• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK Spodoptera litura F.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK Spodoptera litura F."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

115 PENGARUH EKSTRAK RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus L.)

TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK Spodoptera litura F.

Effects of Rhizome Extract of Sweet Flag (Acorus calamus L.) on mortality of Grayak Caterpillar Spodoptera litura F.

Hasnah, Husni, dan Ade Fardhisa

Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh

ABSTRACT

The purpose of this study was to obtain an effective concentration of the extract of sweet flag rhizome in controlling S. litura. This research was conducted at Laboratory of Plant Pests and Diseases, Agriculture Faculty, Syiah Kuala University, Banda Aceh. This research used a Completely Randomized Design (CRD) non-factorial, with six levels of extract concentrations, that is 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, and 15%. Each treatment was repeated four times. The variables measured were mortality of larvae, percentage of formed pupae, percentage of emerging imago, and life length of imago. The results showed that application of the sweet flag rhizome extract affected mortality of larvae, formed pupae, emerging imago, and life length of imago S. litura. Use of sweet flag rhizome extract with a concentration of 3% was effective in controlling S. litura. Application of sweet flag rhizome extract with a concentration of 3% resulted in larval mortality up to 57.50%, formation of pupa only 20%, emerging imago 5%, and average life length of imago S. litura 1.25 days.

Keywords: sweet flag, rhizome extract, Spodoptera litura

PENDAHULUAN

Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) merupakan salah satu hama serangga yang potensial menyerang tanaman pala-wija dan sayuran di Indonesia (Samsudin, 2008). S. litura bersifat polifag dan menyerang lebih dari 112 spesies tanaman, antara lain temba-kau, kedelai, sawi, kubis, kacang tanah, kentang, cabai, bawang merah, dan tanaman sayuran lainnya (Kalshoven, 1981).

Hama ini sering mengakibat-kan penurunan produksi bahmengakibat-kan kegagalan panen karena menyebab-kan daun dan buah sayuran menjadi

sobek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan habis (Samsudin, 2008).

Ledakan populasi hama ini beriringan dengan adanya perubahan iklim, terutama periode kering yang diikuti curah hujan dan kelembaban tinggi yang disertai oleh tersedianya makanan melimpah. Ledakan popu-lasi biasanya didahului oleh kondisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan parasitoid dan predator (Pabbage et al., 2007).

Pengendalikan hama ini telah ditempuh dengan berbagai cara, baik secara kultur teknis, mekanis,

(2)

116

biologis maupun dengan insektisida sintetik. Usaha pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik lebih sering dilakukan oleh petani daripada usaha-usaha pengendalian lainnya. Meningkatnya penggunaan insektisida sintetik dalam pengelola-an hama ini menambah permasalahpengelola-an dan dampak negatif yang ditimbul-kan oleh bahan kimia tersebut terhadap kelestarian lingkungan biotik dan abiotik (Oka, 1995).

Sulistiyono (2004) menyebut-kan bahwa penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani hortikultura pada umumnya tidak lagi mengindahkan aturan dosis atau konsentrasi yang dianjurkan. Penggunaan pestisida sintetik telah menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Dampak ekologis yang ditimbulkan diantaranya adalah timbulnya resurgensi hama, ledakan hama sekunder, matinya musuh alami dan timbulnya resistensi hama utama.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 Pasal 3 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT), selanjutnya dalam Pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran, namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu golongan

insektisida yang memenuhi

persyaratan tersebut adalah insektisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau lebih dikenal dengan insektisida nabati (Martono et al., 2004).

Salah satu tanaman yang mengandung insektisida nabati adalah jeringau. Jeringau (Acorus calamus L.) termasuk dalam golongan rempah-rempah yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini mengandung minyak atsiri yang disebut sebagai minyak kalamus atau calamus oil (Rismunandar, 1966 dalam Rustini, 2010).

Tanaman jeringau mengan-dung bahan kimia aktif pada bagian rimpang yang dikenal sebagai minyak atsiri (Rismunandar, 1988 dalam Simanjorang, 2008). Kompo-sisi minyak atsiri rimpang jeringau terdiri dari 82% asaron, 5%

kalamenol, 4% kalamin, 1%

kalameon, 1% metileugenol, dan 0,3% eugenol (Duke, 1992 dalam Sasongko & Asmara, 2002).

Asarone sebagai komponen utama penyusun minyak atsiri terdiri dari 67 hidrokarbon, 35 senyawa karbonil, 56 alkohol, 8 fenol, dan 2 furan (Mazza, 1985 dalam Motley, 1994).

Minyak atsiri dari jeringau berperan sebagai racun perut, racun kontak, anti-feedant, repellent (Hasan et al., 2006), dan pencegahan oviposisi (Anwar, 2009). Menurut Pandey et al. (2005) rimpang jeringau mengandung kadar insekti-sidal cukup tinggi yang dapat menyebabkan kematian pada S. litura.

Pemanfaatan minyak atsiri rimpang jeringau dalam mengendali-kan larva S. litura telah dilakumengendali-kan

oleh Farida (2008) dengan

konsentrasi 2,5 %, 5 %, 10 %, 15 % dan 20 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LC50 terdapat pada 48 JSP, yaitu sebesar 7,06 %, sedangkan pada LT50 terdapat pada konsentrasi 20 % yaitu sebesar 28,41 jam. Selanjutnya hasil penelitian Pandey et al. (2005) menunjukkan

(3)

117

bahwa pada konsentrasi 2,0% ekstrak rimpang jeringau dalam mengendali-kan larva S. litura mengakibatmengendali-kan kematian 50%, 63%, dan 80% pada 24 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah perlakuan.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak rimpang jeringau terhadap mortalitas S. litura.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi yang efektif dari ekstrak rimpang jeringau dalam mengendalikan S. litura.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Hama Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva S. litura instar II, ekstrak rimpang jeringau, aquades, metanol, deterjen, daun sawi, larutan madu 10%, kain kasa, kapas, kertas merang, kertas whatman no. 1, serbuk gergaji, benang, karet, dan kertas label.

Alat yang digunakan adalah kotak pemeliharaan serangga, toples, rotary evaporator, corong burman, gunting, gelas ukur, spit suntik, kuas, batang pengaduk, dan petridish.

Pelaksanaan Penelitian Pembiakan Serangga Uji

Pembiakan serangga uji dilakukan dengan mengumpulkan larva S. litura dari lapangan kemudian dipelihara di Laboratorium

Hama Tumbuhan dengan

menggunakan kotak pemeliharaan. Makanan yang diberikan untuk pemeliharaan larva ini adalah daun sawi segar yang diganti setiap hari.

Saat larva akan memasuki stadia

pupa yang ditandai dengan

berkurangnya aktivitas makan dan gerak, maka larva-larva tersebut dipindahkan ke dalam stoples yang telah diisi dengan serbuk gergaji.

Imago diberikan larutan madu 10% sebagai makanan yang diganti setiap hari. Imago dibiarkan berko-pulasi dan meletakkan telur pada kain kasa ataupun pada dinding stoples. Telur-telur tersebut dipin-dahkan ke dalam petridish untuk penetasan larva, kemudian larva dipindahkan lagi ke dalam kotak pemeliharaan yang diisi dengan daun sawi segar sebagai makanan larva. Larva-larva terus dipelihara dengan diberikan makanan daun sawi segar sehingga memasuki instar II.

Pembuatan Ekstrak Rimpang Jeringau

Proses pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA Unsyiah dengan metode yang sudah dibakukan oleh laboratorium tersebut. Rimpang jeringau sebanyak 2 kg dicuci dengan menggunakan air bersih, kemudian dipotong kecil-kecil/dirajang lalu dikeringanginkan. Rajangan rim-pang jeringau dimaserasi dengan metanol selama 3 hari sehingga berbentuk ekstrak, lalu disaring dengan corong burman yang dialasi

dengan menggunakan kertas

whatman no 1. Filtrat hasil saringan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada tekanan sekitar 400 – 500 mm Hg dengan suhu 500C selama 1 hari yang menghasilkan fraksi kasar berupa gel. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari es sampai saat digunakan.

(4)

118

Aplikasi Ekstrak Rimpang Jeringau

Sebelum diaplikasi, ekstrak jeringau diencerkan terlebih dahulu dengan cara mengambil ekstrak yang berbentuk gel (fraksi kasar) seberat 1 g yang dilarutkan dengan metanol sebanyak 2 ml lalu ditambah 8 ml aquades dan 0,1 gram deterjen kemudian diaduk sampai homogen. Larutan tersebut diencerkan lagi sesuai dengan konsentrasi masing-masing perlakuan.

Metode aplikasi ekstrak dilakukan dengan metode kontami-nasi pakan. Metode kontamikontami-nasi pakan yaitu dengan cara men-celupkan daun sawi yang berukuran 5 x 5 cm ke dalam ekstrak rimpang jeringau selama 2 detik dan lalu dikeringanginkan selama 5 detik. Kemudian daun sawi dimasukkan ke dalam stoples pemeliharaan sebanyak

5 lembar yang sudah diberikan kertas merang. Masing-masing toples diinfestasi 10 larva S. litura instar II. Perkembangan S. litura ini diamati setiap hari dan setelah 24 jam setelah aplikasi daun sawi yang diberi perlakuan ekstrak rimpang jeringau diganti dengan daun sawi segar sampai menjelang pupa.

Rancangan yang digunakan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 6 taraf perlakuan yaitu 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, dan 15%. Tiap perlakuan diulangi sebanyak 4 ulangan sehingga jumlah unit percobaan sebanyak 24 unit percobaan. Adapun susunan perlakuan yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Susunan perlakuan

Konsentrasi ml ekstrak / ml aquades

J0 (0%) 100 ml aquades J1 (3%) 3 ml ekstrak + 97 ml aquades J2 (6%) 6 ml ekstrak + 94 ml aquades J3 (9%) 9 ml ekstrak + 91 ml aquades Js (12%) 12 ml ekstrak + 88 ml aquades J5 (15%) 15 ml ekstrak + 85 ml aquades

Peubah yang Diamati

Mortalitas Larva S. litura (%)

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati sejak satu hari setelah aplikasi sampai semua larva menjadi pupa. Mortalitas larva dihitung dengan menggunakan rumus Abbot (1925) dalam Prijono (1999) yaitu:

P0 = x 100% Keterangan :

P0 : Mortalitas larva

r : Jumlah larva yang mati n : Jumlah larva seluruhnya

Pupa yang Terbentuk (%)

Pupa yang terbentuk dihitung sejak larva membentuk stadia pupa. Persentase pupa dapat dihitung dengan rumus :

Imago yang Muncul (%)

Imago yang muncul dihitung sejak imago keluar dari pupa. Persentase imago dapat dihitung dengan rumus :

(5)

119 Lama Hidup Imago (Hari)

Lama hidup imago dihitung mulai dari imago keluar dari pupa hingga imago mati.

Analisis Data

Seluruh hasil pengamatan setiap peubah dianalisis dengan sidik ragam, data yang nilai F hitungnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 0,05 (Gomez & Gomez, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas Larva S. litura

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak rimpang jeringau pada berbagai tingkat konsentrasi berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas larva S. litura), sedangkan rata-rata mortalitas S. litura setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Rata-rata mortalitas larva S. Litura akibat aplikasi ekstrak rimpang jeringau pada pengamatan 1, 2, 3, 4 dan 5

Perlakuan Mortalitas

1 HSA 2 HSA 3 HSA 4 HSA 5 HSA

J 0 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a J 1 12,50 b 32,50 b 45,00 b 55,00 b 57,50 b J 2 22,50 c 52,50 c 67,50 c 70,00 c 80,00 c J 3 32,50 d 70,00 d 87,50 d 92,50 d 97,50 d J 4 37,50 d 80,00 e 100,00 e 100,00 e 100,00 d J 5 50,00 e 100,00 f 100,00 e 100,00 e 100,00 d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (uji BNT). ). Data ditransformasi dengan Arc Sin

Secara umum pada Tabel 2 larva S. litura berbeda nyata antar perlakuan akibat aplikasi ekstrak rimpang jeringau mulai dari 1 - 5 hari setelah aplikasi. Pada konsentrasi 3% ekstrak rimpang jeringau rata-rata mortalitas dari larva S. litura mencapai 57,5%. Hal ini sesuai dengan pendapat Pandey et al. (2005) yang menyatakan bahwa rimpang jeringau mengandung kadar insektisidal cukup tinggi yang dapat menyebabkan kematian pada S. litura. Pada konsentrasi 2% ekstrak rimpang jeringau dapat mematikan 50% larva S. litura pada 24 jam setelah aplikasi. Hal ini terjadi karena senyawa aktif minyak atsiri dari rimpang jeringau terutama β-asarone sangat berperan dalam meningkatnya mortalitas larva.

β-asarone merupakan senyawa yang dapat bersifat insektisida, terutama berperan sebagai racun kontak yang masuk melalui kulit (integumen) serangga sehingga terganggu sistem saraf serangga, juga berperan sebagai racun perut yang masuk melalui alat mulut. Senyawa kimia tersebut merusak dinding usus sehingga masuk ke sistem pencernaan sehingga menimbulkan kematian pada serangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasan et al. (2006) bahwa ekstrak minyak jeringau berperan sebagai racun perut dan racun kontak.

Melanie (2004) dalam

Chalista (2010) menyatakan bahwa aktivitas makan hama serangga berkurang atau terhenti terjadi akibat masuknya senyawa kimia tertentu

(6)

120

yang menstimulasi kemoreseptor untuk dilanjutkan ke sistem saraf serangga. Selanjutnya, senyawa kimia tersebut dapat merusak jaringan tertentu seperti rusaknya organ pencernaan.

Hasil pengamatan secara visual, larva yang diperlakukan dengan ekstrak rimpang jeringau menunjukkan gejala keracunan berupa aktivitas bergeraknya berkurang (lemah), terlihat tidak sehat bila dibandingkan dengan larva

kontrol, warna berubah menjadi coklat kehitaman dan akhirnya mati.

Pupa S. litura yang Terbentuk

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa konsentrasi

ekstrak rimpang jeringau

berpengaruh sangat nyata terhadap persentase pupa S. litura yang terbentuk. Rata-rata persentase pupa S. litura yang terbentuk setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau dapat dilihat pada Tael 3 berikut ini. Tabel 3. Rata-rata persentase pupa S. litura yang terbentuk setelah aplikasi ekstrak

rimpang jeringau.

Perlakuan Persentase pupa S. litura

J 0 100,00 d J 1 20,00 c J 2 5,00 b J 3 0,00 a J 4 0,00 a J 5 0,00 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (uji BNT). Data ditransformasi denganArc Sin

Secara umum Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa persentase pupa S. litura yang terbentuk berbeda nyata antar perlakuan akibat aplikasi ekstrak rimpang jeringau. Rata-rata persentase pupa S. litura yang terbentuk tertinggi dijumpai pada kontrol, yaitu mencapai 100%, hal ini disebabkan karena pada kontrol tidak diaplikasikan insektisida nabati. Pada perlakuan yang diaplikasikan ekstrak rimpang jeringau, rata-rata persentase pupa yang terbentuk tertinggi pada konsentrasi 3% mencapai 20% sedangkan terendah pada konsentrasi 6% yaitu 5% karena jumlah larva yang hidup pada perlakuan ini tinggal 20%. Pada konsentrasi 9, 12, dan 15% tidak ada pupa S. litura yang terbentuk karena larva uji sudah mati. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan hama serangga sangat dipengaruhi oleh kualitas dan

kuantitas makanan yang dikonsumsi pada stadia larva. Larva S. litura yang memakan pakan yang telah terkontaminasi racun maka akan terganggu sistem pencernaan dalam tubuhnya. Salah satu akibatnya adalah makin sedikit pakan yang

dikonsumsi. Sesuai dengan

pernyataan Harnoto et al. (2000) dalam Lestari et al. (2005) bahwa rendahnya pupa yang dihasilkan kemungkinan disebabkan karena pakan yang dikonsumsi oleh larva makin sedikit sehingga proses perubahan dari prapupa ke pupa tidak berjalan sempurna bahkan gagal membentuk pupa.

Pada konsentrasi 3% ekstrak rimpang jeringau sudah mampu menghambat perkembangan pupa. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi rendah sudah mampu meracuni larva, yang menyebabkan larva gagal membentuk pupa (pupa

(7)

121

yang terbentuk menjadi abnormal). Seperti yang dikemukakan Priyono (1988) dalam Herminanto et al. (2004) bahwa serangga yang terkena insektisida dalam konsentrasi subletal (tidak mematikan) dapat mengalami perubahan fisiologis dan

perilaku, sehingga dapat

menghambat pertumbuhan termasuk gagalnya pupasi.

Hasil pengamatan secara visual terlihat bahwa larva yang gagal memasuki stadia pupa memiliki bentuk pupa yang abnormal dan berwarna coklat kehitaman,

sedangkan pada kontrol memiliki pupa yang normal dan berwarna coklat mengkilap.

Imago S. litura yang Muncul

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa akibat aplikasi ekstrak rimpang jeringau pada berbagai konsentrasi berpengaruh sangat nyata terhadap persentase imago S. litura yang muncul. Rata-rata persentase imago S. litura yang muncul dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Rata-rata persentase imago S. litura yang muncul setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau

Perlakuan Persentase pupa S. litura

J 0 95,00 b J 1 5,00 a J 2 0,00 a J 3 0,00 a J 4 0,00 a J 5 0,00 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (uji BNT). Data ditransformasi dengan Arc Sin

Secara umum Tabel 4

memperlihatkan bahwa rata-rata persentase imago S. litura yang muncul tidak berbeda nyata antar perlakuan yang diaplikasikan ekstrak rimpang jeringau, tetapi berbeda nyata dengan kontrol. Pada kontrol, rata-rata persentase imago S. litura yang muncul mencapai 95%, hal ini disebabkan perkembangan dan pertumbuhan serangga berjalan secara normal karena tidak diperlakukan dengan ekstrak rimpang jeringau. Persentase imago yang mucul pada konsentrasi 3% tidak berbeda nyata dengan 6%, 9%, 12%, dan 15%. Hal ini ada kaitan dengan peubah sebelumnya, yaitu persentase pupa yang terbentuk, dimana mulai dari 9% sampai 15% sudah tidak ada lagi pupa yang terbentuk. Hal ini menyebabkan berpengaruh terhadap

persentase imago S. litura yang muncul pada perlakuan tersebut.

Ekstrak rimpang jeringau bersifat racun perut antara lain mengakibatkan pengurangan laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas larva, ketidakberhasilan larva men-jadi pupa serta ketidakberhasilan imago keluar dari pupa. Sesuai dengan pendapat Untung (2006) bahwa senyawa antibiotis berpenga-ruh buruk terhadap fisiologis serangga hama, baik bersifat sementara ataupun tetap. Gejala yang ditimbulkannnya adalah kematian larva, pengurangan laju pertumbuh-an, peningkatan mortalitas pupa, ketidakberhasilan imago keluar dari pupa, dan imago tidak normal.

Secara visual terlihat adanya imago yang muncul setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau dalam

(8)

122

keadaan abnormal seperti pemben-tukan sayap yang tidak sempurna.

Lama Hidup Imago S. litura

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa akibat aplikasi

ekstrak rimpang jeringau pada berbagai konsentrasi berpengaruh sangat nyata terhadap lama hidup imago S. litura. Rata-rata lama hidup imago S. litura dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Rata-rata lama hidup imago S. litura yang muncul setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau

Perlakuan Lama hidup imago S. litura

J 0 10,00 c J 1 1,25 b J 2 0,00 a J 3 0,00 a J 4 0,00 a J 5 0,00 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (uji BNT). Data ditransformasi dengan Arc Sin

Secara umum Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa rata-rata lama hidup imago S. litura berbeda nyata antara perlakuan dengan kontrol setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau. Rata-rata lama hidup imago S. litura pada kontrol mencapai 10 hari karena perkem-bangannya berjalan secara normal, sedangkan pada perlakuan yang lain, yaitu 6% sampai 15% sudah tidak ada lagi imago yang muncul. Hal ini ada kaitanannya dengan pengamatan peubah persentase imago yang muncul sebelumnya. Minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang jeringau terutama β-asarone sangat mempengaruhi siklus hidup hama serangga. Sesuai dengan pendapat Untung (2006) bahwa senyawa antibiotis berpengaruh buruk terhadap fisiologis serangga hama, baik bersifat sementara ataupun tetap. Gejala yang ditimbulkannnya adalah fekunditas dan fertilitas rendah serta masa hidup serangga

berkurang karena kegagalan

mengumpulkan cadangan makanan. Berdasarkan hasil penga-matan seluruh peubah meliputi mortalitas S. litura, persentase pupa

yang terbentuk, persentase imago yang muncul serta lama hidup imago dapat dikatakan bahwa, penggunaan ekstrak rimpang jeringau pada konsentrasi 3% sudah bisa dikatakan efektif untuk mengendalikan hama ini di laboratorium. Mortalitas larva S. litura mencapai 12,50% sudah terjadi satu hari setelah aplikasi ekstrak rimpang jeringau dengan konsentrasi 3%, sedangkan pada

konsentrasi 6% sampai 15%

mortalitas mencapai 22,50% sampai 50%. Tingginya angka mortalitas mempengaruhi persentase pemben-tukan pupa, persentase imago yang muncul serta lama hidup imago S. litura.

SIMPULAN

1. Aplikasi ekstrak rimpang jeringau berpengaruh terhadap mortalitas larva, pupa yang terbentuk, imago yang muncul, dan lama hidup imago S. litura. 2. Penggunaan ekstrak rimpang

jeringau dengan konsentrasi 3%

sudah efektif untuk

(9)

123

3. Aplikasi ekstrak rimpang jeringau dengan konsentrasi 3% mengakibatkan mortalitas larva mencapai 57,50%, persentase pembentukan pupa hanya 20%, persentase imago yang muncul 5%, dan rata-rata lama hidup imago S. litura 1,25 hari

DAFTAR PUSTAKA

Chalista, V., 2010. Uji toksisitas potensi insektisida nabati

ekstrak kulit batang

Rhizophora mucronata

terhadap larva Spodoptera litura [Skripsi]. Jurusan

Biologi FMIPA Institut

Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Farida, I. N. 2008. Efektivitas

ekstrak rimpang dringo

(Acorus calamus L.) terhadap mortalitas larva Spodoptera litura F. [Skripsi]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jember.

Gomez, K.A. & A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Alih Bahasa E. Sjamuddin & J. S. Barsjah). Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hasan, M.U., M. Sagheer, E. Ullah, F. Ahmad & W. Wakil. 2006. Insecticidal activity of different doses of Acorus calamus oil against Trogoderma granarium (everts). J. Agriculture Science 43 (1-2): 55-58.

Herminanto, Wirashi, & T. Sumarsono. 2004. Potensi ekstrak biji srikaya (Annona

squamosa L.) untuk

mengendalikan ulat krop kubis Crocidolomia pavonana F. J. Agrosains 6 (1): 31-35.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. (Revised by P.A. Van der Laan). Ichtiar Baru, Jakarta.

Koul, O., M. J. Smirle, M. B. Isman & Y. S. Szeto. 1990. Synergism of a natural insect growth inhibitor is mediated by bioactivation. J. Experientia 46 (10):1082-1084.

Lestari, M.S., E. Martono, & Y.A. Trisyono. 2005. Bioaktivitas ekstrak daun zodia Euodia suaveolens terhadap hama Crocidolomia binotalis. J. Agrosains 18(4): 435-446. Martono, B., E. Hadipoentyanti, &

L. Udarno. 2004. Plasma nutfah dan insektisida nabati. Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat. J.

Perkembangan Teknologi TRO 16 (1): 43-59.

Marwoto & Suharsono. 2008.

Strategi dan komponen

teknologi pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan

dan Umbi-umbian. J. Litbang Pertanian 27 (4): 131-136. Motley, T.J. 1994. The ethnobotany

of sweet flag, Acorus calamus (araceae). J. Economic Botany 48 (4): 397-412.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pabbage, M.S., A.M. Adnan & N.

Nonci. 2007. Pengelolaan hama prapanen jagung. Hal 274 – 304 Dalam Jagung:

Teknik Produksi dan

Pengembangan. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Bogor.

(10)

124

Pandey, U. K., V. Pandey & P. Singh. 2005. Response of some plants origin insecticides against S. litura (Tobacco caterpillar) infesting some food plants. 91 – 93. In Environment and Toxicology (Kumar, A. ed) A.P.H. Publishing Corporation. New Delhi.

Prijono, D. 1999. Prospek dan

strategi pemanfaatan

insektisida alami. Hal 1-7 Dalam Bahan Pelatihan

Pengembangan dan

Pemanfaatan Insektisida

Alami. Dadang, B.W.

Nugroho, & D. Prijono (Penyunting). Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 9-13 Agustus 1999. Rustini, N.L. 2010. Aktivitas

antijamur minyak atsiri

rimpang dringo (Acorus

calamus L.) terhadap jamur Botrydiplodia theobromae penyebab busuk buah pisang. J. Kimia 4 (2): 173-179.

Samsudin. 2008. Virus patogen serangga: bio-insektisida

ramah lingkungan.

http://www.pertaniansehat.or.id /?pilih=news&mod=yes&aksi= lihat&id=19 [Diakses tanggal 01 Mei 2011].

Sasongko, H. & W. Asmara. 2002. Pengaruh minyak atsiri dlingo (Acorus calamus) terhadap profil protein bakteri gram-positif dan gram-negatif. Dalam J.Teknosains 15 (3): 527-543.

Simanjorang, J. 2008. Efektivitas rimpang jeringau (Acorus calamus L.) dalam membunuh

nyamuk Aedes aegypti

[Skripsi]. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Sulistiyono, L. 2004. Dilema penggunaan pestisida dalam sistem pertanian tanaman hortikultura di Indonesia. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tariq, R.M., S.N. Naqvi, M.I. Choudhary & A. Abbas. 2010.

Importance and

implementation of essential oil of Pakistanian Acorus calamus Linn., as a biopesticide. J. Botany 42(3): 2043-2050. Untung, K. 2006. Pengantar

pengelolaan hama terpadu Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 3. Rata-rata persentase pupa S. litura yang terbentuk setelah aplikasi ekstrak   rimpang jeringau
Tabel 4. Rata-rata persentase imago S. litura yang muncul setelah aplikasi ekstrak   rimpang jeringau
Tabel 5. Rata-rata lama hidup imago S. litura yang muncul setelah aplikasi ekstrak  rimpang jeringau

Referensi

Dokumen terkait

Perspektif keuangan dalam balanced scorecard bertujuan untuk mengukur kesuksesan akhir perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menunjukkan apakah perencanaa,

Berdasarkan hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa pada siklus I, dapat diketahui bahwa kemampuan metakognitif siswa yang masih kurang

Ekspor merupakan upaya dalam menjalankan penjualan komoditas yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan mengharapkan

Dengan perhitungan tabel di atas, harga jual yang ditetapkan perusahaan PT.Fortuna Inti Alam adalah 54.000, dan harga pesanan khusus dari perusahaan adalah

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dampak pembangunan jalan tol Trans Sumatera terhadap sosial ekonomi masyarakat Desa Kalisari, Kecamatan

“Jenis-Jenis Lead dan Gaya Bahasa Dalam Feature Biografi Pada Harian Kompas Terbitan Bulan Januari Tahun 2007” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).Dengan demikian

Di Pragaan Daya ini juga ada sebuah keyakinan dalam diri masyarakatnya tentang rezeki bahwa apapun yang mereka peroleh dengan cara mengemis merupakan bentuk

“Peningkatan Motivasi dan Keterampilan Proses Belajar Matematika pada Materi Garis dan Sudut Melalui Pembelajaran Student Teams Achievement Divisians (STAD) Pada Siswa Kelas