BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Perilaku Belajar Mahasiswa
Perilaku dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005) diartikan dengan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Perilaku dalam bahasa Inggrisnya disebut behavior adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang, suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.
Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perilaku adalah merupakan kecenderungan seseorang bereaksi terhadap suatu objek tertentu sesuai dengan pengalaman dan kondisi lingkungannya (Klesler, Collins, Miller dan Fishben, 1975) dalam Allim (2009). Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi (reactions) dari suatu obyek atau kegiatan nyata yang dilakukan. Perilaku dapat berupa sadar atau tidak sadar, terus terang atau diam-diam, suka rela atau tidak suka rela. Perilaku manusia dapat berupa perilaku yang umum, tidak umum, dapat diterima atau tidak dapat diterima (Jogiyanto,2007). Sedangkan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) Perilaku adalah sesuatu yang terorganisasi, bahwa organisasi itu sifatnya molar (berupa bagian-bagian)
terintegrasi (yang menyatu) dari pola-pola kegiatan yang besar, dan bahwa unsur terpenting dalam organisasi itu adalah kognisi (saling berhubungan).
Dalam kehidupan setiap individu mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan sesuatu yang ada di sekitarnya atau lingkungan dimana dia berada, baik terhadap gejala-gejala sosial maupun aktivitas-aktivitas tertentu. Untuk mengadakan interaksi ini, Perilaku merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan penilaian apakah objek yang ada di sekitarnya berharga atau tidak bagi dirinya. Perilaku merupakan salah satu aspek psikis atau mental yang akan membentuk pola berpikir tertentu pada setiap individu. Pola pikir ini akan mempengaruhi setiap kegiatan yang akan dilakukan didalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Pendit dan Sudarta (2004) Perilaku individu dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. General Human Behavior (Perilaku Umum Manusia). a. Cheerful (Riang)
b. Courteous (Ramah)
c. Smiles (Tersenyum) d. Alert (Rendah Hati) e. Punctual (Tepat Waktu)
2. Guest Behavior (Perilaku Tambahan) a. Bersifat Curiga b. Ragu-ragu c. Tergesa-gesa d. Banyak Bicara e. Tegas f. Hemat
Sarwono (1976) dalam Allim (2009) mengatakan bahwa perilaku ini dapat bersifat positif atau negatif. Syah (1996) dalam Allim (2009) mengemukakan bahwa perilaku mahasiswa yang positif terutama pada staf pengajar dan mata kuliah yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses pembelajaran mahasiswa. Sebaliknya, perilaku negatif mahasiswa terhadap staf pengajar dan mata kuliah, kemudian diiringi kebencian maka dapat menimbulkan kesulitan belajar.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan kesiapan atau kecenderungan dalam merespon sebelum atau sewaktu melakukan tindakan atau aktivitas. Perilaku ini dapat bersifat positif atau negatif yang mengandung tiga komponen sekaligus yaitu komponen kognisi yang akan mengungkapkan apa yang dipikirkan seseorang terhadap objek, komponen afeksi mengungkapkan tentang apa yang dirasakan dan komponen perilaku
mengungkapkan bagaimana kesetiaan seseorang untuk bertindak terhadap objek (menerima atau menolak).
Suwardjono (1991) dalam Marita dkk (2008) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan perilaku mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut.
Konsep atau pengertian belajar sangat beragam dan tergantung dari sisi pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bemacam-macam pengertian mengenai balajar. Belajar merupakan tindakan dan perilaku mahasiswa yang kompleks, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsi dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwarjono, 1991) dalam Marita dkk (2008).
Idrus (1993) dalam Allim (2009) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang aktif dalam bentuk mengamati, memikirkan dan memahami sesuatu yang dipelajari. Dengan belajar akan terjadi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, pengetahuan dan pengalaman.
Sardiman (1996) dalam Allim (2009) memberikan definisi belajar yaitu rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko dan fisik, untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang menghasilkan perubahan baru pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor berupa kemampuan yang aktual dan potensial didapatkan dari usaha dalam waktu yang berkesinambungan.
Berdasarkan uraian data dapat disimpulkan bahwa perilaku belajar adalah kesiapan atau kecenderungan mahasiswa dalam merespon sebelum atau sewaktu melakukan aktivitas belajar. Perilaku ini dapat bersifat positif dan negatif.
Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy (2001) yang dikutip oleh Marita dkk (2008) mengemukakan lima hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik, yaitu:
1. Kebiasaan mengikuti pelajaran 2. Kebiasaan memantapkan pelajaran
3. Kebiasaan membaca buku
4. Kebiasaan menyiapkan karya tulis 5. Kebiasaan menghadapi ujian
Hasil belajar diwujudkan dalam lima kemampuan yakni ketrampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, ketrampilan motorik, dan perilaku. Dalam hal ini terdapat tiga dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik (Benyamin S. Bloom, 1956) dalam Usman (2000) yang dikutip oleh Marita dkk (2008). Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan perilaku, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik yaitu kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif.
2.1.2. Kecerdasan Emosional
Salovely dan Mayer (1989) dalam Lawrence (2003) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan. Dasar pemikiran dalam kecerdasan emosional adalah bahwa makna sesuatu yang dipelajari merupakan faktor penting yang menentukan penyerapannya.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovely dari Hardward University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas ini antara lain adalah:
a. Empati
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan c. Mengendalikan amarah
d. Kemandirian
e. Kemampuan menyesuaikan diri f. Disukai
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi h. Ketekunan
i. Kesetiakawanan j. Keramahan k. Sikap hormat
C. P. Chaplin (1975) dalam Rissyo dkk (2007) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) dalam Rissyo dkk (2007)
mengemukakan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu: kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada Anda. Membahas soal emosi, maka sangat erat kaitannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri, dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan mengahadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres.
Daniel Goleman (1999) dalam Rissyo dkk (2007), merupakan salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial. Keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain, misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi.
Proses yang dijalani selama menuntut ilmu di perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung akan melatih kecerdasan emosional. Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya bisa jadi meningkatkan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang relatif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.
Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.
2.1.3. Komponen Kecerdasan Emosional
Goleman dalam Marita (2008) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu kecakapan personal yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial. Menurut Goleman (2000) dalam Rissyo dkk (2007) terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) yang keseluruhannya diturunkan menjadi dua puluh lima kompetensi. Apabila kita menguasai cukup enam atau lebih kompetensi yang menyebar pada kelima dimensi EQ tersebut akan membuat seseorang menjadi profesional yang handal. Kelima dimensi atau komponen tersebut adalah:
1. Pengenalan Diri (Self Awareness), artinya mengetahui keadaan dalam diri, hal yang lebih disukai dan intuisi. Kompetensi dalam dimensi pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, serta keyakinan akan kemampuan sendiri.
2. Pengendalian Diri (Self Regulation) artinya mengelola keadaan dalam diri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi dimensi kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga
norma kejujuran dan integritas, bertanggungjawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan, dan terbuka terhadap ide-ide serta informasi baru.
3. Motivasi (Motivation) artinya dorongan yang membimbing atau membantu peraihan sasaran atau tujuan. Kompetensi dimensi ketiga ini adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, dan gigih dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan.
4. Empati (Empaty) artinya kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang. Dimensi keempat terdiri dari kompetensi
understanding others (pemahaman lain), developing others
(pengembangan lain), customer service (layanan pelanggan), menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam orang, membaca hubungan antara keadaan emosi dan kekuatan hubungan suatu kelompok.
5. Keterampilan Sosial (Social Skills) artinya kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain. Diantaranya adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat leadership (kepemimpinan), kolaborasi dan kooperasi, serta team building (pembentukan kelompok)
Tabel 1.1
Kerangka Kerja Kecakapan Emosi Kecakapan Pribadi
Menentukan bagaimana kita mengolah diri sendiri.
Kecakapan Sosial
Menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan
1. Kesadaran Diri
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi.
a. kesadaran emosi: mengenali emosi diri sendiri dan efeknya. b. penilaian diri secara
teliti: mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
c. percaya diri: keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
2. Pengaturan Diri
Mengelola kondisi, implus, dan sumber daya diri
1. Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.
a. memahami orang lain: mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka. b. orientasi pelayanan:
mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
c. mengembangkan orang lain: merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
sendiri.
a. kendali diri: mengelola emosi desakan hati yang merusak.
b. sifat dapat dipercaya: memelihara norma kejujuran dan integritas. c. kewaspadaan: bertanggungjawab atas kinerja pribadi. d. adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan. e. inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan,
pendekatan dan
informasi baru.
3. Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau
d. mengatasi keseragaman: menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang. e. kesadaran politis: mampu
membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungan dengan kekuasaan.
2. Keterampilan Sosial
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
a. pengaruh: memiliki taktik untuk melakukan persuasi. b. komunikasi: mengirimkan
pesan yang jelas dan meyakinkan.
c. kepemimpinan:
membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain.
memudahkan peraihan sasaran.
a. dorongan prestasi: dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan. b. komitmen: menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok perusahaan. c. inisiatif: kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan.
d. optimisme: kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
d. katalisator perubahan: memulai dan mengelola perubahan.
e. menjamin konflik: negosiasi dan pemecahan silang pendapat.
f. pengikat jaringan: menumbuhkan hubungan sebagai alat.
g. kolaborasi dan kooperasi: kerjasama dengan orang lain. h. kemampuan tim: menciptakan
sinergi kelompok ke dalam memperjuangkan tujuan bersama.
2.1.4. Kinerja Mahasiswa
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Kemampuan orang untuk belajar merupakan ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk lain. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari proses belajar. Prayitno (1998) dalam Alim (2009) mendefinisikan hasil belajar adalah sebagai suatu yang diperoleh atau dikuasai yang merupakan hasil adanya suatu proses belajar mengajar.
Hamalik (1986) dalam Alim (2009) mendefinisikan hasil belajar adalah tingkah yang timbul, misalnya dari tidak tahu, timbul pengertian-pengertian baru perubahan dalam perilaku, kebiasaan, keterampilan kesanggupan, menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial emosional, dan pertumbuhan jasmani.
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang psikolog manusia yaitu aspek kognitif, berkembangnya kemampuan berfikir karena telah menerima berbagai macam ilmu pengetahuan, aspek afektif, berkembangnya perilaku dan kepribadian dan lebih memperihatinkan motorik yang dikendalikan oleh kemampuan psikologis dengan bertambahnya keterampilan-keterampilan dan kecakapan-kecakapan baru, Sujdana (1989) dalam Alim (2009).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadinya perubahan perilaku dalam diri seseorang merupakan hasil belajar yang diperoleh
dari proses belajar. Adapun kesimpulan yang dapat penulis kemukakan tentang hasil belajar yaitu semua bentuk perubahan individu setelah melakukan proses belajar. Perubahan ini terbentuk akibat penambahan ilmu pengetahuan, kebiasaan, perilaku, motivasi, keterampilan dan nilai-nilai.
Hasil belajar akan diketahui dengan jalan melakukan evaluasi terhadap proses interaksi belajar mengajar. Hasil evaluasi inilah yang merupakan umpan balik yang berperan sebagai indikator terhadap proses dan hasil interaksi belajar mengajar.
Disamping itu penilaian atau evaluasi berperan untuk mengetahui relevansi materi dan pengalaman belajar mengajar terhadap tujuan. Hasil penilaian ini bermanfaat untuk feed back (umpan balik) bagi perbaikan pengajaran selanjutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan akademik yang meliputi keberhasilan mahasiswa, keberhasilan dosen dalam mengajar dan keberhasilan program pengajaran tersebut.
Banyak batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah kinerja. Walaupun berbeda dalam tekanan rumusannya, namun secara prinsip tampaknya sejalan mengenai proses pencapaian hasil. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) sehingga dapat didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Anwar,2004) dalam Nanang (2007).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kinerja diartikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan seseorang (Poerwadarminta, 1988) dalam Nanang (2007). Sedangkan Hadawi Nawawi (1996) dikutip dari Nanang (2007) mengartikan kinerja sebagai prestasi seseorang dalam suatu bidang atau keahlian tertentu, dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya yang didelegasikan dari atasan dengan efektif dan efisien. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa kinerja adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga terlihat prestasi pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Gibson, Ivan Chevich dan Denelly (1989) dalam Nanang (2007) bahwa kinerja sebagai prestasi kerja dari perilaku. Prestasi kerja itu ditentukan oleh kualitas kerja secara menyeluruh. Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja mahasiswa adalah kualitas dan kuantitas dari suatu hasil belajar (output) mahasiswa dalam proses interaksi belajar diperguruan tinggi. Yang diakibatkan oleh kemampuan yang diperoleh dari proses balajar serta keinginan untuk berprestasi.
2.1.5. Kerangka Penelitian
Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar dan perilaku mahasiswa terhadap balajar dapat berpengaruh terhadap kinerja dari mahasiswa tersebut. Selain itu, kinerja mahasiswa juga dapat dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dari mahasiswa itu sendiri.
Pengaruh inilah yang mendorong penelitian lebih lanjut guna mengetahui bahwa kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa akuntansi dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja mahasiswa akuntansi.
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
Kecerdasan emosional (X2)
Perilaku belajar mahasiswa
akuntansi (X1) Kinerja mahasiswa akuntansi (Y) Ha1 Ha3 Ha2
2.1.6. Perumusan Hipotesis
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik di dalam diri kita. Kemampuan ini saling berbeda dan melengkapi dengan kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ. Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian.Dengan adanya kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga mempengaruhi tingkat kinerja mahasiswa. Seorang mahasiswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi akan berdampak positif pada perilaku belajar mahasiswa sehingga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kinerja dirinya. Dari uraian diatas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut:
Ha1 : Perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kinerja mahasiswa.
Ha2 : Kecerdasan emosional berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja mahasiswa.
Ha3 : Perilaku belajar dan Kecerdasan emosional berpengaruh secara