Memahami konstipasi sebagai gejala,
bukan penyakit, dengan multietiologi dan
pendekatan terapi
Memahami patogenesis dan perjalanan
klinis
Memahami strategi tatalaksana
Memahami keberhasilan terapi tergantung
pada kombinasi edukasi, intervensi nutrisi,
modifikasi perilaku dan pemantauan
• Konstipasi banyak pada praktek sehari-hari
• Data akurat =
• Konstipasi adalah symptom, bukan penyakit
• Definisi :
Difficulty or delay of the passage of stool
caused by many condition or diseases, either
physical or psychological
Defekasi normal, petanda anak sehat
Tinja terlalu keras, besar, nyeri, jarang
3% kunjungan dokter anak
10 – 15% kunjungan ahli gastro anak
95% konstipasi fungsional
Seringkali awal penyebabnya sederhana
• Axis rectum membentuk sudut 80
0dengan
axis anal canal o.k. kontraksi kontinue
m. puborectalis
• Distensi rectum oleh sisa makanan
keinginan berak reaktif relaksasi sphincter
ani internum dan kontraksi sphincter ani
eksternum
• Mengejan sudut antara rectum dan anus
menjadi lurus
• Hambatan volunter sphincter ani eksternum
ekspulsi bolus feces
FREKWENSI
• Berubah-ubah sesuai umur
• Bayi minum ASI, BAB lebih sering daripada bayi
minum formula
• Neonatus = 1 – 9 x/hari • 4 bulan = 1 – 2 x/hari
• 2 tahun = pola dewasa
1 – 3 x/hari – 3x/minggu • FREKWENSI • KONSISTENSI • UKURAN / JUMLAH • Konstipasi = < 3x/minggu
DEFEKASI NORMAL
• Frekwensi berak = jarang • Sifat tinja :
• Keras, ukuran > , sulit keluar • Nyeri waktu berak
• Disertai perdarahan anal
• Sebagian besar (90 – 95%) kasus tidak ada
kelainan organik konstipasi fungsional
• Rentang : simple – intractable
• Menimbulkan kecemasan pada anak dan orang tua • Cenderung menjadi lebih parah akibat circulus
vitiosus : KONSTIPASI NYERI SAAT BERAK BERAK KERAS
Lingkaran setan : nyeri-witholding-skibala
Tinja keras Fisura ani
Nyeri waktu defekasi
Witholding
Reabsorbsi
Tinja makin keras Makin nyeri
Lingkaran setan : distensi-sensasi
Tinja keras dan besar
Distensi tinja kronik
Ambang rangsang
Sensasi rektum
Kemampuan sensor
Panggilan defekasi (-)
• Bisa akut – bisa khronis ( > 2 minggu )
• Konstipasi kronis :
a) Ringan/minimal
b) Menetap terjadi penumpukan dan
pemampatan tinja Encopresis, Soiling
• Encopresis : involuntary passage of a normal
bowel movement in the underwear after the age of 4 years (nggembol)
• Soiling : involuntary passage of loose stool resulting in staining in the underwear (kecirit)
• Kapan konstipasi khronik fungsional terjadi
• Weaning period • Transisi makanan
• Penambahan variasi makanan • Menunda berak
• Toilet training kurang
bayi
anak besar • Childhood constipation ( umur > 4 th )
• Bab 2x/minggu
• Sering terjadi soiling/encopresis per
minggu
• Periode bab banyak ( 20 – 30 hr )
• Teraba massa di rektum atau abdomen
Untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut, perlu :
• EARLY DETECTION • EARLY ATTENTION
• EARLY DIAGNOSIS
I. Akut Kronik II. Primer
Sekunder
III. Klasifikasi berdasar Etiologi
• Dietary cause
• Drugs
• Structural defect of GIT
• Abnormality of myenteric ganglion cells
• Metabolic & Endocrine disorders
• Neurogenic & Psychiatric condition
• Idiopathic or functional (waste basket due to lack of fascilities)
IV. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya kelainan organik :
A. Tanpa kelainan struktural
• Kurangnya masa tinja sehingga stimulus untuk gerakan peristalsis masa (mass peristalsis) berkurang
– Anoreksia
– Kurang bahan serat dalam makanan
• Tinja yang keras meghambat efektivitas gerakan peristalsis masa.
– Substitusi susu sapi berlebihan
– Dehidrasi dan panas
– Sering menahan berak
• Tinja yang menyumbat
– Penyumbatan meconium
B. Dengan kelainan struktural usus
• Obstruksi mekanik– Malformasi anorektal : atresia ani, anus ektopik anterior. – Stenosis anal.
– Malformasi instestinal : atresia/stenosis intestinal.
• Gangguan relaksasi sfinkter ani – Fisura ani
• Gangguan pada otot halus usus atau sistem syaraf – enterik. – Pseudo – obstruksi intestinal kronik (Chronic Intestinal
Pseudo obstruction)
– Aganglionosis kongenital – penyakit Hirschprung
– Aganglionosis yang didapat (Acquired aganglionosis) – Intestinal neural dysplasia
– Hypo ganglionosis
C. Karena sebab diluar usus :
• Gangguan sistemik / endokrin
– Diabetes mellitus – Sclerosis sistemik – Pheocromocytoma – Hiperparatyroid – Keracunan timah • Gangguan neurologik
– Kerusakan sakrum / tulang belakang – Gangguan syaraf pusat
– Cerebral Palsy (C.P.)
• Gangguan kontraksi otot-otot
– Defisiensi/tidak adanya otot abdomen secara
kongenital
A. ANAMNESA :
• UMUR
• SEX
• KELUHAN UTAMA
• RIWAYAT KONSTIPASI :
• Freqwensi & konsistensi berak
• Nyeri atau perdarahan waktu berak • Nyeri abdomen
• Toilet training
• Fecal soiling/encopresis • Kebiasaan menahan berak • Perubahan nafsu makan
• Mual, muntah
• Penurunan berat badan • Fissura ani, fistula
• Pengobatan sekarang :
– Diet
– Obat = oral, suppositoria
• Pengobatan yang lalu :
– Diet – Obat
– Hasil laboratorium
RIWAYAT MEDIK :
• Kondisi saat lahir, umur kehamilan • Kapan meconium keluar
• Penyakit akut
• Pernah dirawat di RS • Imunisasi
• Allergi
• Gangguan tumbuh kembang
• Infeksi saluran kemih berulang
RIWAYAT KELUARGA :
• Konstipasi, Hirschproeng disease • Penyakit Thyroid, Parathyroid
RIWAYAT PSIKOLOGIK :
• Gangguan psikologik pada anak/keluarga • Interaksi dengan teman
• Temperamen
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG :
• Normal, terlambat • Prestasi sekolah
B. PEMERIKSAAN FISIK :
1. KEADAAN UMUM : tanda vital
2. KEPALA : mata, hidung, telinga, tenggorok
3. LEHER : - 4. THORAX : Cor/Pulmo 5. ABDOMEN : - Hepar/Lien - Distensi - Fecal mass 6. ANUS : - Posisi
- Tinja disekitar anus / celana dalam - Erythema perianal
- Skin tag
7. Colok dubur :
• Tonus anus • Fecal mass
• Adanya tinja, konsistensi
• Bab nyemprot pada waktu jari ditarik • Darah dalam tinja
8. Pemeriksaan punggung : • Dimple • Tuft of hair 9. Pemeriksaan neurologik : • Reflex cremaster • Reflex tendon
1. Laboratorium :
• Hypothyroidi • Hyperkalsemia • Hiperkalemia
• Penyakit ginjal khronik • Infeksi saluran kemih
2. Lain-lain :
• Ba Enema penyakit Hirschproeng • Manometri Rectal
• Biopsy rectum
• DEVELOPMENTAL :
– Gangguan kognitif
– Gangguan perhatian (ADD)
• SITUASIONAL :
– Toilet training yang dipaksakan – Toilet phobi
– Intervensi orang tua berlebihan – Sexual abuse
• DEPRESI
• VOLUME TINJA KURANG/ TINJA KERING
– Diet rendah serat – Dehidrasi
– Kurang makan, malnutrisi
NON ORGANIK
• KELAINAN ANATOMIS : • Anus imperforatus • Stenosis ani • Sacral teratoma • KELAINAN METABOLIK : • Hypothyroidi • Hypokalemia
• Hipercalcemia • Diabetes mellitus
• NEUROPATHY
• Abnormalitas sumsum tulang belakang
• Neurofibromatosis
• KELAINAN SYARAF USUS :
• Penyakit Hirschproeng
• KELAINAN OTOT DINDING PERUT: • Prune belly
• Gastroschizis • Down syndrome
• KELAINAN JARINGAN IKAT : • Scleroderma
• Systemik Lupus Eritematosis (SLE) • OBAT :
• Opiates • Anti hipertensi
• Phenobarbital • Anti cholinergic
• Sucralfat • Anti depresant
• Antasida • Sympatomimetik
• Antimotilitas • Barium pada RÖ
• Anti inflamasi non steroid
• Lain-lain :
• Keracunan logam berat
• OSMOTIK : Lactulosa = 1 – 3 ml/kgBB, dd (Duphalac, Lactulax)
Sorbitol = 1 – 3 ml/kgBB, dd
(Microlax)
• OSMOTIK : PHOSPHAT ENEMA = < 2 th : tidak boleh
ENEMA > 2 tahun : 6 ml/kgBB • LUBRICANT : MINERAL OIL = < 1 tahun : tidak dianjurkan
(Parafin Liq) Disimpaction = 15–30 ml/th (max : 240 ml sehari)
Maintenance = 1–3 ml/kg/hr • STIMULANT : BISACODYL = > 2 thn = 1 sup/ 1-3 tab/kali
(Dulcolax, Laxamex, Prolaxan, Toilax)
GLYCERIN suppotoria
• Hampir setiap anak pernah mengalami
• Sebab : perubahan makanan, demam, dll
• Penting : - anamnesa yang teliti
- pemeriksaan fisik
• Tatalaksana yang rasional akan mencegah terapi
yang berlebihan
• Tingkatkan intake cairan dan intake kalori dalam
bentuk karbohidrat
• Tambahkan buah yang kaya serat atau sayur-sayuran
sesuai umur
• Obat :
• Docusate Sodium (Laxoberon)
• Young infant lubricant (mineral oil)
• Hindari pemakaian rutin : Suppositoria, enema atau stimulant laxative
• 25% mulai pada usia 1 tahun
• Terbanyak pada usia 2 – 4 tahun • Laki > wanita ( 1,5 : 1 )
• Faktor presdiposisi : - genetik
- faktor psikologik
• Faktor pencetus :
• Perubahan diit
• Penyakit-penyakit dengan demam • Pindah rumah/sekolah
• HE penting kepada orang tua, anak
• Jelaskan mengapa bisa terjadi konstipasi dan
encopresis
• Jangan salahkan anak bila terjadi encopresis atau
soiling
• Beri penjelasan bahwa encopresis akan hilang
setelah pengobatan
• Penyembuhan butuh waktu lama • Jelaskan 3 phase pengobatan
INITIAL PHASE : (Phase 1)
• Evakuasi kolon dari tinja yang menumpuk dengan
enema, supositoria atau oral laxative sampai kolon bersih dari tinja yang padat/keras (skibala)
• Program evakuasi tinja biasanya dilakukan selama 2 – 5 hari
• Per oral : mineral oil (parafin liq.) dosis : 15 – 20 ml/th umur (max. 240 ml sehari).
Tidak boleh pada bayi
• Per rektum :
− Enema fosfat hipertonik (3 ml/kg, 2 x sehari, max. 6 x enema
− Enema garam fisiologis (600 – 1000 ml)
− Pada bayi digunakan supositoria atau enema gliserin 2 – 5 ml
SECOND PHASE : (Phase 2)
• Tujuan mencegah “stool reimpaction” • Diit :
− Dianjurkan banyak minum dan mengkonsumsi
− Buah pepaya, semangka, bengkuang dan melon
banyak mengandung serat dan air baik untuk melunakkan tinja
− Jus apel, jus pear : banyak mengandung serat
dan sorbitol dapat meningkatkan frekuensi berak dan melunakkan tinja
• Obat :
− Laktulosa (larutan 70%) 1 – 3 ml/kg/hr dalam
2 x pemberian
− Sorbitol (larutan 70%) 1 – 3 ml/kg/hr dalam 2
x pemberian
− Bila respon terapi belum memadai mungkin
perlu ditambahkan : Cisapride : 0,1 – 0,3 mg, 3 x sehari 4 – 8 mgg
THIRD PHASE : (Phase 3)
• “Behavioral conditioning”
• Toilet training : segera setelah makan pagi dan malam anak dianjurkan buang air besar. Bila
dilakukan teratur dapat mengembangkan reflek gastrokolik
• Mineral oil (parafin liquid) 4x sehari setelah laxative dihentikan
• Diet tinggi serat
Bila PHASE 1, 2, 3 gagal :
• Konsultasi psychiatri
• Prognosa baik :
bila tidak ada kelainan psikiatrik atau anatomic
• Untuk mencapai hasil yang maksimal :
• Penting, berikan pengertian yang jelas
• Agar orang tua dan anak dapat ikut berpartisipasi
dan bekerjasama
Evidence based medicine dan konstipasi
Katagori kualitas bukti :
I. Bukti diperoleh dari minimal satu penelitian RCT (randomized controlled trial)
II-1 Bukti diperoleh dari penelitian kohort atau kasus- kontrol tanpa randomisasi
II-2 Bukti diperoleh dari penelitian kohort atau kasus-kontrol, pada lebih daripada 1 senter atau pusat penelitian
II-3 Bukti penelitian dari laporan kasus berkala dan multipel dengan atau tanpa intervensi
III Pendapat ahli yang didasarkan pada pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau laporan komite ahli
Rekomendasi umum
• Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang lengkap
dan cermat merupakan bagian penting dari evaluasi komprehensif bayi atau anak dengan konstipasi (III)
• Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
yang lengkap dan cermat ternyata cukup untuk menegakkan diagnosis konstipasi fungsional pada banyak kasus (III)
• Biopsi rektum dengan pemeriksaan
histopatologis dan manometri rektum merupakan satu-satunya cara yang akurat untuk
menyingkirkan penyakit Hirschprung (II-1)
• Pada kasus tertentu, pengukuran waktu singgah dengan petanda radio-opak dapat menentukan apakah terdapat konstipasi (II-3)
Rekomendasi untuk bayi
• Pada bayi, evakuasi feses dapat dilakukan dengan
supositoria gliserin. Enema harus dihindari (II-3)
• Pada bayi, jus yang mengandung sorbitol, seperti jus prune, pear dan apel, dapat mengurangi konstipasi (II-3)
• Barley malt extract, corn syrup, laktulosa, atau
sorbitol (laksatif osmotik), dapat digunakan sebagai pelunak tinja (III)
• Mineral oil (parafin) dan laksatif stimulan tidak
Rekomendasi untuk anak :
Pada anak, evakuasi tinja dapat dilakukan dengan pengobatan per oral atau rektal, termasuk enema (II-3)
Pada anak, diet seimbang yang mengandung whole grains, buah, sayuran, dianjurkan sebagai bahan
pengobatan konstipasi (III)
Pemakaian obat-obatan dikombinasikan dengan
modifikasi perilaku dapat mengurangi waktu remisi pada anak dengan konstipasi fungsional (I)
Mineral oil (pelicin), laktulosa dan sorbitol (laksatif
osmotik) merupakan obat yang aman dan efektif (I)
Cisapride telah terbukti bermanfaat pada beberapa penelitian (walaupun tidak semua) dan dapat
Kesimpulan :
Konstipasi sering ditemukan pada anak baik yang akut maupun kronik
Sebagian besar (90 – 95%) konstipasi pada anak merupakan konstipasi konstitusional
Pada sebagian besar kasus anamnesa dan
pemeriksaan fisik saja sudah cukup memadai untuk memulai tatalaksana pada anak dengan konstipasi
Hanya sebagian kecil kasus (5 – 10%) yang penyebabnya organik, diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan penyebab
• Pengobatan konstipasi terdiri dari evakuasi tinja
dilanjutkan dengan terapi rumatan berupa obat, modifikasi perilaku, edukasi orang tua dan
konsultasi
• Terapi memerlukan waktu lama (berbulan-bulan)
dan memerlukan kerjasama yang baik dengan orang tua
• Prognosa umumnya baik sepanjang orang tua dan
• Kelainan congenital
• Tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatis pada plexus myenterikus Auerbach dan plexus
submukusus Meisner pada segmen tertentu usus • Kegagalan motilitas segmen usus tersebut
• Panjang segmen yang aganglionik bervariasi : • SS/USS = hanya didaerah sphincter ani
• Long segmen = seluruh kolon usus halus
• 80% tidak melampaui kolon sigmoid • 3% meliputi seluruh kolon
ANGKA KEJADIAN
Satu dari tiap 5400-7200 kelahiran Rata – rata 1 dari tiap 5000 kelahiran
Perbandingan pria : wanita = 4:1
1,5% - 17,6% ada hubungan kekerabatan Indonesia : ?
Perkiraan : 220 juta penduduk, angka kelahiran 3,5% 1540 Penyakit Hirschsprung di Indonesia per tahun.
GEJALA KLINIK
Pada Neonatus
Mekanium terlambat keluar Muntah hijau Perut Kembung EnterokolitisPada ANAK
Obstipasi menahun Tidak pernah kecipirit Gizi kurang,
Perut buncit.
Pemeriksaan Tambahan
Foto Polos Perut (posisi tegak & lateral prone)
Manometri
Alat manometer
Elecyrode di anus dan rektum
Saat relaksasi
Saat kontraksi
Hasil PA Alat biopsi hisap (Noblet)
Cara bioppsi (tanpa narkose)
DIAGNOSE BANDING
NEONATUS
Mekonium ileus
Atresia usus halus
Atresia rektum
Atresia anak
ANAK
TERAPI
Terapi Medis:
1. Perawatan pra bedah (tanpa komplikasi): Pasang pipa rektum dan bilas kolon (berkala)
2. Perawatan bila didapatkan komplikasi: Pasang pipa rektum menetap dan bilas kolon.
Koreksi defisit cairan/ elektrolit. Antibiotik (gram pos & neg, anaerob).
Kolostomi (bila perlu). 3. Perawatan pasca bedah.
Rectal biopsi revealed absence of ganglion
cells for a distance of 1 cm above the internal anal sphincter. The
patient responded well to rectal myotomy.
(Courtesy of the Dept. of Radiology, Children’s Hospital of Pittsburgh)
Incidence : 1 per 5000 kelahiran hidup
Laki : wanita = 4 : 1, untuk long segmen 1 : 1
Biopsi =
Aganglionik pada segmen yang terkena
Serat-serat neural yang menebal dari system syaraf parasimpatis
Segmen usus yang aganglionik kontraksi tonik
obstruki fungsional
Segmen usus proksimal ( yang normal ) mengalami pelebaran
Umumnya HD teridentifikasi sebelum bayi berusia 3 bulan Short segmen sering baru terdiagnosa pada usia diatas 5 th
Bayi baru lahir :
Kelambatan pengeluaran mekonium, malas minum
Minggu I kehidupan terdapat gejala obstruksi intestinal parsial/incomplete, muntah bilus, distensi abdomen
Bisa terjadi diare + toksik enterokolitis, dehidrasi dan syok
Anak lebih besar :
Umumnya terdapat riwayat konstipasi + distensi abdomen sejak lahir
Teraba masa feces yang besar pada abdomen tetapi pada colok dubur rektum sempit dan kosong
BAB bila keluar seperti pellets, soiling jarang terjadi Muntah, diare intermitten kegagalan pertumbuhan
Radiologis : ( foto lateral )
• Tampak obstruksi intestinal yang rendah • Rektum hanya terisi sedikit udara
NEONATUS DAN BAYI USIA BEBERAPA BULAN :
• Dx akurat sering sulit
• Ba enema tak seperti anak besar
• Dilatasi kolon belum terjadi • Ukuran kolon bisa normal
• Evakuasi barium terlambat ( > 24 jam ) • Foto 48 jam = barium bercampur tinja
• HD pada bayi perlu koreksi bedah segera
• Komplikasi Enterokolitis
• Tanda klinis awal enterokolitis :
• Gagal tumbuh ( failure to thrive ) • Distensi abdomen
• Dilatasi kolon yang masif • Mual, muntah
• Panas • Diare
Diperoleh dari riwayat penyakit yang lengkap
dan pemeriksaan fisik
Colok dubur :
rektum sempit, kosong
semburan gas ( flatus ) dan berak cair waktu
jari ditarik keluar
Ro :
o Plain foto
o Barium enema : membantu menentukan
panjang segmen yang terkena
Biopsi rektal : memastikan diagnosa
Manometrik study
Terapi medik :
Penting bila ada enterokolitis
Perbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit Antibiotika spektrum luas
Evakuasi kolon dengan enema larutan gram fisiologis
(saline)
Tindakan bedah :
Pada bayi buat stoma proksimal dari segmen yang
aganglionik
Pembedahan definitif setelah berat badan ideal
Anak besar mungkin bedah definitif langsung, setelah
irigasi kolon yang cukup
SS/USS = dilakukan myectomy
Terutama pada bayi
Berupa fisura/robekan kulit anus
Akibat keluarnya massa tinja yang keras
Lokasi di garis tengah : anterior/posterior
Ada darah pada permukaan tinja atau menetes dari
anus setelah berak
Nyeri anal hebat bayi rewel
Robekan berulang “sentinel tag”
Dx : inspeksi posisi knee chest erosi superficial
/ fisura linier / eliptik
• Harus ditangani dengan tepat :
• Cegah timbulnya konstipasi
• Jaga berak teratur dengan tinja lunak • Bab 24 jam suppositoria / enema
• Bersihkan anus dengan air dan sabun agar tak
menganggu penyembuhan fisur setelah bab
• Bila perlu anasthetic oinment ( dibucain )
• Kadang perlu operasi pada anak besar dengan
fisura ani kronik : peregangan sphincter, eksisi fisur, sphincterectomi anal internal
• Incidence : 1 diantara 5000 kelahiran
• Terdiri dari beragam anomaly, tanpa lubang anus
yang jelas
• Kebanyakan disertai fistula ke perineum atau sistim
genitourinaria
• Mudah didiagnosa pada saat bayi lahir yaitu tidak
adanya anus yang normal
• Atresia Ani letak rendah :
• Laki-laki : mekonium terlihat keluar didaerah
perineum : melalui fistula anocutaneus atau didaerah scrotum
• Wanita : mekonium keluar melalui fistula
anocutaneus atau fistula anovestibular • Atresia Ani letak tinggi :
• Mekonium tidak terlihat keluar didaerah perineum • Mekonium keluar :
• pada laki-laki bersama kencing melalui fistula
recto urethral atau recto vesical
• pada wanita melalui fistula recto vaginal
• Pemeriksaan Radiologis penting, untuk menentukan letak rendah atau letak tinggi
(minimal 12 jam setelah lahir)
• USG dan Magnetic Rosonance Imaging (MRI): • Menentukan tingginya blind pouch
• Keadaan sistim genitourinarius
• Voiding cystourethrogram untuk memastikan
Atresia ani letak rendah : • Dilatasi
• Anoplasty perianal Atresia ani letak tinggi
• Kolostomi sementara • Rekonstruksi anorektal
• Dapat mengakibatkan retensi tinja yang berat
• Khas konstipasi dimulai sejak usia awal bayi
• Tinja berukuran kecil
• Dapat terjadi :
• Congenital
• Acquired pada komplikasi pembedahan atresia
• Penyebab sering konstipasi intraktabel pada anak
• Khas konstipasi terjadi pada awal usia bayi,
jarang sesudah usia 1 tahun
• Pada beberapa anak dapat terjadi enkopresis • Kesulitan defekasi akibat saluran anal yang
Kepustakaan :
1. Agus Firmansyah
Konstipasi pada Anak. Current Management of Pediatrics Promblems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XVLI, FKUI-RSCM, Jakarta 5-6 September 2004
2. Alberto Pena
Surgical Conditions of the Anus Rectum and Colon in. Nelson Textbook of Pediatrics 15 th Edition WB Saunders Company ; 1996, 1112 – 1113 3. International Seminars in Pediatrics Gastroenterology and Nutrition Vol.
1 Number 4 dec 1992 4. Like Djupri
Konstipasi pada bayi dan anak
Bulletin Ilmu Kesehatan Anak, Th. XXVI, No. 1 ; 1998, 1 – 27
5. M. Stephen Murphy. Constipation In. Walker, Pediatric Gastrointestinal Disease Pathology Diagnostic and Treatment BC. Becker ; 1991 : 90 – 107
6. Susan S Baker et al
Constipation in Infants and Children, Evaluation and Treatment