter bertahan lebih lama selama proses transmisi di otak.
2. Ginkgo biloba
Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid atau terpenoid yang bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkgo biloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi darah mikrovaskuler, menangkal radikal bebas, dan membantu memperbaiki konsentrasi serta memori. Dibuat dalam bentuk ekstrak yang mengandung beberapa senyawa berpengaruh positif untuk sel otak. Bars (1997) dalam Journal of The American Medical Association melaporakan perbaikan kognisi, aktivitas sehari-hari,
dan perilaku social pasien yang menggunakan ginko biloba. Beberapa efek sampingnya ialah penurunan kemampuan pembekuan darah yang dapat menimbulkan perdarahan internal.
3. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada Reseptor Kanal Ion
Contohnya adalah Memantine yang bekerja sebagai antagonis lemah dan bekerja dengan cara memodulasi kanal ion Ca2+ pada reseptor NMDA (N-methyl D Aspartate) serta tidak memblokade secara penuh, sehingga memungkinkan aliran Ca2+ yang secara normal masih dibutuhkan sel, yang akhirnya juga akan mengurangi efek samping yang mungkin timbul jika aliran Ca2+ yang melalui reseptor NMDA sama sekali dihambat (Lipton, 2002).
4. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada GPCR (G-protein couple reseptors) Agonis lain yang sedang dikembangkan adalah Xanomelin dan Talsaklidin untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Diketahui, penyakit Alzheimer ditandai dengan kemunduran kognisi dan memori yang disebabkan karena defisiensi asetilkolin di otak. Karena itu, salah satu terapinya adalah dengan mengaktifkan
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 15 reseptor asetilkolin yang terkait (M1) dengan suatu agonis. Xanomeline merupakan agonis reseptor M1 yang mempunyai afinitas tinggi pada reseptor M1dan tidak terlalu tinggi atau kurang pada subtype reseptor muskarinik lainnya. Berdasarkan penelitian pada “cynomolgus monkeys” diketahui bahwa senyawa tersebut dapat melintasi sawar darah otak dan secara khusus mengikat striatum dan neokorteks (Lilly, 2006).
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Mendukung kemampuan pasien dalam hal mengganti kemampuan yang hilang. 2. Melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun keluarga untuk membantu
mereka menyesuaikan diri dengan kemampuan kognitif pasien yang berubah. 3. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien.
4. Mendorong pasien untuk tetap berolah raga untuk mempertahankan mobilitasnya.
Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisasi seperti : a. Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu infeksi paling umum pada orang dengan penyakit Alzheimer. Saat ini kondisi sedang dalam stadium lanjut, mungkin sulit bagi orang untuk menelan dengan benar, karena otot-otot di tenggorokan mereka tidak dapat berfungsi dengan baik. Karena cacat ini, itu berarti mereka dapat menghirup sebagian kecil dari makanan atau minum mereka sedang makan dan ini dapat menyebabkan infeksi pneumonia. Sangat sering orang dengan penyakit Alzheimer meninggal dari infeksi radang paru-paru ketika mereka berada di tahap akhir dari penyakit, karena tubuh mereka tidak dapat mengatasi jenis infeksi
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Inkontinensia adalah gejala umum dari tengah dan penyakit tahap akhir Alzheimer. Pada saat seseorang mengalami penurunan fungsi kandung kemih, kateter urin kadang-kadang digunakan. Kateter yang terlalu lama akan menimbulkan bakteri di dalam tubuh menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).
Gejala ISK termasuk urin gelap berwarna kuning, bau yang kuat dari urin, sedimen dalam urin dan penurunan buang air kecil. Pasien Alzheimer tidak dapat mengkomunikasikan rasa sakit atau ketidaknyamanannya terkait dengan Infeksi Saluran Kemih. Tanda pasien Alzheimer mengalami Infeksi Saluran Kemih menurut Dr Monika Karlekar dari Vanderbilt University diantaranya kebingungan, lesu dan gelisah.
c. Cidera karena jatuh
Orang yang kemudian tahap penyakit Alzheimer sering jatuh saat mereka mulai kehilangan kendali atas fungsi tubuh dan / atau menjadi mudah mengalami disorientasi. Falls adalah penyebab umum dari cedera kepala serius, patah tulang pinggul dan lengan atau cedera kaki. Niagara juga dapat menyebabkan perdarahan di otak (jika cukup serius)
d. Dekubitus (Tarwoto, 2007)
Prognosis
Pemeriksaan klinis pada 42 orang yang diduga mengidap penyakit Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostic penyakit tersebut bergantung pada tiga faktor, yaitu:
1. Derajat keparahan penyakit 2. Variasi gambaran klinis
3. Perbedaan antar individu, seperti factor usia, keturunan, dan jenis kelamin
Ketiga factor ini diuji secara statistic, dan ternyata faktor pertama paling mempengaruhi prognosis penyakit. Psien memiliki angka harapan hidup rerata 4-10 tahun sesudah diagnose dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. (Agoes, 2008)
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 17 ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Tuan K, usia 69 tahun masuk RS dengan keluhan penurunan fungsi kognitif dan rasa cemas yang berlebihan. Dari hasil diagnose didapatkan Alzheimer tahap 3 dan Dimensia. Tuan K dapat obat donepezil 1x10 mg, 1x sehari ekstrak gingko bloba. Pengkajian
1. Anamnesa Nama : Tn. K Alamat : Surabaya
Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 69 tahun
2. Keluhan Utama : Penurunan fungsi kognitif dan rasa cemas berlebih 3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan keluarga dengan gejala yang sama dengan pasien. b. Riwayat penggunaan obat-obatan dan terpapar lingkungan polusi. c. Riwayat trauma kepala.
d. Riwayat penyakit karena virus.
e. Riwayat kejadian, lamanya, tandadan gejala. 4. Pemeriksaan fisik
Perubahan kognitif, kemampuan dalam : - Perhatian dan konsentrasi.
- Penganbilan keputusan dan persepsi. - Belajar dan mengingat.
- Komunikasi dan bahasa.
- Kecepatan menerima informasi. a. Perubahan kepribadian dan perilaku
- Tingkah laku agresif.
- Depresi.
b. Perubahan dalam merawat diri
- Menurunnya kemampuan dalam merawat diri. - Kurang perhatian dalam menjaga penampilan. - Ketidakmampuan mengontrol bowel dan bladder. - Menurunnya nafsu makan.
c. Kemampuan pergerakan
- Menurunnya aktivitas dan pergerakan. - Perubahan cara jalan.
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: - Ketidaksesuaian kognitif - Keluarga mengatakan interpretasi lingkungan tidak akurat DO: - Distraktibilitas - Egosentris - Kewaspadaan kurang - Defisit/masalah memori Alzheimer Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah
Perubahan mengawasi keadaan yang kompleks dan berpikir
abstrak
Perubahan proses pikir
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 19 DS:
- Keluarga mengatakan klien pelupa
DO:
- Klien bingung
- Tingkah laku aneh dan kacau
Alzheimer
Disorientasi Resiko tinggi cidera
Resiko tinggi cidera
DS:
- Klien mengatakan
mengungkapkan perhatian keluhannya pada keluarga.
DO:
- Keluarga tidak bisa
memberikan bantuan atau dukungan.
Alzheimer
Pelupa
Membantu dan memberikan dukungan ke klien Kurang pengetahuan Ketidakefektifan koping keluarga Ketidakefektifan koping keluarga
DS :
- Keluarga mengatakan klien tidak mampu berkomunikasi DO :
- Klien tidak dapat berbicara - Ketika berbicara pelo
Alzheimer Kerusakan intelektual Tidak dapat mengingat
kata-kata sedrhana
Gangguan komunikasi verbal
Gangguan komunikasi verbal
DS:
- Pasien mengatakan tidak mandi, sikat gigi
- Pasien mengatakan tidak bisa makan sendiri
DO:
- Ketidakmampuan untuk membersihkan tubuh atau anggota tubuh
Alzheimer Pelupa
Tidak bisa merawat diri sendiri Defisit perawatan diri
Defisit perawatan diri
Diagnosa dan Intervensi
1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori dan kehilangan memori.
Data pendukung :
1. Kehilangan memori 2. Menurunnya kosentrasi 3. Kebinguangan
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 21 4. Disorientasi
5. Menurunnya kemampuan memecahkan masalah 6. Gelisah
Kriteria hasil :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga karakteristik gangguan ini dan jelaskan bahwa hal ini progresif 2. Bicara dengan irama lembut
3. Pertahankan suasana tenang dan hindari sikap terburu – buru 4. Gunakan konsistensi dan
pengulangan pada pasien 5. Berikan instruksi tunggal dan
sederhana
Orientasi :
1. Perkenalkan namanya
2. Buat jadwal kegiatan
3. Pajang foto keluarga, teman, rumah
4. Pengunjung dibuatkan papan nama 5. Catat rencana kunjungan keluarga dan
1. Keluarga dan pasien mampu secara mandiri mengamati perkembangan dari pasien
2. Memudahkan pasien untuk memahami pembicaraan
3. Membuat pasien lebih rileks dan tidak membuat pasien menjadi bingung
4. Memudahkan pasien untuk memahami perkataan dari pasien
5. Tidak membingungkan pasien untuk mencerna perkataan
1. Membantu mengingatkan hal yang penting atau mendasar
2. Pasien dapat mengingat kegiatan dan waktu
3. Untuk memudahkan memori dan mengingat diri dan keluarga
4. Mencoba mengidentifiksi orang
nama dalam kalender
6. Lakukan latihan memori yang sederhana
7. Dokumentasikan kemampuan memori pasien
Kaji orientasi :
1. Kaji orientasi pasien
2. Panggil pasien dengan namanya
3. Perkenalkan semua pemberi perawatan dengan menggunakan nama setiap waktu, ulangi secara teratur
4. Orientasikan pasien pada hari, jam dan lokasi dengan sering
5. Pemberi perawatan sebaiknya orang yang sama
6. Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin
7. Buatkan kalender dengan ukuran besar dan jam besar agar dapat dilihat
rencana kunjungan keluarga
6. Mencoba mengingatkan memori pasien 7. Mengetahui perkembangan memori
1. Mengidentifikasi kemampuan orientasi pasien
2. Mengingat namanya sendiri
3. Pasien mungkin tidak ingat kembali
4. Mengingatkan dan mengorientasikan waktu kepada pasien
5. Mudah mengingat dan lebih kooperatif 6. Melatih orientasi pasien
7. Mengorientasikan waktu
2. Resiko cidera berhubungan dengan kemunduran fungsi fisiologis dan kognitif, kehilangan memori, orientasi, agitasi, kerusakan motorik, kerusakan komunikasi, resiko kejang.
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 23
1. Pasien mengatakan kesulitan begrerak, tremor 2. Kerusakan memori, orientasi
3. Gangguan komunikasi 4. Kesulitan keseimbangan
5. Hasil CT Scan atau test diagnosa lainnya Kriteria hasil :
1. Cidera dapat dicegah 2. Tidak terjadi cidera 3. Bebas cidera
4. Menunjukkan tidak ada tanda cidera fisik
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan
2. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan dan temani pasien selama tindakan dan prosedur
3. Lakukan tindak keselamatan
4. Berikan alat bantu tongkat, walkers, kursi roda sesuai kebutuhan
5. Jelaskan pada pasien untuk merubah posisi dengan pelan – pelan
6. Jelaskan pada pasien untuk bangun tidur tidak langsung melakukan pergerakan 7. Gunakan kursi, kamar mandi yang ada
pegangannya
8. Penerangan yang cukup dan lantai tidak
1. Menetapkan kemungkinan jatuh
2. Mencegah resiko jatuh
3. Untuk meminimalkan resiko jatuh dan cidera
4. Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko jatuh 5. Postural hipotensi kemungkinan
terjadi sehingga dapat
mengakibatkan pasien jatuh 6. Menghindari resiko jatuh
7. Mengurangi resiko jatuh
licin serta pemakaian alas kaki tidak licin
9. Letakkan benda – benda pada tempat semula dan hindari merubah – rubah tempat
9. Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan daya ingat
3. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan efek kemunduran proses penyakit jangka panjang
Data pendukung : Kriteria hasil :
1. Keluarga dan orang terdekat mempunyai koping yang efektif dalam hal manajemen rumah tangga dan menggunakan sumber daya yang tepat untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien, konseling, dan bantuan finansial.
Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan emosi
2. Rujuk keluarga pada kelompok pendukung
3. Rujuk pada pelayanan sosial untuk masalah finansial dan potensial penempatan
. Rujuk pada pelayanan perawatan dirumah
5. Pastikan kebutuhan perawatan diri pemberi perawatan utama terpenuhi 6. Pastikan keluarga dan orang terdekat
mendapat informasi tentang proses penyakit dan instruksi dokter tentang perawatan pendukung
1. Untuk meminimalkan ansietas dan stress 2. Meningkatkan semangat pasien
3. Membantu dalam menyelesaikan masalah finansial dan potensial penempatana
4. Untuk memperoleh bantuan
pemeliharaan dan manajemen keluarga 5. Membantu dalam pemenuhan perawatan
diri
6. Mampu secara mandiri melakukan perawatan pendukung bagi pasien
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 25 4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan funfgsi kognitif
Data pendukung :
1. Tidak atau tidak dapat berbicara
2. Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata – kata 3. Bicara gagap
4. Bicara pelo Kriteria hasil :
1. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan untuk staf dan keluarga dengan frustasi minimal
Intervensi Rasional
1. Libatkan pasien dan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi
2. Gunakan penerjemah keluarga atau orang penting atau dari rumah sakit, sesuai kebutuhan
3. Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu – buru, dan tidak dihakimi
4. Mengulangi beberapa kali pertanyaan yang dilontarkan ke pasien
1. Pasien dan keluarga mampu meningkatkan perawatan pasien secara mandiri
2. Memahami secara mudah perkataan yang dilontarkan oleh pasien yang tidak terlalu jelas.
3. Memberikan perasaan rileks dan pasien tidak merasakan kebingungan
4. Memudahkan pasien untuk memahami pertanyaan yang diajukan kepada pasien
5. Defisit perawatan diri: higiene, nutrisi dan atau eleminasi berhubungan dengan ketergantungan psikologis dan atau fisiologis, kerusakan kognitif, sensori persepsi, kehilangan memori, gangguan keseimbangan dan koordinasi, paresis, menurunnya tonus otot
1. Ketidakmampuan melakukan ADL
2. Ketidakmampuan mandi, makan, keramas, sikat gigi 3. Kerusakan memori
4. Gangguan pergerakan 5. Kerusakan kognitif 6. Gangguan keseimbangan Kriteria hasil :
1. Kebutuhan ADL terpenuhi 2. Keadaan pasien bersih dan rapi 3. Asupan nutrisi adekuat
4. Kebutuhan eliminasi terpenuhi
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat kebutuhan perawatan diri
2. Sediakan kebutuhan higiene fisik : mandi, keramas, perawatan kulit, dan mulut.
3. Beri kesempatan pasien untuk melakukan perawatan dirinya jika mungkin
4. Bekerja sama dengan fisioterapi dan occupational terapi untuk menentukan metode terbaik dalam melakukan aktivitas
5. Latih pasien untuk melakukan ADL dari yang paling ringan sampai ke tahap komplek
6. Bantu pasien seminimal mungkin
1. Untuk menetapkan bantuan dasar dari pemberi perawatan
2. Memenuhi kebutuhan pasien
3. Melatih bersikap mandiri dalam perawatannya dirinya
4. Bekerja tim untuk melatih kemampuan pasien dan teknik adaptasi
5. Melatih secara bertahap kemampuan ADL
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 27
untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari
7. Berikan diet seimbang yang tepat dan sesuai program
8. Bantu pasien memotong makanan sesuai kebutuhan
9. Tetapkan kebiasaan defekasi reguler
10. Tentukan pola defekasi normal pasien dan dorong defekasi sesuai jadwal 11. Kenali tanda impaksi dan diskusikan
tindakan untuk impaksi : laksatif, supo-situria, enama
12. Tetapkan tindakan untuk berkemih secara rutin
13. Catat perkembangan kemampuan pasien dalam melakukan ADL
pasien
7. Untuk mempertahankan status nutri yang adekuat
8. Untuk memudahkan asupan diet yang adekuat
9. Untuk meminimalkan kemungkinan konstipasi atau diare
10. Untuk membantu menentukan waktu defekasi
11. Untuk mencegah obstruksi usus
12. Untuk meminimalkan kemungkinan inkontinensia noktural
PENUTUP
Kesimpulan
Demensia merupakan sekumpulan sindrom yang disebabkan oleh matinya sel-sel otak secara berangsur-angsur. Hilngnya kemampuan kognitif akbat penyakit ini adalah melemahnya daya ingat, berbicara, berperilaku. Penyakit Alzhaimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas. Penyakit Alzhaimer ditandai oleh hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif. Salah satu etiologi dari dimensia dalah Alzheimer.
Penyakit Alzheimer ini penyebabanya belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan, yaitu : Usia, genetik, jenis kelamin, trauma kepala.
Saran
Kita sebagai perawat dalam melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan Alzheimer harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan pasien serta mampu dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan maksimal bagi pasien, agar tidak terjadi komplikasi selanjutnya.
Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 29
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar. 2008. Penyakit di Usia Tua. Jakarta:EGC
Corwin.J.Elisabet.2004. Patofisiologi untuk Perawat . EGC,Jakarta
Doenges. E. Marylin Dkk, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta Martyn dan Gale. 2002. Seri kesehatan bimbingan dokter pada pikun dan pelupa. Palembang:dian rakyat
McPhee, Stephen J., dkk. 2011. Pathophysiology of disease : An introduction tp clinical medicine 5th edition. McGraw-Hill Companies.Inc:California
Muttaqin, Arief. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik . Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC : Jakarta
Pangkalan Ide. 2008. Tune up: Gaya HidupPenghambat Alzheimer . Jakarta: PT. Gramedia.
Ramachandran, Tarakad S.2012. Alzheimer Disease Imaging. Diakses pada 25 mei 2012 melalui Medscape reference web site: http://emedicine.medscape.com/article/336281-overview.
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC.Jakarta.
Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: sugeng seto
Tucker, susan martin. 2008. Volume 2 Standart Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif & Intervensi Keperawatan Edisi 7 . Jakarta: EGC