• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anemia Pada Ibu Hamil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anemia Pada Ibu Hamil"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Dokter Pembimbing : Dokter Pembimbing : Dr. Ari Kusuma, Sp. OG Dr. Ari Kusuma, Sp. OG

 Nama : Siti Nurjawahir Rosli  Nama : Siti Nurjawahir Rosli

 NIM koass : 11.2012.2  NIM koass : 11.2012.24949

KEPANITERAA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU N KLINIK ILMU OBSTERI & GINEKOLOGIOBSTERI & GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 15 APRIL

PERIODE 15 APRIL

 – 

 – 

22 JUNI 201322 JUNI 2013 RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK  RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK 

REFERAT

REFERAT

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

DAN

DAN

TRANSFUSI DARAH

TRANSFUSI DARAH

(2)

Pendahuluan Pendahuluan

Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di  bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr%  bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr%  pada

 pada trimester trimester duadua (Centers for Disease Control (Centers for Disease Control , 1998). Perbedaan nilai batas diatas, 1998). Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi.

dihubungkan dengan kejadian hemodilusi. 11

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan  produksi

 produksi eritropoetin. eritropoetin. Akibatnya, Akibatnya, volume volume plasma plasma bertambah bertambah dan dan sel sel darah darah merah merah (eritrosit)(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.

hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. 22

Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya minggu ke-37. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 %.

hematokrit kurang dari 33 %. 22

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75 % anemia pada Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75 % anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi.

mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. 22

Badan Kesehatan Dunia (1992) dalam Abel (1998) melaporkan bahwa prevalensi Badan Kesehatan Dunia (1992) dalam Abel (1998) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75 % serta semakin meningkat seiring ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75 % serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.

dengan pertambahan usia kehamilan.

Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%. Lautan (2001) dalam Riswan (2003) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II Lautan (2001) dalam Riswan (2003) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74 %) menderita anemia. Di Malaysia Rosline dkk (2001) melaporkan dari 52 didapati 23 (74 %) menderita anemia. Di Malaysia Rosline dkk (2001) melaporkan dari 52 orang wanita hamil yang menderita

orang wanita hamil yang menderita iron deficiency erythropoesisiron deficiency erythropoesis adalah 7 (13,5 %) dan 11adalah 7 (13,5 %) dan 11 (61,1 %) mengalami anemia defisiensi besi. Riswan (2003) melaporkan dari 60 wanita hamil, (61,1 %) mengalami anemia defisiensi besi. Riswan (2003) melaporkan dari 60 wanita hamil, yang terdiri dari 20 orang trimester I, 20 orang trimester II, dan 20 orang trimester III, bila yang terdiri dari 20 orang trimester I, 20 orang trimester II, dan 20 orang trimester III, bila

(3)

diambil batasan kadar Hb < 11 gr/dl adalah anemia pada wanita hamil, maka didapatkan 32 orang (53,3 %) mengalami anemia dengan distribusi 4 orang (20 %) pada trimester I, 14 orang (70 %) pada trimester II, dan 14 orang (70 %) pada trimest er III.

Perbedaan ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa  janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan

organ tubuh.

Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak  terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester  kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.2

Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan  produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.

Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk baik terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya.

Menurut World Health Organization (WHO) 40 % kematian ibu-ibu di negara  berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan. Menurut Hidayat (1994) dalam Riswan (2003) disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian  perinatal. Merchan dan Agarwal (1991) dalam Riswan (2003) melaporkan bahwa hasil  persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi adalah 12-28 % angka

kematian janin, 30 % kematian perinatal, dan 7-10 % angka kematian neonatal.

A. ANEMIA DEFISIENSI BESI DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan  jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,  perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita

(4)

dampak buruk dari anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta  penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang

lebih baik.

PATOFISIOLOGI

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen  plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

Anemia defisiensi besi ditandai ciri  – ciri yang khas, yaitu mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang  bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat  berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :

 kadar besi serum rendah  daya ikat besi serum tinggi   protoporfirin eritrosit tinggi

 tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang

ETIOLOGI

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:

a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan  penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak   pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ).

 Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan  bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut

(5)

adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat  bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output ) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. 2

 b. Kurangnya zat besi dalam makanan.

c. Kebutuhan zat besi meningkat.

d. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

GEJALA KLINIS

Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat  bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,

ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.2

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam  batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. 2

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat  besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20  – 30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering  berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang

(6)

DERAJAT ANEMIA

 Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan

 pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil  pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl. Klasifikasi anemia yang lain adalah : 2,3,4

a. Hb 11 gr% : Tidak anemia  b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.

TATALAKSANA

Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600 – 1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikan sampai 10 g/dl atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Peranan vitamin C dalam pengobatan mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.

Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intamuskulus dapat disuntikan dekstran besi atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.

Juga secara intravena perlahan – lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum, sodium diferat, dan dekstrat besi. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan dengan infuse dalam dosis total antara 1000 – 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dengan infus kadang  –  kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat dipertanggungjawabkan.8

(7)

B. ANEMIA MEGALOBLASTIK  DEFINISI

Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak  setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum tulang.Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.2

Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak  adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 3,5

ETIOLOGI

Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :3,5,11 1. Defisiensi vitamin B12.

2. Defisiensi asam folat

3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat 4. Gangguan sintesis DNA akibat dari :

a. Defisiensi enzim congenital

 b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu. PATOFISIOLOGI

Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk  vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih  besar serta susunan kromatin yang lebih longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel

(8)

megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung  pada terjadinya anemia.5,11

KLASIFIKASI

Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa jenis yaitu : 5,6 1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12

a. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang mengandung vitamin B12.

 b. Adanya malabsorpsi akibat kelainan berikut ini,

 Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital,factor intrinsic, serta gastrektomi total atau parsial)

 Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi ileum)

2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat

a. disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat  b. Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus

c. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil,laktasi prematuritas) dan keadaan patologis (anemia hemolitik, keganasan serta penyakit kolagen). d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada penyakit

hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.

e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.

3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat

Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada eritroleukemia.

GEJALA KLINIS

1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif 

2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek  3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom malabsorbsi ringan.

(9)

5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12 yang  berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat

simetris, terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan berjalan dan mudah  jatuh. 5,6

TATALAKSANA

Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup  pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 3,5,6 1. Terapi suportif 

Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombosotopenia mengancam jiwa. 2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12

Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai  berikut:

a. diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan neurologist,terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan,baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian suntikan dapat diberikan seara oral 1000 Ug sekali sehari,asal tidak terdapat gangguan absopsi.

 b. Transfusi darah sebaiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan kegagaln faal  jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah

sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan. 3. Terapi untuk defisiensi asam folat

Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, tanpa gangguan absorpsi. 4. Terapi penyakit dasar 

Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.

C. ANEMIA APLASTIK  DEFINISI

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita

(10)

mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. 1,2

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi  penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9Istilah anemia aplastik sering  juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik  toksik.

ETIOLOGI

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak  diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain.

Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-kehamilan berikutnya.9

DIAGNOSIS

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,  pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif 

merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar 

GEJALA KLINIS

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia

(11)

dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi dengan pendarahan, lemah badan dan  pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

TATALAKSANA

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien. Terapi pada pasien hamil dengan anemia tipe ini adalah dengan terminasi kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi atau transplantasi sum-sum tulang setelah persalinan.6,7,9

a. Terapi Suportif 

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red  cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak  dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

(12)

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok 

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak  terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.

D. ANEMIA HEMOLITIK ( PENYAKIT SEL SABIT) DEFINISI

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah  berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin  pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak 

menderita anemia.2,3

Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak anemia ini ditemukan pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin C, sel sabit-thalassemia, atau penyakit hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit thalassemia.4

KLASIFIKASI

Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni : 2,4

 Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thalassemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C, D, G, H, I, dan paroxysmal nocturnal haemoglobinuria.

 Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi, keracunan arsenikum, neoarsphenamin, timah, sulfonamide, kinin, paraquin,

(13)

 pimaquin, nitrofurantoin, racun ular, pada defisiensi G-6-PD, antagonismus, rhesus atau ABO, leukemia, penyakit Hodgkin, limfosarkoma, penyakit hati, dan lain – lain.

GEJALA KLINIS

Gejala – gejala yang lazim dijumpai ialah gejala – gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam faeses. Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti retikulositosis dan normoblastemia, serta hyperplasia erithropoesis dalam sumsum tulang. Pada hemolisis yang berlangsung alam dijumpai pembesaran limpa (splenomegali) karena limpa membersihkan sel-sel yang mati hingga menimbulkan krisis akut dan anemia hemolitik yang herediter kadang – kadang disertai kelainan pada tengkorak  dan tulang – tulang lain. 2,3,6

Sumsum tulang menunjukan gambaran normoblastik dengan hyperplasia yang nyata, terutama sistem eritropoetik. Perbandingan mieloit : eritoit yang biasanya 3:1 atau 2:1 dalam kehamilan berubah menjadi 1:1 atau 1:2.

TATALAKSANA

Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat –  obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, yang kadang  – kadang diulang  beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk 

mengurangi bahaya hipoksia janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik-bawaan dalam trimester II atau III. Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab  –  sebab itu harus disingkirkan, misalnya pemberian obat  –  obat yang dapat menyebabkan kelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan. 10

E. PENGARUH ANEMIA PADA KEHAMILAN DAN JANIN 1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan 12

a. bahaya selama kehamilan  Risiko abortus

 Persalinan premature

 Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim  Mudah terjadi infeksi

(14)

 Ancaman dekompesasi kordia (Hb < 6 gr% )  Mola hidatidosa

 Hiperemesis gravidarum  Perdarahan antepartum  Ketuban pecah dini (KPD)  b. Bahaya saat persalinan 12

 Gangguan his ( kekuatan mengejan)  Kala I dan kala II berlangsung lama

 Kala III berisiko untuk terjadi retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri

 Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri c. Pada waktu nifas 12

 Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum  Risiko infeksi puerperium

 Produksi ASI berkurang

 Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan  Anemia saat nifas

 Mastitis 2. Bahaya terhadap janin 12

 Abortus

  Intrauterine fetal death (IUFD)  Persalinan premature

 Berat badan lahir rendah  Kelahiran dengan anemia  Dapat terjadi cacat bawaan

 Sistem imun tubuh bayi yang rendah  mudah terinfeksi  Tahap intelligensi rendah

F.DIAGNOSA ANEMIA

Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat di tegakkan dengan : a. Anamnesis 12

Pada anemnesis akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata berkunang -kunang dan keluhan mual, muntah lebih berat pada hamil muda. Bila terdapat keluhan lemah, Nampak 

(15)

 pucat, mudah pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia defesiensi zat besi.

 b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah alat ini hanya tersedia di kota. Di Indonesia penyakit kronik seperti : malaria dan tuberculosis (TBC) masih relatif sering dijumpai sehingga pemeriksaan khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan. Dengan pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan thalassemia. Pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV ) penting untuk menyingkirkan thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan kadar  RDW (red cell distribution width) > 14% mencurigai akan penyakit ini kadar Hemoglobin Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang abnormal akan menentukan jenis thalassemia. 10,11,12

G. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN ANEMIA a. Pencegahan Anemia12

Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit.

 b. Penanganan pada Anemia sebagai berikut : 4 1. Anemia Ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan sehingga hanya  perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali

sehari.

2. Anemia Sedang

Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukonas ferosus.

3. Anemia Berat

Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.

(16)

H. TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell ) ke dalam tubuh melaui vena. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah,trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya merupakan pengobatan simptomatik karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada umur fisiologi komponen yang ditransfusikan; walaupun umur eritrosit adalah 120 hari namun bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi mempertahankan kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu bulan.Hal-hal mengenai transfusi darah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah.13

Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi memerlukan transfuse darah. Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering dan berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Kondisi lainnya adalah perdarahan post partum, placenta previa dan ruptur kehamilan ektopik. Perdarahan di  bidang obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia.

Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan  pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the newborn (HDN).14

Indikasi transfusi darah 14

Anemia pada kehamilan didefinisikan dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dL  pada trimester I dan III serta 10,5 g/dL pada trimester II. Diagnosis dan terapi yang efektif 

terhadap anemia kronik pada kehamilan merupakan tindakan yang penting untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah tidak boleh hanya berdasar kadar  Hb saja, tetapi juga berdasar indikasi klinis pasien. Perdarahan yang terjadi pada persalinan normal atau SC sebenarnya tidak memerlukan transfusi darah jika kadar Hb ibu sebelum  persalinan > 10g/dl. Sebaliknya transfusi darah hampir selalu diindikasikan jika Hb < 7g/dl.

(17)

Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah

Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi : 14

1. Pemeriksaan golong darah 2. Reaksi silang

Tujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut

 Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat antibody yang reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien.

 Menghindari reaksi transfusi hemolitik.  Memastikan efektivitas transfusi.

Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine albumin), dan Coomb’s (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu:

 Reaksi silang mayor 

Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak  eritrosit resipien yang akan ditransfusikan

 Reaksi silang minor 

Mendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak  eritrosit resipien yang akan ditransfusikan.

Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif.

Jenis Transfusi Darah

Ada beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu: 14 1. Darah utuh (whole blood/WB)

Ada beberapa jenis WB, yaitu:

 Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).

 Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor   pembekuan, kecuali faktor labil (FV).

 Simpan (24 jam-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.

(18)

Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse, kemudian diendapkan, setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis. 3. Trombosit konsentrat

Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg berat badan.

4. Plasma segar beku

Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.

5. Cyro precipitate

Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilian, penyakit Von Wilebrand dan A-fibrinogemia (defisiensi fibrinogen).

EFEK SAMPING/REAKSI TRANSFUSI

Transfusi darah mungkin merupakan sutu tindakan yang menyelamatkan hidup tetapi bukan tanpa risiko. Sebelum dokter memutuskan transfusi darah bagi pasien, ia harus harus selalu mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Risiko terbesar transfusi darah adalah jika pasien ditransfusi dengan darah yang ‘salah’ (terbanyak disebabkan clerical error ). Oleh karena itu  prosedur baku untuk mendapatkan sampel yang tepat, crossmatch, skrining infeksi menular 

lewat transfusi darah dan pemberian transfusi harus dilakukan secara ketat bahkan untuk  kasus emergency.14

Berikut ini adalah efek samping/reaksi dari transfusi darah, yaitu:14

I. Komplikasi akut, yaitu reaksi transfusi yang terjadi selama dan segera setelah transfusi (dalam 24 jam):

 Hipersensitif 

  Febrile non hemolytic reaction  Overload cairan

 Anafilaksis

 Hemolisis intravaskuler akut

 Kontaminasi bakteri dan syok septik 

 TRALI (transfusion-associated acute lung injury)

(19)

II. Komplikasi lambat, yaitu reaksi transfusi dengan tanda dan gejala yang muncul ≥ 5-10 hari setelah transfusi :

 Reaksi hemolitik lambat   Post-transfusion purpura

 Graft versus host disease(GvHD)

 Overload  besi khususnya pada transfusion-dependent patient 

 Penularan infeksi menular lewat transfusi darah seperti HIV, HBV, HCV,

sifilis, malaria, CMV, atau lainnya (toxoplasmosis, Epstein-Barr virus, chagas disease, brucellosis, human parvovirus B19, infectious mononucleosis, dan

 Lymes disease)

Alternatif Farmakologis Transfusi Darah 14

Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi darah, di antaran ya pemberian:

1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternatif yang efektif pada klien anemia kronis akibat penyakit ginjal kronis. Efek utama obat ini adalah merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena atau subkutan.

2. DDAVP merupakan bentuk sintesis vasopresin L-arginin, yaitu suatu antidiuretik  yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk mengangani kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit atau trombositopenia. Obat ini banyak dipakai pada klien dengan hemofilian A, penyakit Von Willebrand, serta gagal ginjal akut dan kronis. Obat ini diberikan secara intravena, subkutan, dan intranasal.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.L., et all . Anemia in Williams Manual of Obstetrics, 21rdedition, Mc Graw Hill, United States, 2003.

2. Abdulmuthalib, Kelainan Hematologik. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B.,

Rachimhadhi T (editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Praworiharjo, Jakarta; 2009. hal 774-80..

3. DeCherney A, Nathan L, Laufer N, Roman A. Hematologic Disorder in Pregnancy in Current   Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology, 10thedition, Mc Graw Hill ; 2008.

4. Hudono S.T., Penyakit darah. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B., Rachimhadhi T

(editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Praworiharjo, Jakarta; 1994. hal 448-51.

5. Huch R, Breymann C. Anaemia in pregnancy and the puerperium. International Medical

Publishers Bremen; 2005

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W.I, Setiowulan W (Editor). Kapita selekta kedokteran, edisi ke-3. Media Aesculapius FKUI,Jakarta; 1999. hal. 549-50

7. Samuels P. hematological Complications of Pregnancy. Dalam : gabbe: Obstetrics-Normal 

and problem Pregnancies, 4th ed. Churshill Livingstone; Philadelphia: 2002. hal. 1179

8. Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al.Consequences of iron deficiency in pregnant 

women. Clin Drug Invest 2000; 19 Suppl. 1:1-7.

9. Soemantri S, Ratna L, Budiarso, et al. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 199 . Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 199 .p. 39- 40

10. Bernard J. Brabin, Mohammad Hakimi and David Pelletier, An Analysis of Anemia and 

 Pregnancy-Related Maternal Mortality, Journal of Nutrition.2001;131:604S-615S

11. Corwin E.J.  Anemia in Handbook of Pathophysiology, 3rd ed, Lippincott William and

Wilkins, USA ; 2008: pg 410-9.

12. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan,Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC : 1998; hal. 29-32.

13. Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah

http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/588.pdf 

14. Sacher, Ronald A. Transfusion in Widmann’s Clinical Interpretation of  Laboratory Test .

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengetahuan terhadap pencegahan anemia defisiensi zat besi diperoleh dari 50 ibu hamil di Klinik Cahaya sebanyak 26 orang (52%) berpengetahuan cukup, berpengetahuan baik ada

Anemia pada ibu hamil adalah keadaan tubuh yang mengandung hemoglobin kurang dari 11 gr/dl yang disebabkan karena kekurangan zat besi, asam folat, kekurangan mineral dan

Anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh suplai zat besi yang tidak adekuat untuk pembentukan eritrosit normal, sehingga menyebabkan bentuk eritrosit

kekurangan zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom - mikrositer, kadar besi serum

Ibu hamil yang tidak teratur mengkonsumsi tablet besi akan mengalami anemia dikarenakan kurangnya masukan tablet besi kedalam tubuh sebagai tambahan untuk

Meskipun demikian , penurunan hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi Fe dsala tubuh sudah benar-benar habis .Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan

Ibu hamil yang tidak teratur mengkonsumsi tablet besi akan mengalami anemia dikarenakan kurangnya masukan tablet besi kedalam tubuh sebagai tambahan untuk

Jenis Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian Gambaran tingkat pengetahuan, sikap, asupan zat besi, dan kepatuhan konsumsi tablet Fe ibu hamil anemia di wilayah kerja Puskesmas