• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI GeoSPLaSH UNTUK PERENCANAAN KONSERVASI TANAH : STUDI KASUS DI DAS KALI BABON, SUB DAS KALI GARANG HULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI GeoSPLaSH UNTUK PERENCANAAN KONSERVASI TANAH : STUDI KASUS DI DAS KALI BABON, SUB DAS KALI GARANG HULU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TANAH : STUDI KASUS DI DAS KALI BABON,

SUB DAS KALI GARANG HULU

T. Vadari, A. Dariah, dan, A. Rachman Balai Penelitian Tanah, Bogor

ABSTRAK

GeoSPLaSH merupakan program kelanjutan dari program SPLaSH (Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat) dari Balai Penelitian Tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model prediksi erosi pada suatu DAS dan mendiagnosis suatu areal yang telah tererosi berat (hot spot) dalam skala DAS. Penelitian telah dilaksanakan di DAS Kali Babon, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan luas 34,5 ha. Ketinggian tempat berkisar +500-700 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan bervariasi dari agak datar (3%) sampai agak curam (45%). Tanah diklasifikasikan sebagai Vitric Hapludands, penggunaan lahan berupa perkebunan rambutan dan pala, tegalan yang ditanami jagung, ubi-kayu, dan sayuran seperti kacang panjang dan cabe, dan pemukiman.Peta Digital Elevation Model dengan program Topography Parameterization (TOPAZ) membentuk DAS dan Sub-DAS serta jaringan drainasinya. Data spasial tanah dan penggunaan lahan diidentifikasi dan didelineasi di lapang dengan menggunakan alat Global Position System. Data curah hujan harian diperoleh dari alat penakar hujan otomatis. Data spasial dirasterisasi dengan ukuran 5 x 5 m dan dihitung dengan prosedure model CALSITE (CALibrated SImulation of Transported Erosion). Hasil penelitian menunjukkan program GeoSPLaSH telah dapat menghitung erosi yang terjadi di DAS Kali Babon dan menampilkan areal (wilayah) dalam DAS yang telah mengalami erosi berat (hot spot).

PENDAHULUAN

Banyak masalah yang ditimbulkan oleh erosi yang disebabkan oleh air hujan, seperti hilangnya lapisan tanah yang subur di bagian hulu (on-site effect) dan terjadinya penimbunan sedimen di bagian hilir (off-site effect) pada suatu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Contoh yang nyata adalah kerusakan lahan sehingga produktivitas lahan menurun, sistim irigasi terganggu sehingga produksi perikanan darat menurun, dan terjadinya pendangkalan waduk.

Oleh karena itu suatu model yang menggunakan komputer dan dapat memprediksi erosi dan hasil sedimen terjadi sangat bermanfaat bagi perencanaan penggunaan lahan yang sesuai harkatnya sehingga pemanfaatan lahan tersebut dapat lestari. Salah satu program komputer yaitu Sistim Informasi

(2)

Geografi (SIG) dapat diaplikasikan untuk menentukan kemampuan pengikisan tanah di bagian atas (up-stream) dan menghanyutkannya ke bagian bawah (down-stream) dalam proses erosi. SIG juga dapat dipakai untuk menduga sumber dan besarnya erosi dan menentukan besarnya erosi di saluran atau sungai (stream bank erosion).

SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa areal yang tererosi berat dan memprediksi besarnya erosi dalam suatu DAS serta membandingkannya dengan hasil pengukuran di lapang. Untuk ini SIG dilengkapi dengan prosedure CALSITE (CALibrated SImulation of Transported Erosion) yaitu suatu model untuk memprediksi erosi dan hasil sedimen pada suatu DAS. Model ini hanya memerlukan parameter yang tidak banyak dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi areal prioritas yang memerlukan kaedah konservasi tanah serta memberikan manfaat dari aplikasi konservasi tanah (Bradbury et al., 1993).

CALSITE merupakan model kombinasi dari USLE dan SLEMSA (Dickinson and Collin, 1998). Parameter model sama dengan USLE yaitu R (faktor erosivitas hujan), K (faktor erodibilitas tanah), CP (faktor jenis tanaman penutup tanah dan tindakan konservasi tanah), dan LS (faktor panjang dan kemiringan lereng). Model ini telah digunakan dan dimodifikasi di negara Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina, untuk perencanaan pengelolaan kawasan yang luas (catchment area). Model CALSITE dapat menentukan dan mengidentifikasi erosi tanah dan hasil sedimen (sediment yield) yang terjadi dalam suatu kawasan DAS dengan mengikuti arah aliran ke bawah yang bermuara ke suatu pintu luaran (outlet) DAS.

GeoSPLaSH merupakan suatu program komputer yang dapat digunakan untuk merancang dan mengelola suatu kawasan DAS berdasarkan erosi dan sedimentasi sehingga kerusakan lahan dapat dihindarkan dan penggunaan lahannya dapat lestari. GeoSPLaSH merupakan model pengembangan program SPLaSH (Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat) yang telah dibuat oleh Balai Penelitian Tanah (Vadari et al., 2007). Program ini dirancang untuk menduga erosi dan sedimentasi pada skala DAS sehingga model yang digunakan dan dipilih adalah model CALSITE yang telah dimodifikasi. Masukan data berupa data-data spasial seperti peta topografi, peta tanah, dan peta penggunaan lahan serta data tabular berupa data curah hujan.

Delineasi DAS dan Sub-DAS menggunakan program TOPAZ yang dapat diunduh di internet. Perhitungan dijalankan dengan menyusun “script” di program PCRaster selanjutnya hasil perhitungan digunakan sebagai masukan dalam program GeoSPLaSH yang disusun dalam bahasa Visual Basic. Pemilihan teknik

(3)

konservasi tanah dan air yang direkomendasikan mempertimbangkan nilai

Tolerable Soil Loss (TSL), sedimentasi, dan aspect dari data DEM. Penampilan

hasil analisis seperti lokasi tererosi berat (hot spot) dan teknik konservasi tanah dan air yang diaplikasikan pada suatu DAS menggunakan program SIG (Open ILWIS) secara terpisah. Prosedure analisis dengan GeoSPLaSH disajikan dalam Diagram Alir berikut (Gambar 1). Dalam makalah ini pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang direkomendasikan belum disajikan.

BAHAN DAN METODE Karakteristik DAS

Penelitian telah dilaksanakan di DAS Kali Babon seluas 43,5 ha; secara administratif lokasi penelitian termasuk dalam Dusun Suruhan, Desa Keji, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Secara geografis lokasi penelitian termasuk dalam posisi antara 109058’00” BT-109059’30” BT dan 7020’00” LS-7022’00” LS dalam Peta Rupa Bumi Digital Indonesia, Lembar No. 1408-424 Wonosobo, skala 1:25.000. Lokasi ini lebih didetilkan pada posisi antara 109058’30” BT-109059’30” BT dan 7020’30” LS- 7021’30” LS untuk menyesuaikan dengan pintu luaran (outlet) DAS (Gambar 2).

Menurut Peta Tanah Tinjau Mendalam skala 1:100.000 Kabupaten Semarang (1992), jenis tanah di DAS Kali Babon adalah Komplek Regosol Kelabu dan Litosol menurut klasifikasi Dudal Soepraptohardjo (1961) atau disepadankan dengan Entisols/Inceptisols dan Entisols (Lithic Subgroup) menurut Soil Taxonomy (1975). Hasil pengamatan di lapang dengan prosedure pedoman pengamatan tanah dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2004), tanah mempunyai ciri andic properties dan telah diklasifikasikan sebagai Vitric Hapludands (Soil Taxonomy, 2003).

Kemiringan lahan (slope) DAS Kali Babon berkisar antara 0-3% (datar) sampai 30-45% (agak curam) dengan ketinggian tempat antara 1.200 m sampai 1.400 m di atas permukaan laut. Data ini diperoleh dari hasil analisis spasial DEM dari Shutle Radar Topographic Mission (SRTM-USGS) dengan resolusi 90 x 90 m.

Pengukuran aliran permukaan dan sedimentasi di DAS Kali Babon telah dilakukan sejak tahun 1999 sampai tahun 2004 oleh Balai Hidrologi dan Agroklimat dan untuk keperluan penelitian ini data yang digunakan hanya pada periode Desember 2000 sampai Desember 2001 dari hasil penelitian Vadari et

(4)

Mulai

Peta Topografi

Data Curah Hujan Peta Tanah Peta Penggunaan

Lahan

Analisis Sebaran

Hujan Analisis DEM

Analisis Spasial (lookup table)

Analisis Spasial (lookup table)

Delineasi DAS/Sub-DAS dengan TOPAZ program

Peta “R” Peta “LS” Peta “K” Peta “CP”

CALSITE Model Ea = R x K x LS x CP

Sy = SDR x Ea

GeoSPLaSH Model [Visual Basic – Map Object]

TSL < Ea Sy <<

DEM

Peta Rekomendasi Konservasi Tanah dan Air

Tidak TSL

[Torable Soil Loss]

Selesai

(5)

Gambar 2. Lokasi penelitian (Sumber: Google_Map, 2009)

Penggunaan lahan di DAS Kali Babon periode tahun 2000 sampai 2001 adalah tanaman teh (milik Perkebunan Tambi), tegalan yang ditanami tembakau dan sayuran seperti kol dan cabe dan pemukiman (Vadari et al., 2003). Hasil delineasi penggunaan lahan di tahun 2008 menunjukkan telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang signifikan yang ditandai dengan luasan tanaman teh semakin menyempit karena beralih ke tanaman tembakau dan sayuran.

Curah hujan dan tinggi permukaan air di pintu luaran (outlet) diukur dengan alat ukur otomatis yaitu Automatic Waterlevel Recorder (AWLR) yang menggunakan alat sensor sistem suara, dengan posisi geografis (UTM) di titik 9186973,3 mU dan 387720,2 mT (Gambar 3).

Data masukan (input) GeoSPLaSH

Program GeoSPLaSH menggunakan model CALSITE yang telah dimodikasi untuk memprediksi erosi dan sedimentasi. Program ini memerlukan data iklim (curah hujan harian), penggunaan lahan dan pengelolaan lahan, tanah, dan data karakteristik DAS Kali Babon seperti Peta DEM dan Peta Pola Drainase.

(6)

Gambar 3. Posisi alat AWLR di DAS Kali Babon Iklim

Data curah hujan harian diperlukan untuk menjalankan program GeoSPLaSH karena faktor erosivitas yang digunakan adalah model Bols (1978). Bila data harian tidak diperoleh maka data bulanan dapat digunakan untuk menghitung faktor erosivitas yaitu dengan menggunakan model Lenvain (1978).

Data curah hujan dan aliran permukaan menggunakan data dari tahun 2000 sampai tahun 2004; sedangkan untuk melakukan analisis dan menjalankan program GeoSPLaSH dalam makalah ini digunakan data dari tahun 2000 sampai tahun 2001 (Vadari et al., 2003).

Penggunaan dan pengelolaan lahan

Data penggunaan dan pengelolaan lahan diperoleh dari hasil penelitian Vadari et al., 2003 sedangkan data terbaru diperoleh dari hasil pengukuran dan delinesia di lapang pada tahun 2008. Distribusi penggunaan lahan di DAS Kali Babon berupa perkebunan (teh) seluas 17,0 ha, tegalan yang ditanami tembakau dan sayuran (kol dan cabe) seluas 25,8 ha, dan pemukiman seluas 0,7 ha.

(7)

Tanah

Seperti telah disebutkan sebelumnya jenis tanah di DAS Kali Babon adalah

Vitric Hapludands (Soil Taxonomy, 2003). Dari hasil pengamatan lapang

(pengeboran) tidak dijumpai jenis tanah yang lain dalam kawasan ini. Oleh karena itu nilai faktor erodibilitas tanah hanya satu untuk mewakili DAS Kali Babon. Selain itu kedalaman tanah (solum tanah) sangat dangkal yaitu rerata kurang dari 80 cm.

Peta DEM

Data DEM dibuat dari peta Rupa Bumi Digital Indonesia Nomor: 1408-424 Lembar: Ungaran skala 1:25.000 dengan cakupan wilayah antara 109052’30” BT - 110000’00” BT; dan 7015’00” LS-7022’30” LS). Digitasi garis kontur dan penggunaan lahan dilakukan pada wilayah yang dibatasi antara 109058’00” BT - 109059’30” BT dan 7020’00” LS - 7022’00” LS.

Hasil digitasi berupa peta kontur selanjutnya dianalisis dengan program ArcView untuk membentuk data DEM (Gambar 4). Peta DEM Kali Babon disajikan pada dengan ukuran raster 5 x 5 m, jumlah baris 242 buah dan kolom 160 buah. Posisi geografis diproyeksikan pada UTM zona 48S dengan datum WGS 84.

(8)

Pola drainase

Pola drainase DAS Kali Babon dibuat dari program TOPAZ. Saluran ini sifatnya intermitten yang artinya akan terbentuk aliran permukaan jika terjadi hujan dan kapasitas infiltrasi tanah telah tercapai. Aliran dan pola drainase ini sangat diperlukan dalam perhitungan sedimentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut akan dibahas hasil analisis kelima parameter dan cara memodifikasi model CALSITE dan metode pendekatannya dalam program GeoSPLaSH.

Peta R (indeks erosivitas)

Peta R dibentuk dari rumus Bols (1978) yang memerlukan data harian. Salah satu kendala di Indonesia data curah hujan harian sangat sulit diperoleh. Menurut Rachman et al. (2008) data harian sebenarnya dapat dibuat dari data bulanan, pembuatan data baru tersebut dapat dilakukan dengan alat bantu berupa program CLIGEN versi 4.3 yang dapat diunduh di internet.

Oleh karena model CALSITE dalam penggunaannya di Thailand dan Filipina menggunakan rumus Bols yang dibangun di Indonesia, maka penggunaan rumus Bols seyogyanya dipertahankan.

Peta K (indeks erodibilitas)

Di Indonesia perhitungan indeks erodibilitas tanah dalam rumus USLE 1978, umumnya menggunakan rumus Hammer (1981). Penggunaan model CALSITE di Thailand dan Filipina menggunakan Tabel K hasil penelitian di Filipina dan Sri Langka, dua negara tempat model CALSITE dibuat.

Penelitian ini menggunakan dua nilai yaitu menggunakan Tabel K dan hasil perhitungan rumus Hammer dengan mengambil data-data sekunder.

Peta LS

Penelitian ini menggunakan program SIG yang umum digunakan di Indonesia seperti ArcView 3.2 dan PCRaster 3.0. Tukar menukar data antara dua program ini dengan menggunakan format data “ASCII Raster”. Peta DEM, Pola Drainase, Peta Lereng dibuat dengan menggunakan dua program tersebut.

(9)

Distribusi kelas lereng DAS Kali Babon berupa lereng 0-3% sebanyak 9,05%, lereng 3-8% sebanyak 2,28%, lereng 8-15% sebanyak 80,52% (dominan), lereng 15-30% sebanyak 7,49%, dan lereng 30-45% sebanyak 0,66% (Gambar 5).

Gambar 5. Peta kelas lereng DAS Kali Babon

Peta CP

Di Indonesia penilaian indeks tanaman dan pengelolaannya dalam rumus USLE 1978, umumnya menggunakan nilai-nilai CP dari hasil penelitian Balai Penelitian Tanah. Penggunaan model CALSITE di Thailand dan Filipina menggunakan Tabel CP hasil penelitian di Filipina dan Sri Langka, dua negara tempat model CALSITE dibuat. Penelitian ini menggunakan nilai Tabel CP dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di Thailand dan Filipina.

Peta Erosi (Ea)

Perkalian peta-peta R, K, LS, dan CP akan menghasilkan nilai erosi DAS Kali Babon seperti disajikan Gambar 6. Peta erosi ini juga dapat menunjukkan lokasi-lokasi yang mempunyai nilai erosi terbesar (hot spot).

(10)

Gambar 6. Peta distribusi erosi DAS Kali Babon

Sampai makalah ini dibuat belum dilakukan hasil perhitungan erosi belum dikalibrasi dengan hasil pengukuran di pintu luaran (outlet) sehingga nilai erosi belum dapat ditampilkan.

KESIMPULAN

1. Program GeoSPLaSH sudah dapat digunakan untuk menghitung nilai erosi pada DAS Kali Babon.

2. Program GeoSPLaSH sudah dapat menunjukkan areal yang telah mengalami erosi berat (hot spot).

Ucapan terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Proyek MSEC, IWMI di Bangkok dan Balai Penelitian Tanah atas kerjasama yang baik dan penggunaan data-data di lokasi penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Bols, P.L. 1978. The Iso-Erodent map of Java and Madura. Belgian Technical AssistanceProject ATA 105, Soil Research Institute, Bogor, Indonesia.

(11)

Bradbury, P.A. 1997. CALSITE: A Catchment Planning Tool for Simulating Soil Erosion and Sediment Yield. Paper on International Conference on Integrated River Basin Development, 13-16 September 1997, HR Wallingford, UK. p:243-255.

Bradbury, P.A., N.J. Lea, and P. Bolton. 1993. Estimating Catchment Sediment Yield: Development of the GIS-based CALSITE Model. Report No. OD 125, Overseas Development Unit, HR Wallingford, UK.

Dickinson, A. and R. Collins. 1998. Predicting erosion and sediment yield at the catchment scale. Pp 317-342. In Soil Erosion at Multiple Scale (Eds. Penning de Vries et al.). CABI Publishing, Wallingford, UK.

Kartiwa, B. dan N. Heryani. 2003. Pemodelan debit aliran permukaan berdasarkan aplikasi konsep horton dan hidrograf satuan pada DAS mikro Kertek Wonosobo, Jawa Tengah. Jurnal Agromet Indonesia 17(1&2):1-11. PERHIMPI, Bogor.

Rachman, A., S.H. Anderson, E.E. Alberts, A.L. Thompson, and C.J. Gantzer. 2006. Predicting runoff and sediment yield from a stiff stemmed grass hedge system for a small watershed. American Society of Agricultural and Biological Engineers 51(2):425-432.

Vadari, T., A. Dariah, dan A. Rachman. 2007. Sistem pengelolaan lahan sesuai harkat (SPLaSH versi 1.02): sistem pengambilan keputusan dalam memilih teknik konservasi tanah dan air dalam skala usahatani. Hlm 117-133. Dalam Sistem Informasi Pengelolaan DAS: Inisiatif Pengembangan Infrastruktur Data. (Eds.: D. Murdiyarso et al.). Institut Pertanian Bogor dan Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor.

(12)

TANYA JAWAB Pertanyaan (D. Setyorini, Balittanah) :

1. Pada skala berapa GeoSPLaSH ini dapat diaplikasikan ?

2. Seandainya tidak tersedia data yang dibutuhkan bisakah di-generate dari data yang umum ?

Jawaban :

1. Program GeoSPLaSH versi 1.0 ini dirancang untuk digunakan pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan luasan sampai 250-300 ha, sedangkan skala yang digunakan dapat 1:5.000 atau 1:1.000. Program ini sudah menggunakan program Sistem Informasi Geografi (SIG), yaitu PCRaster, sehingga skala dapat lebih didetilkan lagi, misal skala 1:250 bila luas DAS kurang lebih hanya satu hektar.

2. Dapat dikerjakan, misal untuk membuat peta DEM (Digital Elevation Model) dilakukan dengan mendigitasi peta kontur, selanjutnya dengan analisis keruangan (misal SIG seperti ILWIS Open dan SAGA) dapat dibangun peta DEM. Peta kontur diperoleh dari peta Rupa Bumi Digital Indonesia (RBI) skala 1: 25.000 (P. Jawa) dan skala 1:50.000 (luar P. Jawa). Selain itu, peta DEM (SRTM 90m Digital Elevation) dapat diunduh di internet http://srtm.csi. cgiar.org/.

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir pemodelan GeoSPLaSH
Gambar 2.  Lokasi penelitian (Sumber: Google_Map, 2009)
Gambar 3.  Posisi alat AWLR di DAS Kali Babon
Gambar 4. Data digital elevation model (DEM) DAS Kali Babon
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa sosialisasi perpajakan yang dilakukan KPP Pratama Ciamis baik langsung maupun tidak langsung sudah dikelola dengan baik.. Hal tersebut

Dari hasil data yang di peroleh dari melalui wawancara yang dilakukan bahwa peningkat Sumber Daya Manusia yang dilakukan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Pada hari ini, Selasa tanggal Delapan belas bulan Agustus tahun Dua ribu lima belas, bertempat diruang Rapat Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh telah dilaksanakan Rapat

Dalam sistem seperti ini pendidikan ditempatkan sebagai komoditas, peranan pemerintah dimimalisasi dengan berfokus pada kontrol kurikulum yang standar, melakukan

Berdasarkan hasil dari penelitian khotbah Jumat berbahasa Jawa di Masjid Ageng, Jatinom, Kabupaten Klaten menunjukkan kekhasan atau register dalam isi ceramah berkaitan

Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu

Dalam proses pembelajaran diperlukan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar

Pembangunan fasilitas publik yang dikelola secara efisien berpotensi meningkatkan output perekonomian dan biaya pembangunan fasilitas publik yang sangat besar merupakan