• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Batik

Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakkan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu (KBBI, 2005: 112).

Batik merupakan sehelai wastra kain yang dibuat secara tradisional dan terutama digunakan dalam matra tradisional, beragam hias pola batik tertentu yang dibuat dengan teknik celup rintang menggunakan malam (lilin batik) sebagai bahan perintang warna. Malam terbuat dari campuran bahan berupa parafin, kote “lilin lebah”, gondorukem, damar “mata kucing”, parafin atau microwax, lilin gladhangan “lilin bekas”, dan minyak kelapa. Wastra batik mengandung dua unsur pokok: teknik celup rintang menggunakan malam sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik (Doellah, 2002: 10). Berdasarkan perkembangan batik di Jawa, pola batik dapat dirinci menjadi tiga unsur pokok, yakni ragam hias utama, isen-isen, dan ragam hias pengisi (Doellah, 2002: 19).

Batik berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “amba” berarti menulis dan “titik” berarti titik, dimana sebagian proses pembuatan batik dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut berupa titik. Titik dapat juga berarti tetes, dalam pembuatan batik dilakukan pula penetesan malam pada kain. Batik dalam pengertian cara pembuatan ialah kain yang dibuat dengan dua cara. Pertama, kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan menggunakan

(2)

malam sebagai perintang warna, disebut wax resist dyeing. Kedua, kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan dengan menggunakan motif-motif tertentu yang sudah lazim atau memiliki ciri khas sesuai dengan karakter masing-masing pembuatnya (Lisbijanto, 2013: 6-7). Susanto juga menyebutkan bahwa teknik pembuatan batik berdasarkan prinsip resist dyed technique (Susanto, 1980: 306).

Berdasarkan beberapa definisi di atas diketahui bahwa batik adalah proses pemberian motif gambar pada permukaan kain dengan teknik perintangan warna menggunakan malam. Prinsip batik adalah teknik perintangan warna dengan malam atau wax resist dyeing atau resist dyed technique. Sebuah kain disebut batik apabila melalui teknik dan proses batik dan apabila kain tersebut memiliki pola ragam hias batik. Batik dapat berarti sebuah proses perintang warna dengan malam untuk menghasilkan motif/gambar pada kain. Atau dapat berarti pula sebuah motif gambar berupa pola ragam hias batik yang terdiri dari ragam hias utama, ragam hias pengisi, dan isen-isen.

2. Sejarah dan Perkembangan Batik

Mengenai sejarah asal mula batik Indonesia belum diketahui secara pasti, terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda dan masih dalam penelitian. Sewan Susanto dalam buku Seni Kerajinan Batik Indonesia menyebutkan beberapa pendapat mengenai sejarah asal mula batik Indonesia antara lain:

a. Ditinjau dari Sejarah Kebudayaan, Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India, telah mengenal aturan-aturan untuk menyusun syair, mengenal teknik untuk membuat kain batik, mengenal industri logam, penanaman padi di sawah dengan jalan pengairan dan suatu pemerintahan yang teratur. Yang mengembangkan kesenian India di Indonesia adalah bangsa Indonesia sendiri.

(3)

b. Ditinjau dari batik design dan proses “wax resist technique” ada beberapa pendapat:

1) Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan bahwa semacam batik terdapat pula di Jepang pada zaman dinasti Nara sampai abad pertengahan, disebut “Ro-Kechi”, di China pada zaman dinasti T‟ang, di Bangkok dan Turkestan Timur. Desain batik umumnya berbentuk geometris, batik Indonesia memiliki desain yang lebih bervariatif. Di India Selatan baru mulai dibuat tahun 1516, yaitu Palikat dan Gujarat berupa lukisan lilin disebut kain Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncak abad 17-19. 2) Ditinjau dari keadaan di Indonesia, daerah yang dulu tidak pernah mendapat pengaruh kebudayaan India, terdapat pula pembuatan batik seperti Toraja, Sulawesi, Irian dan Sumatra. 3) Ditinjau dari seni ornamen Indonesia, tidak terdapat persamaan

ornamen dalam batik Indonesia dengan ornamen batik India. Di India tidak terdapat motif tumpal, pohon Hayat, Garuda, dan isen cecek sawut (Susanto, 1980: 307).

Keberadaan batik di masa silam sulit ditemukan sebagai bukti arkeologi. Namun, bukti sejarah keberadaan cara mewarnai dan menghias kain dengan teknik perintangan warna (resist dying), bentuk ragam hias dekoratif, simbolis, keseimbangan dinamis yang menjiwai bentuk batik sudah dikenal pada masa prasejarah (Hasanudin, 2001 dalam Kusrianto, 2013: xiii). Apabila ditinjau dari sejarah kebudayaan, Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan bangsa India yang dibawa para pedagang dari Gujarat ke Pulau Jawa, berbagai daerah Nusantara telah mengenal teknik membuat “kain batik”. Beberapa literatur yang ditulis oleh budayawan mengistilahkan periode itu sebagai “batik primitif”. Pada masa itu, nenek moyang membuat hiasan pada kain dengan teknik perintang warna menggunakan bahan-bahan yang dikenal pada zamannya (Kusrianto, 2013: xiii).

Kain yang diproses dengan perintang warna diantaranya di Sumatra Selatan pada masa Sriwijaya dan Banten pada masa Tarumanegara membuat pola ragam hias batik menggunakan pasta dari tepung ketan yang disebut darih.

(4)

Pewarna yang digunakan berasal dari akar pohon mengkudu. Sedangkan di daerah Toraja, Papua, Halmahera, Flores, Sumatra menggunakan perintang warna berupa cairan semacam getah kayu (Kusrianto, 2013: xiv-xvi). Penggunaan malam lebah sebagai perintang warna baru dikenal sekitar abad 10. Sementara alat yang digunakan berupa kuas dari bambu. Penggunaan canting baru dikenal di Pulau Jawa, tepatnya Kediri abad ke-12 (Anshori Kusrianto, 2011 dalam Kusrianto, 2013: xvii).

Pada zaman dahulu, pembuatan batik di Jawa secara keseluruhan hanya dilakukan di lingkungan kraton dan dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola ragam hias dan pembatikan dilakukan oleh para puteri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dikerjakan oleh abdi dalem. Batik kraton merupakan wastra batik dengan pola tradisional, tata susun ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan antara matra seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan kraton. Seiring meningkatnya kebutuhan wastra batik di lingkungan kraton, pembatikan menjadi kegiatan rumah tangga yang dilakukan oleh para kerabat dan abdi dalem di luar kraton. Kemudian kegiatan pembatikan berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagar untuk memenuhi kebutuhan lingkungan istana (Doellah, 2002: 54-55).

Pada permulaannya sebagai busana, wastra batik meliputi jarit „kain panjang‟, sarung, dan kemben „penutup dada‟, serta sebagai busana tambahan berupa selendang, iket „ikat kepala‟, dan selendang gendhongan. Selain itu, di lingkungan kraton terdapat wastra yang digunakan sebagai busana upacara, yaitu dodot (Doellah, 2002: 21). Permintaan batik kemudian meluas pada masyarakat luas. Perubahan selera masyarakat dari wastra tenun ke batik sebagai bahan

(5)

pakaian mengakibatkan peningkatan pesat pada permintaan batik. Hal tersebut mendorong para saudagar untuk mengembangkan usaha di bidang batik. Akhirnya di tahun 1850 tumbuhlah industri batik yang dikelola oleh para saudagar. Pola batik saudagaran bersumber dari pola-pola batik kraton, yang ragam hias utama serta isen polanya digubah sedemikian rupa sesuai dengan selera kaum saudagar (Doellah, 2002: 124). Seiring dengan perkembangan zaman, wastra batik kemudian meluas dan merambah ke sektor perlengkapan rumah tangga, antara lain digunakan sebagai taplak meja, hiasan dinding, serbet makan, penutup ranjang, boneka, hingga tirai (Doellah, 2002: 21).

3. Perkembangan Produk Batik Sebagai Hiasan Dinding

Produk batik merupakan semua produk yang dibuat berdasarkan proses dan prinsip batik yaitu dengan teknik wax resist dyeing atau resist dyed technique atau teknik perintangan warna dengan malam untuk menghasilkan motif atau gambar. Atau semua produk dengan motif gambar berupa pola ragam hias batik yang terdiri dari ragam hias utama, ragam hias pengisi, dan isen-isen. Produk batik dapat berwujud sebagai bahan pakaian atau kain batik maupun produk-produk batik perlengkapan rumah tangga. Salah satu perkembangan produk-produk batik ialah hiasan dinding yang dibuat dengan teknik dan proses batik.

Pada dasarnya, produk batik sebagai hiasan dinding sama dengan produk-produk batik/ kain batik yang dibuat dengan teknik batik, hanya saja kegunaannya diperuntukkan sebagai hiasan dinding. Hiasan dinding merupakan salah satu aksesori elemen estetis yang berfungsi sebagai penambah keindahan (estetis) dan aksesori dalam suatu ruangan (Griya Kreasi 2014: 17).

(6)

Elemen desain dalam sebuah ruangan terdiri atas elemen pembentuk ruang dan elemen estetis. Elemen pembentuk ruang yaitu elemen dasar pembentuk ruang yang terdiri dari dinding, lantai, langit-langit, dan kelengkapan ruang berupa furnitur. Sedangkan elemen estetis yaitu kelengkapan interior yang memiliki nilai keindahan, antara lain dapat berupa aksesori, warna, tekstur, cahaya, skala, dan lain-lain (Griya Kreasi 2013: 14). Dekorasi dan pernak-pernik aksesori dalam interior ruangan dapat menghidupkan suasana yang tadinya kosong dan kaku. Aksesori ruangan dapat dihadirkan dalam beragam bentuk rupa, misalnya saja rangkaian bunga dengan pilihan vas bunga yang unik, lukisan, foto, kap lampu, dan lain sebagainya (Griya Kreasi, 2013: 75).

Produk batik sebagai hiasan dinding termasuk dalam golongan batik modern. Batik modern ialah batik gaya baru atau batik gaya bebas, disebut juga batik lukisan atau batik tanpa pola (Susanto, 1980: 213). Batik modern muncul pada tahun 1967, karena adanya usaha perubahan dan pembaharuan dalam motif batik dan gaya motif batik. Pada tahun 1970 upaya ini mendapat sambutan dari beberapa seniman dan diterima di masyarakat. Kemudian di tahun-tahun berikutnya para tokoh batik yang dinamis dan beberapa tokoh seniman turut mengembangkan batik modern hingga muncul beberapa jenis batik modern yaitu:

a. Gaya abstrak dinamis, misalnya menggambarkan burung terbang, ayam tarung, garuda melayang, loncatan panah, rangkaian bunga, dan lain-lain. b. Gaya gabungan yaitu pengolahan dan stilerisasi ornamen dari berbagai

(7)

c. Gaya lukisan yaitu menggambarkan yang serupa lukisan, seperti pemandangan, bentuk bangunan dan sebagainya diisi dengan isen yang diatur rapi sehingga menghasilkan suatu hasil seni yang indah.

d. Gaya khusus dari cerita lama, misalnya diambil dari Ramayana atau Maha Bharata. Gaya ini kadang seperti campuran antara rieel dan abstrak (Susanto, 1980: 15).

Menurut Mujito, seni batik modern atau seni lukis batik sebagai jalan keluar mengatasi berhentinya usaha dalam melepaskan ikatan batik dengan pola-pola tradisional yang memanfaatkan batik sebagai media ekspresi untuk seni lukisnya. Upaya tersebut dipelopori oleh seniman batik Kuswadi, Bagong Kusuadiarjo, Amri Yahya, Kuwat, dan dari para pengusaha Sularjo Soemiarjo serta Bambang Oetoro (Mujito, 1983: 16 dalam Skripsi Mesira Dina Latifah, 2014).

Sementara di Laweyan Surakarta bentuk visual seni batik kontemporer berkembang di tahun 1970 dipelopori oleh salah seorang seniman batik bernama Tanto Suheng, dimana karyanya banyak diwujudkan dalam bentuk hiasan dinding. Ciri khas batiknya mengarah pada bentuk abstrak yang digoreskan secara spontanitas (dalam Skripsi Normanta Agus Purwasandi, 2013: 105).

Batik hiasan dinding merupakan salah satu wujud dari perkembangan produk batik. Batik yang pada dasarnya cenderung mengarah pada fungsi sebagai kebutuhan bahan pakaian telah meluas pada produk-produk perlengkapan rumah tangga atau produk tekstil interior. Dilihat dari fungsinya, produk batik sebagai hiasan dinding lebih mengarah pada produk seni rupa murni (pure art) sebagai elemen estetis untuk menambah keindahan atau aksesori dalam ruangan.

(8)

4. Motif Batik

Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik (Susanto, 1980: 212). Berdasar perkembangan batik di Jawa, pola batik dapat dirinci menjadi tiga unsur pokok, yaitu ragam hias utama, isen-isen, dan ragam hias pengisi (Doellah, 2002: 19).

Berdasar unsur-unsurnya, Sewan Susanto membagi motif batik menjadi dua bagian utama yaitu ornamen motif batik dan isen motif batik. Ornamen motif batik terdiri dari ornamen utama dan ornamen pengisi bidang atau ornamen tambahan atau pendukung. Ornamen utama yaitu ragam hias yang menentukan dari pada motif tersebut, masing-masing ornamen utama memiliki arti, susunan ornamen dalam motif merupakan jiwa dari motif tersebut. Sedangkan ornamen tambahan tidak memiliki arti, hanya berfungsi sebagai pengisi bidang untuk memperindah motif secara keseluruhan, bentuknya lebih kecil dan sederhana. Sementara isen motif batik berupa titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis, berfungsi sebagai pengisi ornamen motif atau pengisi bidang diantara ornamen-ornamen tersebut.

Motif dalam batik klasik memiliki dua macam keindahan. Pertama, keindahan visual dari perpaduan harmonis pada susunan bentuk dan warna. Kedua, keindahan jiwa atau keindahan filosofis dari susunan arti-lambang ornamen-ornamen batik yang membuat gambaran sesuai dengan paham yang dimengertinya. Sedangkan dalam motif batik modern keindahan filosofisnya kurang menonjol (Susanto, 1980: 212).

(9)

Penggolongan batik berdasarkan susunan dan bentuk-bentuk ornamen dalam motif batik menurut Sewan Susanto diantaranya:

a. Golongan geometris, yaitu motif batik yang susunan ornamennya berupa susunan geometris. Susunan geometris dibedakan menjadi dua macam: motif yang berbentuk seperti ilmu ukur biasa, yaitu bentuk segi empat, segi empat panjang, atau lingkaran dan motif yang berbentuk garis miring atau semacam belah ketupat.

1) Motif Banji, yaitu motif yang dibentuk berdasarkan ornamen swastika yang dihubungkan satu sama lainnya dengan garis-garis. Motif banji tergolong pada motif klasik, yang masih dibuat di daerah Banyumas dengan ciri khas motif besar, warna coklat dan hitam, dibuat dengan proses bedesan (Susanto, 1980: 218).

2) Motif Ganggong, yaitu motif yang terlihat seperti motif ceplok, bedanya memiliki ciri khas berupa garis-garis yang tidak sama panjangnya, pada ujung garis yang paling panjang berbentuk serupa salib (Susanto, 1980: 219).

3) Motif Ceplok, yaitu motif batik yang didalamnya terdapat gambaran berbentuk segi empat, lingkaran, dan segala variasinya (Susanto, 1980: 221).

4) Motif Nitik atau Anyaman, yaitu motif-motif semacam ceplok yang tersusun dari garis-garis putus, titik-titik dan variasinya, yang sepintas seperti motif anyaman (Susanto, 1980: 224).

5) Motif Kawung, yaitu motif yang tersusun dari bentuk elips, susunan memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri dan ke kanan secara

(10)

berselang seling. Berdasarkan besar-kecilnya bentuk elips, motif kawung dibedakan menjadi 3 jenis: kawung picis yang bentuknya kecil-kecil. Picis diambil dari nama mata uang kecil bernilai 10 sen; kawung bribil yang berukuran agak besar, merupakan mata uang yang lebih besar dari picis bernilai setengah sen; dan kawung sen yang berukuran lebih besar dari kawung bribil (Susanto, 1980: 226).

6) Motif Parang dan Lereng atau Liris ialah motif yang tersusun menurut garis miring atau diagonal. Ciri dari motif parang adalah mlinjon, deretan segi empat pada bidang miring diantara dua deret parang yang bertolak-belakang. Apabila dalam motif parang tidak terdapat isen mlinjon disebut lereng atau liris (Susanto, 1980: 227).

Golongan non geometris yaitu motif batik yang tersusun dari ornamen-ornamen tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular atau naga dalam susunan tidak teratur menurut bidang geometris meskipun terjadi pengulangan motif dalam satu kain batik (Susanto, 1980: 215). Motif batik yang termasuk dalam golongan non geometris yaitu motif semen, buketan, lung-lungan, dan terangbulan.

b. Golongan Motif Semen

Motif semen adalah golongan motif batik klasik yang tersusun secara bebas. Semen berasal dari kata “semi” (bahasa Jawa) yang berarti “tumbuhnya bagian dari tanaman”. Golongan motif batik semen selalu terdapat ornamen yang menggambarkan tumbuhan atau tanaman. Pada umumnya motif semen memiliki ornamen pokok. Pertama, ornamen yang berhubungan dengan daratan, seperti tumbuh-tumbuhan atau lung-lungan dan binatang berkaki empat. Kedua, ornamen

(11)

yang berhubungan dengan udara seperti garuda, burung atau binatang-binatang dan mega mendung. Ketiga, ornamen yang berhubungan dengan air atau laut seperti ular, ikan dan katak (Susanto, 1980: 235-236).

c. Golongan Motif Buketan dan Terangbulan

Motif buketan merupakan motif berupa tumbuhan atau lung-lungan yang panjang selebar kain. Motif buketan biasa terdapat pada bagian kain batik sarung dari Pekalongan, Lasem, Tegal, dan Cirebon atau daerah lainnya. Sedangkan motif terangbulan ialah kain batik yang dipakai sebagai kain wanita (tapih), dari pinggir bawah terdapat bentuk segi tiga atau tumpal. Bagian dalam tumpal diberi isi motif batik, sedangkan pada bidang luarnya diberi ornamen kecil-kecil dan berjauhan dengan dasar berwarna (Susanto, 1980: 240).

d. Golongan Motif Batik Modern

Batik modern ialah batik gaya baru atau batik gaya bebas, disebut juga batik lukisan atau batik tanpa pola yang muncul dan terkenal pada tahun 1967. Batik ini sebenarnya sudah mendekati lukisan, dimana gambar yang dibuat tidak ada yang berulang, dan antara kain yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Perkembangan dari batik modern ialah kain lukisan yamg muncul pada pertengahan tahun 1968. Dalam pembuatannya bukan lilin yang dilukiskan, melainkan langsung dari zat warnanya (Susanto, 1980: 213). Semua macam motif dan gaya batik modern tidak seperti batik tradisional yang susunan motifnya terikat oleh suatu ikatan tertentu dengan isen-isen tertentu. Apabila menyimpang dari ikatan yang menjadi tradisi, dikatakan menyimpang dari batik tradisional (Susanto, 1980: 15).

(12)

5. Teknik dan Proses Batik

Pengertian umum teknik membuat batik yaitu proses-proses pekerjaan dari permulaan yaitu mori batik sampai menjadi kain batik. Proses pekerjaan tersebut dibagi menjadi 2 bagian:

a. Tahap persiapan, yaitu macam-macam pekerjaan pada mori hingga menjadi kain yang siap untuk dibatik, meliputi:

1) Nggirah (mencuci) atau ngetel, bertujuan untuk menghilangkan kanji, dan juga agar kain memiliki daya penyerapan lebih tinggi dan supel 2) Nganji (menganji), bertujuan agar lilin batik tidak meresap kedalam

kain dan mudah untuk dihilangkan

3) Ngemplong (seterika, kalander), bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan kain

b. Tahap membuat batik, yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik yang sebenarnya, tahap pekerjaan ini meliputi:

1) Membatik: pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif batik yang dikehendaki, dapat berupa klowong (kerangka garis motif batik), nembok (menutup motif setelah diklowong), atau mbironi (menutup motif yang berwarna, dilakukan pada tengah-tengah proses batik) 2) Pewarnaan batik dengan menggunakan teknik celup atau secara

coletan atau lukisan (painting), dapat berupa medel (mencelup warna biru tua), menyoga (memberi warna coklat)

3) Menghilangkan lilin batik yang melekat di kain, dapat berupa penghilangan sebagian lilin di tempat-tempat tertentu dengan cara

(13)

mengerok atau menghilangkan lilin batik secara keseluruhan (melorod) disebut pula: nglorod, ngebyok, mbabar (Susanto, 1980: 6-9).

Melalui tiga macam proses utama membuat batik tersebut, orang dapat membuat batik dengan beberapa macam cara pembuatan batik, yang disebut “teknik pembuatan batik” atau “proses pembuatan batik”. Berdasarkan proses utama membatik tersebut, teknik pembuatan batik dapat dilakukan dengan berbagai macam variasi, diantaranya:

a. Teknik Kerokan :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Medel (kain dicelup warna biru tua)

3) Ngerok (menghilangkan sebagian lilin klowong dengan cawuk) 4) Mbironi (menutup bagian warna biru dan memperbaiki lilin yang

rusak atau pecah)

5) Menyoga (mencelup warna soga atau coklat) 6) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Teknik kerokan merupakan tipe proses pembuatan batik di daerah Yogyakarta dan Solo, tetapi kemudian daerah Solo membuat batik dengan teknik lorodan (Susanto, 1980: 10).

b. Teknik Lorodan :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Medel (kain dicelup warna biru tua) 3) Melorod (menghilangkan seluruh malam) 4) Mbironi (menutup warna biru dan warna putih) 5) Menyoga (mencelup warna soga atau coklat)

(14)

6) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Teknik lorodan hampir sama dengan teknik kerokan, namun pada pekerjaan ngerok diganti dengan cara melorod. Sehingga kain batik mengalami proses pelorodan dua kali (Susanto, 1980: 10).

c. Teknik Bedesan :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Menyoga (mencelup warna soga atau coklat)

3) Mencap klowong (menutup bagian-bagian yang akan tetap berwarna soga)

4) Medel (kain dicelup warna biru tua) 5) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Bedesan merupakan cara yang digunakan dalam pembuatan batik secara cepat, biasanya digunakan dalam batik cap. Warna yang dihasilkan adalah coklat dan hitam, bukan biru (karena berasal dari proses medel, perpaduan dari warna coklat dan biru tua) (Susanto, 1980: 11).

d. Teknik Radionan :

1) Menyoga (mencelup warna soga atau coklat)

2) Nglowong (kain dibatik, menutup bagian yang akan tetap berwarna coklat)

3) Memutihkan (kain diberi obat pemutih)

4) Nemboki (kain dibatik, menutup bagian yang akan berwarna putih) 5) Medel (mencelup warna biru tua)

(15)

Teknik radionan dibuat secara cepat dan biasanya untuk membuat kain batik kasar atau sedang. Ciri khasnya tidak terdapat tumpangan antara warna coklat dan biru tua, sehingga tidak terdapat warna hitam (Susanto, 1980: 11-12).

e. Batik Pekalongan :

1) Kain dibatik (nglowong)

2) Menyolet (kain diwarna pada bagian tertentu dengan dicolet) 3) Nemboki (kain ditutup lilin pada bagian yang telah dicolet warna) 4) Mencelup warna dasaran atau tanahan atau celupan pertama 5) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

6) Menutup (bagian batik yang berwarna baik dari coletan atau celupan dan bagian yang putih dengan lilin atau semacam mbironi) 7) Mencelup kedua (kain dicelup dengan warna yang berbeda dengan

warna yang pertama atau dengan warna soga kuning) 8) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Batik Pekalongan umumnya berbentuk sarung, yang memiliki motif dan cara pembuatan yang khusus. Warna yang digunakan cerah dan tajam serta tidak terdapat proses medel atau menyoga (Susanto, 1980: 12).

f. Batik Kalimantan :

1) Mencap mori (membatik dengan lilin, yang dipakai paraffin dicampur dengan hars atau lilin tawon)

2) Menyoga (kain dicelup dalam ekstrak zat warna dari tumbuhan secara berulang)

(16)

Perkembangan batik di Kalimantan baru saja dimulai. Memiliki ciri khas motif semacam kawung dan warnanya hanya warna soga atau coklat saja. Batik Kalimantan dibuat secara sederhana, rupa-rupanya disesuaikan dengan bahan-bahan batik yang tersedia di daerah itu. Tekniknya semacam batik kelengan, tetapi tidak berwarna biru, melainkan coklat (Susanto, 1980: 13).

g. Batik Kelengan :

1) Mencap mori (membatik dengan lilin, yang dipakai paraffin dicampur dengan hars atau lilin tawon)

2) Medel (kain dicelup biru tua/diwedel) 3) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Teknik batik kelengan merupakan cara pembuatan batik yang sudah sangat tua, pewarnaan batik hanya dengan satu warna saja yaitu warna wedel atau warna biru tua. Sebagai variasi dan perkembangan dari batik kelengan, sekitar tahun 1964 terkenal “batik ganefo” yaitu suatu tipe batik semacam batik kelengan tetapi tidak berwarna biru tua melainkan warna-warna tajam seperti merah, hijau, oranye, violet, dan sebagainya dengan motif-motif beraneka macam (Susanto, 1980: 13).

h. Batik Monochrome

Batik monochrome ialah batik dengan satu warna saja semacam batik kelengan, tetapi tidak menggunakan warna wedelan, melainkan dicelup dengan warna-warna tajam seperti merah, violet, hijau, dan sebagainya. Proses pembuatan kain batik ganefo sama dengan batik kelengan dimana wedelan diganti dengan celupan berwarna. Motifnya beraneka macam menggunakan cap klowong atau cap

(17)

tembokan atau cap lain yang dibuat khusus untuk batik monochrome (Susanto, 1980: 14).

Pada perkembangan batik lebih lanjut muncullah pembuatan batik dengan “proses lukisan” dan terkenal dengan nama “batik kreasi baru” atau “batik gaya bebas” dimana sebagian lilin batik dilukiskan di atas kain membentuk gambaran yang abstrak (Susanto, 1980: 5).

Beberapa teknik pembuatan batik modern bila ditinjau dari berbagai cara pembuatan batik modern antara lain:

a. Teknik Kerokan :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Kain dicelup warna dasar (pada umumnya warna gelap/tua) 3) Mengerok (menghilangkan sebagian malam pada bagian tertentu) 4) Bironi (menutup cecek/titik-titik dan bagian yang tetap putih) 5) Mencelup warna soga atau warna lain

6) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya adalah batas putih dan warna soga atau penggantinya akan tegas, sedang penutupan warna dasar dan tempat-tempat tertentu seperti cecek atau garis-garis akan merupakan efek bayangan (Susanto, 1980: 15-16).

b. Teknik Lorodan :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Kain dicelup dengan warna dasar (gelap/tua) 3) Kain dilorod (menghilangkan seluruh malam) 4) Gambar putih dibatik lagi

(18)

6) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya adalah lukisan atau gambar dengan warna putih dan warna soga atau warna lain diatas warna dasar. Teknik lorodan hampir sama dengan teknik kerokan, dimana menghilangkan sebagian lilin di tengah-tengah proses dengan cara melorod. Teknik lorodan menghasilkan efek yang berbeda dengan teknik kerokan, yaitu batas antara warna putih dan soga akan tegas, begitu pula batas antara warna dasar dan gambar sebagian besar merupakan batas yang tegas. Teknik lorodan lebih cocok untuk lukisan atau corak yang banyak menggunakan isen garis-garis kecil dan cecek (Susanto, 1980: 16).

c. Teknik Remukan Wonogiren : 1) Kain dibatik (klowong)

2) Diwedel atau dicelup warna dasar

3) Kain dilipat dan digulung, malam/lilin diremuk 4) Dicelup warna soga atau warna lain.

5) Melorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya berupa gambar berwarna putih diatas warna dasar dengan pecah-pecah pada gambar dengan warna soga atau warna lain. Efek pecah-pecah-pecah-pecah pada gambar dapat dibuat variasi dengan pekerjaan “pecah-celup” sampai dua kali atau lebih dimana warnanya dibuat lebih muda (Susanto, 1980: 16).

d. Cara Pelarutan Soda Kostik : 1) Kain dibatik (klowong)

2) Kain dicelup warna dasar (tua/gelap)

3) Kain direndam dalam larutan kostik soda, kemudian dibuka dan disikat sampai lapisan lilin yang tipis terlepas

(19)

4) Kain dibatik (menutup atau membuat isen-isen seperlunya) 5) Kain dicelup warna soga atau warna lain

6) Kain dilorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya adalah bagian yang berwarna putih dan soga (atau warna lain) tidak teratur, karena pada waktu lilin dilepaskan dengan disikat bagian-bagian tipis yang lepas jadi susunan warna putih dan warna soga tergantung pada tebal tipisnya lilin pada batik (Susanto, 1980: 17).

e. Cara Lorodan Magel : 1) Kain dibatik (klowong) 2) Kain dicelup warna dasar

3) Kain dilorod dengan dimasukkan dalam air panas sampai bagian lilin yang tipis terlepas dan bagian lilin yang tebal masih menempel, maka akan tampak lilin yang menempel secara tidak teratur

4) Kain diwarna soga atau warna lain

5) Kain dilorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya berupa batik dengan putih dan warna soga atau warna yang lainnya tersusun secara tidak teratur (Susanto, 1980: 17).

f. Cara Kombinasi :

1) Kain dibatik (klowong)

2) Kain dicelup warna dasar hitam

3) Kain direndam sebentar dalam larutan kostik soda 4) Kain dibironi

(20)

5) Bagian lilin batik yang tebal dan lebar dikerjakan secara remukan wonogiren

6) Kain dicelup soga dengan warna coklat kekuningan

7) Kain dibatik (menutup bagian yang akan tetap berwarna soga) 8) Bila perlu diberi tambahan efek pecahan dengan diremuk

9) Kain dicelup warna soga dengan warna coklat tua/coklat kemerahan

10) Kain dilorod (menghilangkan seluruh malam)

Hasilnya berupa warna soga terdiri dari dua macam, yang satu sebagai bayangan yang lain disertai efek pecahan wonogiren ditengah-tengahnya. Proses diatas adalah salah satu contoh saja, masih banyak kombinasi atau variasi teknik yang dapat dilakukan (Susanto, 1980: 18).

6. Gaya Visual

Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan, disebut juga corak batik/pola batik. Motif batik terdiri dari 2 bagian utama yaitu ornamen motif batik (ornamen utama dan ornamen pengisi bidang) dan isen motif batik (Susanto, 1980: 212). Motif dalam sebuah desain disusun dalam tata rupa yang disebut komposisi desain motif untuk mencapai estetika dalam desain. Konsep dasar ornamen adalah menghias sesuatu agar menjadi lebih indah (Guntur, 2004: 15).

Menurut sifatnya ornamen dapat dikelompokkan ke dalam ornamen naturalistik dan ornamen stilistik. Sedangkan bendasarkan pada elemen pembentuknya, ornamen dapat dipilah ke dalam ornamen berjenis geometris,

(21)

tumbuhan, binatang, manusia, dan artifisial. Ornamen naturalistik adalah ornamen yang pembentukan atau penyusunannya meniru penampakan fenomena alam, penampakan visualnya menyerupai benda-benda alam. Ornamen stilistik adalah ornamen yang dalam pembentukan atau penyusunannya didasarkan pada penggayaan elemen dasar yang dirujuknya, penampakannya berbeda dengan apa yang digambarkan (Guntur, 2004: 38-40). Ornamen juga dapat dibentuk dan disusun dengan meniru elemen dasar dengan cara menggayakan, mendestorsikan atau mendeformasikan keseluruhan dan atau sebagian dari objeknya (Guntur, 2004: 47).

Penggayaan bentuk dalam desain motif dapat dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya:

a. Naturalis, yaitu penggambaran motif dengan cara meniru bentuk aslinya. b. Stilasi, yaitu menggambaran motif dengan melakukan penyederhanaan

bentuk dari obyeknya yang kemudian dilakukan penggayaan, yaitu usaha mewujudkan motif dalam bentuk yang gemulai dan menekankan pada gaya atau langgam bentuk.

c. Abstraksi, yaitu penggambaran motif dengan mengadakan perubahan dari bentuk aslinya sehingga bentuk asli obyek dalam penggambaran sudah/hampir tidak nampak lagi, namun esensi/karakter obyek masih nampak.

d. Distorsi, yaitu penggambaran motif dengan melakukan perubahan bentuk obyeknya dengan melakukan penyimpangan-penyimpangan yaitu keadaan yang dilebih-lebihkan baik dari sisi ukuran maupun bentuknya pada bagian-bagian tertentu.

(22)

e. Dekoratif, yaitu penggambaran obyek yang berkaitan dengan ornamen atau ragam hias dan cenderung memiliki ciri-ciri yang berkisar pada isian untuk menghias (artificial forms) (Affanti, 2007: 90-95).

7. Komposisi Warna

Warna merupakan unsur seni rupa yang penting dalam sebuah desain. Namun untuk mencapai keindahan, warna tidak dapat berdiri sendiri karena masih dipengaruhi unsur-unsur lain. Warna dalam tata seni berfungsi membantu mewujudkan unsur bentuk. Tata susun warna disebut sebagai komposisi warna, paduan warna atau tata rupa warna. Tata rupa warna mengacu pada prinsip-prinsip dasar seni, antara lain menyangkut keselarasan/irama/ritme, kesatuan (unity), dominasi, keseimbangan, dan proporsi/keserasian (Sadjiman, 2009: 33).

Susunan keselarasan warna dibagi menjadi tiga macam, yaitu laras warna tunggal atau monoton, laras warna harmonis, dan laras warna kontras. Laras warna tunggal atau warna monochromatik adalah pewarnaan karya seni dengan satu warna saja, hasilnya monoton, sederhana, tenang dan sedikit menjemukan. Laras warna harmonis atau warna analogus adalah kombinasi warna-warna yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu dua atau tiga warna yang letaknya berdekatan dalam lingkaran warna. Laras warna kontras atau warna komplementer adalah kombinasi warna-warna yang saling berseberangan satu sama lain. Ada 4 jenis warna kontras/komplementer:

a. Kontras komplemen (kontras dua warna) adalah dua warna yang saling berhadapan dalam lingkaran warna

(23)

b. Kontras split komplemen (kontras dua warna komplemen bias) yaitu warna-warna yang berseberangan dalam lingkaran warna, tetapi menyimpang ke kiri atau ke kanan

c. Kontras triad komplemen (kontras segi tiga) yaitu susunan warna-warna yang membentuk sudut segi tiga sama sisi dalam lingkaran warna

d. Kontras tetrad komplemen (kontras dobel komplemen atau kontras empat warna) adalah susunan warna-warna yang membentuk sudut segi empat sama sisi dalam lingkaran warna (Sadjiman, 2009: 36-39).

8. Batik Laweyan

Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik di Solo yang terkenal dengan sebutan Kampoeng Batik Laweyan. Pada mulanya, pembuatan batik di Laweyan secara keseluruhan mulai dari penciptaan ragam hias hingga pencelupan akhir, dibuat di dalam kraton baik untuk busana maupun keperluan ritual raja dan pengikutnya. Motifnya pun berdasar pada perbedaan kasta, kelas, dan golongan yang terdapat di dalam kraton. Ragam hias motif dan warna mengandung nilai perlambang, pandangan hidup, mantra atau permohonan. Dengan demikian, hasilnya merupakan perpaduan antara seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan kraton (Lono, 2013: 25 dalam Wahyono, 2014: 33).

Kebutuhan batik di lingkungan kraton yang semakin meningkat, mengakibatkan pembuatan batik tidak lagi bergantung pada para putri dan abdi dalem kraton. Batik kemudian dibuat juga oleh kerabat dan abdi dalem yang tinggal di luar kraton. Ki Ageng Henis sebagai salah satu manggala pinutuwaning nagara Pajang atau petinggi yang juga pengikut raja diharuskan pula berbusana

(24)

batik terutama dalam upacara ritual. Karenanya, kegiatan pembatikan juga dilakukan di rumahnya oleh putri-putri abdi dalemnya. Perkembangan selanjutnya seni batik diperkenalkan dan diajarkan kepada para santri yang berguru kepadanya. Keahlian membatik juga dikembangkan kepada sanak saudara dan keturunan ataupun tetangga para santri dan pada akhirnya berkembang menjadi industri batik rumahan yang dikelola oleh para saudagar (Wahyono, 2014: 33-34). Perjalanan batik di Laweyan sempat mengalami pasang surut. Pada masa Orde Baru, pengrajin batik Laweyan mengalami masa-masa krisis, dikarenakan munculnya teknologi printing yang memudahkan produksi batik secara massal. Beberapa pengrajin batik Laweyan sempat mengalami kevakuman beberapa tahun. Sampai pada tahun 2000 an, pengrajin batik di Laweyan mulai bangkit kembali. Dicanangkannya Laweyan sebagai Kampoeng Batik pada 25 September 2004 mendorong para pengusaha batik mulai berproduksi kembali. Sebagai upaya pengembangan potensi batik di Kampoeng Batik Laweyan, dibentuklah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang memiliki visi menjadikan Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik dan cagar budaya yang ramah lingkungan melalui pembangunan yang berlanjutan. FBKBL bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki masyarakat Laweyan di bidang batik. Adanya FPKBL menandai kebangkitan Kampoeng Batik Laweyan bersamaan dengan permintaan konsumen batik di pasar domestik dan ekspor yang terus meningkat. Perkembangan industri batik di Laweyan dimotori oleh FPKBL untuk mengembangkan diri, baik dalam sistem produksi batiknya maupun dengan inovasi baru sesuai dengan selera konsumen. Disamping itu juga dilakukan promosi secara besar-besaran. Permintaan batik semakin meningkat setelah

(25)

diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO (Wahyono, 2014: 34-37). Banyak inovasi batik yang dilakukan untuk meningkatkan potensi batik di Laweyan. Salah satunya inovasi dalam penggunaan teknologi pada proses produksi, selain itu juga inovasi dalam hasil produksi dengan meluaskan fungsional pada produk batik yang tidak hanya sebagai bahan pakaian, namun juga merambah ke produk interior, seperti taplak meja, hiasan dinding, tirai, sprei, kipas, dan lain sebagainya (Wahyono, 2014: 38).

B. Teori dan Kerangka Pikir

Penelitian ini mengkaji mengenai produk batik Laweyan sebagai hiasan dinding tahun 2015-2016. Pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan ialah pendekatan desain. Teori desain yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah teori desain yang dikemukakan oleh Agus Sachari.

Desain merupakan integrasi antara bidang seni rupa, teknologi, dan sains. Desain adalah kegiatan untuk menciptakan sesuatu yang lebih indah dan menarik sesuai dengan kebutuhan manusia. Dilihat dari lingkup pengerjaannya, desain merupakan integrasi dari kegiatan sains (metode riset, ilmu fisika, matematika, ilmu bahan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu psikologi, ilmu budaya, dll), teknologi (ilmu konstruksi, teknologi produksi, teknologi mesin, teknologi material, dll) dan seni rupa (ilmu bentuk, filsafat estetika, teknik presentasi, dll). Semua kegiatan tersebut akan tertuang dari daya kreativitas dan imajinasi setiap individu atau manusia. Sehingga selain memiliki nilai estetis, desain juga dapat

(26)

diterima dan laku di masyarakat, mengandung minat beli dan dinamis dalam menghadapi berbagai cuaca perdagangan (Sachari, 1986: 136).

Sains menurut Einstein berfungsi untuk mengkoordinasikan semua pengalaman-pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam satu sistem yang logis. Teknologi menurut Iskandar Alisyahbana adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuaat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera dan otak manusia. Seni menurut Whitehead adalah untuk memberi semacam persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan satu keberaturan kepadanya (Sachari, 1986: 139).

Gambar 1 Skema Desain

Sumber: Agus Sachari, 1986: 139

Menurut Buchori, desain merupakan kesatuan yang terpadu dan utuh dari estetik dan sains. Dalam metodologi saintifik, desain menuntut hasil akhir yang memenuhi prinsip sains, yaitu efisien dan efektif, didalamnya terdapat prinsip struktur, fisis, mekanik, chemis, teknologi, ekonomi, dan pemasaran. Sedangkan dalam estetika, desain merupakan upaya kreativitas dan daya imajinasi manusia dalam mencari solusi terhadap kebutuhan hidupnya pada suatu yang paling

TEKNOLOGI SAINS SENI RUPA TEORI SENI RUPA ENGINERING KETERAMPILAN

DESAIN

(27)

“indah”, yang berarti benar secara fungsional, jujur dalam material, etis, dan inspiratif (Buchori, 2011: 4).

Desain sebagai kegiatan yang menuntut kreativitas dan daya imajinasi sehingga memiliki nilai etetis yang berarti desain ialah seni. Desain sebagai kegiatan dalam mencari solusi terhadap tuntutan kebutuhan, dapat dicapai dengan upaya teknologis. Desain juga berkaitan dengan pemecahan masalah fungsional, yang dapat didekati berdasarkan metode dan falsafah yang disebut metodologi dan riset desain (Buchori, 2011: 35).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa desain merupakan keterpaduan antara bidang sains, teknologi, dan seni rupa yang saling berintegrasi. Seni memiliki fungsi untuk mencapai tujuan estetis, sedangkan teknologi berperan sebagai tujuan praktis, dan sains untuk mencapai tujuan rasional. Ilmu seni rupa digunakan untuk mengkaji visual produk batik Laweyan sebagai hiasan dinding. Bidang teknologi yang digunakan dalam penelitian adalah teknologi produksi dan teknologi material untuk mengkaji teknik dan proses produksi batik sebagai hiasan dinding. Sains digunakan untuk mengkaji latar belakang memproduksi batik sebagai hiasan dinding.

Penelitian ini mengkaji desain produk batik sebagai hiasan dinding di Laweyan dengan pendekatan desain. Pada tahap awal dilakukan penelitian mengenai visual produk batik Laweyan sebagai hiasan dinding. Tahap kedua dilakukan penelitian mengenai teknik dan proses produksi batik sebagai hiasan dinding, dan pada tahap terakhir dilakukan penelitian mengenai latar belakang memproduksi produk batik sebagai hiasan dinding.

(28)

Skema Kerangka Pikir

Gambar 2 Skema Kerangka Pikir Produk Batik Laweyan Sebagai Hiasan Dinding

Latar Belakang Produksi Visual Produk Batik Teknik dan Proses Produksi

Gambar

Gambar 1  Skema Desain
Gambar 2  Skema Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

Sediaan salep pada ketiga dasar salep ekstrak etanol jahe merah mempunyai potensi hanya sedikit merangsang iritasi, yang paling besar daya iritasinya adalah

Selama kegiatan PPL ini praktikan mendapat bimbingan dari guru pamong dan dosen pembimbing. Praktikan diberi kesempatan oleh guru pamong untuk.. memperdalam pengalaman mengajar

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

“Ia tahu bahwa, ‘Saya memiliki daya kekuatan dari seseorang yang sempurna dalam cara pandang.’ Inilah pengetahuan keenam yang direalisasi oleh seorang Ariya, melampaui yang

Maksud dari penelitian ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Manajemen S-1, Fakultas Bisnis dan Manajemen,