• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

BELL’S

PALSY DEXTRA

DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

ERWIN PRASIWI UTAMI PUTRI J100 130 077

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

BELL’S

PALSY DEXTRA

DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh :

ERWIN PRASIWI UTAMI PUTRI J100 130 077

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh :

Dosen Pembimbing

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

BELL’S

PALSY DEXTRA

DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

OLEH

ERWIN PRASIWI UTAMI PUTRI J 100 130 0077

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu, 02 Juli 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji :

1. Maskun Pudianto, S.MPH., M.Kes. ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Totok Budi Santoso, S.FT., MPH. ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Umi Budi Rahayu, M. Kes. ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan

Dr. Suwaji, M.Kes NIK 195311231983031002

(4)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Diploma III di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang diberikan.

Surakarta, 02 Juli 2016 Penulis

ERWIN PRASIWI UTAMI PUTRI J10 0130 077

(5)

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

DEXTRA DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG (Erwin Prasiwi Utami Putri, 2016, 43 halaman)

Abstrak

Bell’s palsy merupakan suatu kondisi yang menyerang saraf facialis yang berfungsi mensarafi otot-otot diwajah. Kondisi ini mengakibatkan kelumpuhan pada salah satu sisi wajah yang diserang yaitu tidak mampu mengerutkan dahi, mengangkat alis sisi lesi, menutup mata dengan sempurna disisi lesi, mengembang kempiskan hidung, senyum asimetris, mencucu asimetris, berkumur bocor dan wajah tertarik kearah yang sehat dengan ditandainya mulut mencong kesisi sehat. Pada penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui manfaat dari infrared, electrical stimulation, mirror exercise dalam meningkatkan sensibilitas di area wajah, meningkatkan kekuatan otot serta aktivitas fungsional wajah pada kondisi Bell’s Palsy. Dari pengukuran kekuatan otot menggunakan

Manual Muscle Testing (MMT) untuk otot m.frontalis, m.corrugator supercili, m.orbicularis oculi, m.nasalis, m.depresor anguli, dan m.mentalis dari T1-T6 didapatkan hasil meningkat dari 0 menjadi 1,

m.orbicularis oculi dari T1-T6 meningkat menjadi 3, m.zigomaticum dari T1-T6 meningkat di T6

menjadi 3, m.bucinator T1-T6 meningkat di T6 menjadi 3. Aktivitas fungsional wajah yang dinilai

dengan skala Ugo fisch dari T1-T6 didapatkan hasil dari 20 meningkat menjadi 42, maka dapat

disimpulkan penggunaan modalitas infrared, electrical stimulation, mirror exercise dapat meningkatkan kekuatan otot dan dan aktivitas fungsional wajah pada kondisi Bell’s palsy.

Kata kunci : Bell’s palsy, Infrared (IR), Electrical Stimulation (ES), Mirror exercise.

Abstract

Bell’s palsy is a condition by facialis nerve attact which serves face muscle.These conditions result in paralysis on one side of the face such as forehead can’t contricting,raised eyebrow, close eye with perfect at lesions side, inflate deflate nose, asymmetric smiling, asymmetric pout, gargle leak and face attracted towards healthy with marked lopsided mouth. Management of physiotheraphy doing to investigate the benefit of using modalities such as infrared, electrical stimulation, mirror exercise for increased sensibility in face area, increasing muscle strength and functional activity of face by bell’s

palsy condition. measurement muscle strength using Manual Muscle Testing (MMT) for m.frontalis, m.corrugatorsupercili, m.orbicularis oculi, m.nasalis, m.depresoranguli, and m.mentalis from T1-T6

find out result increasing from 0 becomes 1, m.orbicularis oculi from T1-T6 increasing become 3,

m.zigomaticum from T1-T6 incresing at T6 become 3, m.bucinator T1-T6 increasing at T6 become 3.

Functional activity of faces functional activity assessed by Ugo Fisch Scale from T1-T6 find out result

from 20 increasing become 42, than conclusion of using modalities such as infrared, electrical stimulation, mirror exercise can increasing strength muscle and faces functional activity from Bell’s

palsy conditions.

Keywords:Bell’s palsy, Infrared (IR), Electrical Stimulation (ES), Mirror exercise

1. PENDAHULUAN

Gangguan atau kelainan yang terjadi pada saraf dan otot merupakan gangguan yang sering terjadi di masyarakat kita yang dapat mengganggu aktivitas mayarakat sendiri, apalagi daerah yang bersuhu dingin kebanyakan

(6)

2

terjadi gangguan saraf perifer salah satu kasusnya adalah gangguan persarafan wajah yaitu Bell’s Palsy

Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non suprati, non neoplasmatik, non degenerative primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proximal dari foramen tersebut, yang memulainya akut dan dapat sembuh sendir tanpa pengobatan (Sidharta, 2008).

Bell’s Palsy sering digunakan untuk merujuk tentang kelumpuhan nervus fasialis jenis perfier yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui (idiopatik), tanpa adanya komplikasi dari neurologik lainnya. Sebagian besar penderita Bell’s Palsy akan sembuh secara normal kembali, namun juga ada beberapa diantara karena sesuatu komplikasi dapat menimbulkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).

Proses patologi Bell’s Palsy disesuaikan dengan tingkat kerusakan pada saraf perifer yaitu (1) neuropraksia, yaitu suatu paralysis dimana saraf hanya tertekan sehingga terjadi hambatan aliran impuls, tanpa kerusakan atau degenarasi pada akson dan selubung myelin. Sehingga apabila tekanan saraf ini hilang maka fungsi saraf kembali dengan sempurna dan cepat, (2) aksonotmesis, yaitu suatu paralysis dimana saraf mengalami penekanan yang cukup kuat sehingga akson disebelah distal akan mengalami kematian atau degenerasi, pada kondisi ini yang mengalami kerusakan hanya akson saja sedangkan selubung myelinnya masih utuh, (3) neurotmesis, yaitu suatu paralysis dimana seluruh batang saraf terputus, pada kondisi ini seluruh serabut saraf di distal mengalami kerusakan.

Tanda dan gejala dari penyakit Bell’s Palsy adalah terdapat (1) kelemahan disalah satu sisi wajah yang mengalami lesi, (2) pasien tidak mampu mengerutkan dahi, (3) tidak mampu mengangkat alis, (4) tidak mampu menutup mata, (5) tidak mampu mengkembang kempiskan hidung, (6) tidak mampu tersenyum yang simetris serta mulut tidak dapat mencucu, (7) saat berkumur mengalami kebocoran. Selain itu pasien juga mengalami gangguan sensasi

(7)

3

pengecap asin,asam, dan manis pada 2/3 lidah bagian depan, sebagian pasien juga mengalami rasa tebal-tebal di sisi wajah yang lesi (Lumbantobing, 2006).

Penangganan dari kasus Bell’s Palsy perlu kerjasama antara tenaga medis salah satunya dokter saraf yang memberikan pengobatan medika mentosa dan fisioterapi yang berperan penting untuk mengembalikan aktivitas fungsional yang hilang dengan modalitas Infra Red, Electrical Stimulation, dan terapi latihan dengan Mirror Exercise untuk mengurangi keluhan yang dialami pasien.

2. PEMBAHASAN 2.1 Hasil

Seorang pasien bernama Ny. M dengan diagnose Bell’s Palsy Dextra, umur 65 tahun setelah dilakukan fisioterapi sebanyak 6 kali terapi dengan modalitas Infrared, Electrical Stimulation dengan arus Faradic, dan Mirror Exercise diperoleh peningkatan yaitu :

2.1.1 Peningkatan kekuatan otot wajah sisi Dextra

Grafik Evaluasi kekuatan otot wajah

Dari gambar grafik diatas dapat disimpulkan terdapat peningkatan kekuatan otot. Pengukuran kekuatan otot menggunakan Manual Muscle Testing (MMT) untuk otot m.frontalis dari T1-T6 didapatkan hasil sama

1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 0 1 1 1 1 3 0 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6 m. mentalis m.depressor anguli oris m. orbicularis oris m. buccinator m. zygomaticum major m. nasalis m. orbicularis oculi m. corrugator supercili

(8)

4

yaitu 1, m.procerus dari T1-T6 didapatkan hasil meningkat di T5 yaitu 1, m.corrugator supercili meningkat di T3 yaitu 1, m.orbicularis oculi dari T1-T6 meningkat di T3-T6 menjadi 3, m.nasalis dari T1-T6 meningkat di T3 menjadi 1, m.zigomaticum dari T1-T6 meningkat di T6 menjadi 3, m.bucinator T1-T6 meningkat di T6 menjadi 3, m. orbicularis oris menjadi T1-T6 meningkat di T6 1, m.depresor anguli T1-T6 meningkat di T6 menjadi 1, dan m. mentalis T1-T6 meningkat di T6 menjadi 1.

2.1.2 Peningkatan aktivitas fungsional dengan skala Ugo Fish

Grafik Evaluasi Aktivitas fungsional wajah

Dari grafik diatas dapat disimpulkan dari kasus Bell’s Palsy Dextra terjadi peningkatan aktivitas fungsional wajah yang memperlihatkan kemajuan yang baik dimulai dari T1-T3 didapatkan hasil yang masih sama yaitu total skore skala ugo fisch benilai 20, mulai menujukkan peningkatan di T4-T5 bernilai 30 dan diakhir T6 meningkat menjadi 42.

20 20 20 30 30 42 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6

(9)

5

2.2Pembahasan 2.2.1 Infra red

Modalitas infrared yang diberikan dapat menimbulkasn efek terapeutik yaitu meningkatkan aktivitas metabolisme pada sistem peredaran darah karena setiap pelaksanaan yang diberikan selama 10 menit penyinaran dengan radiasi sebesar 4 sampai 9 micron akan meningkatkan sirkulsi darah, suplai oksigen, mengurangi nyeri, menurunkan spasme serta relaksasi otot (Williams dkk, 2014). Hal itu dibuktikan pada pasien Ny. M saat pemeriksaan tidak terdapat nyeri. 2.2.2 Electrical stimulation berupa arus faradic

Modalitas arus faradic yang diberikan kepada pasien dengan durasi 0,1-1 ms dengan frekuensi 1-2 pulse dan diberikan 30 kontraksi di motor point selama 3 kali seminggu untuk memberikan fasilitasi dalam mengkontraksikan otot, mempercepat masa recovery serta mencegah adanya komplikasi berupa kontraktur dan sebagai latihan akif otot (Shafshak, 2006). Dengan adanya fasilitas mengkontraksikan otot sehingga menimbulkan kontraksi yang terus-menerus dan rutin yang berakibat meningkatnya kekuatan otot sisi lesi dibuktikan dari grafik diatas dari T1 sampai T6 terus mengalami progres peningkatan kekuatan otot yang mengarah ke baik.

2.2.3 Terapi latihan dengan mirror exercise

Latihan mirror exercise adalah salah satu latihan mandiri untuk meningkatkan aktivitas fungsional wajah. Proses latihan ini memerlukan cermin sebagai media dan suasana yang tenang agar lebih berkonsentrasi. Jenis latihan dari mirror exercise yang intinya menggerakkan otot fungsional wajah, tetapi lebih lazimnya ada beberapa contoh gerakan yaitu (1) mengerutkan dahi, (2) menutup mata, (3) mengembang kempiskan hidung, (4) tersenyum, (5) bersiul, (6) menarik bibir ke bawah atau meringis. Edukasi latihan ini dilakukan

(10)

6

secara rutin oleh pasien sebagai salah satu penunjang untuk membantu proses penyembuhan.

3. Kesimpulan dan Saran 3.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan terapi selama 6 kali terapi dengan modalitas fisioterapi yaitu Infrared, Electrical Stimulation dengan arus Faradic, dan terapi latihan dengan Mirror Exercise pasien bernama Ny. M usia 65 tahun dengan diagnosa Bell’s Palsy Dextra diperoleh hasil adanya peningkatan kekuatan otot wajah dan peningkatan aktivitas fungsional wajah sisi kanan.

3.2Saran

Saran yang dapat diberikan penulis memberikan saran kepada beberapa pihak antara lain :

1. Bagi penderita disarankan untukk rutin melakukan terapi untuk mendapatkan hasil yang maksimal, melakukan home program dan edukasi yang sudah diberikan oleh terapis, seperti kompres hangat pada sisi wajah yang sakit, menghindari tidur dilantai, terpapar langsung dengan kipas angin dan udara dingin, serta melakukan mirror exercise untuk meningkatkan aktivitas fungsional wajah.

2. Bagi keluarga pasien disarankan memberikan motivasi kepada pasien untuk latihan dan membantu proses latihan.

3. Bagi masyarakat disarankan apabila pembaca mendapati suatu kondisi atau gejala seperti yang sudah dipaparkan oleh penulis, maka diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mengikuti program fisioterapi.

4. Bagi fisioterapi diharapkan mengembangkan pengetahuan tentang Bell’s palsy dengan menggali lebih dalam tentang kasus ini maka

(11)

7

diharapkan fisioterapi akan lebih tepat dalam menentukan tindakan terapi yang sesuai dengan problematika tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Gunard, S. 2014. Atlas Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara. Munilson. 2008. Diagnosis dan penatalaksanaan Bell’s Palsy: Unand.

Hamid, T. 2005. Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK. Surabaya: UNAIR.

Lumbantobing. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI.

Lowis. 2012. Bell’s Palsy Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer: volume 2, Universitas Pelita Harapan, Tangerang.

PERMENKES RI. 2015. Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan RI,.

Raj. 2014. Physiotheraphy in Neuro-condition. 2nd ed, Delhi: Jaype Brothers Medical Published.

Shafshak. 2006. Treatment of Facial Palsy from the Point Of View Of Physical and Rehabilitation Medicine. Egypt: Departement of Physical and Rehabilitation Medicine Faculty of Medicine. Alexandria University.

Setiawan. 2015. Penataksanaan Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra di RSUD Ponorogo. (KTI). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi.

Sidharta. 2008. Tata Pemeriksaan Klinik dalam Praktek Umum. 1st ed. Jakarta: Dian Rakyat.

Singh. 2015. Texbook of Electrotheraphy. 2nd ed. New Dehli: Jaypee Brothers Medical Publishers(P)LTD.

Sudarma. 2013. Promosi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Dian Rakyat.

Sun, L. 2013. Treatment Of Bell’s Palsy Balance Therapy. China: Beijing Yijiyuan Facial Academy.

Gambar

Grafik Evaluasi kekuatan otot wajah
Grafik Evaluasi Aktivitas fungsional wajah

Referensi

Dokumen terkait

Üò Ø«¾«²¹¿² ¿²¬¿®¿ Õ»³¿¬¿²¹¿² Û³±-· ¼¿² Ü«µ«²¹¿² ͱ-·¿´ Ñ®¿²¹ Ì«¿. ¼»²¹¿² л²§»-«¿·¿² ͱ-·¿´ п¼¿

Multiple Intelligences dalam permainan lompat tali adalah untuk melatih motorik (kinestetik), melatih mengolah angka logika atau akal sehat, mengolah kata atau kemampuan

What is the maximum number of whole tiles with dimensions 25cm by 20cm which will fit onto this floor without changing the direction of the

Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih

1.. Perlakuan untuk penelitian utama adalah sebagai berikut. Oleoresin yang digunakan sebanyak 1% dari total berat emulsi. Formulasi perlakuan tersebut dapat dilihat pada

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata lama paparan gelombang elektromagnetik telepon seluler terhadap jumlah implantasi dan anak lahir dari induk yang

Dengan kerendahan hati saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga tersusun skripsi dengan judul “Efek

Analisis lain yang dilakukan adalah analisis hubungan antara sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dan sampel