BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perancangan Alat
4.1.1 Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras yang berhasil dibuat dalam penelitian ini adalah alat oksimeter berbasis mikrokontroller ATMega16 dilengkapi dengan sistem alarm sebagai penanda jika kondisi kadar oksigen darah pasien mengalami penurunan sampai tingkat tidak normal. Perangkat keras ini terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaianminimum sistemATMega16, rangkaian modul LCD, rangkaian buzzer, rangkaian amplifier dan rangkaian sample and hold.
4.1.1.1 Rangkaian Catu Daya
Pada rangkaian ampilfier menggunakan IC LF353 yang membutuhkan supply tegangan catu daya (V) yang simetris yaitu tegangan positif (V+) dan tegangan negatif (V-) terhadap ground, sehingga diperlukan rangkaian catu daya dual-tegangan. Rangkaian yang telah dibuat mampu menghasilkan tegangan keluaran stabil +4,96 V dan -5,06 V. Pada rangkaian catu daya menggunakan trafo 2 A yang berfungsi untuk menurunkan tegangan PLN 220V menjadi 12 V. Akan tetapi arus yang dihasilkan masih arus AC sehingga digunakan dioda untuk mengubah arus AC menjadi arus DC. IC 7805 yang berfungsi untuk menstabilkan tegangan yang keluar menjadi +5 V, dan IC 7905 yang berfungsi untuk
menstabilkan tegangan keluaran menjadi -5 V. Hasil pembuatan rangkaian catu daya ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Rakitan Elektronik Catu Daya
4.1.2.2 Rangkaian Sample and Hold
Rangkaian Sample and Hold digunakan sebagai switch dua sinyal tegangan yang masuk dari rangkaian amplifier. Rangkaian sample and hold terdiri dari empat komponen utama, yaitu input buffer amplifier, komponen penyimpan energi berupa hold capacitor, output buffer amplifier, dan rangkaian switching, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Jika kontrol pada A adalah low maka switch akan terbuka, dan jika kondisi gerbang A sedang high maka switch akan tertutup. Fungsi input pada IC LF353 adalah buffer untuk memastikan pengisian cepat kapasitor melalui CD4066 dari resistansi 100k. Ketika gerbang A mendapat tegangan high maka muatan akan disimpan di kapasitor sehingga tegangan tetap stabil dalam penyimpanan. Dan ketika gerbang A sedang low maka akan terjadi pengurangan pada kapasitor yang sangat lambat. Sehingga didapatkan
dua sinyal yang akan diteruskan menuju port ADC pada rangkaian minimum system.
Gambar 4.2 Rakitan Elektronik Sample and Hold
Keterangan : 1. IC CD4066
2. Pin CTRL1 dan CTRL2 3. IC LF353
4. Pin input dan output 5. Pin catu daya
4.1.2.3 Rangkaian Amplifier Cascade
Pada rangkaian ini digunakan penguatan tipe bertingkat (Amplifier Cascade). Agar dapat bekerja dengan baik, digunakan IC LF353 yang kecepatan pengolahan sinyal tinggi (high speed) dan memiliki dua gerbang penguat. IC LF353 memerlukan tegangan catu (Vdc) yang simetris yaitu tegangan positif (+V) dan tegangan negatif (-V) terhadap tanah (ground). Penggunaan penguatan
bertingkat agar didapatkan penguatan yang cukup sekaligus memisahkan antara sinyal AC dengan sinyal DC dimana pada penguat ketiga, dikopling dengan kapasitor karena kapasitor akan memblok sinyal DC dan hanya melewatkan sinyal AC saja. Sedangkan pada penguat kedua, dikopling dengan diode germanium dengan tegangan ideal 0,3V agar hanya sinyal DC saja yang dikeluarkan. Penguat kaskade ini menggunakan jenis penguat non-inverting sehingga sinyal keluarannya masih sefase dengan sinyal masukannya. Setelah dilakukan pengukuran, besar nilai output fotodetektor sebesar 0,36 V sehingga perlu dikuatkan delapan kali. Pengutan output ini dirasa sudah cukup untuk memenuhi syarat pembacaan range ADC pada port A mikrokontroler (0-5V)
Gambar 4.3 Rakitan Elektronik Amplifier Cascade
Keterangan :
1. Dioda Germanium 2. IC Op-amp LF353
3. Pin Supply (V+ ,V-, Ground) 4. Pin input dan output
4.1.2.4 Rangkaian Modul LCD
Pada penelitian ini digunakan LCD karakter 2x16, kaki-kakinya berjumlah 16 pin, dilengkapi dioda 1N4002 untuk menyearahkan tegangan masukan 5 V, serta resistor variabel untuk memberi tegangan kontras pada matriks LCD sehingga nyala terang karakter pada tampilan bisa diatur. LCD digunakan untuk menampilkan kondisi level kadar oksigen darah (SpO2) sekaligus menampilkan
hasil pembacaan nilai ADC. Hasil rangkaian LCD dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.4 Rakitan Elektronik Modul LCD
4.1.2.5 Rangkaian Buzzer
Pada alat oksimeter, buzzer digunakan sebagai alarm penanda keadaan. Rangkaian buzzer dilengkapi dengan komponen transistor PNP BC557 yang berfungsi sebagai saklar. Penggunaan transistor sebagai saklar artinya mengoperasikan transistor pada salah satu kondisi yaitu saturasi atau cut off. Pada transistor PNP kondisi cut off adalah kondisi transistor dimana arus basis sama dengan nol (IB = 0) dan arus pada emitor (IE) sama dengan nol, sedangkan
pengertian saturasi pada transistor adalah kondisi transistor dimana arus basis adalah maksimal, arus emitor bernilai maksimal, dan tegangan emitor-kolektor adalah minimal. Jika basis diberi tegangan maka menyebabkan transistor dalam kondisi cut off dan terminal emitor-kolektor terputus seperti saklar terbuka, akibatnya arus tidak mengalir dari emitor ke kolektor karena arus pada basis sama dengan nol. Kondisi ini arus kolektor sama dengan nol.
Sebaliknya, jika terminal basis tidak diberi tegangan akan menyebabkan transistor dalam kondisi saturasi seolah-olah terminal emitor-kolektor terhubung singkat seperti halnya saklar tertutup, akibatnya arus akan mengalir dari emitor ke kolektor. Hasil rangkaian buzzer dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Rakitan Elektronik Driver Buzzer
4.1.2.6 Rangkaian Minimum Sistem AVR ATMega16
Rangkaian minimum sistem AVR ATMega16 yang telah dirancang ini telah mampu mengolah data yang didapatkan dari output sensor yang sebeumnya dikuatkan. Rangkaian ini berfungsi sebagai pengatur untuk masing-masing rangkaian penyusun oximeter seperti switch timer driver LED, LCD, buzzer,
sample and hold. Rangkaian minimum sistem oximeter ditunjukkan pada Gambar 4.6
Gambar 4.6 Rakitan Elektronik Minimum Sistem
Keterangan :
1. Port C digunakan sebagai setting timer.
2. Port A digunakan sebagai kanal input ADC (Analog Digital Converter) 3. Port ISP digunakan untuk memasukkan program (download) ke dalam
mikrokontroller ATMega16. 4. Port B dihubungkan ke LCD
5. Port D digunakan untuk mengaktifkan rangkaian buzzer. 6. Pin yang berfungsi sebagai catu daya 5V dan ground.
4.1.2.7 Rangkaian Driver Sensor
Rangkaian ini terdiri dari dua LED yaitu LED sinar tampak dan infrared yang dipasang secara berdampingan. LED infrared diletakkan lebih dekat dengan
ujung jari dan LED visible diletakkan di tengan jari telunjuk. Sumber cahaya transimisi diletakkan di superficial kulit bawah kuku. Sedangkan fototransistor TEMT6000 diletakkan di atas kuku. Dua pin input (merah dan inframerah) pada sensor dihubungkan langsung dengan pin timer pada mikrokontroler.
Gambar 4.7 Rakitan Elektronik LED
4.1.3 Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak (software) berupa program oksimeter yang ditulis dengan bahasa C melalui CodeVisionAVR. Selanjutnya dilakukan pengisian ke IC mikrokontroler melalui downloaderISP Innovative Learning DTHQ yang menggunakan downloader USB dengan kabel USB. Software yang telah dibuat pada CodeVisionAVR sebelumnya dilakukan compile terlebih dahulu untuk mengetahui apakah pada program masih terdapat error atau tidak. Gambar 4.12 merupakan tampilan proses compile pada software CodeVisionAVR.
Gambar 4.8 Proses compile program pada CodeVisionAVR
Proses compile program tidak terdapat error, maka program bisa diprogram ke dalam mikrokontroler. Selanjutnya untuk proses download program ke mikrokontroler digunakan software atmel STK500/AVRISP. Caranya adalah fitur setting kemudian pilih programmer kemudian pilih STK500/AVRISP. Hal ini dilakukan program dapat dimasukkan ke IC yang sesuai dengan downloadernya.
Perangkat lunak (software) yang telah berhasil dibuat pada penelitian ini meliputi pembacaan ADC , kontrol buzzer dan program tampilan LCD.
4.1.3.1 Program Pembacaan ADC
Program pembacaan nilai ADC digunakan untuk membaca nilai input pada variabel tegangan analaog yang akan dikonversikan ke data digital agar bisa ditampilkan pada layar LCD. Adapun listing programnya adalah sebagai berikut.
void baca_adc() {
//===========ADC Sample LED=========// temp=read_adc(0); vx=temp*50; //vy=vx/1024; vy=temp/2; pul=(vy/100)%10; sat=(vy/10)%10; kom=vy%10; lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("LED:");
//sprintf(lcd_buffer,"%d%d,%d",pul,sat,kom);
sprintf(lcd_buffer,"%d",vy);
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(lcd_buffer);
delay_ms(300);
//===========ADC Sample IR==========//
tempa=read_adc(1); vin=tempa*50; //v=vin/1024; v=tempa/20; pul1=(v/100)%10; sat1=(v/10)%10; kom1=v%10; lcd_gotoxy(5,0); lcd_putsf("IR:"); //sprintf(lcd_buffer2,"%d%d,%d",pul1,sat1,kom1); sprintf(lcd_buffer2,"%d",v);
lcd_gotoxy(5,1);
lcd_puts(lcd_buffer2);
delay_ms(300);
4.1.3.2 Program Buzzer
Program buzzer adalah mengkontrol nyala buzzer jika hasil pembacaan SpO2 dibawah nilai 85%. Input dari buzzer dihubungkan pada port D pin 0, jika
pembacaan memenuhi syarat maka mikrokontroler memberikan tegangan kepada driver buzzer.
Listing program untuk kontrol buzzer adalah sebagai berikut :
4.1.3.3 Program Tampilan LCD
Program tampilan LCD digunakan untuk menampilkan hasil pembacaan nilai pembacaan ADC. Adapun listing program tampilan awal adalah sebagai berikut.
void tampilan_awal( ) {
lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf(" LapanTech"); delay_ms(1500); lcd_gotoxy(6,1); lcd_putsf("Present"); delay_ms(1500); lcd_clear(); lcd_gotoxy(0,1); lcd_putsf("PULSE OKSIMETER"); delay_ms(1500); lcd_clear(); } lcd_gotoxy(10,0); lcd_putsf("SPO:"); sprintf(lcd_buffer3,"%d%d,%d",pul,sat,kom); //sprintf(lcd_buffer3,"%d",r); lcd_gotoxy(10,1); lcd_puts(lcd_buffer3); delay_ms(1000); };
lcd_gotoxy(0,0); // Menempatkan tulisan pada posisi kolom 0 baris 0 lcd_putsf(" PULSE OXYMETRI"); // Menampilkan string
lcd_gotoxy(0,1); // Menempatkan tulisan pada posisi kolom 0 baris 1 delay_ms(100); // Memanggil delay dari library delay
Listing program secara keseluruhan pada tahap pembuatan perangkat lunak (software) alat oximeter dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.2 Hasil Pengujian Alat dan Analisis Data
Pada penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil pengujian, antara lain pengujian panjang gelombang LED yang digunakan, pengujian output tegangan fototransistor , pengujian transmisi cahaya LED (biru, merah, hijau), pengujian pengukuran SpO2 di lima jari yang berbeda, dan membandingkan hasil
pengukuran dengan alat penelitian dengan oksimeter Mindrey type PM50
4.2.1 Hasil Pengujian Panjang Gelombang
Sebelum digunakan, LED diukur panjang gelombangnya terlebih dahulu menggunakan metode spektrofotometri. Pengamatan didasari teori peristiwa difraksi sinar oleh kisi difraksi. Agar terjadi bayangan yang terang dilayar (P), beda lintasan (d sin ) kedua sinar datang di P dari kedua celah yang jaraknya (d) harus merupakan kelipatan bulat (n) panjang gelombangnya ().
keterangan :
d = jarak celah n = orde
= sudut difraksi
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan data pengukuran sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Sudut Difraksi Cahaya LED Merah
No n Kanan n Kiri (n kanan – n kiri)/2
1 183,674 180,307 3,367
2 185,524 178,036 3,8
3 187,375 176,925 5,225
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Sudut Difraksi Cahaya LED Biru
No n Kanan n Kiri (n kanan – n kiri)/2
1 182,4 179,2 1,6
2 183,35 177,76 2,795
3 184,88 177 3,94
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Sudut Difraksi Cahaya LED Hijau
No n Kanan n Kiri (n kanan – n kiri)/2
1 182,33 179,17 1,58
2 183,82 177,08 3,37
3 185,17 176,18 4,495s
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya Tampak
No Warna Cahaya D Sin N (nm)
1 Merah 0,00002 3,367 1 587,8
0,00002 5,225 3 604,5 Rata-rata 617,833 2 Biru 0,00002 1,6 1 558 0,00002 2,795 2 488 0,00002 3,94 3 458 Rata-rata 501,333 3 Hijau 0,00002 1,58 1 551 0,00002 3,37 2 588 0,00002 4,495s 3 522 Rata-rata 553,67
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm. Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu melakukan uji panjang gelombang LED yang akan digunakan dalam penelitian. Hal Dari tabel nilai rata-rata pengamatan, diketahui panjang gelombang LED warna merah (610-800 nm) dan hijau (500-560 nm) sesuai dengan range ketentuan warna panjang gelombang. Sedangkan warna biru (435-480 nm) tidak sesuai dengan range panjang gelombang sebenarnya. Hal ini bisa disebabkan dari kurang sempurnanya pengamat dalam mengamati sudut garis n-kanan dan n-kiri dari kisi difraksi sehingga didapatkan data panjang gelombang yang tidak sesuai meski hanya selisih kecil.
4.2.2 Hasil Pengujian Output Tegangan Fototransistor TEMT6000
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Pengukuran Output Tegangan Fototransistor Nilai Arus 1 A pada Lingkungan Kondisi Gelap
No
Nilai Tegangan Output
Fototransistor (Volt) Nilai Arus
(Ampere)
1 4,84 4,6 4,88 1 2 4,82 4,7 4,83 1 3 4,83 4,85 4,82 1 4 4,84 4,71 4,84 1 5 4,85 4,82 4,86 1 Mean 4,838 4,736 4,8464 1
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Pengukuran Output Tegangan Fototransistor Nilai Arus 1,5 A pada Lingkungan Kondisi Gelap
No
Nilai Tegangan Output Fotod
Fototransistor ioda (Volt) Nilai Arus (Ampere) LED Merah LED Biru LED Hijau 1 4,80 4,86 4,7 1,5 2 4,70 4,85 4,83 1,5 3 4,62 4,83 4,85 1,5 4 4,77 4,82 4,83 1,5 5 4,74 4,80 4,6 1,5 Mean 4,726 4,832 4,762 1,5
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Pengukuran Output Tegangan Fototransistor Nilai Arus 2 A pada Lingkungan Kondisi Gelap
No
Nilai Tegangan Output
Fototransistor (Volt) Nilai
Arus (Ampere) LED Merah LED Biru LED Hijau 1 4,85 4,81 4,88 2 2 4,84 4,78 4,87 2 3 4,85 4,79 4,89 2 4 4,84 4,80 4,89 2 5 4,86 4,82 4,90 2 Mean 4,886 4,8 4,848 2
Keluaran fototransistor adalah tegangan listrik yang berubah sesuai intensitas cahaya yang masuk. Pada saat intensitas cahaya yang diterima fototransistor rendah, fototransistor memiliki resistansi yang tinggi sehingga menyebabkan nilai tegangan keluarannya juga rendah. Hal ini dikarenakan nilai tegangan yang mengalir pada fototransistor kecil.
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Arus Terhadap Output Fototransistor
Dari data Gambar 4.10 terdapat perbedaan hasil ouput tegangan dari fototransistor TEMT6000 ketika dialiri arus yang berbeda. Ketika LED dialiri tegangan 5V dengan menggunakan trafo 2A ternyata output tegangan dari fototransistor memiliki nilai terbesar dibandingkan ketika dialiri tegangan yang sama dengan trafo arus yang lebih rendah. Tetapi didapatkan satu data yang menyimpang pada LED warna biru dimana output tegangan yang keluar lebih besar pada arus 1,5 A dibandingkan 2A. Hal ini bisa disebabkan ketika pada saat pengukuran dimana posisi cahaya LED kurang terfokus ke fototransistor. Rata-rata nilai keseluruhan, fototransistor memiliki respon yang sama baik di ketiga warna yang berbeda. Hal
4,6 4,65 4,7 4,75 4,8 4,85 4,9 1 1,5 2 VO Biru VO Merah VO Hijau Arus VO= V output (ampere) Volt
ini menunjukkan performa TEMPT6000 cukup baik untuk digunakan sebagai detektor cahaya dari LED dan Infrared.
4.2.3 Hasil Pengujian Transmisi LED
Penelitian ini menguji daya tembus LED merah, biru, dan hijau pada ujung jari telunjuk dengan menggunakan detektor TEMT6000. Cahaya LED ditembakkan dari atas kuku jari dan cahaya yang diteruskan akan ditangkap oleh detektor, pin output dihubungkan dengan avo meter kemudian diamati berapa nilai yang terukur. Adapun hasil dari uji coba dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Output Fototransistor dari Transmisi LED
Pengukuran LED Merah
(Volt) LED 2 Hijau (Volt) LED Biru (Volt) 1 0,38 0 0 2 0,36 0 0 3 0,37 0 0 4 0,37 0 0 5 0,36 0 0 6 0,35 0 0 7 0,36 0 0 8 0,36 0 0 9 0,36 0 0 10 0,36 0 0 Rata-rata 0,363 0 0
Sebelumnya, LED diaktifkan dengan menggunakan trafo arus 2A. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui hanya LED merah yang cahayanya mampu
menembus jari sedangkan yang lain tidak. Hal ini disebabkan panjang gelombang warna merah lebih besar dibandingkan dengan yang lain sehingga intensitas cahaya yang ditangkap lebih banyak atau berbanding lurus dengan output tegangan fototransistor. Selain itu sifat optik absorbsi cahaya oleh hemoglobin yang terdapat pada lapisan yang dalam dapat terlihat dengan cahaya yaitu antara 400 dan 700 nm, sedangkan pada area perifer (permukaan kulit) dapat terlihat dengan sinar inframerah yang memiliki panjang gelombang antara 700 dan 1000 nm, ini merupakan area spektral yang sangat bergantung pada jumlah O2 yang
dibawa oleh darah. Metode ini memanfaatkan fakta bahwa hemoglobin memiliki koefisien penyerapan cahaya optik yang lebih tinggi di wilayah dengan spektrum merah di sekitar 660 nm dibandingkan dengan HbO2. Hal ini juga dijelaskan
dengan adanya faktor kemampuan penetrasi cahaya pada jaringan biologi jari.
Gambar 4.11 Daya Penetrasi Cahaya pada Jaringan Biologi
Gambar 4.11 menjelaskan kemampuan penetrasi cahaya yang berarti jarak yang mampu ditembus cahaya pada suatu medium yang diikuti berkurangnya intensitas cahaya akibat koefisien penyerapan medium yang dilewati (Pujary, 2004). Pada gambar 4.11 dijelaskan bahwa pada panjang gelombang diatas 640 nm daya penetrasi cahaya memiliki potensi tinggi untuk bisa menembus jaringan biologi.
4.2.4 Hasil Pengujian SpO2 pada Lima Jari
Pengujian ini mengambil data perubahan hasil pengukuran selama interval satu menit sebanyak tiga kali pengukuran di lima jari yang berbeda. Jari yang diukur yaitu jari telunjuk, jari jempol, jari tengah, jari manis, jari kelingking. Adapun data yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9 Nilai SpO2 di Lima Jari
No SpO2 Telunjuk (%) SpO2 Jari Tengah (%) SpO2 Jari Manis (%) SpO2 Jempol (%) SpO2 Jari Kelingking (%) 1 94,16 95 92,26 92,4 90,5 2 92,5 92,94 91,68 91,89 95,25 3 93,7 90,8 92,64 91 89,86 rata 93,45 92,91 92,19 91,76 91,87 SD 0,857049 2,100127 0,48346 0,708543 2,944605 Eror 0,917088 2,260307 0,524398 0,772142 3,205187
Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa pengukuran SpO2 pada jari telunjuk
menunjukan angka pengukuran paling besar dibandingkan dengan pengukuran yang lain. Tetapi secara keseluruhan, jari yang lain menunjukkan hasil pengukuran yang memiliki selisih yang relatif kecil antara 91,76 % sampai dengan 93,45 %. Perbedaan ini bisa disebabkan panjang lintasan tranmisi cahaya dari LED yang berbeda pada setiap jari. Semakin panjang lintasan transmisi cahaya maka semakin banyak cahaya yang diserap sehingga sedikit saja cahaya yang diteruskan. Jari jempol yang memiliki struktur lapisan jaringan yang lebih tebal atau panjang menunjukkan hasil pengukuran yang paling kecil. Hal ini
disebabkan seperti ukuran jari yang lebih besar, perubahan kadar Hb, aktivitas berlebihan pada saat pengukuran dan desain probe sensor yang kurang sempurna.
4.2.5 Hasil Pengujian Perbandingan Pengukuran
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan alat hasil penelitian dengan alat buatan pabrik. Pada pengujian ini digunakan Mindrey PM50. Berikut hasil perbandingannya :
Nama : A BB : 50 kg TB : 160 cm Nama : B BB : 55 kg TB : 169 cm No SpO2 Mindrey (%) SpO2 Manual (%) 1 99 96 2 98 92 3 98 96 4 98 90 5 98 92 6 98 96 7 98 94 8 98 92 9 96 96 10 98 90 Rata-rata 97,9 93,4 No SpO2 Mindrey SpO2 SDm = ∑( ̅) = 0,7 SpO2 Mindrey = ̅ ± SD = 97,9 ± 0,7 SDp = ∑( ̅) = 2,374868 SpO2 Manual = ̅ ± SD = 93,4 ± 2,37
SDm = ∑( ̅) = 0,4 SpO2 Mindrey = ̅ ± SD = 98,2 ± 0,4 SDp = ∑( ̅) = 1,4 SpO2 Manual = ̅ ± SD = 90,2 ± 1,4 Nama : C BB : 85 kg TB : 179 cm Nama : D BB : 55 kg TB : 169 cm 1 99 90 2 98 92 3 99 92 4 98 90 5 98 90 6 98 88 7 98 90 8 98 92 9 98 90 10 98 88 Rata-rata 98,2 90,2 No SpO2 Mindrey (%) SpO2 Manual (%) 1 98 92 2 99 86 3 99 92 4 98 88 5 98 76 6 98 86 7 98 80 8 98 90 9 98 78 10 98 90 Rata-rata 98,2 85,8 No SpO2 Mindrey (%) SpO2 Manual (%) 1 98 96 SDm = ∑( ̅) = 0,421637021 SpO2 Mindrey = ̅ ± SD = 98,2 ± 0,421 SDp = ∑( ̅) = 5,846176338 SpO2 Manual = ̅ ± SD = 85,8 ± 5,85
SDp = ∑( ̅) = 1,2 SpO2 Mindrey = ̅ ± SD = 93,6 ± 1,2 Nama : E BB : 85 kg TB : 178 cm Nama : E BB : 85 kg TB :178 cm Keterangan :
SDm = Standart Deviasi Mindrey SDp = Standart Deviasi Alat Penelitian BB = Berat Badan 2 98 94 3 98 94 4 98 92 5 98 92 6 98 94 7 98 94 8 98 94 9 98 92 10 98 94 Rata-rata 98 93,6 No SpO2 Mindrey (%) SpO2 Manual (%) 1 98 88 2 98 88 3 98 92 4 98 84 5 98 90 6 98 88 7 98 92 8 98 90 9 98 86 10 98 90 Rata-rata 98 88,8 SDm = ∑( ̅) = 0 SpO2 Manual = ̅ ± SD = 98 ± 0 SDm = ∑( ̅) = 0 SpO2 Mindrey = ̅ ± SD = 98 ± 0 SDp = ∑( ̅) = 2,4 SpO2 Manual = ̅ ± SD = 88,8 ± 2,4
TB = Tinggi Badan
Dari data perhitungan tersebut dapat dihitung berapa keakuratan pengukuran yang terjadi.
= ∆ 100 ,... 4.2
= 100% − ...4.3
1. Akurasi Pasien A
Eror = 2,54 % , dengan akurasi sebesar 97,46 % 2. Akurasi Pasien B
Eror = 1,55 % , dengan akurasi sebesar 98,45 % 3. Akurasi Pasien C
Eror = 5,8 % , dengan akurasi sebesar 94,2 % 4. Akurasi Pasien D
Eror = 1,28 % , dengan akurasi sebesar 98,72 % 5. Akurasi Pasien E
Eror = 2,7 % , dengan akurasi sebesar 97,3 %
Dengan rata-rata error pada seluruh pengukuran sebesar 5,8 % dengan akurasi sebesar 97,226 %, instrumen oksimeter hasil penelitian cukup presisi untuk digunakan mengukur SpO2 darah. Standart nilai normal saturasi oksigen
pada perawatan klinik adalah 95%-100%. Jika saturasi oksigen dibawah 85% menandakan bahwa jaringan tidak mendapat cukup oksigen dan pasien
membutuhkan evaluasi lebih lanjut (Niluh et al, 2002). Begitu vitalnya parameter saturasi oksigen bagi pasien perawatan intensif maka diperlukan hasil pengukuran saturasi oksigen dengan nilai eror serendah mungkin. Dengan nilai eror yang mencapai 5,8% maka instrumen ini masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk mengurangi nilai erornya agar tidak memberikan informasi yang jauh dari nilai kebenaran.