• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

3.1 Saham

3.1.1 Pengertian Saham

Menurut Zubir (2011:4) dalam bukunya mendefinisikan Saham adalah dokumen yang merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Jika perusahaan memperoleh keuntungan, maka setiap pemegang saham berhak atas bagian laba yang dibagikan atau dividen sesuai proporsi kepemilikan. Senada dengan pendapat ini, dikemukakan oleh Yulfita (2013) bahwa definisi saham adalah surat berharga yang merupakan instrument bukti kepemilikan atau pernyataan dari individu atau institusi dalam suatu perusahaan.

3.1.2 Karakteristik Saham

Dengan memiliki saham suatu perusahaan berarti sebagai investor yang akan memiliki hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan dan tentu saja setelah dikurangi pembayaran yang menjadi kewajiban perusahaan.

Menurut Ross et.al (2009:340) saham memiliki karakteristik sebagai berikut :

(2)

2. Tidak memiliki batasan dalam penerimaan dividen, sehingga seberapa besar porsi saham yang dimiliki akan mempengaruhi besarnya hak pemegang saham tersebut mendapat pembagian dividen.

3. Dalam keadaan bangkrut pemilik saham tidak dapat dikenakan klaim. 3.1.3 Jenis Saham

Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim saham dalam bukunya Ross et.al (2009:358) membedakan hal tersebut sebagai berikut :

1) Saham Biasa (common stock)

Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak klaim berdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila terjadi likuidasi, pemegang saham biasa yang mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan aset perusahaan.

Ciri - ciri dari saham biasa adalah sebagai berikut:

- Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. - Memiliki hak suara (one shareone votec)

- Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhir - apabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. 2) Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen merupakan saham dengan bagi hasil yang tetap dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan aset. Saham preferen mempunyai sifat gabungan antara

(3)

obligasi dan saham biasa. Adapun ciri - ciri dari saham preferen adalah:

- Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen. - Tidak memiliki hak suara.

- Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.

- Memiliki hak pembayaran sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.

3.1.4 Expected Return Saham

Expected return saham adalah nilai yang diharapkan dalam suatu investasi. Namun nilai tersebut dipengaruhi oleh risiko-risiko, beberapa ahli keuangan terkemuka menghasilkan teorinya terkait dengan expected return. Dalam bukunya Zubir (2011:197) mencantumkan expected return yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Capital Asset Pricing Model (CAPM) menurut Fama and French (2004:25-46) yang lalu dikembangkan oleh William Sharpe, John Lintner dan Jan Mossin dua belas tahun kemudian setelah Harry Makowitz mengemukakan teori portofolio modern pada tahun 1952. Pada CAPM, expected return sebuah sekuritas sama dengan return sekuritas bebas risiko ditambah dengan risk premium dikalikan dengan systematic risk sekuritas tersebut.

(4)

2. Untuk mengatasi kelemahan CAPM, ahli lainnya yaitu Stephen A.Ross (1976) mengembangkan teori multi index model yang dikenal dengan Arbitrage Pricing Theory (APT), dimana expected retun suatu investasi tidak hanya dipengaruhi oleh indeks pasar tetapi juga oleh faktor ekonomi makro dan sensitifitas perubahan dari setiap faktor yang dinyatakan oleh koefisien beta masing-masing faktor tersebut.

Faktor ekonomi makro yang dapat mempengaruhi menurut Bodie et.al (2014: 346) adalah :

- Suku bunga - Inflasi

- Harga minyak - Kurs

- Produk Domestik Bruto - Sentimen

3. Setelah kemunculan teori APT dikembangkanlah salah satu model multi indeks yang terkenal yaitu Three-Factor Fama-French yang dikemukakan oleh Fama and French (2004) dimana menghubungkan expected return suatu investasi dengan perbedaan return bulanan saham dengan nilai kapitalisasi kecil dan besar serta perbedaan antara return bulanan saham yang mempunyai rasio book-to-market yang tinggi dan saham dengan book-to-market yang rendah.

(5)

3.2 Penilaian atau Valuasi

3.2.1 Pengertian Penilaian atau Valuasi Saham

Valuasi saham adalah metode untuk menghitung estimasi harga wajar suatu saham atau sesuai nilai instrinsiknya valuasi saham adalah suatu nilai saham yang dianggap benar-benar mewakili performa suatu perusahaan (Wira, 2014:126).

Dapat dikatakan pula bahwa penilaian (valuation) saham adalah proses menentukan berapa harga wajar suatu saham. Menurut Jogiyanto melalui Khasanah (2011) bahwa nilai yang berhubungan dengan saham dapat dilihat dalam tiga konsep nilai yang memberikan makna berbeda. yaitu :

1. Nilai value per lembar saham menunjukan aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham 2. Nilai Pasar (market value) merupakan nilai saham yang terbentuk ketika sebuah saham dicatatkan di bursa efek atau IPO. Nilai pasar berbeda dengan nilai buku, jika nilai buku dibentuk oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Dengan kata lain nilai pasar terbentuk dari adanya supply and demand

3. Nilai intrinsik (intrinsic value) atau fundamental value merupakan nilai seharusnya sebuah saham Dengan mengetahui nilai intrinsik saham, investor dapat mengetahui harga saham tersebut murah

(6)

(undervalued) atau mahal (overvalued). Nilai intrinsik dapat diketahui melalui analisis fundamental dan analisis teknikal. Pendapat di atas senada dengan Tandelilin (2010:301), dalam penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai yaitu nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik saham, nilai buku merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusaahan penerbit saham (emiten). Nilai pasar adalah nilai saham di pasar yang ditunjukan oleh harga saham tersebut di pasar, sedangkan nilai intrinsik dikenal sebagai nilai teoritis yaitu nilai saham yang sebenarnya.

Valuasi oleh Stoew et.al (2007) dapat juga diartikan bahwa perkiraan nilai suatu aset berdasarkan variabel- variabel yang dianggap berhubungan dengan imbal balik investasi di masa yang akan datang dengan membandingan dengan aset lain yang sejenis dengan tujuan menentukan nilai yang akan diterima dari sejumlah uang yang akan dibayarkan dengan mempertimbangkan perbedaan imbal balik berdasarkan risiko untuk setiap saham dengan harganya di bursa. Karena saham sendiri dapat merepresentasikan klaim kepemilikan atas aktifitas bisnis perusahaan dalam mencari keuntungan.

3.2.2 Tujuan Penilaian atau Valuasi Harga Saham

Tujuan utama analisa harga wajar saham adalah untuk melihat atau mengetahui saham yang overvalued dan undervalued. Menurut Eka (2015:5), nilai wajar adalah nilai sebenarnya dari suatu saham. Calon investor biasanya menghitung nilai wajar saham untuk memutuskan

(7)

strategi investasinya. Apabila nilai pasar lebih besar daripada nilai wajar, maka saham tersebut dalam kondisi overvalued dan keputusan investasinya adalah saham tersebut layak dijual, sedangkan jika nilai pasarnya lebih kecil daripada nilai wajar, maka saham tersebut dalam kondisi undervalued dan keputusan investasinya adalah saham tersebut layak dibeli.

Manurung (2009:147), penilaian ini bertujuan mengetahui saham-saham mana yang sedang bertumbuh (growth), yang murah (undervalued) dan yang mahal (overvalued). Dari definisi tersebut nilai saham terdiri dari nilai nominal, nilai buku, nilai pasar dan nilai fundamental.

Putra (2009) dengan melakukan penilaian dapat ditafsir nilai suatu saham dan kemudian dibandingan dengan harga pasar saham saat ini (current market price). Nilai intrinsik (NI) menunjukan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. NI < harga pasar saat ini : Overvalued (terlalu mahal) b. NI> harga pasar saat ini : undervalued (harga terlalu murah) c. NI = harga pasar saat ini : harga wajar

Jika terjadi harga pasar lebih rendah dibandingkan dengan nilai fundamental atau intrinsiknya maka harga saham tersebut adalah undervalued (Jaiprakash, 2014). Saham yang undervalued sebaiknya dibeli atau ditahan oleh investor karena harganya akan naik mendekati

(8)

harga wajarnya. Saham yang overvalued berarti nilai wajar saham berada di bawah harga pasar saham atau harga pasar saham berada di atas harga wajar. Saham yang overvalued sebaiknya tidak dibeli.

3.2.3 Instrumen Yang diperlukan pada Penghitungan Valuasi Harga Saham

Dalam melakukan penghitungan valuasi harga saham, investor akan membuat analisis terhadap variable financial. Untuk itu diperlukan laporan keuangan, pengukuran discount rate, membuat proyeksi keuangan dan menetapkn model valuasi.

Berikut ini adalah instrument – instrument yang dibutuhkan dalam penghitungan metode valuasi :

3.2.3.1 Pengukuran Cost of Equity (re)

Cost of Equity merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor terhadap dana yang diinvestasikan pada suatu perusahaan. Cost of equity yang menjadi tingkat diskonto adalah masukan penting dalam setiap model penilaian arus kas diskonto. Menurut literatur yang ada pada penilaian secara umum mengusulkan penggunaan tingkat diskonto berbasis CAPM dalam menghitung nilai sekarang dari aliran arus kas masa depan (Malkiel, 2012).

Menurut Ross et. al (2009:64) persamaan CAPM itu sendiri dapat dituliskan sebagai berikut :

(9)

)

(

R

R

R

R

e= fmf (3.1)

Dimana:

Re = biaya ekuitas (cost of equity)

Rf = tingkat bunga bebas resiko (risk free rate) β = faktor resiko dari pasar yang sistematis (beta)

Rm = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar (market return) (Rm – Rf) = premi risiko pasar (market risk premium)

Dari persamaan di atas terdapat tiga variable yang mempengaruhi yaitu Risk Free Rate, Beta dan Market Risk Premium.

3.2.3.1.1 Rf = tingkat bunga bebas resiko (risk free rate)

Risk free rate merupakan variabel pertama, yaitu adalah tingkat pengembalian bebas risiko yang diketahui oleh investor. Suatu aset dapat dikatakan sebagai risk free asset manakala diketahui bahwa actual return selalu sama dengan expected return, oleh karena itu dua kondisi yang harus dipenuhi yaitu tidak adanya risiko gagal bayar sebagai kondisi pertama. Dalam hal ini biasanya menggunakan sekuritas yang diterbitkan oleh Pemerintah. Karena Pemerintah merupakan pihak yang memiliki otoritas dalam membuat dan mengesahkan peraturan dan kebijakan keuangan. Kondisi kedua yang harus dipenuhi yaitu tidak ada reinvestment risk pada aset tersebut. Tingkat bebas risiko merupakan masukan penting dalam salah satu

(10)

model pembiayaan yang paling banyak digunakan, ini dikemukakan oleh Mukherji (2011)

3.2.3.1.2 β = faktor resiko dari pasar yang sistematis (beta)

Sebagai variabel kedua yaitu tingkat risiko yang dimiliki perusahaan yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian hasil investor. Seperti yang dikemukakan oleh Rosenberg dan Rudd (1982) bahwa Beta mencerminkan respon dari return saham perusahaan terhadap return pasar. Dapat diilustrasikan sebagai berikut :

β > 1: Saham dengan koefisien beta > 1 umumnya lebih agresif dari pasar, Pada suatu kesempatan, harganya dapat naik sedemikian cepat melebihi kenaikan pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun, pada saat pasar sedang turun, harganya akan turun lebih cepat dari pasar. Artinya, jika pasar sedang naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari pasar. Akan tetapi, jika pasar sedang turun, harga saham blue chip akan turun lebih besar dari penurunan pasar.

Sedangkan dimana posisi β = 1: Saham dengan koefisien beta = 1 umumnya mengikuti arus pasar. Artinya, jika pasar naik, saham tersebut mengalami kenaikan yang sama dengan pasar atau indeks. Demikian pula sebaliknya.

Lalu pada posisi β < 1: Saham dengan koefisien beta < 1 umumnya bergerak lebih lambat dari pasar. Artinya jika pasar naik, saham

(11)

tersebut akan mengalami kenaikan namun selalu lebih rendah dari kenaikan pasar. Demikian pula sebaliknya.

Beta dapat dihitung dengan teknis estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa yang akan datang. Bukti empiris menunjukan bahwa beta historis mampu menyediakan informasi tentang beta masa yang akan datang (Elton et.al, 1978).

Menurut Jogiyanto (2010) dalam Putra dan Rahmanti (2013) bahwa beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data pasar (return saham dan return pasar), data akuntansi (Laba perusahaan dan laba indeks pasar) atau data fundamental (menggunakan variabel fundamental)

Namun bagi perusahaan yang sudah terbuka, dimungkinkan pula untuk menggunakan beta yang berasal dari beberapa website seperti Reuter.com (Astuti, 2013:78).

Beta dalam penelitian ini akan menggunakan beta industri, hal ini dikarenakan beta industri merupakan ukuran risiko sistimatik dari suatu perusahaan atau industri tertentu. Ini mempunyai pengertian bahwa risiko naik turunnya imbal hasil saham dari imbal hasil yang diharapkan yang dipengaruhi oleh volatilitas harga saham secara keseluruhan di Pasar Modal. Oleh karena itu dalam menghitung suatu tingkat imbal hasil suatu perusahaan yang beroperasi di sektor industri

(12)

tertentu dan untuk mendapatkan nilai secara umum yang berlaku di sektor industri tertentu tersebut, dapat digunakan tingkat risiko sistematik (beta) pada sektor industri itu sendiri.

3.2.3.1.3 Rm = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar (market return) Market Return merupakan tingkat pengembalian pasar secara keseluruhan yang didapatkan dengan memprediksi berapa tingkat return index harga saham gabungan (IHSG) yang diharapkan. Pasaribu (2011) menuangkan rumus yang dapat digunakan dalam mendapatkan hasil estimasi tersebut, yaitu sebagai berikut :

1 1 . − − − = t t t t m IHSG IHSG IHSG R (3.2) Dimana:

Rm, t = market return on day-t.

IHSGt = Indonesian Composite Index on day-t. IHSGt-1 = Indonesian Composite Index on day t-1.

3.2.3.1.4 (Rm – Rf)= premi risiko pasar (market risk premium)

Market risk premium sebagai variabel yang ketiga adalah interpretasi tingkat risiko pasar dimana semakin besar market risk premium maka akan semakin besar pula risiko untuk berinvestasi pada saham tersebut.

(13)

atas saham dengan tingkat pengembalian rata-rata atas risk free rate. Dapat dituliskan sebagai berikut :

f m R R E MRP = ( ) − (3.3) Dimana:

MRP = Market Risk Premium

E(Rm) = expected return IHSG (tahunan) Rf = risk free rate

Terkait dengan keakuratan penghitungan cost of equity (re) dengan model CAPM, ternyata terdapat keterbatasan akurasi, hal ini berdasarkan beberapa penelitian, seperti yang diutarakan oleh Campbell et.al (2001) dimana beta berkontribusi terhadap cost of equity (re) sebesar 24% di Amerika. Senada dengan pendapat ini diutarakan pula oleh Angelidis and Tessaromatis (2008a) yang melakukan penelitian di Inggris, bahwa beta berkontribusi hanya 3% saja di negara tersebut (Angelidis and Tessaromatis, 2008b), lalu di Eropa berpengaruh sebesar 20% dan di negara berkembang prosentasinya sebesar 45% (Angelidis and Tessaromatis, 2009).

Terlihat bahwa terdapat variabel lain selain beta (risiko sistematik) yang saat ini masih dalam perdebatan. Keterbatasan ini dibuktikan pula terjadi di Bursa Efek Indonesia, dalam Sasongko (2012) yang telah menghitung model asset pricing dengan cara yang lebih advance jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan asset pricing tiga faktor Fama and French (2004), bahwa cost of equity (re)

(14)

dengan model asset pricing tiga faktor memberikan tingkat akurasi antara 18-45%.

Dengan demikian bahwa perhitungan cost of equity (re) dengan model CAPM akan memberikan tingkat akurasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan metode tiga faktor Fama and French.

3.2.3.2 Estimasi Pertumbuhan (g)

Pertumbuhan atau Growth (g) merupakan salah satu bagian penting ketika analis atau investor melakukan penilaian harga saham untuk menentukan tingkat pertumbuhan yang dipergunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan revenue dan earning. Estimasi pertumbuhan digunakan untuk menjaga agar pertumbuhan dividen yang diterima sesuai dengan estimasi.

Dalam menentukan tingkat pertumbuhan dapat dengan melihat data historis pertumbuhan pendapatan dan dapat pula dengan estimasi analisis. Adapun perhitungan pertumbuhan dalam penelitian ini akan menggunakan rumus sebagai berikut (Bodie et al, 2014:284) :

ROE x b g = (3.4) Dimana: g = pertumbuhan

b = retention ratio (1-Dividen Payout Ratio) atau Net Income - Dividen

Net Income

ROE = return on equity = Net Income Total Equity

(15)

3.2.3.3 Laporan Keuangan

Sesuai dengan penelitian yang dipilih penulis menggunakan pertumbuhan konstan, maka Laporan Keuangan yang diperlukan yaitu meliputi neraca keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas.

3.3 Metode Valuasi Harga Saham

Jones (2009:262) mengemukakan bahwa terdapat dua pendekatan yang mendasar pada fundamental analisis yaitu : Discounted Cash Flow technique dan Relatives Valuation technique.

Metode valuasi DCF memiliki tiga variasi perhitungan yang dapat digunakan untuk melakukan analisis valuasi saham yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing analisis. Ketiga variasi tersebut adalah dividend discounted model, free cash flow to equity dan free cash flow to the firm. Untuk valuasi terhadap ekuitas perusahaan (equity valuation) akan menggunakan free cash flow to equity, sedangkan valuasi terhadap seluruh perusahaan (firm valuation) akan menggunakan free cash flow to the firm.

Pendekatan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Discounted Cash Flow (Dividen Discounted Model, Free Cash Flow to E quity) dan Relative Valuation.

(16)

3.3.1 Dividen Discounted Model (DDM)

Secara sederhana ketika seorang investor membeli sebuah saham, satu- satunya cash flow atau kas masuk yang diperoleh adalah berupa dividen. Sehingga berdasarkan pemikiran itu metode valuasi DDM, menilai intrinsic value saham sebuah perusahaan berdasarkan estimasi pendapatan yang dibagikan kepada shareholders yaitu berupa dividen dan men-discounting nilainya ke present value.

Metode valuasi DDM memiliki beberapa variasi perhitungan yang berhubungan dengan proyeksi pertumbuhan perusahaan. Metode DDM terbagi menjadi The Gordon Growth Model dan Multistage Dividend Discount Model.

Penelitian ini akan menggunakan perhitungan dividen bertumbuh secara konstan, hal ini sesuai dengan kondisi perusahaan yang telah mature dengan pertumbuhan yang stabil, sehingga tercermin bahwa dividen tumbuh sesuai dengan tingkat pertumbuhan perusahaan. Menurut Foerster et.al (2005) Metode DDM dengan konstan growth dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki sejarah panjang.

Dengan asumsi bahwa dividen tumbuh pada suatu tingkat tertentu berikut rumus yang dapat digunakan :

g re g D P − + = 0(1 ) 0 (3.5) Dimana:

P0 = Nilai wajar per lembar saham pada masa sekarang D = Dividen yang terakhir dibayarkan

(17)

re = Required rate of return saham dengan pendekatan CAPM g = Tingkat pertumbuhan dividen yang dapat diperoleh dengan perhitungan : b x Roe

b adalah retention ratio = (1-DPR) atau dapat juga dari perhitungan : Net Income - Dividen

Net Income

ROE = return on equity = Net Income Total Equity

3.3.2 Free Cash Flow to Firm

Free Cash Flow to Firm (FCFF) merupakan arus kas yang tersedia bagi seluruh claimholders, baik untuk kreditur (bondholders) maupun pemegang saham baik untuk common stockholders ataupun preferred stockholders atau arus kas yang tersedia bagi semua penyedia modal setelah perusahaan memperhitungkan kebutuhan investasinya dan setelah membayar operating expenses (termasuk pajak).

Perbedaan utama berasal dari penggunaan pembiayaan utang, yaitu termasuk pelunasan hutang yang ada dan bunganya, pemotongan atas utang baru. untuk menghitung FCFF dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Jones, 2009:276) : Dividends eferred Issues Debts New payments incipal rate tax Expense Interest FCFE FCFF Pr Re Pr ) 1 ( − − + − + = (3.6)

dalam rumus yang lebih singkat dapat dituliskan berikut :

Capital Working in Change es Expenditur Capital on Depreciati Rate Tax EBIT FCFF − − + − = (1 ) (3.7)

(18)

3.3.3 Free Cash Flow to Equity

Pendekatan kedua yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Free Cash Flow to Equity atau FCFE, yang didefinisikan sebagai arus kas yang tersisa setelah pembayaran bunga dan pokok utang baru dan belanja modal (baik untuk menjaga aset yang ada maupun menambah aset baru yang diperlukan dalam pertumbuhan).

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam mendukung perhitungan FCFE yaitu pertama adalah penghitungan capital expenditure dipisahkan dari net income karena termasuk dalam cash outflow, sedangkan depreciation dan amortization akan ditambahkan ke net income karena termasuk dalam non-cash charges. Hal kedua adalah bila working capital mengalami peningkatan, ini akan menyebabkan penurunan pada arus kas perusahaan dan juga sebaliknya, dan hal ketiga adalah para investor hendaknya harus mengantisipasi fluktuasi harga saham yang dipengaruhi oleh perubahan tingkat pinjaman pada cash flow perusahaan.

Menurut Jeletic (2012) Free Cash Flow to equity umumnya akan lebih stabil daripada dividen, karena arus kas terhadap ekuitas akan selalu lebih tinggi dari laba bersih, sehingga aliran kas bebas terhadap ekuitas tidak pernah bisa negatif.

Perhitungan FCFE sendiri dapat diformulasikan sebagai berikut (Jones, 2009:276) : Issues Debt New capital working in change the es Expenditur Capital payments Debt on Depreciati income Net FCFE + − − − + = Re (3.8)

(19)

dalam rumus yang lebih sederhana FCFE dapat dituliskan berikut : FCFE = (EBIT – Bunga – Pajak) + Depresiasi – Belanja Modal (3.9)

Metode perhitungan FCFE memiliki beberapa variasi perhitungan sesuai dengan asumsi pertumbuhan perusahaan, seperti constant growth (single stage), two stage dan three stage model. FCFE merupakan model penilaian yang cocok bagi perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang stabil sehingga dalam tingkat pengembalianpun sesuai yang diharapkan Untuk menghitung FCFE bagi perusahaan yang memiliki stable growth (single stage) atau yang juga disebut constant growth dan dapat mempergunakan rumus sebagai berikut :

g r g FCFE V e t E − + = 0(1 ) (3.10) Dimana:

VE = nilai saham saat ini

FCFEto (1+g) = FCFE yang diharapkan tahun depan

re = cost of equity dari perusahaan yang dihitung dengan pendekatan CAPM

g = tingkat pertumbuhan yang stabil, dihitung dengan rumus : g ( fcfe ) = b( fcfe ) x ROE Dimana:

g(fcfe) = expected growth rate

b(fcfe) = retention ratio yang diperoleh dari perhitungan :

(20)

ROE = return on equity = Net Income Total Equity

Hasil dari rumus diatas tersebut jika dibagi dengan jumlah saham beredar, maka akan diperoleh nilai per lembar saham, atau dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q V

V0= E (3.11)

Dimana:

Vo = harga per lembar saham

VE (Value of Stock Equity) = nilai saham saat ini

Q (Outstanding stock) = jumlah saham yang beredar

3.3.4 Relative Valuation

Konsep relative valuation didasarkan pada membuat perbandingan untuk menentukan nilai. Ini dilakukan dengan menghitung P/E rasio maupun membuat perbandingan dengan beberapa patokan lain seperti pasar, industri maupun sejarah saham tersebut dari waktu ke waktu (Jones, 2008:279).

Pendekatan dengan konsep relative valuation ini mudah diterapkan pada perusahaan yang banyak pembanding di pasar modal, namun meskipun perbandingan dilakukan dalam kelompok industri yang sama, tetap saja masing-masing perusahaan mempunyai karakteristik yang berbeda.

(21)

P/E (Price Earning) Ratio

P/E rasio atau laba multiplier adalah penilaian yang paling dikenal dan paling banyak digunakan dan dapat diturunkan dari dividen discount model sebagai dasar dari penilaian untuk saham biasa. Menurut Wu (2014) PE ratio memiliki peran penting dalam kominitas investasi, karena rasio ini mencerminkan ekspektasi pasar pertumbuhan masa depan dan risiko perusahaan. Analis keuangan juga banyak mengutip PE ratio sebagai pembenaran untuk rekomendasi saham mereka. PE ratio dapat dituliskan seperti dibawah ini :

E g r g D E P e       − + = 0(1 ) 0

dengan turunan rumus

E g r g b E E P e − + − = (1 )(1 ) 0 kemudian E g r g b P e − + − =(1 )(1 ) 0 selanjutnya menjadi g r g b E P e − + − = (1 )(1 ) 0

dengan pengertian bahwa EPS adalah E atau earning atau net income, maka penelitian ini akan menggunakan rumus sebagai berikut :

g r g b NI P e − + − = (1 )(1 ) 0 (3.12) Dimana:

P0 = Harga saham saat ini NI = Net income

(22)

Net Income - Dividen Net Income

re = cost of equity dengan pendekatan CAPM

g = tingkat pertumbuhan dividen yang diperoleh dari perhitungan: bdividen x ROE

3.4 Penelitan Terdahulu.

Berikut beberapa penelitian yang diambil dari tesis, jurnal lokal dan jurnal internasional tentang valuasi harga wajar saham dengan berbagai metode analisis yang dilakukan :

1. Menurut Falatehan (2011) yang menggunakan metode DDM dan Relative Valuation bahwa Nilai intrisik saham dengan metode DDM adalah sebesar Rp. 912.271.073.396,- dan Relative Valuation sebesar Rp. 2.898.528.432.570,- (1,65 x book value). Penawaran harga dari pemegang saham (1,65 x book value). Penawaran harga dari pemegang saham yakni 3,2 x book value (Rp. 5,6 Triliun), masih di bawah harga penawaran. Sehingga keputusan Bank Mandiri untuk mundur dalam rencana akuisisi BMI merupakan hal yang tepat.

2. Menurut Kasim (2011) yang menggunakan metode DCF dan hidden value bahwa Harga saham Garuda Indonesia yang dianalisis dengan metode DCF sebesar Rp. 931,- per lembar saham. Selanjutnya jika menggunakan hidden value diperoleh harga saham sebesar Rp. 70,- per lembar saham. Apabila keduanya digabungkan

(23)

lembar saham. Sedangkan menggunakan metode komparasi valuasi, maka harga saham Garuda Indonesia menjadi Rp. 874,- per lembar.

3. Menurut Yulfita (2013) yang melakukan penelitian dengan metode DDM dan DCF data dari Laporan keuangan tahunan 2009-2011 dari 14 perusahaan sektor manufaktur mendapatkan hasil bahwa INDF, AKRA, INTP, SMGR, ASII, UNTR, KLBF dan UNVR (DDM dan DCF 2009-2011 kondisi overvalued). GGRM (DDM dan DCF 2009 kondisi undervalued ; DDM dan DCF 2010-2011 kondisi overvalued). TKIM (DDM 2009-2011 dan DCF 2011 kondisi overvalued). KKGI (DDM 2009-2011 dan DCF 2009, 2011 kondisi overvalued ; DCF 2010 kondisi undervalued). SCCO (DDM 2009-2011 kondisi overvalued ; DCF 2010-2011 kondisi undervalued ; DCF 2009 kondisi overvalued). TCID (DDM 2009-2011 kondisi undervalued ; DCF 2009-2009-2011 kondisi overvalued). 4. Menurut Sulistyowati (2011) yang metode penelitiannya

menggunakan DDM, CAPM (β) dan fundamental (PER, Payout Ratio, ROE) Laporan Keuangan tahunan 2008-2010 memperoleh hasil Metode CAPM pada tahun 2008, 2009, 2010 β indosat < β telkom. Metode DDM untuk indosat & telkom pada tahun 2008 dan 2009 mengalami overvalued dan tahun 2010 mengalami undervalued. Keputusan melakukan investasi di PT. Indosat akan lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan PT. Telkom.

(24)

5. Menurut Pratama et.al (2014) yang mfeneliti dengan metode Dividend Discount Model (DDM) dan Price Earning Ratio (PER) memperoleh hasil penelitian DDM: ADHI, BSDE, dan GMTD (Undervalued) ; JRPT, LPKR, MKPI, PTPP, dan PUDP (Overvalued) ; ASRI, CTRP, GPRA, SMRA, TOTL dan WIKA (Wajar). Metode PER: ADHI, BSDE, dan GMTD (Undervalued) ; JRPT, LPKR, MKPI, PTPP, dan TOTL (Overvalued) ; ASRI, CTRP, GPRA, PUDP, SMRA, dan WIKA (Wajar).

6. Menurut Patokina dan Kolari (1996) dengan menggunakan metode metode DCF dan P/E Ratio memperoleh hasil bahwa nilai dengan perhitungan DCF sebesar 35,280 million rubles dan P/E Ratio sebesar 18,785 thousand rubles menunjukan harga yang ditawarkan lebih rendah daripada perhitungan ini, sehingga Glinozem tidak layak untuk diprivatisasi.

7. Menurut Olweny (2011) dengan Metode yang dipilih Regresi Dividend Discount Model dan dari Laporan keuangan tahun 1995-1999 dari 18 Perusahaan perdagangan pada saham biasa yg terdaftar di NSE dan hasil penelitiannya adalah bahwa dari 18 perusahaan yang terdaftar di NSE, hanya tiga perusahaan yang menunjukkan perbedaan tidak sedikit. Hasil perbedaan itu dapat disebabkan antara lain oleh faktor pasar yang tidak efisien (NSE), faktor diskonto yang tidak tepat, adanya perbedaan informasi, pengukuran dan evaluasi masalah.

(25)

8. Menurut Gardner et. al (2012) dengan metode yang dipilih FCFE supernormal growth. Coca-Cola Corporation. Diperoleh hasil bahwa Nilai ekuitas coca cola sebesar USD 161,417 Milyar dan nilai pasar aktual adalah sebesar USD 150,185 Milyar pada tanggal 28 Desember 2010.

(26)

Discounted Cash Flow (DCF) Free Cash Flow To

Equity  Mendapatkan Nilai (Ebit - bunga-tax)+Depresiasi-Belanja Modal  Menghitung Cost of Equity dengan CAPM  Menghitung Growth  Menghitung nilai saham

saat ini (Ve)

 Menghitung nilai saham perlembar (Vo)

Relative Valuation

PE

 Mendapatkan nilai Net Income dan Dividen  Menghitung Cost of Equity dengan CAPM  Menghitung Growth  Mendapatkan harga

saham saat ini (Po) Dividend

Discount Model (DDM) Gordon Growth Model  Mendapatkan nilai Net

Income dan Dividen  Menghitung Cost of Equitydengan CAPM  Menghitung Growth  Mendiscontokan Dividen  Mendapatkan harga saham (Po)

Harga Wajar Saham Overvalued atau Undervalued Harga Intrinsik

Apakah harga saham PT Acset Indonusa tbk sebesar 3,250 overvalued atau undervalued dibandingkan dengan harga intrinsiknya

FENOMENA

1) 200.000.000 saham (40%) PT. Acset Indonusa Tbk yang dimiliki oleh PT Cross Plus Indonesia dan PT Loka Cipta Kreasi pada PT. Acset Indonusa Tbk dijual kepada PT Karya Supra Perkasa dengan harga Rp.3.250 per lembar pada tanggal 5 Januari 2015

Analisis Laporan Keuangan (Proyeksi FCFE dan dividen dimasa datang

dengan asumsi pertumbuhan konstan)

DATA PERUSAHAAN Laporan Keuangan PT Acset Indonusa periode 2010 – 2012 (pada Prospektus), Laporan Keuangan periode 2013 dan 2014 yang terdiri dari Neraca dan Laporan Rugi Laba. MARKET VALUE per 05 Januari 2015 ACST = Rp. 3.700,- (yahoo finance) 3.5 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan graphene oxide terhadap resin komposit berbasis filler zirkonia diharapkan dapat menjadikan resin komposit memiliki sifat antibakteri sehingga membantu pencegahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi sosial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah pengrajin pada industri gerabah Desa Gampangsejati Kecamatan

&#34;Peningkatan Kualitas Fisika Tanah Guna Efisiensi Air Melalui Pengkayaan Media Tanam Dengan Kompos Plus Pada Budidaya Tanaman Jagung Manis&#34;, AGROSAINSTEK: Jurnal Ilmu

Pasien dapat memilih dokter yang akan diberikan hak akses untuk mengambil data rekam medis pasien dari pusat informasi medis, mencatat data rekam medis pasien

Fakultas Sains &amp; Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 29 Januari 2013 Dokumen Mochamad Agung Tarecha..

Konsep pelaksanaan training kami berbeda dengan layanan training lain pada umumnya karena lokasi Training Center kami disatukan dengan tempat menginap peserta dalam sebuah

Mampu mengikuti kegiatan belajar dari awal hingga akhir pembelajaran, dari tingkat awal hingga tingkat akhir selama 1 tahun dan magang selama 6 bulan.

Berpengalaman lebih dari 10 tahun dalam bidang IT sebagai Technical Trainer dan Course Developer pada berbagai institusi dan perusahaan di Indonesia termasuk beberapa negara