• Tidak ada hasil yang ditemukan

WIDYA NUR ANGGRAINI P.13057

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WIDYA NUR ANGGRAINI P.13057"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN TINDAKAN PIJAT

OKSITOSIN

TERHADAP

PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA ASUHAN

KEPERAWATAN Ny. W DENGAN

POST

PARTUM

DI RUANG NIFAS RSUD

Dr. SOEDIRAN MANGUN

SUMARSO WONOGIRI

DI SUSUN OLEH :

WIDYA NUR ANGGRAINI

P.13057

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)

i

PEMBERIAN TINDAKAN PIJAT

OKSITOSIN

TERHADAP

PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA ASUHAN

KEPERAWATAN Ny. W DENGAN

POST

PARTUM

DI RUANG NIFAS RSUD

Dr. SOEDIRAN MANGUN

SUMARSO WONOGIRI

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

WIDYA NUR ANGGRAINI

P.13057

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisa dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Pijat Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi ASI Pada Asuhan Keperawatan Ny. W Dengan Post Partum Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

4. Ns. Siti Mardiyah, S. Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masuka-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Diyah Ekarini, S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masuka-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

(6)

v

7. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Mei 2016

(7)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 4

C. Manfaat Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ... 6

1. Post Partum ... 6

2. Konsep Asuhan Keperawatan ... 16

3. Air Susu Ibu (ASI) ... 23

4. Pijat Oksitosin ... 36

B. Kerangka Teori ... 42

BAB III METODE APLIKSAI RISET A. Subyek Aplikasi Jurnal ... 44

B. Tempat dan waktu ... 44

C. Media dan alat ... 44

D. Prosedur tindakan ... 45

E. Alat ukur ... 47

BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ... 47

B. Pengkajian ... 47

C. Diagnosa Keperawatan ... 51

(8)

vii E. Implementasi Keperawatan ... 54 F. Evaluasi Keperawatan ... 56 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian Keperawatan ... 59 B. Diagnosa Keperawatan ... 64 C. Intervensi Keperawatan ... 65 D. Implementasi Keperawatan ... 69 E. Evaluasi Keperawatan ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reflek Oksitosin 38

Gambar 2.2 Pijat Oksitosin 40

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Usulan Judul

Lampiran 2. Lembar Konsultasi Dosen Lampiran 3. Lembar Konsultasi CI Lampiran 4. Surat Pernyataan Lampiran 5. Jurnal Utama

Lampiran 6. Asuhan Keperawatan Lampiran 7. Log Book

Lambiran 8. Format Pendelegasian Lampiran 9. Lembar Observasi Lampiran 10. Riwayat Hidup

(11)

1 A. Latar Belakang

Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu, akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan ( Hanifa, 2002 )

Jumlah bayi di Indonesia yang mengalami gizi buruk berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 sebanyak 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Angka ini sudah mengalami penurunan 0,5% dari Riskesdas tahun 2007 sebesar 18,4%, namun peningkatan status kesehatan pada bayi membutuhkan perhatian dan kerjasama dari berbagai pihak baik tenaga kesehatan, pemerintah maupun keluarga. Masalah kematian dan gizi buruk pada balita dapat ditanggulangi apabila bayi mendapatkan asupan makanan yang cukup dan gizi yang baik melalui pemberian ASI. Bayi yang diberikan ASI pada awal tahun kehidupannya mampu menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, seperti diare, penyakit pernafasan, infeksi telinga, penyakit alergi, serta kemungkinan obesitas (The American Academy Pediatrics, 2012). Hal yang sama juga disampaikan beberapa organisasi seperti American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), Assosiation of Women's Health, Obstetric and

(12)

Neonatal Nurses (AWHONN) yangmenyatakan bahwa ASI mempunyai keuntungan dalam hal perkembangan, nutrisi dan imunologi.

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada bayi dapat memberikan sumber gizi yang baik sehingga dapat meningkatkan stasus kesehatan bayi.Menyusui dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak, menguatkan ikatan ibu dan anak, mengurangi risiko penyakit pencernaan dan pernafasan, mengurangi alergi dan penyakit infeksi, serta meningkatkan perkembangan visual, bicara dan kognitif (Walker, 2011).

Manfaat ASI bagi ibu antara lain untuk membantu dalam involusi uterus, mengurangi jumlah darah yang hilang setelah proses melahirkan, mempercepat pengembalian berat badan ke semula sebelum hamil, bermanfaat untuk memperlambat kesuburan, serta mengurangi risiko osteoporosis saat menopause (DiFrisco, et al, 2011).

Pada minggu-minggu awal postpartum sering terjadi masalah dalam pemberian ASI. Masalah yang sering terjadi di masa laktasi antara lain puting susu lecet, payudara bengkak, air susu tersumbat, pengeluaran ASI tidak lancar. Keberhasilan pemberian ASI di awal pospartum akan mempengaruhi praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (DiFrisco, et al, 2011).

Sebaliknya ibu yang tidak dapat mengatasi masalah dalam menyusui pada minggu-minggu awal postpartum akan cenderung melakukan penghentian dini menyusui. Sehingga akan mempengaruhi dalam masa menyusui khususnya dalam program ASI eksklusif (Huang et al, 2011).

(13)

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kelancaran ASI antara lain tingkatkan frekuensi menyusui atau memompa atau memerah ASI. Jika anak belum mau menyusu karena masih kenyang, perahlah atau pompalah ASI. Ibu harus dalam keadaan rileks, kondisi ibu menyusui sangat menentukan keberhasilan ASI eksklusif. Ibu mengonsumsi makanan yang bergizi khususnya yang dapat meningkatkan produksi ASI seperti sayur katuk dan melakukan perawatan payudara serta melakukan pijat oksitosin (Marmin, 2012).

Pijat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009). Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon

oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis

keluar. Pijat oksitosin, bisa dibantu pijat oleh ayah atau nenek bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007, hlm. 42).

Pemberin tindakan pijat oksitosin pada ibu yang produksi ASInya belum lancar atau sedikit tersebut sesuai dengan penelitian Sarwinanti pada

(14)

tahun 2014 yang berjudul Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum. Dan hasil dari penelitian tersebut pijat oksitosin sangat efektif untuk melancarkan ASI yang tidak lancar ataupun ASI yang sedikit.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan tindakan Pemberian Pijat Oksitosin pada ibu post partum untuk melancarkan ASI di rumah sakit.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan tindakan pemberian pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu post partum spontan di Rumah Sakit 2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien post partum b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien post

partum

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien post partum

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien post partum e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien post partum

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada pasien dengan post partum

(15)

C. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Bagi Penulis

Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan khususnya dalam bidang aplikasi penelitian serta memberi bahan masukan dan perbandingan bagi pengaplikasian lanjut yang serupa. Penulis diharapkan dapat memberikan tambahan data baru yang relevan terkait dengan pijat ASI terhadap produksi ASI pada ibu, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan penulis tentang produksi ASI pada ibu dan penggunaan pijat ASI.

2. Manfaat Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Apliasi penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada tenaga kesehatan atau instansi kesehatan lainnya sebagai salah satu bekal alam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya produksi ASI pada ibu dengan pemberian pijat oksitosin dan menjadi salah satu contoh intervensi mandiri tenaga meis dalam penatalaksanaan untuk merangsang produksi ASI pada ibu dengan menggunakan pijat. 3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi isnstitusi untuk pengembangan pendidikan di masa yang akan datang dan menambah literature perpustakaan.

(16)

6 A. Tinjauan Teori

1. Post Partum a. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga

disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Bobak, 2010). Masa nifas(puerperium)adalah masa 6-8 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bahiyatun, 2009).

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), masa nifas

(puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari.

(17)

b. Tahap Masa Post Partum

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha (2009) adalah sebagai berikut :

1) Periode Immediate Post Partum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena antonia uteri.

2) Periode Early Post Partum

Fase ini berlangsung 24 jam – 1 minggu dan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk dan tidak demam.

3) Periode Late Post Partum

Fase ini berlangsung 1 minggu – 5 minggu. Pada periode ini perlu dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB

c. Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1) Sistem Reproduksi

a) Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelahmelahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluarakibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamilpenuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadikira-kira 500 gr 1

(18)

minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus beradadi dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil (Bobak, 2010).

b) Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjarhipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca

partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir (Suherni, 2009).

(19)

c) Lochea

Menurut (Saleha, 2009), lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama nifas. Lochea terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

(1) Lochea Rubra berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa selaput ketuban. Keluar selama 2-3 hari postpartum.

(2) Lochea Sanguilenta berwarna kuning berisi darah dan lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.

(3) Lochea Serosa berbentuk serum dan berwana merah jambu kemudian menjadi kuning. Lochea ini keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan (4) Lochea Alba adalah lochea yang terakhir. Dimulai hari

ke-14 kemudian makin lama makin berkurang hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya.

d) Vagina dan Perineum

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul

ruggae (lipatan-lipatan atau kerutan) kembali. Pada

perineum, terjadi robekan perineum pada semua persalinan

(20)

dan bisa meluas apabila kepala janin terlalu besar (Suherni, 2009).

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Tindakan

episiotomy adalah mengiris atau menggunting perineum

menurut arah irisan ada tiga :medialis, mediolaeralis dan

lateralis dengan tujuan agar tidak terjadi robekan perineum

yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani (Rukiyah, 2009)

e) Payudara

Menurut Waryana (2010), Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.

(1) Ibu tidak menyusui

Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.

(21)

(2) Ibu yang menyusui

Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.

2) Sistem Pencernaan

Menurut Waryana (2010) yaitu a) Nafsu makan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa sangat lapar

b) Mortilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. c) Defekasi

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

3) Sistem Perkemihan

Setelah persalinan, terjadi diuresis fisiologis akibat pengurangan volume darah dan peningkatan produk sisa. Beberapa ibu khususnya setelah persalinan yang menggunakan bantuan alat, mengalami kesulitan saat mulai berkemih. Ada

(22)

pula ibu yang mengalami kesulitan menahan lebih lama aliran urinnya saat ada dorongan berkemih. Banyak ibu mengeluarkan urinnya saat batuk, tertawa, bersin atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Gejala ini dikenal dengan inkontinensia stress (Brayshaw, 2008).

4) Sistem Muskuloskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi (Waryana, 2010).

Stabilisasisendi lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah

wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun sendi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan (Bobak, 2010)

5) Sistem Endokrin a) Hormon plasenta

Penurunan hormon human plasental lactogen,

esterogen dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase

membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa

puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun

secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan

(23)

diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil (Walyani, 2014).

b) Hormon Hipofisis

Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar

Folikel-Stimulating Hormone terbukti sama pada wanita

menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Walyani, 2014).

c) Hormon Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan dari kelenja, bekerja terhadap

bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin dan sangat membantu uterus kembali seperti keadaan normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010) 6) Sistem Kardiovaskular

Denyut jantung, volume darah dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat. Cardiac output tetap tinggi dalam beberapa waktu

(24)

sampai 48 jam post partum dan diikuti dengan bradicardi (Walyani, 2014).

7) Sistem Haematologi

Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi adanya infeksi dari proses persalinan. Hal ini dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3 hari post partum, konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200 ml saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post

partum, dan 500 ml hilang pada saat nifas) (Bahiyatun, 2009).

8) Sistem Integumen

Penurunan melanin umunya setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hipetrpigmentasi kulit dan perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen menurun (Walyani, 2014).

(25)

d. Perubahan Psikologis Masa Nifas 1) Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua melahirkan. Pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Hal ini membuat ibu cenderung lebih pasif terhadap lingkungannya.

2) Fase taking hold

Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung dan marah.

3) Fase letting go

Periode dimana ibu telah menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.

(26)

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari setelah bayinya lahir sampai dengan kembalinya tubuhdalam keadaan sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009).

a. Pengkajian

1) Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama

2) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, misalnya pola makan, pola eliminasi, kebutuha n istirahan dan mobilisasi.

3) Riwayat Persalinan meliputi adakah komplikasi, laserasi

atau episiotomi.

4) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini.

5) Perasaan ibu berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang ibu rasakan, kecemasan dan kekhawatiran.

6) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan sehari-hari.

7) Bagaimana dukungan suami dan keluarga tehadap ibu. 8) Pengetahuan ibu tentas masa nifas.

(27)

Meliputi usia dan maturitas, riwayat kedekatan sebelumnya, payudara (Pengkajian daerah areola, kaji adanya nyeri tekan, kaji adanya abses, pembengkakan atau ASI terhenti, kaji pengeluaran ASI), tingkat kenyamanan atau nyeri (Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi antara hari ke-3 sampai hari ke -5 post partum)

10) Status psikososial

Meliputi tingkat pemahaman, citra tubuh dan persepsi, stressor seperti keluarga dan karier, pandangan sosiokultural tentang menyusui, dukungan emosional dari orang lain 11) Status neonatal

Meliputi kepuasan dan kesenangan, laju pertumbuhan, hubungan usia dengan berat badan, status neurologik, status pernafasan, reflex mengisap, adanya faktor-faktor yang menghambat pengisapan yang benar ( celah bibir, celah palatum), pemberian makan sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum, kesadaran

2) Tanda –tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan 3) Payudara : pembesaran, putting susu (menonjol atau mendatar,

adakah nyeri atau lecet pada putting), ASI atau kolostrum sudah keluar, adakah pembengkakan, radang atau benjolan abnormal. 4) Abdomen : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.

(28)

5) Kandung kemih kosong atau penuh.

6) Genetalia dan perineum : pengeluaran lochea (jenis, warna, jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan jahitan, nanah, tanda-tanda infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum dan

hemmoroid pada anus.

(Suherni, 2008) c. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi)

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi tidak adekuat)

(Ujiningtyas, 2009)

3) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplay air susu ibu tidak adekuat ( Taylor, 2010).

d. Intervensi Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :

a) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri b) Skala nyeri berkurang (skala 1-3)

(29)

c) Pasien tampak nyaman dan rileks d) Tanda –tanda vital dalam batas normal Rencana Keperawatan

a) Kaji pola nyeri dengan skala PQRST

Rasional : Untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan waktu terjadinya nyeri (durasi).

b) Berikan tindakan yang memberikan rasa nyaman, misalnya kompres hangat

Rasional : Untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri dan pembengakakan payudara serta melancarkan produksi ASI (Ujiningtyas, 2009).

c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Rasional : Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri karena respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan fisiologis, kognitif dan stimulus perilaku. Relaksasi membantu seseorang untuk membantu membangun keterampilan kognitif serta mengurangi cara yang negatif dalam merespon situasi dalam lingkungan mereka (Solehati dan Kosasih, 2015).

(30)

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik Rasional : analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa

nyeri

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi tidak adekuat)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :

a) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat b) Pasien mengatakan tidak mual muntah

c) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan d) Pemeriksaan hemoglobin dalam batas normal Rencana Keperawatan

a) Kaji pola nutrisi dengan pola ABCD

Rasional : untuk mengetahui status nutrisi pasien b) Anjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering

Rasional : untuk mengurangi mual muntah

c) Anjurkan klien makan dalam keadaan makanan hangat Rasional : untuk mengurangi mual muntah

d) Anjurkan klien makan makanan yang tinggi zat besi dan vitamin

(31)

e) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi terkait diet yang diberikan

Rasional : mengetahui porsi dan jenis makanan yang bisa dikonsumsi

3) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplay air susu ibu tidak adekuat

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan menyusui atau pemberian ASI menjadi efektif dengan kriteria hasil : a) Tidak terjadi pembengkakan payudara

b) ASI keluar

c) Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri saat ditekan d) Bayi mau menetek

e) Ibu memahami cara memberikan ASI, proses menyusui berjalan lancar

f) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan dengan penurunan berat badan awal dibawah batas normal, tumbuh kembang dalam batas normal, atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel

Rencana Keperawatan

a) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya. Rasional : Untuk mengidentifikasi pengalaman klien

(32)

b) Beri informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui,dan faktor-faktor yang memudahkan atau menggangu keberhasilan menyusui.

Rasional : Membantu menangani permasalahanklien tentang menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan klien.

c) Ajarkan teknik untuk mendapatkan let-down reflex : (1) Shower air hangat

(2) Massage (Pijat Oksitosin)

(3) Pengisapan bayi, mendekatkan dengan payudara

Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan pengeluaran air susu

d) Demonstrasikan tentang teknik-teknik menyusui.

Rasional : Agar klien mengerti dan memahami serta mampu melaksanakan tindakan yang direncanakan

e) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan sesering mungkin

Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan mengurangi resiko terjadinya pembengkakan pada payudara.

f) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan Bra yang terlalu kencang.

(33)

Rasional : Dengan pelindung puting dapat menyebabkan tekanan sehingga menggangu proses laktasi.

3. Air Susu Ibu (ASI) a. Pengertian

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu

emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik

yang dikeluarkan oleh kelenjar mamae pada manusia. ASI merupakan salah satu makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2004).

Pada persalinan normal seringkali ibu mengalami tidak lancar dalam memberikan ASI kepada bayinya segera setelah lahir. Ibu relatif tidak dapat menyusui bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima

(34)

keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009).

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang reflek oksitosin atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007)

b. Komposisi ASI

ASI bersifat khas untuk bayi karena susunan kimianya, mempunyai nilai biologis tertentu, dan mengandung substansia yang spesifik. Ketiga sifat itulah yang membedakan ASI dengan susu formula. Pengeluaran ASI bergantung pada umur kehamilan sehingga ASI yang keluar dari ibu dengan kelahiran prematur akan berbeda dengan ibu yang bayinya cukup bulan. Dengan demikian pengeluaran ASI sudah diatur sehingga sesuai dengan tuanya kehamilan (Manuaba, 2010).

Kandungan yang terkandung dalam ASI diantaranya : 1) Kolostrum

Berwarna kuning kental dengan protein berkadar tinggi. Mengandung immunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Z, Fe), vitamin (A, E, K, dan D), lemak dan rendah laktosa.

(35)

Pengeluaran kolostrum berlangsung sekitar dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih.

2) Karbohidrat

Laktosa ialah karbohidrat primer di dalam ASI. Laktosa juga merupakan jenis karbohidrat yang jumlahnya paling banyak dalam diet bayi sampai usia 6 bulan (Bobak, 2004).

3) Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Selain itu, komposisi asam amino ASI sangat sesuai untuk kemampuan metabolisme bayi baru lahir.

4) Taurin

Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.

5) Lemak

Lemak pada ASI lebih mudah dicerna dan diabsorbsi daripada lemak di dalam susu sapi. Kandungan lemak dalam ASI sekitar 70-78%.

6) Mineral dan vitamin

Kebanyakan mineral dan vitamin yang direkomendasikan terkandung dalam jumlah adekuat dalam ASI. Susu ibu memiliki kandungan kalsium dan zat besi yang rendah, tetapi rasio

(36)

kalsium terhadap fosfat adalah 2:1. Rasio ini optimal untuk mineralisasi tulang. Kandungan vitamin C dan E dalam ASI dalam jumlah yang adekuat namun kandungan vitamin K lebih rendah.

c. Proses laktasi

Menyusui tergantung pada gabungan kerja hormone, reflek dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari faktor-faktor berikut ini :

1) Laktogenesis

Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada tahap akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveolar mamalia oleh laktogen plasenta, suatu substansi yang menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara. 2) Produksi susu

Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan (1) jumlah produksi hormone prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan (2) pengeluaran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.

3) Ejeksi susu

Pergerakan susu dan alveoli (dimana susu disekresi oleh suatu proses ekstrusi dari sel) kemulut bayi merupakan proses yang

(37)

aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada let-down reflex atau reflex ejeks susu. Let-down reflex secara primer merupakan respon terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis posterior untuk menyekresi oksitosin. Di bawah pengaruh oksitosin, sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui system duktus ke dalam mulut bayi. 4) Kolostrum

Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir, kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap berubah menjadi ASI antara hari ketiga dan kelima masa nifas.

5) ASI

Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat daripada susu yang keluar pada bagian akhir menyusui. Menjelang akhir pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada akhir pemberian makan memberikan bayi rasa puas.

(38)

Pemberian makan yang cukup lama, untuk setidaknya membuat satu payudara menjadi lebih lunak, memberi cukup kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkan jarak antar menyusui, dan mengurangi pembentukkan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama (Bobak, 2005).

Dalam proses laktasi, pada bayi terjadi 3 macam refleks, yaitu : (1) Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting. Bila pipi bayi

disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung menangkap puting dan areola.

(2) Sucking reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi.

(3) Swallowing reflex, yaitu reflex menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai menghisap payudara, maka produksi ASI bertambah secara cepat.

(39)

d. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI menurut Lawrence (2004) antara lain :

1) Faktor bayi

Kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan akan mempengaruhi refleks hisap bayi. Kondisi kesehatan bayi seperti kurangnya kemampuan bayi untuk bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat struktur mulut dan rahang yang kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi produksi ASI, selain itu semakin sering bayi menyusui dapat memperlancar produksi ASI.

2) Faktor ibu a) Faktor fisik

Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah adanya kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara hipoplastik. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah usia ibu, ibu ibu yang usianya lebih muda atau kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih tua. Produksi ASI juga dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan cairan ibu. Ibu yang menyusui membutuhkan 300 – 500 kalori tambahan selama masa menyusui.

(40)

b) Faktor psikologis

Ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih, kurangnya dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu dapat mempengaruhi kurangnya produksi ASI. Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya tidak mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya perubahan maternal attainment, terutama pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai bayi atau primipara.

c) Faktor sosial budaya

Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media yang memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat menjadi hal-hal yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI.

e. Masalah Dalam Menyusui

Dalam buku yang ditulis Retna dan Diah (2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah yang dapat menghambat proses menyusui. Permasalahan yang sering terjadi dan cara mengatasinya antara lain :

a) Masalah menyusui masa antenatal b) Kurang atau salah informasi

(41)

Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi. Sebagai contoh, banyak ibu/petugas kesehatan yang tidak mengetahui bahwa:

(1) Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer dan sering, sehingga dikatakan bayi menderita diare dan seringkali petugas kesehatan menyuruh menghentikan menyusui.

(2) ASI belum keluar pada hari pertama sehingga bayi dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal yang lahir cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankannya tanpa minuman selama beberapa hari.

(3) Karena payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI cukup atau kurang karena ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan produksi ASI dapat tetap

(42)

mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan baik dan benar.

c) Putting susu datar atau terbenam

Sejak kehamilan trisemester terakhir, ibu yang tidak mempunyai resiko kelahiran premature, dapat diusahakan mengeluarkan putting susu datar atau terbenam dengan :

(1) Teknik atau gerakan Hoffman yang dikerjakan 2 x sehari. (2) Dibantu dengan pompa ASI

Setelah bayi lahir putting susu datar atau terbenam dapat dikeluarkan dengan cara :

(1) Susui bayi secepatnya segera setelah lahir saat bayi aktif dan ingin menyusu.

(2) Susui bayi sesering mungkin (misalnya tiap 2-3 jam), ini akan menghindarkan payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu.

(3) Massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui dapat membantu bila terdapat bendungan payudara dan putting susu tertarik kedalam. f. Masalah menyusui pada masa nifas dini

1) Puting susu nyeri

Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila

(43)

pol,lsisi mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang.

2) Puting susu lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui salah, tapi dapat pula disebabkan oleh rush (candidates) atau dermatitis.

3) Payudara bengkak

Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah banyak, penyebab bengkak :

(1) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu salah (2) Produksi ASI berlebihan

(3) Terlambat menyusui

(4) Pengeluaran ASI yang jarang (5) Waktu menyusui yang terbatas

Perbedaan payudara penuh dengan payudara bengkak adalah : (1) Payudara penuh : rasa berat pada payudara, panas dan keras.

Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak ada demam.

(2) Payudara bengkak : payudara oedema, sakit, puting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila

(44)

diperiksa/ diisap ASI tidak keluar. Badan biasanya demam setelah 24 jam

g. Mastitis atau abses payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Di dalam terasa ada masa padat, dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI diisap/ dikeluarkan atau pengisapan yang tak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju/bra.

h. Masalah menyusui pada masa nifas lanjut a) Sindrom ASI kurang

Sering kenyataannya ASI tidak benar-benar kurang, tanda-tanda yang “mungkin saja” ASI benar-benar kurang antara lain:

(1) Bayi tidak puas setiap setelah menyusu, sering sekali menyusu, menyusu dengan waktu yang sangat lama. Tapi juga kadang bayi lebih cepat menyusu. Disangka produksinya berkurang padahal dikarenakan bayi telah pandai menyusu.

(45)

(3) Payudara tidak membesar selama kehamilan, atau ASI tidak datang, pasca lahir

(4) BB bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram perbulan

(5) BB lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali

(6) Ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning.

(7) Ibu yang bekerja

Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang ibu berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja seperti mengeluarkan ASI ditempat kerja dan ASI disimpan di lemari pendingin, serta banyak menyusui di malam hari.

i. Masalah menyusui pada keadaan khusus 1) Ibu melahirkan dengan bedah sesar

Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut : a) Ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu

dan kepala di topang bantal, sementara bayi disusukan dengan kakinya kearah ibu.

b) Apabila ibu sudah dapat duduk bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.

(46)

c) Dengan posisi memegang bola (football position) yaitu ibu terlentang dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi. d) Ibu sakit

Ibu yang menderita hepatitis atau HIV tidak diperkenankan untuk menyusui bayinya karena dapat menularkan kebayinya.

4. Pijat Oksitosin a. Definisi

Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone yang dibentuk oleh sel-sel neuronal nuklei hipotalamik dan disimpan dalam lobus posterior pituitary, hormon lainnya adalah vasopressin. Ia memiliki kerja mengontraksi uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, Hesty & Anita, 2009). ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan erjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah yang tepat pula (Bobak, 2005). Dua reflex tersebut adalah :

(47)

1) Refleks Prolaktin

Refleks pembentukan atau produksi ASI. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyakprolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI,sebaliknya berkurang isapan bayi menyebabkan produksi ASI kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui secara eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan kata lain, memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat menunda kehamilan.

2) Refleks oksitosin

Reflek pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex) setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon

(48)

yang dinamakan oksitosin. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveoli dan duktus untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktus menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.

Gambar 2.1

Reflek Oksitosin (Bobak, 2005)

Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim, sehingga mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan. Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau reflex prolaktin saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit

(49)

dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini.

Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran oksitosin. Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot yang mengelilingi saluran pembuat susu mengerut atau berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari saluran produksi ASI dan mengalir siap untuk dihisap oleh bayi. Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009).

Gambar 2.2

Pijat Oksitosin (Suherni, Hesty & Anita,2009) Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau let down reflex. Selain untuk merangsang let

(50)

down reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).

Persiapan ibu sebelum dilakukan pijat oksitosin : 1) Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)

2) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya

Alat –alat yang digunakan : 1) 2 buah handuk besar bersih

2) Air hangat dan air dingin dalam baskom 3) 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk 4) Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya

Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut (Depkes RI, 2007) :

1) Melepaskan baju ibu bagian atas

2) Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal atau bisa juga dengan posisi duduk

3) Memasang handuk

4) Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil

(51)

6) menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan

7) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakangerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

8) Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah bawah, dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3 menit

9) Mengulangi pemijatan hingga 3 kali

10) Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara bergantian.

(52)

B. Kerangka Teori

Gambar. 2.3 Kerangka Teori Post partum

Faktor yang mempengaruhi produksi ASI - Faktor bayi - Faktor Ibu : a. Fisik b. Psikologis c. Sosial Budaya Perubahan fisiologi pada payudara Pijat oksitosin

Ketidakefektifan pemberian ASI Masalah dalam menyusui : - ASI belum dapat keluar

(53)

43 A. Subjek Aplikasi Jurnal

Subyek dari aplikasi jurnal ini adalah ibu post partum, usia 40 tahun dengan riwayat obstretikus P4A0 di ruang Nifas RSUD Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

B. Tempat dan waktu

Aplikasi riset keperawatan maternitas dilakukan di ruang Nifas RSUD Wonogiri, pada tanggal 7 - 9 Januari 2016.

C. Media dan Alat

Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan adalah :

1. Lembar observasi dan pre test yang digunakan pada ibu post partum untuk mengetahui tingkat kelancaran ASI

2. buah handuk besar bersih

3. Air hangat dan air dingin dalam baskom 4. 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk 5. Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya 6. Kursi

7. Meja

(54)

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 1. Persiapan perawat

a. Menyiapkan alat dan mendekatkannya ke pasien b. Membaca status pasien

c. Mencuci tangan 2. Persiapan Lingkungan

a. Menutup ordien atau pintu b. Pastikan privacy pasien terjaga 3. Bantu ibu secara psikologis

a. Bangkitkan rasa percaya diri

b. Cobalah membantu mengurangi rasa sakit dan rasa takut

c. Bantu pasien agak mempunyai pikiran dan perasaan baik entang bayinya

4. Pelaksanaan

a. Melepaskan baju ibu bagian atas

b. Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal atau bisa juga dengan posisi duduk

c. Memasang handuk

d. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil e. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan

b. menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan

(55)

c. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

d. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah bawah, dari leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit

e. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali

f. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin 5. Evaluasi

a. Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti tehnik refleksi oksitosin (perawatan payudara)

b. Evaluasi perasaan ibu c. Simpulkan hasil kegiatan

d. Lakuakn kontrak kegiatan selanjutnya e. Akhiri kegiatan

f. Cuci tangan 6. Dokumentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang, kegiatan, hasil pengamatan)

(56)

E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset

Menurut Astutik (2015), penilaian peningkatan produksi ASI pada tanggal 06 – 08 januari 2016 dapat diukur dengan 2 cara, yaitu :

1. Tiap menyusu, bayi menyusu dengan kuat tetapi kemudian melemah dan teridur pulas minimal 8 – 12 kali dalam 24 jam

2. Payudara akan terasa lunak setelah menyusui dibanding sebelumnya 3. Bayi akan BAB dan BAK dengan normal

Popok bayi merupakan salah satu indikator apakah bayi mendapat cukup ASI atau tidak, yaiu dengan cara melihat seberapa sering dia BAB dan BAK, dikatakan normal apabila :

1. Bayi BAK paling tidak 6 – 8 kali sehari atau lebih (setiap kali habis menyusu) dan warna urin kekuningan.

2. Bayi akan BAB paling tidak 2 – 5 kali sehari (bayi berusia kurang dari 6 minggu). Dengan bertambahnya usia bayi (lebih dari 6 minggu) frekuensi BAB nya semakin jarang.

3. Bayi mempunyai BB dan TB yang ideal.

a. Selama minggu pertama kehidupan, bayi akan kehilangan 10% dari berat waktu lahir (yaitu 280 – 336 gram pada bayi yang lahir cukup bulan).

b. Pada akhir minggu kedua, BB bayi harus kembali ke BB sewaktu lahir. Jika asupan ASI cukup, bayi akan mengalami kenaikan BB 20 gram sehari selama 3 bulan pertama. Oleh karena itu bayi sebaiknya ditimbang 1 – 2 minggu sekali.

(57)

47

Pada bab ini penulis membahas tentang “Pemberian pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada asuhan keperawatan Ny. W dengan

post partum di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedirman Mangun Soemarso

Wonogiri”. Pengkajian dilakukan dengan metode anamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta catatan medis dan catatan keperawatan. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan A. Pengkajian

Pengelolaan asuhan keperawatan ini dilakukan selama 3 hari pada tanggal 07 Januari 2016 sampai tanggal 10 Januari 2016 pada pukul 09.00 WIB. Laporan kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tindakan keperawatan. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 04.00 WIB, pengkajian dilakukan dengan metode autoamnamnesa, alloamnamnesa, observasi langsung dan pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.

Ny. W berumur 40 tahun beragama islam, berstatus kawin, pendidikan terakhir SD, suami klien berumur 47 tahun beragama islam.

Riwayat persalinan lalu : persalinan pada anak pertama Ny. W yaitu Post

(58)

gram. Anak ke dua lahir dengan Post Partum Spontan dengan berat 3200 gram berjenis kelamin laki-laki. Anak ke tiga lahir dengan Post Partum Spontan berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3400 gram.

Riwayat kehamilan saat ini : pasien periksa kehamilan sebanyak 7 kali yaitu pada trimester I pasien tidak ada keluhan apapun, pada trimester II mengalami pendarahan setelah diperiksakan dan mendapatkan obat dari bidan pendarahan dapat diatasi, dan pada trimester ke III pasien tidak ada keluhan apapun. Jenis persalinan yang dilakukan pada anak ke 4 ini adalah normal berjenis kelamin bayi perempuan dengan berat badan bayi tersebut 3200 gram, panjang 49 cm, lingkar kepala bayi : 35 cm, lingkar dada bayi : 34 cm. Pada pasien ada pengeluaran darah dari vagina sebanyak ± 400cc. Pada pasien mengalami masalah dalam persalinan yaitu Portio Vulva.

Riwayat ginekologi : pasien Ny. W tidak memiliki masalah dalam ginekologinya dan pasien juga menggunakan KB Pil sejak kelahiran putra ke tiganya, namun sudah setahun pasien tidak KB.

Data postnatal : pasien Ny. W dalam riwayat persalinan dengan kelahiran ke 4 anak ke 4 abortus 0 dengan bayi rawat gabung, keadaan pasien baik dan kesadaran pasien composmentis atau kesadaran penuh. Ny. W memiliki berat badan 48 kg dan tinggi badan 147 cm. TTV pasien adalah tekanan darah : 130/80 mmHg, Suhu : 36°C, Nadi : 88x/menit, Pernapasan: 22x/menit.

Pada pemeriksaan fisik pasien di kepala warna rambut hitam, panjang , dan tidak ada ketombe lalu mata dengan konjungtiva anemis, sklera putih,

(59)

polip, terdapat 2 lubang hidung, simetris, dapat membedakan bau lalu mulut pasien Ny. W bersih, simetris, tidak ada sumbing dan telinga pasien bersih,

simetris, dapat mendengar dengan baik dan leher penonjolan JVP, tidak ada

pembesaran kelenjar thyroid.

Pada pemeriksaan fisik dada terdapat jantung dengan inspeksi ictus

Cordis tidak nampak, palpasi ictus cordis tidak tampak pada ICS IV, perkusi

bunyi jantung pekak dan auskultasi suara reguler. Lalu pada paru terdapat

inspeksi simetris ka/ki, palpasi pengembangan paru, vocal premitus seimbang

ka/ki, perkusi sonor, tidak ada suara tambahan, auskultasi : vesikuler.

Pemeriksaan abdomen tidak ada bekas operasi, striae livide TFU 3 jari dibawah umbilikus, kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar, kandung kemih masih kosong. Pada pemeriksaan fisik perinium dan genetal terdapat vagina tidak terdapat luka epsiotomi, vagina elastis, oedem, dan tidak ada

hematom. Vagina tampak kemerahan dan bengkak. Lalu untuk kebersihan

perinium pasien bersih dengan lockea : 400cc yang berbau khas dan berwarna merah, pasien juga tidak ada hemoroid. Ekstremitas pada pasien dibagi menjadi 2 yaitu Ekstremitas atas terdapat hasil pengkajian dengan tidak ada edema, capilary refil kurang dari 2 detik, terpasang infus di tangan kiri.

Ekstremitas bawah tidak terdapat oedema di kaki ki/ka dan tidak ada

varises. Istirahat dan kenyamanan pasien mengatakan setelah melahirkan anak ke 4 nya pasien mengatakan belum bisa tidur.

(60)

Eliminasi selama di rumah sakit buang air kecil pasien 100cc berwarna jernih dan tidak terpasang DC, lalu untuk BAB pasien mengatakan belum bisa BAB selama di rumah sakit.

Pada pemeriksaan nutrisi dan cairan didapatkan hasil : pasien makan nasi, sayur, lauk pauk, makan 3 kali sehari. Pasien minum air putih 7-8 gelas sehari, tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan mobilisasi sudah bisa untuk berjalan sendiri kalau akan kekamar mandi, lalu pasien tidak melakukan senam atau latihan apapun.

Pada pemeriksaan keadaan mental pasien terhadap kelahiran anak ke empat sangat mengerti dan penerimaan anak ke 3 nya pasien mengatakan bahagia.

Pada pemeriksaan penunjang pada tanggal : 07 Januari 2016 pukul : 04.28 WIB didapatkan hasil : HB 13,4 g/dl (normal 12-18), leukosit 25,6 juta/mm (normal 4-10,9), trombosit 312 U/L (normal 150-450), MCV 93,9 Fl (normal 80-97), MCH 31,6 pg (normal 26-32), MCHC 33,7 g/dl (normal 31-36), RDW 14,5 % (normal 11,5-14,5), GDS 169 mg/dl (normal <170), ureum 11 mg/dl (normal 10-50), creatine 1,08 mg/dl (normal 0,5-0,9), SGOT 51 U/l (normal < 31), SGPT 23 U/l (normal <32), HbsAg non reaktif.

Terapi medik yang didapatkan pada tanggal 07 Januari 2016 : infus Ranger Laktat 20 tetes per menit 500 ml dengan golongan dan kandungannya adalah cairan koloid untuk mengembalikan elektrolit pada dehidrasi dengan efek samping panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena/ flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi. Oxytocin 10iu/24 jam

(61)

dengan golongan hormon neurohipofisin sintetis untuk memicu atau memperkuat kontraksi pada otot rahim, untuk merangsang kelahiran, menghentikaan pendarahan setelah persalinan dengan efek samping mual, muntah, sakit kepala, kontraksi rahim yang berlebihan. Cefoperazole 1gr/12 jam dengan golongan cephalosporin Antibiotic untuk Antiobiotik dengan efek samping gangguan pencernaan : diare, mual, muntah, stomatitis, reaksi kulit : dermatitis, edema. Metronidazole 100ml/12jam dengan golongan dan kandungan Anti Mikroba untuk mencegah dan mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme protozoa dan bakteri anaerob, misalnya pencegahan infeksi post operasi, vaginasis bakteri, infeksi ulkus kaki, peradangan gigi dan gusi. Asam mefenamat 500mg/8 jam dengan golongan dan kandungan Anti inflamasi non-steroid untuk meredakan rasa sakit atau nyeri tingkat ringan hingga menengah, mengurangi inflamasi atau peradangan dengan efek saamping nyeri ulu hati, gangguan pencernaan, tidak nafsu makan, mual dan muntah, sakit kepala, mengantuk dan kelelahan. Vitamin C 50gr/24 jam dengan golongan Asam Askobat untuk mencegah dan mengatasi defesiensi vitamin C dengan efek samping perut kembung, nyeri ulu hati, diare, dan konsumsi vit C dosis tinggi dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko batu ginjal.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penulis pada hari Kamis tanggal 07 Januari 2016 pada jam 09.00 WIB, data subyektif : pasien mengatakan ASI

(62)

keluar tetapi sedikit lalu pada data obyektif : puting pasien terlihat kotor, payudara teraba keras dan kencang, bayi berada diruang perinatologi, dan pada saat di pompa ASI tidak dapat keluar hanya setetes, dan TTV : tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu : 36°C, Nadi : 88x/menit, Pernapasan : 22 x/menit. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI.

Pada jam 09.30 WIB diperoleh hasil data subyektif : pasien mengatakan bengkak dan kemerahan di jalan lahir, lalu pada data obyektif: leukosit : 25,6 k/ul, Suhu 36ºC. Dari data tersebut dapat ditegakkan untuk diagnosa ke dua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat.

C. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukkan :

Diagnosa keperawatan yang pertama yaitu ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI. Rencana tindakan bertujuan setelah dilakukan tindakan masalah keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan diskontinuitas pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil : ibu dan bayi akan mengalami pemberian ASI efektif yang ditunjukkan dengan pengetahuan : menyusui, pemantapan menyusui, mempertahankan menyusui

(63)

dan penyapihan menyusui. Bayi akan menunjukkan kemantapan menyusu : bayi, di tandai dengan indikator totalitas sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5 : tidak, ringan, menengah, berat, atau adekuat secara total), menghisap dan menempatkan lidah bayi dengan benar, minimal menyusu 8 kali sehari (sesuai kebutuhan), dan kepuasan bayi setelah menyusu.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah kaji kemampuan bayi untuk latch on (posisi dan pelekatan) dan menghisap secara efektif dean rasional untuk mengetahui kemampuan bayi atau reflek menghisap bayi. Tentukan keinginan dan memotivasi ibu untuk menyusui dengan rasional untuk mengetahui keinginan ibu dalam menyusui atau memberikan ASI. Beri pijat oksitosin dengan rasional merangsang dan memperlancar keluarnya ASI. Evaluasi pemahaman ibu terhadap isyarat menyusui dari bayi dengan rasional agar ibu lebih memahami keadaan atau isyarat menyusu dari bayi.

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, tujuan dari tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil : suhu tubuh normal, tidak terjadi rubor, kolor,

dolor, tumor, fungsi laesa, dan tidak terjadi infeksi.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ke dua yaitu monitor tanda dan gejala infeksi dengan rasional untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi, inspeksi kondisi vulva dengan rasional untuk mengetahui

(64)

keadaan vulva, jelaskan tentang pencegahan infeksi dengan rasional agar pasien dapat mengerti adanya tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk pemberian obat untuk mempercepat proses penyembuhan.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang di lakukan untuk diagnosa yang pertama ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI pada hari kamis, tanggal 07 Januari 2016 pada pukul 10.00 WIB adalah menentukan keinginan ibu dan memotivasi untuk menyusui, pasien mengatakan bersedia memberika ASI eksklusif selama 6 bulan kepadanya, pasien tampak bersemangat untuk memberikan ASI pada bayinya. Tindakan jam 10.15 WIB pasien diberikan pijat oksitosin , dan pasien pun mengatakan mau untuk diberikan posisi nyaman dan dilakukan pijat

oksitosin, pasien tampak tenang dan rileks saat diberikan pijat oksitosin.

Diagnosa ke dua adalah resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 jam 11.15 WIB memonitor tanda-tanda infeksi, pasien mengatakan bengkak dijalan lahir, vulva terlihat bengkak dan kemerahan (leukosit : 25,6 k/ul). Pada jam 11.30 WIB menginspeksi kondisi vulva, pasien mengatakan masih bengkak dijalan lahir, vulva terlihat masih bengkak dan kemerahan. Lalu jam 11.45 WIB mengajarkan cara menghindari infeksi, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara menghindari infeksi, pasien mengerti apa yang

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya

Hal ini diamini oleh WMM yang mengatakan bahwa de ngan rek- rutmen yang jelas akan menjadi key success factor dalam pe nguatan budaya mutu organisasi karena pada dasarnya

Tulisan ini menyajikan hasil analisis data konsumsi makanan Riskesdas 2010 untuk mengetahui gambaran keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energi

penugasan peneliti/kerja sama peneliti, berita acara hasil monitoring dan evaluasi, serta dokumentasi out put penelitian)serta melakukan review terhadap pelaksanaan proses

Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari Kapang ini memil iki warna permulaan kuning yang akan berubah

Dari hasil pengujian tersebut bisa dilihat bahwa multithreading sangat berperan penting dalam pemrosesan data yang berskala besar, contoh dari grafik diatas bisa

Perusahaan memperoleh Penghargaan Konstruksi Indonesia dari Menteri Pekerjaan umum (PU) di bulan Nopember 2011.. Penghargaan Kinerja Proyek di bulan Nopember 2011 juga

Berdasarkan uji validitas, maka aitem-aitem yang dinyatakan valid dan gugur dari skala adversity quotient adalah sebagai berikut (untuk lebih jelasnya dapat dilihat