• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kerja Praktek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kerja Praktek"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV SISTEM SCADA 4.1 Definisi SCADA

SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) merupakan suatu sistem komputerisasi dan sistem komunikasi terintegrasi yang berfungsi melakukan pengawasan, pengendalian serta akuisisi data dari peralatan proses secara real time dari jarak jauh. Sistem ini telah mengalami perkembangan pesat, yang memungkinkan untuk dapat melakukan komunikasi jarak jauh, sehingga dimungkinkan untuk melakukan pengendalian peralatan proses yang tersebar secara geografis. Cangkupan operasional dari sistem SCADA di APD Jatim dapat dilihat pada gambar 4.1.

Dengan kompleksifitas fungsi dari SCADA, maka sistem ini banyak digunakan dalam berbagai macam aktifitas dunia industri, antara lain sebagai berikut :

• Pengaturan lalu lintas kereta api • Pengaturan penerbangan dari bandara • Pendistribusian air minum

• Operasional industri

• Monitoring operasional pembangkit listrik • Pengaturan jaringan listrik pada area yang luas

(2)

APD Jawa Timur, merupakan salah satu unit di bawah PT PLN Distribusi Jawa Timur yang bertanggung jawab dalam pengaturan sistem tenaga listrik 20 kV di wilayah Jawa Timur. Latar belakang diterapkannya sistem SCADA karena adanya kebutuhan untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran tenaga listrik dengan melakukan pengumpulan informasi keadaan peralatan di lapangan serta mengambil tindakan atas dasar informasi tersebut secara jarak jauh, real time dan terpusat sehingga kehandalan system distribusi listrik tenaga listrik sangat bergantung pada keandalan dari sistem SCADA itu sendiri.

Keandalan sistem SCADA bergantung pada keandalan masing-masing komponen atau sub sistemnya, yaitu master station, RTU, dan sistem telekomunikasi. Sistem SCADA yang handal akan membantu dalam mengoptimalkan sistem distribusi listrik secara keseluruhan terutama membantu dalam kemudahan pengoperasian sistem tenaga listrik dan kecepatan pemulihan gangguan.

Sebelum SCADA diterapkan pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV, APD Jatim menggunakan sistem konvensional dimana segala informasi yang ada di dalam gardu induk (GI) maupun aktifitas lain yang berhubungan dengan jaringan dilakukan secara manual melalui bantuan operator yang ditempatkan di tiap-tiap gardu induk dengan media komunikasi berupa radio HT (Handie Talkie), telepon PLC (Power Line Carrier), dan telepon kabel. Sistem konvensional yang ditunjukkan gambar 4.2 ini digunakan dalam kurun waktu yang lama dan dirasa kurang efisien sehingga diterapkannya sistem SCADA dengan tujuan agar segala aktifitas yang berhubungan distribusi jaringan 20 kV dapat dilakukan secara terpusat melalui master station/ruang DCC (Distribution Control Center) seperti yang ditunjukkan gambar 4.3.

(3)

Gambar 4.3 Sistem SCADA PLN APD Jatim

Sehubungan dengan bertambahnya jaringan dan kebutuhan akan kehandalan dalam penyaluran tenaga listrik, selain SCADA yang mengatur gardu induk untuk incoming dan out going penyulang 20 kV, saat ini APD Jatim juga memasang sistem SCADA di jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV yang dapat mengontrol maupun memonitor perangkat LBS motorized dan Recloser. Tujuan utamanya adalah untuk memudahkan manuver beban dan dapat mempercepat pemulihan (restorasi) gangguan.

4.2 Fungsi dan Peran SCADA Pada Distribusi Listrik

Fungsi utama SCADA yang diterapkan APD Jatim pada sistem distribusi listrik antara lain :

a. Telekontrol

Merupakan fungsi dimana SCADA dapat melakukan kontrol terhadap peralatan listrik secara jarak jauh.

b. Telemetering

Merupakan fungsi dimana SCADA dapat melakukan pengukuran terhadap parameter besaran listrik yang ada pada gardu induk dan jaringan SUTM 20kV secara jarak jauh.

c. Telesignal

Merupakan fungsi dimana SCADA dapat mengetahui status dari peralatan listrik yang diamati secara jarak jauh.

(4)

Peran SCADA yang diterapkan APD Jatim pada proses distribusi listrik antara lain :

1. Memonitor parameter terukur pada tiap penyulang (arus, tegangan, frekuensi, daya reaktif, daya nyata, dan lain-lain). Parameter ini digunakan sebagai laporan, analisa beban serta acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian jaringan 20 kV seperti pada gambar 4.4.

2. Mengetahui status dan mengontrol peralatan dari peralatan yang terdapat pada jaringan distribusi (PMT,LBS, Recloser, dan lain-lain)

3. Memberikan informasi /peringatan mengenai gangguan yang terjadi di jaringan (event/al arm logger).

4. Menyimpan data historical mengenai gangguan yang pernah terjadi pada jaringan.

Gambar 4.4 Grafik Beban Pada Salah Satu Penyulang

(5)

Gambar 4.5 Komponen Utama Sistem SCADA

Sistem SCADA tidak dapat berdiri sendiri, namun harus didukung oleh beberapa komponen seperti terlihat pada Gambar 4.5, yaitu : 1. Master Station

2. Sistem Telekomunikasi

3. Remote Terminal Unit (RTU) dan Peripheral

Seiring dengan bertambahnya banyaknya titik remote SCADA dan semakin kompleknya sistem maka diperlukan keandalan akan SCADA agar dapat digunakan setiap saat.

Master station dan perangkat remote (RTU/LBS/Recloser) terhubung melalui media komunikasi tertentu untuk melakukan komunikasi data sehingga apabila salah satu dari komponen SCADA terganggu maka akan menyebabkan tidak berfungsinya sistem. Melalui ruang DCC, petugas/dispatcher dapat mengetahui, mengontrol peralatan proses pada jaringan maupun mengetahui parameter terukur melalui monitor peraga/mimic board.

4.3.1 Master Station/ DCC APD Jatim

Master station merupakan ruang kontrol utama dimana terdapat peralatan komputer terintegasi yang berfungsi untuk :

1. Mengolah data dan informasi dari semua remote station di lapangan kemudian menampilkan informasi kepada operator/dispatcher melalui mimic board/monitor. Data dan informasi tersebut merupakan status open/close perangkat remote (PMT, LBS, Recloser) serta parameter terukur berupa arus,tegangan,daya, dan power factor dari tiap penyulang di semua gardu induk .

(6)

2. Memberikan perintah ke RTU/LBS Motorize/Recloser untuk diteruskan ke peralatan mekanik maupun elektrik untuk memutus atau menyambung PMT pada jaringan 20 kV.

3. Menyimpan event logger dari semua gangguan yang terjadi pada jaringan 20 kV area Jawa Timur.

Software SCADA yang digunakan di PLN APD Jatim adalah Survalent. Sofware ini mempunyai beberapa keunggulan, salah satunya adalah mendukung multi protokol komunikasi seperti ditunjukkan oleh gambar 4.6 (IEC 101, IEC 104, DNP 3.0, Modbus) sehingga mampu berkomunikasi dengan RTU eksisting ataupun peralatan akuisisi data.Penggunaan protokol ini disesuaikan dengan spesifikasi protokol yang didukung oleh RTU yang terhubung.

Gambar 4.6 List Protokol SCADA Survalent Fitur SCADA Survalent yang sudah digunakan saat ini antara lain: a. Data beban incoming transformator dan penyulang.

b. Event Historical.

c. SMS gateway (down, manuver oleh DCC, Communication Fail/Normal, dan RTU Fail/Normal).

d. Disaster Recovery.

Proses pada operasi jaringan tenaga listrik yang menyebabkan terjadinya event sebagai berikut:

(7)

a. Telemetering yang melewati ambang batas yang telah ditetapkan. b. Perubahan status telesignal single (TSS) dan telesignal double

(TSD).

c. Kegagalan tindakan remote control.

d. Gangguan sistem pengolahan data di pusat kontrol yakni pada subsistem komunikasi data, server, dan workstation)

e. Gangguan remote station (RTU dan IED). f. Gangguan link telekomunikasi.

g. Gangguan peripheral. h. Fail over master station.

i. Alarm catu daya di master station j. Alarm sinkronisasi waktu.

4.3.1.1 Protokol Komunikasi

Protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan beberapa fungsi yang ada dalam sebuah jaringan komputer, misalnya mengirim pesan, data, informasi, dan fungsi lain yang harus dipenuhi oleh pengirim (transmitter) dan penerima (receiver) agar komunikasi dapat berlangsung dengan benar. Protokol yang digunakan di PLN APD Jatim antara lain :

1. IEC 60870-5-101

Merupakan protokol dasar yang dikembangkan khusus untuk pengaturan distribusi sistem tenaga listrik mencakup kemampuan telekontrol dan telesignal. Protokol ini digunakan PLN APD Jatim untuk komunikasi dengan RTU tipe lama seperti Schneider Quantum dan Siemens SICAM.

2. DNP.3

Merupakan protokol komunikasi data yang dirancang untuk lebih tahan terhadap distorsi dan gangguan komunikasi. Protokol ini digunakan PLN APD Jatim untuk menghubungkan master dengan RTU yang mendukung ini antara lain Scout, MG Talus, D20 Harris. 3. Modbus

Merupakan protokol komunikasi serial yang menggunakan port serial RS-485 sebagai interface dengan konfigurasi seperti pada Gambar 4.7. Konsep dasar komunikasi modbus terdiri master dan slave. Peralatan yang bertindak sebagai slave akan terus standby kecuali mendapat perintah dari pusat kontrol. Setiap peralatan yang dihubungkan dengan protokol modbus harus memiliki alamat unik. Sebuah perintah modbus dilengkapi dengan alamat tujuan perintah

(8)

tersebut. Hanya alamat tujuan yang akan memproses perintah, meskipun peralatan yang lain mungkin menerima perintah tersebut. Setiap perintah modbus memiliki informasi pemeriksaan kesalahan untuk memastikan data diterima tanpa kerusakan. Protokol ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:

a. Mudah dalam instalasi, perawatan, dan perbaikan. b. Dapat dilakukan multidrop perangkat secara serial.

Gambar 4.7 Konfigurasi Modbus

APD Jatim menggunakan protokol ini untuk menghubungkan beberapa peralatan diantaranya untuk :

a. Menghubungkan beberapa IED relay dari beberapa penyulang di satu gardu induk untuk disambungkan ke RTU secara multidrop. b. Menghubungkan beberapa digital meter dari beberapa penyulang

di satu gardu induk untuk disambungkan ke RTU secara multidrop

4.3.1.2 Wilayah kerja DCC APD Jatim

DCC APD Jawa Timur terbagi menjadi tiga pusat pengatur (control center) yang menangani pengaturan sistem 20 kV yaitu APD tengah, APD timur dan APD barat seperti ditunjukkan pada gambar 4.8. Meskupin terbagi menjadi tiga wilayah tetapi server SCADA hanya ada di APD tengah (Surabaya) dan APD timur (Leces) sedangkan APD barat (Kertosono) merupakan client dari APD Surabaya. Meskipun server SCADA pada APD Jatim terpisah tetapi antar server saling terhubung atau interkoneksi, hal ini bertujuan untuk disaster recovery yaitu apabila salah satu server mengalami gangguan terutama bencana alam sehingga sistem masih dapat difungskan server yang lain.

(9)

Gambar 4.8 Pembagian Wilayah APD Jatim 4.3.1.3 Konfigurasi Perangkat pada Master Station

Peralatan yang terpasang di master station harus mempunyai syarat sebagai berikut :

1. Keamanan, keandalan, dan ketersediaan.

2. Kemudahan, kelangsungan, dan keakuratan pengiriman, penyimpanan, dan pemrosesan data.

3. Kebutuhan dan kapabilitas sistem komputer. 4. Kemudahan untuk dioperasikan dan dipelihara. 5. Kemampuan untuk dikembangkan.

(10)

Perencanaan dan pembangunan master station sesuai dengan Standar PLN S3.001: 2009 sebagai referensi dasar untuk konfigurasi master station distribusi level 3. Konfigurasi master station dimasing-masing wilayah ditunjukkan oleh gambar 4.9 – 4.11. Operating system pada master station ini menggunakan Windows baik pada server maupun workstation. Untuk mengantisipasi kemungkinan terinfeksi virus maka dilakukan langkah-langkah antisipasi berikut ini:

a. Jaringan LAN SCADA private b. Menggunakan firewall berlapis

c. Instalasi dan update anti virus berlisensi

Gambar 4.10 Konfigurasi Master Station DCC Leces

Kinerja master station dapat diukur dengan menguji kapasitas maksimum sesuai spesifikasi dimana beban puncaknya tidak boleh melebihi 50% dari RAM, tidak boleh melebihi 50% dari kemampuan CPU, dan tidak boleh melebihi 40% dari kapasitas LAN. Kinerja serta aplikasi master station sendiri meliputi :

a. Response time SCADA b. Prioritas informasi SCADA

(11)

c. Operatingsystem d. Akuisisi frekuensi e. Sinkronisasi waktu f. Simbol dan warna

Perangkat penyusun konfigurasi master station level 3 seperti pada gambar 4.9 – 4.11 adalah :

1. Workstation dispatcher & engineer (1 set)

2. Server SCADA, data historikal, sub sistem komunikasi (1 set ) 3. GPS +Firewall (1 set )

4. Projection multimedia (1 set)

5. Terminal server 1, terminal server 2, & router GPRS 6. Modem & switch PT.Icon +

7. Printer laser hitam putih & warna (1 buah) 8. Gateway atau Router (1 set)

Gambar 4.11 Konfigurasi Dispatcher DCC Kertosono Server yang digunakan pada sistem SCADA untuk kebutuhan master station terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Server SCADA

Berfungsi sebagai pengolah dan penyimpan semua data informasi yang diperoleh dari peralatan remote melalui media komunikasi untuk dikirimkan kepada server yang lain sesuai dengan kebutuhan. b. Server Historikal

(12)

Berfungsi sebagai penyimpan semua data dan informasi baik yang dinamis maupun statis serta semua perubahan informasi yang didapat dari server SCADA.

c. Sub Sistem Komunikasi

Berfungsi sebagai kontrol komunikasi ke RTU/remote station dengan model polling serta sinkronisasi yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Model polling yang dapat diterapkan adalah: • Intelligent Reply, merupakan jawaban dari broadcast polling

jika mengalami perubahan saja.

Active Reply, RTU secara aktif menyampaikan informasi jika terjadi perubahan tanpa menunggu polling.

Sampling Reply, yaitu polling yang dilakukan terhadap masing-masing RTU/remote station untuk mendapat jawaban langsung 4.3.1.4 Disaster Recovery

Disaster Recovery merupakan suatu bentuk proteksi dan back-up sistem SCADA secara otomatis atau manual untuk melakukan recovery informasi-informasi sistem SCADA jika terjadi bencana alam atau gangguan pada salah satu server sehingga segala bentuk aktifitas pada sistem masih dapat dilakukan dengan server lainnya. Penormalan kembali sistem dapat secara otomatis atau manual jika area yang terkena bencana atau gangguan sudah pulih kembali. Peta mitigasi bencana propinsi Jawa Timur ditunjukkan oleh gambar 4.12.

(13)

Gambar 4.12 Peta Mitigasi Bencana Propinsi Jatim

Gambar 4.13 Sistem SCADA Keadaan Normal

Dalam keadaan normal operasi, sistem di wilayah timur akan di back-up oleh server di DCC Probolinggo sedangkan wilayah tengah dan barat di back-up oleh DCC Surabaya seperti ditunjukkan pada gambar 4.13. Ketika server DCC Probolinggo mengalami gangguan maka keseluruan sistem di back-up oleh server DCC surabaya seperti ditunjukkan oleh gambar 4.14. Hal ini juga berlaku ketika DCC

(14)

Surabaya mengalami gangguan maka keseluruan sistem di back-up oleh server DCC Probolinggo seperti ditunjukkan oleh gambar 4.15. Tampilan HMI di DCC dapat dilihat pada gambar 4.16 dan 4.17.

Gambar 4.14 Skema Recovery SCADA Wil. Timur

(15)

Gambar 4.16 Tampilan HMI SCADA di Worldview

Gambar 4.17 Tampilan Home Gardu Induk di Worldview 4.3.2 Sistem Telekomunikasi

(16)

Sistem telekomunikasi di dalam SCADA mencakup media komunikasi serta peralatan pendukungnya. Media komunikasi ini menjadi penghubung antara master station dengan remote station untuk melakukan pertukaran data. Media dikatakan baik apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Ketersediaan yang sangat tinggi b. Integritas data yang sangat tinggi c. Mendukung operasi real time

d. Efisiensi transfer informasi yang tinggi

e. Operasi yang bebas interferensi elektromagnetik yang tinggi.

Gambar 4.18 Komunikasi GPRS Titik Remote SUTM 20 kV

PLN APD Jatim menggunakan jasa vendor PT. Indonesia Comnet Plus (PT.Icon+), PT.Telkomsel dan PT. XL Axiata untuk jalur dan routing jaringan telekomunikasi. Bandwidth Link Komunikasi DCC APD Jatim :

• Link DCC Surabaya–DCC Probolinggo = 2 Mbps (Clear Channel)

• Link DCC Surabaya–DCC Kertosono = 2 Mbps (Clear Channel)

Substations–DCC via IP-VPN = (bandwidth VPN DCC: 2 Mbps, Substation: 512 kbps)

(17)

Gambar 4.19 Komunikasi Wifi Titik Remote SUTM 20 kV Beberapa media komunikasi data yang dipakai PLN APD Jatim antara lain :

1. Fiber Optic

Fiber Optic merupakan media komunikasi dimana data di konversi menjadi sinyal cahaya kemudian dilewatkan melalui pipa yang terbuat dari kaca (serat optik). Media ini paling banyak digunakan oleh PT.Indonesia Comnet sebagai vendor penyedia layanan komunikasi di PLN APD Jatim. Keunggulan fiber optic dibanding media komunikasi yang lain adalah :

a. Mempunyai lebar bandwidth yang besar. b. Memiliki kecepatan transmisi tinggi c. Ukuran relatif kecil

d. Mempunyai rugi-rugi yang relatif kecil e. Keamanan dan kehandalan tinggi

Media ini dipakai untuk menghubungkan antara DCC dengan perangkat remote di gardu induk melalui routing komunikasi yang diatur oleh PT.Indonesia Comnet. Meskipun fiber optic mempunyai banyak keunggulan tapi ternyata tidak semua gardu induk dapat langsung dipasang media ini karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan. Solusi lain adalah menggunakan wifi untuk menyambungkan dengan gardu induk terdekat kemudian disambungkan dengan fiber optic. Cara setting commline pada

(18)

perangkat yang terhubung dapat dilihat pada gambar 4.20 dan gambar 4.21

Gambar 4.20 Setting Commline di Gardu Induk 2. Digital Radio

Digital radio merupakan komunikasi yang memanfaatkan udara bebas sebagai media transfer data melalui antena. PLN APD Jatim mulai meninggalkan media ini karena mudah terinterfensi oleh sinyal lain yang mempunyai frekuensi berdekatan maupun pengaruh cuaca sehingga komunikasi ini dinilai kurang reliable.

3. Data GPRS (General Packet Radio Service)

Data GPRS merupakan salah satu media komunikasi data wireless yang disediakan oleh operator seluler. Bentuk komunikasi ini pada penerapan di APD Jatim dapat dilihat pada gambar 4.18. Jenis komunikasi ini digunakan PLN APD Jatim untuk :

a. Menghubungkan master dengan LBS/Recloser di gardu hubung. b. Monitoring kwh meter pembanding (incoming 20 kV) di tiap

gardu induk.

Dalam penerapannya PLN APD Jatim menggunakan jasa network VPN PT.Telkomsel dan PT. Excelcomindo, akan tetapi karena komunikasi ini sering mengalami gangguan sehingga secara perlahan PLN APD Jatim mulai mengganti dengan media wifi. 4. Wifi

(19)

Wifi adalah suatu teknologi transfer data melalui udara bebas dengan menggunakan gelombang radio melalui antenna seperti ditunjukkan pada gambar 4.19. Jenis komunikasi ini digunakan PLN APD Jatim untuk :

a. Menghubungkan LBS/Recloser dengan gardu induk.

b. Menghubungkan antar gardu induk yang terkendala geografis.

Gambar 4.21 Setting Commline di Titik Remote Motorize 5. Radio Trunking

Merupakan teknologi komunikasi suara dengan konsep pemakaian jalur komunikasi (channel) secara bersama-sama dalam sebuah sistem oleh beberapa group pemakai. Meskipun channel digunakan secara bersama tetapi tidak akan saling menggangu karena sistem trunking memakai sebuah switching otomatis sehingga semua pemakai yang tergabung dalam sistem dapat memanfaatkan channel manapun yang sedang tidak dipergunakan. Dengan demikian dapat mengefisiensikan penggunaan pita frekuensi dan meminimalisasi waktu tunggu untuk memulai pembicaraan. Radio trunking ini digunakan PLN APD Jatim untuk komunikasi antar operator gardu induk dan master station dengan menambahkan beberapa repeater untuk cakupan arena yang luas.

(20)

Gambar 4.22 Kontroler Motorola Quantar Intelli

Pada gambar 4.23 menjelaskan perbedaan antara sistem radio konvensional dan trunking,. Pada sistem konvensional, ketika akan melakukan komunikasi tetapi channel sedang digunakan maka akan terjadi antrian meskipun channel yang lain sedang kosong. Berbeda dengan sistem trunking, channel komunikasi diatur oleh kontroler sehingga tidak akan terjadi antrian selama ada channel lain yang sedang kosong. Kontroler pada trunking dapat diprogram dan disesuaikan dengan kebutuhan seperti kebutuhan private supervisory maupun panggilan group. Konsep panggilan group pada gambar 4.24, digunakan untuk melakukan komunikasi antar anggota kelompok pembicaraan / talkgroup yang sama sedangkan group lain tidak dapat berinteraksi. Sedangkan konsep private supervisory pada gambar 4.25, digunakan untuk mencegah agar para pengguna radio yang tidak diinginkan mendengar isi pembicaraan walaupun mereka berada pada kelompok pembicaraan/talkgroup yang sama. Perangkat kontroler yang dipakai di APD Jatim yaitu Motorola Quantar Intelli seperti ditunjukkan pada gambar 4.22.

(21)

Gambar 4.24 Ilustrasi Konsep Panggilan Group

Gambar 4.25 Ilustrasi Konsep Private Supervisory 4.3.3 Remote Terminal Unit (RTU) dan Peripheral

RTU merupakan perangkat yang berfungsi sebagai konsentrator pada remote station (gardu Induk atau gardu hubung) untuk menerima data dari master station dan melakukan kontrol ke peralatan tenaga listrik serta mengirimkan data akuisisi ke master station. Dengan kata lain RTU merupakan perangkat pada lapangan yang menjalankan fungsi telemetering, telesignal dan telekontrol. RTU ditempatkan pada suatu backplane dalam rak/kubikel yang terdiri dari beberapa modul, yaitu : a. Modul power supply.

b. Modul CPU.

c. Modul communication. d. Modul digital input (DI). e. Modul digital output (DO). f. Modul analog input (AI).

(22)

Merek RTU yang dipakai di PLN APD Jatim beserta area penggunaannya dijelaskan pada tabel 4.1 dan bentuk fisik dapat dilihat pada gambar 4.26 sedangkan spesifikasi protokol tiap RTU dijelaskan pada tabel 4.2.

Tabel 4.1 Penggunaan RTU Pada Area Operasional SCADA

Tabel 4.2 Penggunaan Protokol Pada RTU

Pengaturan protokol antara RTU dan master station harus sama jika tidak maka komunikasi tidak dapat dilakukan. Penggunaan protokol di remote station dapat dilihat pada gambar 4.27.

(23)

Gambar 4.27 Konfigurasi Protokol Pada Remote Station

Gambar 4.28 Alur Informasi Sistem SCADA

Pada gambar 4.28 menjelaskan alur informasi yang terjadi pada sistem SCADA, dimana informasi tersebut terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

1. Informasi Kejadian/Event

Memuat informasi yang berkaitan dengan : a. Gangguan catu daya

b. Gangguan penyulang c. Komunikasi RTU terputus d. Deteksi OCR

(24)

2. Informasi Change State

Memuat informasi yang berkaitan dengan status CB (Buka, Tutup, Invalid)

3. Informasi Telekontrol

Memberikan informasi perintah yang berkaitan dengan buka/tutup PMT

4. Informasi Telemetering

Memuat informasi yang berkaitan parameter terukur CB (arus,tegangan,daya, dan lain-lain)

4.3.3.1 Konfigurasi RTU Pada Sistem Konvensional Telah dibahas sebelumnya bahwa RTU hanya sebagai konsentrator sehingga RTU berhubungan dengan perangkat lain yang berkaitan dengan fungsi utama SCADA seperti perangkat akuisisi data (meter/status) dan perangkat kontrol (tripping coil). Arsitektur RTU pada sistem konvensional dapat dilihat pada gambar 4.29.

Gambar 4.29 Arsitektur RTU dan Penggunaan Modulnya Konfigurasi perangkat remote pada sistem konvensional menyangkut fungsi SCADA antara lain :

(25)

1. Konfigurasi Fungsi Telemetering

Peralatan telemetering yang berfungsi mengambil besaran listrik berupa tegangan (V), arus (A), frekuensi (F), daya aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR), yang diakuisisi oleh modul analog input RTU. Konsep metering dengan mengambil output sekunder dari CT/PT kemudian dikonversi menjadi besaran berarus lemah dan diolah oleh tranducer untuk selanjutnya diteruskan ke RTU. Pada sisi master station, besaran dalam bentuk digital yang diterima dikonversi kembali menjadi nilai aslinya sesuai dengan karakteristik tranducer. Perbandingan lilitan CT biasanya menggunakan 400/5 yang berarti jika arus 80 Amp maka output CT adalah 1 Amp.Telemetering pada sistem konvensional di PLN APD Jatim mempunyai 2 konsep, yaitu :

a. Menggunakan Tranduser

Tranducer merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengkonversi besaran listrik bertegangan tinggi dari bagian sekunder CT/PT menjadi output berarus lemah sehingga dapat terbaca oleh analog input modul RTU. Gambar skematik pengukuran parameter ditunjukkan oleh gambar 4.30-4.32. Tranduser dibagi atas outputnya, yaitu :

• Tranduser tegangan, adalah tranducer dengan output berupa tegangan (1-5VDC, 0-5VDC, dan lain-lain) • Tranduser arus, , adalah tranducer dengan output berupa

arus (0-10 mA, 4-25mA, dan lain-lain).

(26)

Gambar 4.31 Skematik Pengukuran Arus (Amp)

Gambar 4.32 Skematik Pengukuran Tegangan (kV) b. Menggunakan Digital Meter

Digital meter merupakan perangkat digital pengganti berbagai macam transduser yang dipakai pada sistem konvensional. Besaran yang dapat diukur dan ditampilkan antara lain :

Phase AmpsPhase voltsLine voltsPer phase PFPer phase kW

(27)

Per phase kVArPer phase kVA3 phase PF3 phase kW3 phase kVAr3 phase kVAFrequencyAmps PeakPhase volts PeakNetra Currentl.

Gambar 4.33 Digital Meter (Schneider Power Meter) Merek digital meter yang biasa digunakan APD Jatim yaitu Schneider Power Meter yang ditunjukkan pada gambar 4.33 dan ION+ dengan menggunakan konfigurasi seperti pada gambar 4.34. Besaran yang terukur di gardu induk akan ditampilkan pada monitor di DCC seperti ditunjukkan pada gambar 4.35.

(28)

Gambar 4.34 Konfigurasi Digital Meter Pada RTU

Gambar 4.35 Tampilan Besaran Listrik di HMI 2. Konfigurasi Fungsi Telekontrol

Peralatan telekontrol berfungsi melaksanaan kontrol/perintah dari master ke peralatan pada gardu induk untuk merubah status peralatan tenaga listrik, seperti PMT dan PMS. Telekontrol ini mempunyai

(29)

keluaran sinyal digital dari RTU berupa kondisi on/off atau open/close. Fungsi telekontrol ini menggunakan modul digital output RTU dibantu dengan relay eksternal untuk mengerakkan tripping coil PMT/PMS. Relay ini diperlukan karena tripping coil memerlukan catu 110 V, sedangkan output dari RTU hanya 48 V. Skematik rangkaian dapat dilihat pada gambar 4.36.

Gambar 4.36 Skematik Remote Kontrol Digital 3. Konfigurasi Fungsi Telesignal

Peralatan telesignal berfungsi untuk mengirimkan status dari peralatan tenaga listrik yang dipantau dan dikontrol. Ada dua jenis skematik indikasi yang digunakan yaitu :

a. Indikasi tunggal/ Telesignalling Single (TSS)

Indikasi tunggal dipergunakan untuk menyampaikan data alarm dari peralatan tenaga listrik yang terdiri kondisi on/off. Skematik konfigurasi dapat dilihat pada gambar 4.37. Contoh: Alarm over current, ground fault, breaker fault, dan lain-lain.

(30)

Gambar 4.37 Skematik Telesignalling Single b. Indikasi ganda/Telesignalling Double (TSD)

Indikasi ganda terpasang pada peralatan yang mempunyai dua keadaan, dimana keadaan bisa menunjukkan kontak terbuka dan kontak tertutup atau tidak keduanya (invalid condition). Penggunaan 2 port yang berbeda untuk buka dan tutup memungkinkan terjadinya tiga kondisi ini. Peralatan yang dimonitor dengan TSD misalnya PMT. Pada TSD terdapat istilah valid dan invalid. Valid adalah kondisi yang benar, yaitu close/open atau open/close sedangkan invalid adalah kondisi yang salah, yaitu close/close atau open/open. Keadaan invalid akan muncul pada monitor di DCC seperti ditunjukkan pada gambar 4.39. Fungsi telesignal ini menggunakan modul digital input RTU dibantu dengan relay eksternal. Relay ini digunakan karena output indikasi 110 V sedangkan tegangan maksimum input RTU 48 V. Skematik rangkaian TSD dapat dilihat pada gambar 4.38.

(31)

Gambar 4.38 Skematik Telesignalling Double.

Gambar 4.39 Event Logger Pada HMI

4.3.3.2 Konfigurasi RTU dengan Perangkat IED (Intelligent Electronic Device).

Seperti yang telah dibahas pada bab 2, bahwa IED merupakan perangkat cerdas yang fungsinya mencakup telekontrol, telemetering, telesignal, dan sistem proteksi (OCR dan DGR) sehingga jika dibandingkan dengan sistem konvensional, sistem ini jauh lebih ringkas terutama dalam hal pengkabelan. Perangkat ini juga menggantikan fungsi digital meter, tranduser dan relay bantu seperti pada sistem konvensional. Pada gardu induk tertentu perangkat ini terpasang pada tiap-tiap penyulang yang dirangkai dengan protokol modbus. Merek IED yang digunakan di APD Jatim adalah MICOM P220.

(32)

Gambar 4.40 Konfigurasi Port IED Relay MICOM P220 Pada dasarnya prinsip kerja IED sama dengan peralatan yang bekerja pada sistem konvensional akan tetapi IED membuat sistem menjadi lebih sederhana dengan mengintegrasikan beberapa fungsi dalam satu perangkat. Konfigurasi port IED Relay dapat dilihat pda gambar 4.40, sedangkan konfigurasi perangkat RTU dengan IED dapat dilihat pada gambar 4.41.

(33)

Gambar 4.41 Konfigurasi IED Pada RTU 4.3.3.3 Peripheral (Sistem Catu Daya)

Peripheral yang dimaksud merupakan peralatan pendukung sistem SCADA dalam hal ini adalah sistem pencatuan. Keberlangsungan sistem SCADA yang baik tidak terlepas dari kemampuan sistem pencatuan yang baik. Tujuan utamanya adalah menjaga keberlangsungan sistem dengan sumber cadangan ketika sumber utamanya mati. Sistem pencatuan pada SCADA yaitu :

a. Sistem Pencatuan di Master Station

Sistem operasi dikatakan dalam kondisi normal dimana semua sistem catu berasal dari jaringan PLN dan transfer panel dalam status normal. Ketika sumber utama (PLN) padam atau mengalami gangguan maka sensor yang ada di sistem panel akan segera bekerja untuk menghidupkan genset dengan batas waktu yang telah ditentukan. Sebelum genset mencapai kondisi ideal maka sistem SCADA akan dicatu sementara oleh UPS selanjutnya transfer panel saklar terkoneksi ke genset jika sudah beroperasi . Apabila sumber dari PLN kembali normal maka tranfer panel akan secara otomatis memindahkan saklar ke posisi sumber utama (PLN) selanjutnya dengan batas waktu yang sudah ditentukan genset akan berhenti

(34)

beroperasi. Keberhasilan sistem back-up ini ditentukan oleh seberapa lama UPS dapat mencatu server sebelum genset beroperasi.

Sistem pencatuan di master station pada gambar 4.42 disuplai oleh dua penyulang, yaitu dari gardu induk Simpang dan gardu induk Kupang. Tujuannya agar dapat dilakukan pengalihan jaringan ke gardu induk Kupang apabila gardu induk Simpang mengalami gangguan. Timeline perpindahan catu daya dapat dilihat pada gambar 4.43.

(35)

Gambar 4.43 Timeline Perpindahan Catu Daya b. Sistem Pencatuan di RTU

Sistem operasi dikatakan dalam kondisi normal dimana sistem catu utama RTU berasal dari jaringan PLN yang disearahkan oleh rangkaian rectifier seperti pada gambar 4.44. Ketika sumber utama mati maka baterai akan menyuplai RTU sesuai kapasitas baterai.

Gambar 4.44 Sistem Catu Daya di RTU Baterai 48 atau 110 VDC

(36)

Gambar

Gambar 4.1 Cakupan Operasional SCADA PLN APD Jatim
Gambar 4.16 Tampilan HMI SCADA di Worldview
Gambar 4.23  Sistem Radio Konvensional dan Trunking
Gambar 4.26 RTU Existing di PLN APD Jatim

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 150 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah kedua kali dengan Undang-Undang

Pada operasi penugasan ke peubah, tipe ungkapan yang terletak di kanan operator penugasan ( = ) secara otomatis akan dikonversikan sesuai dengan tipe peubah yang terletak di

Kurva persentase produksi telur itik antara data lapang, pendugaan secara kolektif dan pendugaan hasil rataan individu dari data 16 dan 52 minggu pada itik Mojosari

Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan

• Peta RTRW merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen rencana/perda nya, dalam hal ini peta RTRW berfungsi sebagai model yang menjelaskan rencana tata ruang

Pemberian post-test ini bertujuan untuk melihat hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran group investigation melalui

Dengan pemisahan manajemen gudang, PT ACS inflight catering akan lebih mudah melihat perkembangan perusahaan secara finansial (jumlah pengeluaran/ biaya belanja perusahaan