PENGGUNAAN SANDBOX ANALOG MODEL SEBAGAI SARANA EDUKASI GEOLOGI STRUKTUR DAN TEKTONIK DI LABORATORIUM GEOLOGI
DINAMIK, DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
Ikra Wahyu Pratama1* Subagyo Pramumijoyo1 Gayatri Indah Marliyani1
1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika No. 2 Yogyakarta, 55281
*corresponding author: ikrawahyupratama@gmail.com ABSTRAK
Instrumen sandbox analog model telah banyak diaplikasikan untuk mendemonstrasikan serta memodelkan fenomena struktur geologi di alam. Laboratorium Geologi Dinamik, Departemen Teknik Geologi FT-UGM, membangun instrumen tersebut sebagai sarana edukasi geologi struktur dan tektonik bagi mahasiswa serta untuk keperluan riset. Instrumen yang dibuat khusus dirancang untuk memodelkan tektonik kompresi. Instrumen ini memiliki beberapa komponen utama yaitu: motor penggerak, dinding kaca, sebuah passive backstop, dan lembar
mylar. Setting dari model analog ini menggunakan prinsip dimana lembar mylar diletakkan
pada alas sandbox dan ditarik oleh motor penggerak. Pada bagian atas mylar tersebut diletakkan lapisan pasir lepas (diayak secara homogen), pasir ini akan mengikuti pergerakan lembaran mylar hingga berbenturan dengan passive backstop dan membentuk struktur-struktur kompresional. Dinding sandbox yang terbuat dari kaca transparan memungkinkan observasi pembentukan dan perkembangan sekuen sesar dan struktur lainnya dari atas dan dari samping. Hasil pengamatan ini kemudian dapat digunakan untuk analisa lebih lanjut mengenai proses deformasi dan akomodasi stress. Instrumen ini juga dapat dimodifikasi untuk memodelkan pembentukan sabuk sesar anjak dengan kemiringan alas tertentu serta pembentukan prisma akresi pada batas lempeng dengan geometri tertentu, sesuai dengan kondisi yang dapat diamati di alam. Hasil dari pemodelan dengan instrumen ini selanjutnya dapat dibandingkan dengan fenomena struktur dan tektonik di alam. Dalam presentasi ini kami memberikan contoh pemodelan untuk memperagakan pembentukan sabuk lipatan dan sesar anjak. Dengan menerapkan penggunaan sandbox analog model dalam proses pembelajaran, kami harapkan mahasiswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang proses pembentukan dan perkembangan fenomena struktur hasil dari proses tektonik, khususnya pada tektonik kompresi.
Kata Kunci : Instrumen, Sandbox Analog Model, Sabuk Lipatan dan Sesar Anjak, Struktur
Geologi dan Tektonik, Edukasi
6. Pendahuluan
Indonesia berada pada pertemuan beberapa lempeng tektonik aktif yang mengakibatkan tingginya aktivitas tektonisme dan vulkanisme di Indonesia (van Bemmelen, 1949; Katili, 1975; Hamilton, 1979). Indonesia mengalami riwayat tektonisme yang panjang selama sejarah pembentukannya hingga saat ini (Hamilton, 1979). Riwayat tektonisme di Indonesia utamanya dikontrol oleh pergerakan dan konfigurasi lempeng tektonik yang selalu berubah seiring berjalannya waktu (Katili, 1975; Hall, 2009; Hall, 2012). Riwayat tektonisme yang panjang ini terekam sebagai struktur-struktur geologi yang muncul baik di permukaan maupun di bawah permukaan. Mempelajari struktur geologi akan memberikan informasi
penting mengenai sejarah deformasi yang pernah terjadi di suatu daerah (McClay, 1987; Twiss dan Moores, 2007; van der Pluijm dan Marshak, 2004). Terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan untuk mempelajari struktur geologi, mulai dari pengamatan langsung di lapangan, analisis menggunakan foto udara dan citra satelit, hingga yang terbaru, yaitu melakukan pemodelan analog dengan menggunakan peraga boks pasir (sandbox analog
modelling).
Penelitian geologi struktur dan tektonik dengan menggunakan sandbox analog modelling sudah cukup banyak dilakukan di luar negeri, namun di Indonesia dapat dikatakan penelitian yang mengaplikasikan sandbox analog modelling masih cukup terbatas karena instrumen yang diperlukan untuk melakukan pomedelan analog hanya tersedia di beberapa tempat di Indonesia. Oleh sebab itu, Laboratorium Geologi Dinamik, Departemen Teknik Geologi FT-UGM membangun instrumen sandbox analog model dengan tujuan utama sebagai sarana edukasi geologi struktur dan tektonik bagi mahasiswa serta untuk keperluan riset.
7. Aplikasi Sandbox Analog Modelling Dalam Penelitian Geologi Struktur dan Tektonik
Untuk mempelajari struktur geologi dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya mengamati langsung fenomena struktur geologi di lapangan, mempelajarinya dengan menggunakan penginderaan jauh dari citra satelit atau foto udara, dan melakukan pemodelan (Twiss dan Moores, 2007). Pemodelan yang umum dilakukan dalam studi geologi struktur dan tektonik adalah pemodelan analog dengan menggunakan peraga boks pasir (Higgs dan McClay, 1993; McClay, 1996; Castello dan Cooke, 2008; Haq dan Davis, 2009).
Penggunaan sandbox analog model untuk keperluan riset geologi struktur dan tektonik dipelopori pertama kali oleh Cadell (1889) yang melakukan percobaan menggunakan boks pasir dengan skala tertentu untuk memodelkan sistem sesar anjak dan lipatan di dataran tinggi Skotlandia. Pemodelan analog dengan menggunakan skala tertentu akan memberikan gambaran visual bagaimana deformasi dapat terjadi dalam skala ruang dan waktu (McClay, 1996). Pemodelan ini dapat dilakukan untuk memodelkan patahan naik, turun, geser, maupun lipatan (McClay, 1996). Saat ini, pemodelan analog menggunakan boks pasir sudah dapat dikombinasikan dengan penggunaan perangkat komputer untuk analisis dan rekonstruksi. Penggunaan X-ray tomography juga sudah mulai banyak digunakan untuk melakukan rekonstruksi secara 3 dimensi (3D) (McClay, 1996; Colletta dkk, 1991).
Pemodelan lain yang umum dilakukan dengan menggunakan peraga boks pasir adalah analisis deformasi menggunakan analisis medan strain (strain field) (Haq dan Davis, 2008; Haq dan Davis, 2009; Haq dan Davis 2010), namun untuk melakukan analisis seperti ini, diperlukan bantuan perangkat lunak komputer untuk mengukur pergerakan partikel serta mengkalkulasi nilai strain.
8. Instrumen Sandbox Analog Model di Laboratorium Geodinamik Teknik Geologi FT-UGM
Instrumen sandbox yang dibangun oleh Laboratorium Geodinamik adalah instrumen
sandbox yang digerakkan secara otomatis oleh mesin penggerak. Sandbox tersebut memiliki
dimensi panjang 2 m dengan tinggi 25 cm dan lebar 60 cm. Instrumen sandbox terdiri dari beberapa komponen utama berupa dinding kaca, lembar mylar yang diletakkan di dasar boks, mesin penggerak yang akan menarik dan menggerakan lembar mylar, vertical backstop di bagian ujung boks, dua buah sumber cahaya (atas dan samping), serta dua buah kamera yang diletakkan di atas dan di samping boks (Gambar 1). Pasir yang digunakan dalam eksperimen
adalah pasir kuarsa kering yang memiliki sortasi baik dan kebundaran sub-rounded, dengan sudut gesekan internal sebesar 30o. Prinsip kerja alat adalah mesin penggerak akan menarik
lembar mylar yang terletak di dasar boks, bersamaan dengan bergeraknya lembar mylar, pasir yang berada di atas lembar mylar akan ikut bergerak hingga akhirnya bertabrakan dengan
vertical backstop yang berada di ujung boks dan membentuk struktur-struktur kompresional.
Instrumen sandbox yang dibangun di Laboratorium Teknik Geologi FT-UGM khusus digunakan untuk memodelkan deformasi pada rezim kompresi, namun instrumen ini juga dapat dimodifikasi untuk memodelkan pembentukan sabuk sesar anjak dengan kemiringan alas tertentu serta pembentukan prisma akresi pada batas lempeng dengan geometri tertentu, sesuai dengan kondisi yang dapat diamati di alam.
9. Pemodelan Analog Pembentukan Sabuk Lipatan dan Sesar Anjak
Dalam paper ini kami memberikan contoh pemodelan untuk memperagakan pembentukan sabuk lipatan dan sesar anjak. Sebelum alat digunakan untuk eksperimen, dilakukan beberapa preparasi terlebih dahulu, yang meliputi membersihkan bagian dasar boks dari pasir-pasir sisa maupun kotoran lainnya yang menempel, membersihkan bagian dalam dan luar dinding boks menggunakan semprotan alkohol untuk membersihkan kotoran dan noda yang menempel di dinding boks, serta mengaplikasikan semprotan glass water repellent (merek: rain-x original) untuk mengurangi gesekan antara pasir dan dinding boks. Setelah preparasi tersebut dilakukan, pasir selanjutnya dimasukkan ke dalam boks dengan cara diayak secara perlahan sedikit demi sedikit secara merata agar diperoleh pasir yang homogen dan memiliki ketebalan yang seragam. Pada tiap interval 1 cm, diberi lapisan pasir berwarna yang berperan sebagai marker. Proses preparasi ini dilakukan tiap kali percobaan baru akan dilakukan.
Eksperimen untuk memodelkan pembentukan sabuk lipatan dan sesar anjak dilakukan dengan menggunakan pasir setebal 5 cm yang melampar hingga 100 cm serta pada tiap interval 1 cmnya diberi lapisan pasir berwarna (Gambar 2 dan Gambar 3). Kecepatan motor yang digunakan adalah 0,65 mm/detik dengan interval waktu pengambilan gambar oleh kamera tiap 20 detik. Kondisi awal dari ekperimen dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada fase awal eksperimen, pembentukan struktur mulai terjadi ketika pemendekan mencapai 5%, dimana struktur yang terbentuk pertama kali adalah sesar anjak depan (fore
thrust) yang tak lama kemudian diikuti oleh pembentukan sesar anjak belakang (back thrust)
dengan orientasi memanjang paralel terhadap veritcal backstop (Gambar 4). Setelah pembentukan back thrust selesai, deformasi dilanjutkan dengan pembentukan fore thrust yang baru di bagian depan sehingga membentuk set struktur pertama yang terdiri dari pasangan
back trust dan fore thrust (Gambar 4). Pada fase ini ikut juga terbentuk sesar geser dekstral
yang ikut mengakomodasi kompresi. Sesar geser terbentuk dengan dimensi yang tidak terlalu besar dan memiliki orientasi sebesar 40oterhadap vertical backstop (Gambar 4). Pembentukan
set struktur pertama berakhir ketika pemendekan mencapai 10% (Gambar 4).
Setelah pemendekan mencapai 10%, mulai terbentuk set struktur kedua. Pembentukan set struktur kedua menyerupai dengan pembentukan set struktur pertama, dimana deformasi diawali dengan pembentukan fore thrust yang tak lama kemudian diikuti oleh pembentukan
back thrust, lalu pembentukan fore thrust yang baru di bagian depan (Gambar 5).
Pembentukan back thrust di set struktur kedua lebih intensif dibanding dengan pembentukan
back thrust di set struktur pertama. Pembentukan back thrust di set struktur kedua ini
mengakibatkan terjadinya block uplift di daerah transisi antara set struktur pertama dan kedua (Gambar 5). Pada fase ini, sesar geser juga berkembang lebih intensif dibanding fase sebelumnya, sesar geser yang mulai terbentuk pada saat pembentukan set struktur pertama
semakin berkembang di saat pembentukan set struktur kedua. Beberapa buah sesar geser sinistral dan dekstral yang baru juga diamati terbentuk pada tahap ini dengan orientasi menyudut sekitar 40o-50o terhadap vertical backstop (Gambar 5). Pembentukan set struktur
kedua berakhir ketika pemendekan mencapai 20% (Gambar 5).
Setelah pembentukan set struktur kedua berakhir ketika pemendekan mencapai 20%, mulai terbentuk set struktur ketiga yang diawali dengan pembentukan back thrust terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh pembentukan fore thrust (Gambar 6). Pembentukan back
thurst ini mengakibatkan terjadinya block uplift di bagian transisi antara set struktur kedua
dan ketiga (Gambar 6). Pada saat pembentukan set struktur ketiga berlangsung, set struktur kedua dan pertama masih tetap mengalami pergerakan minor. Pembentukan set struktur ketiga berakhir ketika pemendekan mencapai 25% (Gambar 6).
Pembentukan set struktur keempat terjadi setelah pemendekan mencapai 25%. Sama seperti set struktur sebelumnya, pembentukan set struktur keempat diawali dengan pembentukan pasangan fore thrust dan back thrust yang selanjutnya diikuti oleh pembentukan
fore thrust yang baru di bagian depan (Gambar 7). Pembentukan back thrust di set struktur
keempat juga mengakibatkan terjadinya block uplift di bagian transisi antara set struktur ketiga dan keempat (Gambar 7), namun tidak terlalu intensif jika dibandingkan dengan pembentukan block uplift pada set struktur kedua dan ketiga (Gambar 7). Deformasi pada saat pembentukan set struktur keempat diamati kurang intensif dibanding ketika deformasi membentuk set struktur kedua dan ketiga. Pembentukan set struktur keempat berakhir ketika pemendekan mencapai 30% (Gambar 7). Eksperimen dihentikan ketika pemendekan telah mencapai 30%, ketika pergerakan sudah tidak teramati lagi.
Dari eksperimen yang telah dilakukan, diperoleh bahwa deformasi pada setup eksperimen ini diawali dengan pembentukan fore thrust yang tak lama kemudian diikuti oleh pembentukan back thrust lalu pembentukan fore thrust baru di bagian depan, menghasilkan set struktur yang terdiri dari pasangan fore thrust dan back thrust. Sesar-sesar anjak tersebut memiliki geometri memanjang paralel terhadap vertical backstop. Hingga eksperimen berakhir, terjadi perulangan pola deformasi menyerupai deformasi yang membentuk set struktur pertama sebanyak empat kali, sehingga menghasilkan empat set struktur hingga ekpserimen berakhir. Di daerah transisi antarset struktur tersebut terjadi block uplift yang diakibatkan oleh adanya pergerakan naik dari back thrust dan fore thrust secara bersamaan. Selain sesar anjak, sesar-sesar geser dan perlipatan juga diamati berkembang untuk mengakomodasi kompresi. Sesar geser yang berkembang adalah sesar geser dekstral dan sinistral dengan orientasi menyudut 40o-50o terhadap orientasi vertical backstop. Perlipatan
berkembang dengan orientasi paralel terhadap orientasi sesar anjak. Perlipatan tersebut umumnya terbentuk dengan mekanisme fault-propagation fold akibat hadirnya sesar anjak.
10. Kesimpulan
Dalam studi struktur geologi dan tektonik, penggunaan sandbox analog model dapat menjadi instrumen yang cukup ideal untuk mempelajari dan memodelkan pembentukan fenomena-fenomena struktur geologi dan tektonik di alam. Dengan dibangunnya instrumen
sandbox di Laboratorium Geodinamik, Departemen Teknik Geologi FT-UGM, diharapkan
instrumen tersebut dapat digunakan dalam proses pembelajaran dan riset-riset seputar struktur geologi dan tektonik, sehingga mahasiswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang proses pembentukan dan perkembangan fenomena struktur hasil dari proses tektonik, khususnya pada tektonik kompresi.
Acknowledgements
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang memberikan dana untuk pembuatan instrumen sandbox di Laboratorium Geologi Dinamik, Departemen Teknik Geologi FT-UGM. Dana untuk penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, yaitu dana Pro-Hibah INOKAGEO, Laboratorium Teknik Geologi Dinamik Departemen Teknik Geologi FT UGM, serta dana hibah penelitian S1 Departemen Teknik Geologi FT-UGM. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada mahasiswa Departemen Teknik Mesin FT-UGM yaitu Eko, Fajar, dan Ari yang sudah membantu selama pembuatan alat mulai dari tahapan desain alat hingga uji coba, serta kepada UD. WANGDI yang telah membantu proses manufaktur alat.
Daftar Pustaka
Cadell, H. M. (1889). Experimental researches in mountain building. Transactions of the
Royal Society of Edinburgh 35, 337-357.
Castello, M. D. and Cooke, M. (2008). Watch Faults Grow Before Your Very Eyes in a Deformational Sandbox. Journal of Geoscience Education, 50(4), 324-333.
Colleta, B., Letouzey, J., Pinedo, R., Ballard, J. F., and Bale, P. (1991). Computerized X-ray tomography analysis of sandbox models: Example of thin-skinned thrust systems.
Geology, 19, 1063-1067.
Hall, R. 2009. Indonesia, Geology. London, Royal Holloway University of London.
Hall, R. 2012. Late Jurassic-Cenozoik Reconstruction of the Indonesian Region and the Indian Ocean. Tectonophysics 57-571 (2012): 1-41.
Hamilton, Warren. (1979). Tectonics of the Indonesia Region. Washington, United States Government Printing Office.
Haq, S. S. B and Davis, D. M. (2008). Extension during active collision in thin-skinned wedges: Insight from laboratory experiment. Geology, 36(6), 475-478.
Haq, S. S. B and Davis, D. M. (2009). Interpreting finite strain: Analysis of deformation in analog models. Journal of Structural Geology, 31, 654-661.
Haq, S. S. B and Davis, D. M. (2010). Mechanics of fore-arcs slivers: insight from analog models. Tectonics, 29, TC5015.
Higgs, W. G. and McClay, K. R. (1993). Analogue sandbox modelling of Miocene extensional faulting in the Outer Moray Firth. Geological Society Special Publication 71, 141-162.
Katili, J. A. 1975. Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian Island Arcs.
Tectonophysics 26: 165-188.
McClay, K. R. 1987. The Mapping of Geological Structures. Chicester, John Wiley & Sons. McClay, K. R. (1996). Recent advances in analogue modelling: uses in section interpretation
and validation. Geological Society Special Publication (no.99), 201-225.
Twiss, R. J and Moores, E. M. (2007). Structural Geology. 2nd Edition. New York, W. H.
Freeman and Company.
Van Bemmelen, R. W. (1949). The Geology of Indonesia: General geology of Indonesia and
adjacent archipelagoes. vol. 1A. Amsterdam, Government Printing Office.
Van der Pluijm, B. A. dan S. Marshak. 2004. Earth Structure. 2ndEdition. New York, W. W.
Gambar
Gambar 1. Instrumen sandbox di Laboratorium Geodinamik Teknik Geologi FT-UGM.
Gambar 3. Kondisi awal eksperimen ketika pemendekan 0%
Gambar 4. Kondisi eksperimen ketika pemendekan mencapai 10%. Pada fase ini terbentuk
Gambar 5. Kondisi eksperimen ketika pemendekan mencapai 20%. Pada fase ini terbentuk
set struktur kedua serta terjadi block uplift di daerah transisi antara set struktur pertama dan kedua.
Gambar 6. Kondisi eksperimen ketika pemendekan mencapai 25%. Pada fase ini terbentuk
set struktur ketiga serta terjadi block uplift di daerah transisi antara set struktur kedua dan ketiga.
Gambar 7. Kondisi eksperimen ketika pemendekan mencapai 30%. Pada fase ini terbentuk
set struktur keempat serta terjadi block uplift di daerah transisi antara set struktur ketiga dan keempat.