Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
KAJIAN SENSOR OKULTASI GPS UNTUK MUATAN ILMIAH
SATELIT MIKRO LAPAN GENERASI KE-2
Nizam Ahmad, Abd. Rachman, NefliaPeneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Email : nizam@bdg.lapan.go.id
ABSTRACT
The second generation of LAPAN micro satellite will be used for remote sensing by its main payload that is a multispectral camera. Beside the main payload, this satellite will bring a secondary payload which is used for investigating space and atmospheric sciences named GPS (Global Positioning Satellite) occultation receiver. The study of payload has been done by comparing this to a satellite which has similar mission to the LAPAN’s satellite that is the Orsted satellite (Denmark). The GPS occultation technique is based on the measurement of refraction index and the variation of density on each atmospheric layers, causing bending effects on radio wavelength. The GPS occultation sensor will be used as scientific payload for the LAPAN micro satellite. This sensor produces data such as TEC, electron density, temperature, pressure and other atmospheric variables.
ABSTRAK
Satelit mikro LAPAN generasi ke-2 memiliki misi utama penginderaan jauh (remote sensing) dengan muatan kamera multi spektrum. Selain membawa muatan utama, satelit ini juga membawa muatan sekunder berupa sensor untuk digunakan dalam penelitian sains antariksa dan atmosfer yang disebut GPS (Global Positioning
Satellite) Occultation Receiver. Kajian sensor dilakukan pada salah satu satelit yang
memiliki misi identik dengan satelit mikro LAPAN generasi ke-2 yaitu satelit ORSTED (Denmark). GPS Occultation ini berdasarkan teknik pengukuran indeks refraksi dengan kerapatan yang bervariasi pada setiap lapisan atmosfer yang menyebabkan efek lengkung pada jalur panjang gelombang radio. Sensor okultasi GPS dapat menghasilkan data berupa TEC, kerapatan elektron, temperatur dan tekanan lapisan atmosfer serta variabel atmosfer lainnya.
Kata kunci : Satelit Mikro, Okultasi GPS
1 PENDAHULUAN
Dewasa ini, pemanfaatan teknologi berbasis satelit banyak digunakan untuk
berbagai aplikasi dalam kehidupan
manusia seperti ketahanan pangan,
pemetaan wilayah, komunikasi dan
sebagainya. Indonesia sebagai negara maritim dengan bentangan wilayah yang luas sudah seharusnya memiliki suatu sistem pemantauan wilayah (monitoring) untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya di berbagai bidang. Berdasarkan kebutuhan dan kondisi geografis Indonesia, pemerintah melalui Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) mencoba mengarah pada pengembangan teknologi berbasis satelit, yang dimulai dengan
diluncurkannya satelit LAPAN Tubsat pada tanggal 10 Januari 2007. Satelit LAPAN Tubsat dibuat melalui kerjasama antara LAPAN (Indonesia) dengan TU (Technical University) Berlin (Jerman). Satelit LAPAN Tubsat memiliki misi yang sederhana yakni untuk pemantauan wilayah (surveillance) dengan muatan satelit berupa kamera.
Kesuksesan dalam mengembang-kan teknologi berbasis satelit melalui satelit LAPAN Tubsat ini memberikan inspirasi bagi LAPAN untuk membuat
dan mengembangkan satelit untuk
penginderaan jauh (remote sensing)
sebagai upaya membantu meningkatkan ketahanan pangan serta pertahanan dan
keamanan wilayah. Satelit LAPAN generasi ke-2 ini merujuk pada satelit LAPAN Tubsat baik dalam hal struktur maupun desain orbitnya dengan beberapa modifi-kasi teknis sesuai dengan muatan (payload) yang akan disisipkan pada satelit. Satelit ini akan ditempatkan pada ketinggian orbit rendah bumi (Low Earth
Orbit), berukuran mikro (10-100 kg)
dengan inklinasi polar dan akan membawa sensor multi spektral kamera untuk penginderaan jauh 3-4 kanal (biru, hijau, merah dan near infrared) beresolusi spasial 3-10 m dengan resolusi waktu 2 minggu – 1 bulan.
Satelit juga akan membawa muatan sekunder berupa sensor untuk misi ilmiah, misalnya untuk penelitian sains antariksa dan atmosfer. Hubungan antara pembangunan satelit dan penelitian di bidang sains antariksa dan atmosfer terhadap ketahanan pangan terjadi secara tidak langsung, yaitu hasil penelitian sains antariksa dan atmosfer diarahkan dalam rangka mengembangkan suatu model cuaca antariksa termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan atmosfer (model empiris dan matematis) yang akurat untuk wilayah Indonesia. Akhir pengembangan model ini diharapkan dapat memberikan informasi prediksi kondisi cuaca antariksa dan kondisi atmosfer yang akurat yang bermanfaat
untuk ketahanan pangan nasional.
Dalam hal ini satelit LAPAN memiliki peranan besar dalam menghasilkan data yang digunakan dalam pengembangan model untuk menghasilkan suatu sistem informasi dalam menunjang sektor-sektor pembangunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1-1.
Satelit LAPAN generasi ke-2 di-program untuk mendukung peningkatan ketahanan pangan. Data satelit nantinya dapat digunakan untuk prakiraan jangka pendek kondisi suatu pertanian ataupun
prakiraan jangka panjang melalui
pengembangan model berdasarkan data satelit sebagai upaya peringatan dini (early warning). Satelit LAPAN generasi ke-2 akan banyak membantu program
penelitian (research) terutama yang
terkait langsung dengan penggunaaan data satelit sehingga diharapkan penelitian ini banyak menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat digunakan oleh masyarakat baik secara langsung mapun tidak langsung.
Satelit LAPAN generasi ke-2 ini memiliki peran langsung (pemanfaatannya dirasakan langsung oleh masyarakat) maupun tidak langsung (mendukung riset bagi penemuan-penemuan di bidang sektoral). Peran langsung satelit ini antara lain untuk memotret wilayah Indonesia. Berdasarkan potret wilayah tersebut, dapat diketahui luas daerah pertaniannya, dan melalui pengembangan model dan data satelit penginderaan jauh lainnya dapat mengidentifikasi jenis dan kondisi tanaman pertanian sehingga perkiraan tingkat produksi untuk setiap tanaman pangan dan setiap daerah dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat daripada
cara yang konvensional; memantau
kondisi atmosfer dan lahan pertanian pada saat ini serta prediksi beberapa hari ke depan sehingga aktifitas pertanian dapat dilakukan tepat waktu, untuk mencegah kegagalan panen, mengembang-kan precision farming, yaitu kegiatan pertanian dilakukan secara tepat menurut waktu, lokasi, kondisi, jenis tanaman, maupun tindakan, sehingga produksi dapat ditingkatkan. Peran tidak langsung satelit ini di antaranya mendukung kegiatan penelitian di bidang sains antariksa dan atmosfer yang bertujuan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional. Kemajuan penelitian di bidang sains antariksa dan atmosfer sangat didukung oleh tersedianya per-alatan dan data observasi untuk mem-pelajari berbagai fenomena, pengem-bangan berbagai teori, prediksi cuaca dan iklim, maupun uji validasi model-model atmosfer dan antariksa. Satelit dapat menyediakan data untuk model antariksa dan atmosfer sehingga memung-kinkan prakiraan kondisi cuaca dan iklim melalui suatu sistem asimilasi data, sehingga kondisi atmosfer dan antariksa pada masa yang akan datang dapat di prediksi secara lebih akurat (Satiadi, 2006).
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Gambar 2-1: Peran satelit LAPAN dalam sektor pembangunan (Satiadi, 2006)
Permasalahannya adalah sensor apa yang tepat untuk disisipkan pada satelit mikro LAPAN generasi ke-2. Penentuan prioritas sensor didasarkan pada pertimbangan bahwa sensor ini dapat digunakan untuk penelitian sains antariksa dan atmosfer, mendukung misi utama satelit dan memenuhi spesifikasi teknis yang sesuai dengan struktur satelit (Ahmad, 2007). Hal ini diperoleh melalui penelusuran penelitian sains antariksa dan iklim yang terkait langsung dengan kepentingan pemanfaatan data satelit, mengkaji beberapa sensor pada
beberapa satelit yang mengakomodir
penelitian sains antariksa dan iklim serta menganalisis spesifikasi teknis sensor berdasarkan spesifikasi satelit. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis sensor okultasi GPS untuk ditempatkan pada satelit LAPAN generasi ke-2 agar dapat memenuhi kebutuhan saintifik lingkungan sains antariksa dan atmosfer dalam mendukung misi utama satelit.
2 KONSEP OKULTASI GPS DAN DATA
YANG DIGUNAKAN 2.1 Konsep Okultasi GPS
Global Positioning Satellit (GPS)
terdiri dari 24 satelit yang secara terus-menerus memancarkan sinyal radio pada frekuensi 1.57542 GHz (L1) dan 1.22760 GHz (L2). Jika sebuah penerima sinyal GPS dipasang pada satelit Low
Earth Orbit (LEO), maka penerima tersebut
akan menerima sinyal dari ke 24 satelit GPS baik saat terbit maupun tenggelam di cakrawala. Karakteristik sinyal yang diterima pada GPS LEO ini secara signifi-kan dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan ionosfer bumi. Peristiwa karakterisasi sinyal penerima oleh kondisi atmosfer dan ionosfer bumi ini disebut dengan okultasi GPS dimana efek lengkung limb
sounding dapat secara aktif diukur.
Konsep GPS okultasi ini pertama kali diperkenalkan oleh Yunck pada tahun 1988 (Yunck et al., 2000) dan pertama kalinya diterapkan pada misi satelit GPS/MET (Ware et al., 1996). Satelit GPS/MET ini merupakan misi
Lapsat-2
Penelitian
Temuan
Aplikasi-aplikasi
sektoral
Data
Pengamatan
Pemodelan
Prediksi /
Prakiraan
peringatan
dini
Kondisi awal
Asimilasi data
Validasi
pertama yang mengakomodir peng-inderaan jauh antar satelit dan dilanjut-kan pada misi satelit milik Jerman CHAMP (CHAllenging Minisatellite Payload) dan satelit Argentina SAC-C (Satelite de
Aplicaciones Cientificas-C) (Wickert et al.,
2001).
Gambar 2-1: Teknik okultasi dua satelit http://apollo.lsc.vsc.edu/cl asses/remote/lecture_notes/ gps/graphics/occultation.gif) Teknik okultasi didasari oleh pengukuran indeks refraksi n(r) atmosfer dengan kerapatan yang beragam pada setiap lapisannya yang menyebabkan efek lengkung pada jalur pancar gelom-bang radio. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2-1. Besaran sudut lengkung yang terjadi ini menjadi bahan informasi
awal untuk mendapatkan beberapa
parameter atmosfer yang sangat penting untuk dianalisa. Teknik okultasi ini mempunyai karakteristik (Kursinski et al., 1997), yaitu akurasi tinggi dengan cakupan yang luas, resolusi vertikal yang tinggi, kemampuan sounding segala cuaca, kalibrasi radiosonde yang inde-penden dan tidak ada bias instrumen. Dalam teknik GPS okultasi, sinyal dipancarkan oleh satelit GPS, kemudian sinyal tersebut diterima oleh penerima pada satelit LEO mengikuti pergerakan
satelit tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2: Okultasi pada satelit LEO (http://geodaf.mt.asi.it/html _old/GPSAtmo/space.html) Pergerakan relatif satelit LEO terhadap satelit GPS akan menghasilkan pemindaian vertikal atmosfer (Gambar 2-3). Dengan pendekatan geometris optik dan dengan memperhitungkan bentuk leng-kung, sinyal pancar yang melewati atmosfer dipantulkan dan mengalami penundaan akibat perbedaan gradasi vertikal kerapatan lapisan atmosfer. Ketika geometri satelit berubah akibat pergerakan revolusi terhadap bumi, gelombang radio yang diterima berturut-turut seakan membentuk lapisan pada atmosfer. Dengan variasi fase sinyal GPS, pengukuran dengan metode ini akan menghasilkan profil vertikal sudut lengkung sinyal. Pada saat tersebut, fasa yang bervariasi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu
satellite clock drift error, doppler shift akibat
pergerakan relatif satelit LEO terhadap satelit GPS dan perlambatan perambatan (propagation delay) akibat perbedaan media rambat di atmosfer .
Gambar 2-3: Pemindaian vertikal teknik okultasi (http://geodaf.mt. asi.it/ html_old/GPSAtmo/ space.html)
Bumi
Sudut lengkung = OkultasiMajalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Gambar 2-4 : Geometri teknik okultasi (Carlstrom, 2002) Pada Gambar 2-4, efek atmosfer
yang ditimbulkan terhadap sinyal GPS dapat dikarakterisasi dengan nilai total sudut lengkung (bending angle, α), sebagai sebuah fungsi parameter akibat parameter tumbukan (impact parameter, a). Nilai sudut lengkung didapatkan melalui pengukuran yang teliti terhadap nilai frekuensi pergeseran Doppler (Doppler Shift) atas sinyal GPS yang diterima sensor. Kemudian fungsi α (a) diinversi ke profil
refraktivitas sebagai asumsi simetri
spherical (bidang elips) dan menggunakan
transformasi Abelian untuk mendapatkan nilai-nilai atas turunan indeks refraksi (Fjeldbo, 1971).
2.2 Data Yang Digunakan
Data yang digunakan dalam
kajian ini merupakan data spesifikasi sensor yang terdapat pada satelit Orsted (Denmark) dengan beberapa modifikasi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa satelit Orsted ini memiliki kemiripan dengan rancangan satelit mikro LAPAN generasi ke-2. Satelit Orsted berukuran 34 x 45 x 70 cm dengan berat 62 kg, inklinasi polar (i 98) dan ditempatkan pada orbit 450 km x 850 km. Data spesifikasi sensor GPS okultasi pada satelit Orsted adalah sebagai berikut,
Massa : 4 Kg
Daya : 7-15 W
Frekuensi sampling : 10 Hz
Ketepatan posisi : 5-10 Cm
Gambar 2-5 : GPS receiver (http://www.dmi.dk)
Akurasi data, ketidakpastian dan rentang pengukuran sensor ini dapat dilihat pada Tabel 2-1 (Hoeg, 1999)
Jalur rambatan
Titik potong rambatan
LEO
V
GPSV
LEOR
GPSR
Bumi
Tabel 2-1:KEBUTUHAN PENGAMATAN UNTUK SENSOR GPS
Data pengamatan sensor ini dibagi menjadi dua tingkatan data, yaitu data baku dan data olahan. Dua tingkatan data ini dapat dilihat pada Tabel 2-2 (Hoeg, 1999).
Tabel 2-2 : DATA KELUARAN SENSOR GPS
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Program ketahanan pangan di- dukung oleh penelitian sains antariksa dan atmosfer melalui pemantauan aktivitas seismik seperti gempa bumi (earthquake
precursor) dari satelit (Gambar 3-1) dengan
melihat variasi data TEC di atmosfer serta pemantauan pola meteorologi melalui perubahan temperatur, tekanan dan parameter lapisan atmosfer (Gambar 3-2).
Data GPS Level 0-1 Data GPS Level 2-3
Pseudo-range measurements
Carrier phase measurements (L1 and L2) Time Differential clock corrections
Earth orientation data GPS positions and velocities GPS ephemeris data
GPS orbital parameters GPS health data
Satellite position and velocity data Satellite ephemeris data
Satellite orbital parameters
Predicted Satellite positions and velocities Satellite occultation sounding data
Residual phase observations TEC and d(TEC)/dt observations Ne scintillations
Bending angle profiles TEC profiles
Electron density profiles Refractivity profiles Error profile estimates Stratosphere/Troposphere temperature and pressure Global TEC field maps Global electron density distributions
Kajian Sensor Okultasi GPS untuk Muatan Ilmiah Satelit Mikro. ... (Nizam et al.)
Gambar 3-1:Pemantauan aktivitas seismik dari satelit (Zhang, 2007)
Gambar 3-2: Pemantauan pola meteorologi dari satelit (http://www. esa.int/esaLP/ SEMFVJ6DIAE_index_1.html)
Aktivitas seismik di bumi secara teori akan memancarkan gelombang elektromagnetik (EM) yang menyebabkan gangguan di lapisan atmosfer, ionosfer dan magnetosfer. Gangguan ini menyebab-kan perubahan kerapatan partikel pada masing-masing lapisan (Battison, 2007). Perubahan kerapatan partikel ini dapat diketahui dari citra yang dihasilkan sensor GPS melalui teknik okultasi.
Untuk pola meteorologi, faktor-faktor seperti efek coriolis, kemampuan lautan sebagai penyimpan panas, dan efek topografi sangat berpengaruh. Dalam penelitian sains atmosfer, satelit tidak banyak digunakan untuk pengukuran in-situ, karena posisinya yang jauh di atas permukaan bumi. Misalnya satelit
orbit rendah atau Low Earth Orbit (LEO) berada pada jarak sekitar 300 km dari permukaan bumi, sedangkan ketinggian troposfer, dimana kebanyakan fenomena atmosfer terjadi, hanya meliputi ketinggian hingga sekitar 17 km. Dengan demikian, dalam penelitian di bidang sains atmosfer satelit digunakan untuk pengukuran jarak jauh (Satiadi, 2006).
Mengingat rancangan struktur satelit LAPAN generasi ke-2 belum rampung maka dilakukan asumsi bahwa
rancangan struktur dan subsistem
satelit mengikuti satelit Orsted. Dengan demikian konsep arsitektur GPS receiver nya dapat dilihat pada Gambar 3-3 (Hoeg, 1999).
Gambar 3-3: Usulan konsep arsitektur GPS receiver satelit LAPAN
Pada Gambar 3-3, konsep arsitek-tur ini masih menggunakan konsep GPS/GLONASS yang dikembangkan oleh Rusia dengan beberapa modifikasi ter-utama untuk perhitungan akurasi posisi dan kecepatan satelit secara real-time.
Penempatan sensor GPS receiver dalam subsistem satelit dapat dilihat pada Gambar 3-4 (Hoeg, 1999).
Pada Gambar 3-4, GPS receiver di tempatkan pada rak (rack) ke-4 dari struktur muatan. Namun penempatan
ini tergantung pada jumlah muatan yang dibawa oleh satelit ini nantinya.
Spesifikasi optimum sensor GPS okultasi yang diusulkan untuk satelit LAPAN generasi ke-2 memiliki daya (power) maksimal 5 Watt dengan massa maksimal 2 kg. Spesifikasi detail yang berkaitan dengan pengamatan dapat di- lihat pada Tabel 3-1. Spesifikasi ini merujuk pada spesifikasi sensor okultasi GPS satelit CSES Cina (Lanwei et al., 2007).
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20
Gambar 3-4: Rancangan GPS receiver satelit LAPAN dalam subsistem
Tabel 3-1: SPESIFIKASI SENSOR GPS OCCULTATION RECEIVER
Detection Content Physical Parameter Specification Precision
Ionosphere Plasma TEC 20 TECU Ion density 102 – 107 cm-3 10 cm-3 Ion temperature 500 – 5000 K 10 K Electron density 102 – 5.106 cm-3 20 cm-3 Electron temperature 500 – 3000 K 20 K
Gambar 3-5: Rancangan sistem manajemen data satelit LAPAN generasi ke-2 Untuk sistem manajemen data,
satelit LAPAN generasi ke-2 merujuk pada satelit CSES Cina. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3-5 (Yurong et al., 2007).
Secara umum, data yang dikirim satelit dan diterima oleh stasiun bumi di- olah untuk kemudian dikirimkan ke jaringan stasiun bumi lainnya. Data olahan ini kemudian dianalisis untuk membuat suatu pemodelan menuju suatu sistem peringatan dini baik cuaca antariksa maupun atmosfer bumi.
4 KESIMPULAN
Penelitian sains antariksa dan atmosfer berbasis satelit mendukung program ketahanan pangan yang menjadi misi utama satelit LAPAN generasi ke-2. Dari skala prioritas, pemantauan aktivitas seismik dan pola meteorologi dari satelit
menjadi dasar penentuan muatan
sekunder satelit. Sensor yang tepat untuk misi ini adalah sensor GPS
occultation receiver. Namun hal yang
perlu lebih diperhitungkan dalam kajian berikutnya adalah spesifikasi teknis dan konfigurasi sensor ini dalam subsistem satelit.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih ditujukan pada Dr. Erman Aminullah yang telah membimbing dalam penulisan karya ilmiah dan Dr. Sunartoto atas koreksi serta saran dalam pembenahan karya tulis ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan pada Drs. L. Manurung dan Muhammad Bustani yang membantu dalam menyediakan data dan memberikan saran mengenai muatan-muatan satelit untuk satelit mikro LAPAN generasi ke-2. DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, N., 2007. Kajian Muatan Sains
Antariksa Untuk Satelit Indonesia,
Laporan Evaluasi II, Pusfatsainsa, Bandung.
Battison, R., 2007. Earthquake Monitoring
from Space: 10 Years of R & D in Italy, International Workshop on
Early Warning and Monitoring
Earthquake by Using Electro-magnetism Detecting Satellite, 25 – 27 July 2007, Jakarta.
Carlstrom, A., et al., 2002. The GPS
Occultation Sensor for NPOESS,
IEEE, Saab Ericsson Space SE-40515 Göteborg, Sweden.
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:10-20 Fjeldbo, G.; A. J. Kliore; and V. R.
Eshleman, 1971. The neutral
atmosphere of Venus as studied with the Mariner V radio occultation experiments, Astron. J., 76 (2),
123-140.
Hoeg P., 1999. Field Aligned-Current
Experiment In The Ionosphere and Thermosphere (FACE-IT), Danish
Meteorological Institute, Lyingbyvej 100, Denmark.
Kursinski, E. R., et al., 1997. Observing
Earth's atmosphere with radio occultation measurements using Global Positioning System, J. Geophys. Res., 19 (D19),
23,429-23, 465.
Lanwei, W., et al., 2007. Analysis on the
Payloads of China Seismo-Electro-magnetic Satellite (CSES),
Inter-national Workshop on Early Warning and Monitoring Earthquake by Using Electromagnetism Detecting Satellite, 25 - 27 July 2007, Jakarta. Satiadi, D., 2006. Laporan Kajian Muatan/
Sensor Ilmiah Atmosfer Untuk Satelit LAPAN generasi -2, Bandung.
Ware, R., et al., 1996. GPS soundings of
the atmosphere from low earth orbit:
Preliminary results, Bull. Amer.
Meteor. Soc., 77, 19-40.
Wickert, J., et al., 2001. GPS radio occultation with CHAMP: Initial
results, Proc. Beacon Satellite
Symposium, Boston.
Yunck, T.; Liu C.H.; Ware R., 2000. A
History of GPS Sounding,
Terrestrial Atmospheric and Oceanic Sciences, 11, 1-20.
Yurong, L., et al., 2007. Architecture for
Chinese Seismo-Electromagnetic Satellite’s Ground Application System,
Payload Operation and Application Center, International Workshop on Early Warning and Monitoring
Earthquake by Using
Electro-magnetism Detecting Satellite, 25 - 27 July 2007, Jakarta.
Zhang, Y., 2007). Current Situation of
Earthquake Prediction Exploration in China Mainland and Its Potential Demands for Space Technology,
International Workshop on Early Warning and Monitoring Earthquake by Using Electromagnetism Detecting Satellite, 25 - 27 July 2007, Jakarta.