• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Konsep Dan Batasan Konsep 1. Representasi

Representasi adalah hubungan antara konsep-konsep dan bahasa yang memungkinkan pembaca menunjuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau pada dunia imajiner tentang obyek fiktif, manusia atau peristiwa.

Dalam sebuah penelitian tentang Representasi Rasionalisme Dalam Film Freedom Writters oleh Nuri Lestiyowati (2009) menyebutkan bahwa ada dua hal terkait dengan representasi, yakni: pertama: apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan. Kedua: bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program.

Representasi (Representation) adalah tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, 2003:21).

Representasi diartikan sebagai suatu tindakan yang menghadirkan sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda, baik suara maupun gambar. Representasi merupakan penggambaran realitas yang dikomunikasikan atau diwakilkan dalam tanda. Konsep representasi dapat berubah-ubah, karena makna sendiri tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru intinya

(2)

adalah makna selalu dikonstruksikan, diproduksi lewat proses representasi.

Ada dua hal berkaitan dengan representasi yakni, pertama: apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan. Kedua: bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program (Eriyanto, 2006:113).

2. Industri

Menurut Pasal 1 (2), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Perindustrian menyebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri”.

Yang dimaksud dengan dengan industrialisasi adalah pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Dalam pelaksanaannya mulai dari bahan baku, proses pengolahan maupun hasil akhir yang berupa hasil produksi dan hasil buangannya (sampah) banyak diantaranya terdiri dari bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan seperti bahan logam, bahan organis, bahan korosif, bahan-bahan gas, dan lain-lain yang berbahaya, baik untuk para pekerja maupun masyarakat di sekitar proyek industri tersebut (Supardi, 2003:94).

Pada dasarnya industri memproduksi barang-barang dan jasa-jasa konsumsi di luar masyarakat setempat yang bersangkutan dan

(3)

menghasilkan uang bagi masyarakat setempat tersebut (industri dasar). Sedangkan secara keseluruhan industri menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa konsumsi masyarakat setempat (industri non dasar). Secara garis besar industri adalah usaha atau perusahaan yang dilakukan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa dengan menggunakan tenaga manusia maupun bantuan teknologi guna untuk mendapatkan keuntungan. Sama seperti halnya industri batik di Desa Pilang Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen bahwa industri yang ada di daerah tersebut merupakan usaha untuk menghasilkan barang yakni batik yang dalam proses produksinya menggunakan tenaga manusia dan bantuan teknologi hingga kemudia dijual supaya perajin batik mendapat keuntungan demi kelangsungan hidupnya dan tentu untuk keberlangsungan industri batik tersebut.

Keracunan bahan korosif terutama terjadi pada industri-industri kimia. Bahan-bahan korosif ini terdiri dari asam, basa serta garam yang bersifat asam atau basa, baik organik maupun anorganik. Bahan-bahan ini bisa menyebabkan kerusakan pada tubuh yang dikenainya, bak secara terpercik, maupun tertumpah ke kulit atau bagian tubuh lainnya, terminum, terhirup ke paru-paru (Supardi, 2003:101).

3. Dampak Industri

Pencemaran akan terjadi apabila di dalam lingkungan hidup manusia, baik yang bersifat fisik, biologis maupun sosial, terdapat suatu bahan yang merugikan eksistensi manusia. Hal itu disebabkan oleh karena bahan tersebut terdapat dalam konsentrasi yang besar, yang pada umumnya merupakan hasil dari aktivitas manusia sendiri. Masalah pencemaran biasanya dibedakan dalam beberapa klasifikasi, seperti, pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, serta pencemaran kebudayaan (Soekanto, 2002:390).

(4)

Adapun dampak langsung yang bersifat negatif dari adanya kegiatan industri dapat dilihat dari terjadinya masalah-masalah berikut ini:

a. Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. Pencemaran udara bisa disebabkan oleh berbagai hal termasuk faktor internal dan eksternal yang mengikutinya, seperti halnya dampak kegiatan industri yang menjadi salah satu faktor eksternal dari adanya pencemaran udara tersebut.

b. Pencemaran Air

Air yang tercemar adalah apabila air tersebut telah menyimpang dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor tertentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan oleh kemurnian air. Di dalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda nyang dapat diamati melalui:

(5)

1. Adanya perubahan suhu air

2. Adanya perubahan pH atau konsistensi ion Hidrogen 3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut 5. Adanya mikroorganisme

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

c. Pencemaran Daratan

Daratan mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing, baik yang bersifat organik maupun bersifat an-organik, berada di permukaan tanah yang menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia. Dalam keadaan normal daratan harus dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia, baik untuk pertanian, peternakan, kehutanan, maupun untuk pemukiman (Wardhana, 2004:24-97).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan industri mempunyai beberapa dampak yang dihasilkan terutama terhadap lingkungan hidup disekitarnya. Adanya limbah yang dihasilkan dari adanya kegiatan produksi pada industri tersebut mempunyai risiko untuk merusak lingkungannya dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya masalah lingkungan adalah berasal dari teknologi, pertumbuhan penduduk, motif ekonomi, dan tata nilai. Teknologi merupakan sumber terjadinya masalah-masalah lingkungan. Hasil-hasil teknologi itu diterapkan dalam sektor industri, pertanian, transportasi dan komunikasi (Rahmadi, 2012:6).

(6)

4. Batik

Kata “batik” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa: yaitu “amba”, yang mempunyai arti “menulis” dan “titik” yang mempunyai arti “titik”, di mana dalam pembuatan kain batik sebagian prosesnya dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut berupa titik. Titik berarti juga tetes. Seperti diketahui bahwa dalam membuat kain batik dilakukan pula penetesan lilin di atas kain putih. (Lisbijanto, 2013:6-7)

Batik merupakan bahan kain yang sangat erat dengan nilai budaya masyarakat, sehingga batik tidak saja sebagai hasil produksi semata, tetapi juga merupakan hasil budaya dari suatu masyarakat. Batik telah dikembangkan di berbagai daerah penghasil batik dengan ciri khas yang dibawa sesuai asal daerah masing-masing.

5. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha kita ialah memperbesar manfaat lingkungan, atau dan memperkecil risiko lingkungan (Soemarwoto, 1989:73).

Pengelolaaan lingkungan merupakan satu dari berbagai cara yang dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat satu proyek pembangunan. Pengelolaan yang baik bukan menjaga ekosistem dengan mencegah berlangsungnya pembangunan, sebab pembangunan itu perlu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Sesuai dampak yang diduga akan terjadi, maka ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan agar tepat guna. Teknologi yang akan digunakan, ditetapkan berdasarkan prinsip efektif, efisien dengan biaya murah agar

(7)

dapat ditanggulangi dari hasil proyek tanpa harus menderita kerugian. Tujuan dari adanya pengelolaan lingkungan disini terutama mencegah kemunduran populasi sumber daya alam yang dikelola dan sumber daya alam lain yang ada disekitarnya dan mencegah pencemaran limbah/polutan yang membahayakan (Supardi, 2003:171).

a. Ruang Lingkup Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan. Keempat, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

b. Pengelolaan Air

Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia memerlukan air baik untuk proses kimia fisika maupun untuk aktivitas kehidupan lainnya. Sekalipun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi kualitas air sangat dipengaruhi oleh peranan manusia dalam pengelolaannya. Kualitas total air tawar yang memenuhi syarat dapat menurun jumlahnya.

c. Pengelolaan Tanah

Pencemaran tanah mempunyai hubungan yang erat dengan pencemaran air dan pencemaran udara. Air yang tercecer akan masuk ke dalam tanah dan menimbulkan pencemaran tanah.

(8)

Secara umum pengelolaan udara diartikan sebagai udara yang mengandung satu atau beberapa zat kimia dalam konsentrasi tinggi, sehingga mengganggu manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup lain di dalam suatu lingkungan. Berdasarkan terjadinya polusi udara dikategorikan menjadi dua tipe utama pencemar udara yaitu: 1. Polutan primer

Polutan primer yaitu zat kimia yang mengandung toksik dan masuk secara langsung ke udara dalam konsentrasi yang merugikan manusia. Zat kimia tersebut dapat berupa komponen alami udara yang konsentrasinya meningkat (misal:CO2).

2. Polutan Sekunder

Polutan sekunder yaitu zat kimia yang marugikan manusia yang terbentuk dalam atmosfer melalui reaksi kimia di antara komponen udara yang ada (Supardi, 2003:174-177).

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang pengendalian pencemaran lingkungan akibat limbah industri batik di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

Sebuah penelitian dengan judul Partisipasi Perajin Batik Dalam Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Di Kawasan Kampung Batik Laweyan Surakarta oleh Andika Pratama (2013) menjadi salah satu rujukan penulis. Penelitian ini memaparkan tentang bagaimana partisipasi masyarakat perajin Batik di kawasan Kampung Batik Laweyan dalam pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori Talcott Parson.Lokasi penelitian berada di Kampung Batik Laweyan yang berada di Kecamatan Laweyan, Kelurahan Laweyan, Kota Surakarta. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan observasi langsung,

(9)

wawancara, dan dokumentasi. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan perajin batik Laweyan antara lain pertisipasi pemikiran, uang, dan tenaga. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi yang pertama adalah kemauan dari masyarakat itu sendiri untuk berubah. Faktor selanjutnya adalah adaptasi dan kemauan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman yang sangat baik. Faktor lainnya adalah dorongan dari pihak pemerintah serta badan-badan lain yang terkait yang saling bekerja sama. Faktor terakhir adalah faktor lingkungan sekitar yang semakin parah saat itu.

Penelitian yang lain yang berjudul Menuju Pengelolaan Sungai Bersih Di Kawasan Industri Batik Yang Padat Limbah Cair oleh Anandriyo Suryo Miratihatani (2013) menjadi rujukan lain peneliti dalam menulis skripsi. Penelitian ini memaparkan tentang semakin pesatnya pertumbuhan industri batik selaras dengan semakin banyaknya limbah yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang kompleks bagi lingkungan sekitar. Apalagi limbah yang dihasilkan dari industri batik tersebut dibuang langsung ke sungai.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi profil atau keadaan Sungai Pekalongan, (2) menganalisis estimasi dampak kerusakan lingkungan Sungai Pekalongan, (3) menyusun strategi menuju pengelolaan sungai bersih pada Sungai Pekalongan.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari 48 responden yang terdiri dari responden masyarakat rumah tangga, pengusaha, key person. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, BLH Kota Semarang, dan DPKLH Kota Pekalongan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama menggunakan analisis institusional, untuk

(10)

menjawab pertanyaan yang kedua menggunakan analisis contingent valuation method, sedangkan untuk menjawab tujuan yang ketiga menggunakan metode analisis kualitatif.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah keadaan Sungai Pekalongan yang memang sudah tercemar. Dari hasil temuan di lapangan, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sungai tergolong biasa saja. Sedangkan kesadaran pengusaha terhadap lingkungan sungai tergolong rendah.Berdasarkan wawancara dengan key person, untuk memulihkan Sungai Pekalongan menjadi sungai bersih, dapat dilakukan dengan IPAL karena limbah yang mencemari Sungai Pekalongan merupakan limbah cair.Biaya pembuatan IPAL yang tergolong mahal menyebabkan kurangnya jumlah IPAL yang ada sehingga limbah cair mencemari sungai. Dari penelitian ini ditemukan bahwa share alokasi dana pemerintah untuk pemulihan Sungai Pekalongan sebesar Rp 440.000.000,00, WTA dari masyarakat sebesar Rp 57.208,05 sedangkan WTP dari pengusaha hanya Rp 0,00 karena pengusaha menganggap limbah yang mereka hasilkan hanya sedikit sehingga mereka menganggap pengelolaan sungai bukan tanggung jawab pengusaha tetapi tanggung jawab pemerintah.

Dalam sebuah jurnal internasional yang berjudul Trends In The Analysis And Monitoring Of Organotins In The Aquatic Environment dari International Journal of Trends in Environmental Analytical Chemistry oleh Russell F. Colea, Graham A. Millsb, Ruth Parker, Thi Bolamc, Andrew Birchenoughc, Silke Kröger, Gary R. Fonesa (2015) menjelaskan bahwa senyawa organotin beracun dan memiliki ketekunan jangka panjang terdapat dalam lingkungan. Akibatnya sangat buruk pada standar kualitas lingkungan yang menjadi rendah sesuai dengan yang ditetapkan secara internasional, yang menjadi substansi utama dalam perhatiannya adalah mengenai air. Pemenuhan dari tuntutan peraturan ini telah mengharuskan pengembangan yang sangat baik dalam teknik analisis sensitif dan selektif untuk pengukuran senyawa ini.

(11)

Perkembangan ini telah ditambah dengan ekstraksi dan pra-konsentrasi metode baru yang memiliki potensi untuk digunakan dengan on-line berdasar pada prosedur otomatis. Kuantifikasi menggunakan isotopically diperkaya dengan standar timah dalam teknik yang berbasis spektrometri massa yang telah memungkinkan untuk dilakukan perbaikan dalam ketahanan dan ketepatan metode analisis. Dalam teknik laboratorium ini, ada juga yang telah mendapat tambahan dalam metode pemantauan, terutama penggunaan contoh pasif. Ulasan ini memberikan gambaran senyawa organotin dalam lingkungan air dan tren saat ini untuk analisis dan pemantauan dalam konteks memenuhi standar lingkungan untuk peraturan perundang-undangan.

Jurnal internasional selanjutnya berjudul A Review Of Municipal Solid Waste Environmental Standards With A Focus On Incinerator Residues dari International Journal of Sustainable Built Environment oleh Alec Liu, Fei Ren, Wenlin Yvonne Lin, Jing-Yuan Wang (2015) yang terkait dengan isu lingkungan yang sering diabaikan sampai selang dalam perawatan untuk lingkungan, yang mengarah ke masalah kesehatan yang serius pada manusia, kemudian akan menempatkan celah regulasi yang menjadi sorotan. Peraturan dan standar lingkungan yang penting karena mereka menjaga keseimbangan antara sumber daya dan membantu melindungi kesehatan manusia dan lingkungan. Satu standar lingkungan yang penting adalah to municipal terkait Municipal Solid Waste (MSW). Manajemen MSW yang tepat sangat penting untuk kesehatan masyarakat perkotaan. Sementara itu, keberlanjutan lahan juga dirasakan dari keprihatinan sebagai peningkatan volume MSW dalam mengkonsumsi tanah dan ruang. Pembakaran MSW dan ada penggunaan residu dibakar membantu meringankan beban di darat dan ruang. Namun, ada penggunaan insinerator residu MSW harus diatur karena mereka dapat mengekspos lingkungan untuk unsur logam berat beracun. Studi tentang standar lingkungan dari negara barat berlaku untuk MSW tidak dipublikasikan secara luas. Makalah ini membandingkan limbah yang masih ada di klasifikasi dan penggunaan kembali standar yang berkaitan dengan

(12)

MSW, dan mengeksplorasi sejarah dan kebijakan evolusi terbaru yang unik di beberapa negara menunjukkan tinggi kerusakan lingkungan. Berkenaan dan perubahan yang cepat, sehingga kebijakan yang pembuat dapat mengusulkan dalam bentuk yang baru atau merevisi standar MSW saat ini di negara-negara lain.

Jurnal internasional yang terakhir berjudul Assessing The Significance Of Climate And Community Factors On Urban Water Demand

dari International Journal of Sustainable Built Environment oleh Md Mahmudul Haque, Prasanna Egodawatta, Ataur Rahman, Ashantha Goonetilleke (2015) yang mambahas mengenai penjaminan pasokan air yang cukup untuk daerah perkotaan adalah tugas yang menantang karena faktor-faktor seperti pertumbuhan kota yang pesat, meningkatkan air permintaan dan perubahan iklim. Dalam mengembangkan sistem pasokan air yang berkelanjutan, penting untuk mengidentifikasi kebutuhan air dominan faktor untuk skema pasokan air yang diberikan. Makalah ini berlaku analisis komponen utama untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendominasi kebutuhan air perumahan menggunakan Blue Mountains System Penyediaan Air Minum di Australia sebagai studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh faktor intervensi masyarakat (air peralatan FFI efisien dan tangki air hujan) pada permintaan air adalah yang paling signifikan. Hasilnya juga sesuai bahwa program intervensi masyarakat dan kebijakan harga air bersama-sama dapat memainkan peran nyata dalam mengurangi kebutuhan air secara keseluruhan. Di sisi lain, pengaruh hujan jatuh pada permintaan air ditemukan sangat terbatas, sedangkan suhu menunjukkan beberapa derajat korelasi dengan kebutuhan air. Hasil sering studinya akan membantu pihak berwenang air untuk merencanakan strategi manajemen permintaan air efektif dan mengembangkan model peramalan kebutuhan air dengan faktor iklim yang sesuai untuk mencapai pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Metodologi yang dikembangkan dalam makalah ini dapat disesuaikan dengan sistem pasokan air lainnya untuk mengidentifikasi di berpengaruh faktor

(13)

dalam pemodelan kebutuhan air dan untuk merancang permintaan efektif strategi manajemen.

Penelitian terdahulu dari jurnal nasional yang berjudul Kandungan Organik Limbah Cair Industri Batik Jetis Sidoarjo Dan Alternatif Pengolahannya oleh Hasti Suprihatin (2014) membahas tentang limbah cair yang dihasilkan oleh industri batik di Sidoarjo Jetis langsung dibuang ke badan air akan meningkatkan konsentrasi COD, BOD, TSS, pH, Sulfida, Amonia, Chromium, Phenol, Minyak dan Lemak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi COD, BOD, TSS, pH, Sulfida, Amoniak, Jumlah Chromium, Phenol, Minyak dan Lemak di Sidoarjo Jetis River. Batik limbah pengambilan sampel dilakukan oleh grab itu. Contoh analisis dengan pHmeter, Gravimetri, Refluks, Winkler, Iodometri, Kjeldahl, AAS dan spektrofotometri. Contoh diambil di drain dari proses produksi industri batik. Hasil uji laboratorium melebihi baku mutu air limbah tekstil limbah menurut SK. Gubernur Jawa Timur, 45 tahun 2002, pH, TSS = 160,00 mg / l, COD = 400,00 mg / l O2, BOD = 164 mg / l, Minyak dan Lemak = 600.00 mg / l. Alternatif yang tepat untuk pengolahan air limbah dengan sistem pengolahan limbah menggunakan kombinasi tawas dan fisika biologi, yaitu pengolahan arang tempurung adsorben dan Anaerobic Baffle Reactor (ABR). ABR mampu memisahkan COD hingga 98%, pengolahan fisika dapat menurunkan kadar COD, Mn selama 6 jam dan 60 menit untuk konsentrasi koagulan waktu sedimentasi dari 50 ppm adalah sama dengan 67,05% dan kelapa kerang untuk menghapus warna.

Jurnal nasional yang kedua berjudul Efisiensi Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cetak dengan Metode Fisika - Kimia dan Biologi terhadap Penurunan Parameter Pencemar (BOD, COD, dan Logam Berat Krom (Cr) (Studi Kasus di Desa Butulan Makam Haji Sukoharjo) oleh Muljadi (2009) tentang pertumbuhan penduduk dan perkembangan dinamika yang diimbangi oleh pengembangan budaya masyarakat menyebabkan kebutuhan pangan, sandang dan perumahan juga

(14)

meningkat. Industri batik cetak selain menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan di daerah pakaian dicetak, tetapi juga menghasilkan oleh produk yang paling dari semua dalam bentuk limbah cair memiliki karakteristik fisika (suhu, kekeruhan dan warna), dan karakteristik kimia (COD, BOD, krom logam berat (Cr) dan eksponen hidrogen (pH) yang jika ketika tidak dikelola dengan hati-hati dapat menghasilkan pencemaran lingkungan, sehingga dengan kebutuhan karakteristik yang harus dilakukan pengolahan dengan metode fisik-kimia dan biologi untuk mengurangi parameter agar tidak merusak lingkungan dan membahayakan sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat fisika cair parameter limbah pencemar (suhu, kekeruhan, warna), parameter kimia (COD, BOD krom logam berat (Cr) dan eksponen hidrogen (pH). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental yaitu dengan melakukan pengamatan, observasi, dan melakukan upaya di unit instalasi untuk menghabiskan cairan industri batik cetak di pedesaan Butulan Makam Haji Sub Provinsi Sukoharjo. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh hasil berdasarkan analisis data setelah pengolahan dengan metode fisika-kimia dan biologi, tingkat parameter fisika (suhu 26oC, kepadatan 1,503 gr / ml, viskositas 0.010 cP. Sementara rata-rata parameter kimia (COD mg / l, BOD mg / l, chrome logam berat mg / l dan hidrogen dalam eksponen (pH)) di laboratorium Fundamental Teknik Kimia UNS, dan laboratorium pusat UNS setiap sebagai berikut, dengan mencuci baskom (181, 127, 02.258 dan 9,7), layar bar ( 95, 75,0. 2715, dan 8,9), sedimentasi basin I (75. 63.0.2715. dan 7.6), flokulasi basin (65. 53,6 .0.2037.and 7.6). sedimentasi basin II (55. 44.0. 2019 . dan 7.6) basin. filtrasi (42. 29.0.088 dan 7.4) dan biologi basin (29. 19. 0,086 dan 7,4) Tingkat. eficiency pengolahan limbah cair industri secara keseluruhan cetak Batic berdasarkan degradasi parameter COD, BOD dan krom logam berat pada kisaran 80 -.. 84% Constanta Freundlih berdasarkan parameter COD (KF = 5,202 x 10-5 annalysisd n = 9.990) Direksi berdasarkan (Kf = 3,432 dan n = 2,323) Berdasarkan analisis data

(15)

inferensial dan solusi yang pengolahan limbah cair batik cap dengan metode fisik-kimia dan biologi untuk degradasi COD, BOD dan krom mttal berat (Cr) tingkat disimpulkan dari shiffts efisiensi 80-84%.

Jurnal nasional yang terakhir berjudul Strategi Pengelolaan Air Limbah Sentra UMKM Batik Yang Berkelanjutan Di Kabupaten Sukoharjo oleh M. Wawan Kurniawan, P. Purwanto, S. Sudarno (2013) yang membahas tentang industri batik menimbulkan dampak air limbah organik dalam jumlah yang besar, warna yang pekat, berbau menyengat dan memiliki suhu, keasaman (pH), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) serta Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi. Desa Banaran Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo merupakan sentra industri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) batik yang potensial dalam mendukung perekonomian lokal namun belum memiliki sistem pengelolaan air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengelolaan air limbah UMKM Batik di Desa Banaran dalam perspektif pemerintahan yang bagus berdasarkan kajian aspek teknis, aspek ekonomi, aspek manajemen dan aspek sosial dengan menggunakan analisis Strength, Weakness, Opportunity and Threats (SWOT) dilanjutkan penentuan prioritas strategi dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Untuk mengkaji keempat aspek tersebut maka dilakukan observasi, dokumentasi, pengukuran, uji laboratorium di lokasi penelitian dan wawancara terhadap stakeholders dalam pengelolaan air limbah UMKM Batik di Desa Banaran yaitu pemerintah daerah, UMKM Batik, tokoh masyarakat dan sektor swasta pelaku Corporate Social Responsibility (CSR) di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil analisis SWOT dan metode AHP menghasilkan prioritas strategi untuk mewujudkan pengelolaan air limbah UMKM Batik yaitu : (1) Aspek Manajemen : penyusunan kebijakan dan program pengelolaan air limbah UMKM Batik, (2) Aspek Teknis : penentuan lahan untuk Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang representatif, (3) Aspek Ekonomi : swadana UMKM Batik dalam operasional dan perawatan IPAL dan (4) Aspek Sosial : pembinaan

(16)

teknis kepada UMKM Batik dalam pengelolaan air limbah. Untuk mewujudkan pengelolaan air limbah UMKM Batik secara optimal dan berkelanjutan diperlukan kerjasama dan kemitraan yang baik di antara stakeholders sebagai perwujudan dari paradigma pemerintahan yang baik didalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.

C. Landasan Teori

Penulis menggunakan teori Masyarakat Risiko atau Risk Society dari Ulrich Beck. Sebelumnya telah dibahas mengenai isu risiko di dalam karya Giddens mengenai modernitas. Seperti dikatakan Giddens, “Modernitas adalah suatu kebudayaan risiko. Dengan hal itu saya tidak memaksudkan bahwa kehidupan sosial pada dasarnya lebih berisiko daripada biasanya; bagi sebagian besar orang bukan itu masalahnya. Lebih tepatnya, konsep risiko menjadi fundamental bagi cara aktor awam maupun spesialis teknis untuk menata dunia sosial. Modernitas mereduksi keberisikoan wilayah-wilayah tertentu dan cara-cara kehidupan secara keseluruhan, namun pada saat yang sama memperkenalkan parameter-parameter risiko baru yang sebagian besar, atau sama sekali, tidak dikenal pada era-era sebelumnya” (Giddens, 1991:3-4 dalam Ritzer dan Goodman, 2003:946).

Beck melihat suatu keterputusan di dalam modernitas dan suatu transisi dari masyarakat industri klasik ke masyarakat risiko yang tetap mempunyai banyak karakteristik masyarakat industri meskipun berbeda dari para pendahulunya. Isu sentral di dalam modernitas klasik ialah kekayaan dan bagaimana itu dapat didistribusikan dengan lebih adil. Di dalam modernitas yang lebih maju, isu sentral ialah risiko dan bagaimana risiko itu dapat dicegah, diminimalkan, atau disalurkan. Di dalam modernitas klasik cita-citanya adalah persamaan, sementara di dalam modernitas yang lebih maju cita-citanya ialah keselamatan. Di dalam modernitas klasik orang-orang mencapai solidaritas di dalam pencarian tujuan positif kesetaraan, tetapi di dalam modernitas yang lebih maju usaha untuk mencapai solidaritas itu

(17)

ditemukan dalam pencarian tujuan yang sebagian besar negatif dan desensif yang bertahan dari bahaya-bahaya ( Ritzer dan Goodman, 2003:948).

Pemanasan global dan keruskan lapisan ozon, sebagian besar bermula dari dunia industri, yang dalam jangka pendek mencetak keuntungan ekonomi, namun dalam jangka panjang risiko-risiko tersebut mempunyai efek boomerang (merugikan dirinya sendiri) yang mengancam bangsa yang kaya maupun yang miskin. Sebagai akibatnya, “koalisi besar” antara negara, bisnis, dan sains semakin ditantang oleh populasi yang lebih sadar dan terancam (Faulks, 2010:271).

a). Menciptakan Risiko-Risiko

Secara spesifik, industri dan efek-efek sampingnya sedang menghasilkan suatu deretan luas konsekuensi-konsekuensi berbahaya bahkan mematikan bagi masyarakat dan, sebagai hasil globalisasi (Featherstone, 1990; Robertson, 1992), untuk dunia secara keseluruhan. Menggunakan konsep-konsep waktu dan ruang, Beck menunjukkan bahwa risiko-risiko modern ini tidak terbatas pada tempat, (sebuah kecelakaan nuklir di dalam suatu lokal geografis dapat memengaruhi banyak bangsa lain) atau waktu (suatu kecelakaan nuklir dapat mempunyai banyak efek-efek genetik yang dapat memengaruhi generasi-generasi masa depan) (Ritzer dan Goodman, 2003:948).

Sosiolog kontemporer Jerman, Ulrich Beck, memperjelas apa yang dimaksud dengan risiko ini. Terkait dengan itu, bahaya yang dihadapi masyarakat berisiko bisa diidentifikasi dalam tiga garis besar, yaitu: krisis ekologi (ecological crisis), krisis ekonomi global (global economic crisis), dan krisis jaringan teroris internasional (http://logisline.home.igc.org/beck.htm dalam Susilo, 2012:173-174).

Secara lebih sistematis, gagasan-gagasan penting tentang risiko Ulrich Beck adalah sebagai berikut:

(18)

a. Risiko bisa tidak terlihat (invisible), tidak bisa diubah dan didasarkan pada interpretasi kausal. Dalam konteks lingkungan, risiko-risiko tidak bersifat jangka pendek, akibatnya kita baru menyadari dampak lingkungan sesaat setelah bencana itu terjadi. Tetapi, hubungan sebab akibat tentang gejala itu, sangat mudah dijelaskan.

b. Risiko diproduksi manusia lewat sumber-sumber kekayaan dalam masyarakat industri. Risiko adalah konsekuensi yang tidak terduga secara besar-besaran, terutama, sebagai akibat industrialisasi dengan pengaruh-pengaruhnya yang membahayakan.

c. Risiko berhubungan erat dengan masyarakat yang mencoba melepaskan tradisi dan pengetahuan masa lalu dengan menganggap bernilai dan berharga perubahan-perubahan dan masa depan. Perubahan dan masa depan, sebagai akibat watak modernisasi, melahirkan sifat eksploitatif yang sesungguhnya berlawanan dengan kearifan-kearifan dari tradisi.

d. Risiko tidak dibatasi ruang dan waktu. Kerusakan lingkungan pada satu tempat akan bisa menyebar ke tempat lain. Kerusakan lingkungan pada satu generasi akan diwariskan pada generasi lain. e. Risiko dan kelas tidak terpisah. Risiko terjadi baik di kalangan

masyarakat kelas atas maupun kelas bawah, karenanya ia tidak menghilangkan masyarakat kelas, melainkan menguatkan. Distribusi risiko melekat dalam pola kelas secara berkebalikan. Kekayaan mengakumulasi pada lapisan sosial atas, risiko melekat dalam lapisan sosial bawah. Kalangan masyarakat atas mampu menghindar dari risiko, sementara masyarakat bawah menjadi objek dari risiko tersebut. Pada konteks ini dalam menjelaskan tentang lapisan masyarakat, tidak menutup kemungkinan yang dinyatakan Beck, yakni lapisan atas identik dengan bangsa kaya

(19)

(rich nations), sedangkan lapisan bawah diidentikkan bangsa miskin (poor nations) (Susilo, 2012:174-175).

b). Refleksivitas

Bagi Giddens, hidup dalam masyarakat modern masa kini berarti kita harus membentuk dan membentuk kembali diri kita agar mampu manghadapi perubahan-perubahan di lingkungan kita. Karena kondisi-kondisi baru yang secara konstan muncul di sekitar kita, yang harus kita jadikan masuk akal, kita harus mengelola dan melekatkan makna kepada dunia yang secara ineheren tidak stabil. Kita tidak bisa lagi kembali ke cara-cara kehidupan yang lama karena cara-cara lama itu akan mubazir di dunia yang sedang “berlari” sekarang ini (Giddens, 1999). Satu-satunya arah tindakan kita adalah secara konstan memantau kondisi-kondisi kita dan membentuk diri kita sendiri sesuai dengan kondisi-kondisi tersebut. Ini berarti bahwa kita secara rutin beradaptasi dengan kesadaran kita tentang apa yang sedang terjadi; membentuk self, suatu identitas, agar sesuai dengan kondisi kini, dan tak harus begitu besok. Inilah proses yang disebut Giddens sebagai refleksitivitas. Jadi, kehidupan dalam masa modernitas akhir adalah proyek reflektif (seumur hidup) yang membuat masuk akal segala hal dan bagaimana kita seharusnya hidup dalam kondisi-kondisi yang di dalamnya kita berubah dan berubah (Jones, 2009:251).

Berdasarkan penjelasan diatas, telah sejalan dengan sebagaimana halnya dengan industri batik yang ada di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Di Desa tersebut, industri batik telah berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dalam hal memproduksi barang. Wilayah di Desa Pilang telah berubah menjadi wilayah industri akibat modernisasi. Seperti halnya yang disampaikan oleh Giddens bahwa modernitas berkaitan dengan kapitalisme yang ditandai dengan produksi yang besar dan melibatkan sederet aspek lain terutama dalam hal ini adalah lingkungan.

(20)

Modernitas merupakan sebuah dunia yang tak terkendalikan atau terkontrol. Pun demikian sama dengan industri batik yang ada di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Bahwa industri batik tersebut berkembang dengan pesat seiring dengan modernisasi yang masuk di daerah tersebut dan menekan industri batik tersebut untuk selalu memproduksi barang yang sebanyak-banyaknya, namun disisi lain, industri batik tersebut tidak dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya dalam hal produksi batik tersebut terkait dengan risiko yang dihasilkan. Bahwa bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi batik mengandung risiko untuk merusak lingkungan. Risiko itu tumbuh dan ada karena perbuatan manusia atau perajin batik yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungannya. Sehingga perlu adanya reflektivitas dari masyarakat industri batik di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, khususnya perajin batik untuk perlu melihat kondisi lingkungan sekitarnya dengan kemudian melakukan tindakan pengelolaan lingkungan sebagai wujud representasi ulang dirinya yang mengurangi pencemaran lingkungan.

D. Kerangka Pemikiran

Dampak yang dihasilkan dari adanya sebuah industri, khususnya industri batik menjadi sangat penting untuk dikaji demi terwujudnya industri yang ramah lingkungan. Dengan isu global tentang masalah lingkungan saat ini haruslah segera diambil tindakan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. Kemampuan adaptasi masyarakat terhadap lingkungan sekitar menjadi faktor bagaimana masyarakat harus sadar untuk memperhatikan keadaan lingkungan hidup sekitar. Sehingga perlu kesadaran perajin batik untuk mengelola lingkungannya agar pencemaran lingkungan tidak merajalela.

Masyarakat industri batik Desa Pilang termasuk masyarakat yang berisiko terkait bahan-bahan yang digunakan dalam produksi batik dan

(21)

bagaimana meraka mengolah limbah yang dihasilkan dalam proses produksi batik. Risiko tersebut dapat berupa risiko fisik, risiko sosial, dan risiko mental atau psikologis.

Dampak yang dihasilkan oleh industri batik haruslah diberi perhatian khusus mengingat keadaan lingkungan hidup manusia pada saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Dengan demikian, dampak dari adanya kegiatan industri mau tidak mau, cepat atau lambat akan menyangkut pula pada aspek kehidupan yang lain, seperti keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti sumber daya alam yang habis dan tercemar dan kesehatan yang terancam.

Kegiatan industri batik menjadi berisiko terkait limbah yang dihasilkannya mengandung zat atau unsur berbahaya yang dapat merusak lingkungan. Bahan kimia yang digunakan pada proses industri batik menjadi salah satu hal yang sangat dikhawatirkan karena merupakan salah satu pemicu terjadinya pencemaran lingkungan di masyarakat Desa Pilang.

Adanya limbah batik kemudian dilakukan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha atau pengrajin batik bersama pemerintah setempat untuk meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan akibat limbah mengingat indikasi risiko yang muncul akibat industri batik di Desa Pilang telah terlihat. Hal ini dilakukan pula agar dampak dari limbah batik tidak terjadi di masa yang akan datang.

Hal ini dapat diantisipasi sebagai bentuk refleksivitas masyarakat industri batik Desa Pilang untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Refleksivitas atau tindakan yang dilakukan oleh pengusaha atau pengrajin batik dilakukan setelah timbulnya dampak dari risiko industri batik di Desa Pilang sebagai wujud sikap untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat limbah batik agar keberlanjutan hidup masyarakat serta lingkungan hidup sekitar dapat selaras.

Sehingga, representasi yang dilakukan oleh pengusaha atau pengrajin batik mengenai industri batik yang dijalankan dengan keadaan lingkungan

(22)

disekitarnya dapat seimbang dan sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Representasi perlu dilakukan agar citra dari industri batik di Desa Pilang tidak dilebihkan atau dikurangkan yang justru nantinya akan merugikan industri batik di Desa Pilang itu sendiri.

Kajian mengenai industri batik dan dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan hidup manusia di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen ini dianalisis dengan menggunakan teori Masyarakat Risiko atau Risk Society oleh Ulrich Beck. Menurut Ulrich Beck, masyarakat industri merupakan masyarakat risiko karena sebagian besar risiko dihasilkan dari kegiatan industri tersebut, akibat dari adanya pengaruh teknologi yang semakin berkembang. Risiko yang dihasilkan meliputi risiko fisik-ekologis, risiko sosial, dan risiko mental atau psikologis. Risiko tidak mengenal ruang dan waktu serta terkait dengan konsep efek bumerang dimana risiko akan menyerang kembali pada penghasil risiko. Sehingga, muncul refleksivitas sebagai renungan dan tindakan dari adanya risiko tersebut.

(23)

Bagan II. 1: Kerangka Berpikir Masyarakat Risiko

atau Risk Society

Pengelolaan Limbah Batik Pada Industri

Batik Desa Pilang

Indikasi Risiko yang Timbul dari Adanya Industri Batik Desa

Pilang

Lingkungan Masyarakat dan Lingkungan Hidup

Berkelanjutan Refleksivitas Kegiatan Industri Batik beserta Bahan-Bahan yang

Digunakan Industri Batik Desa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam analisa ini dihitungan kebutuhan air minum untuk kampus Universitas Riau dengan memanfaatkan sumber air baku dari air tanah dangkal (sumur bor) dengan tujuan

Dengan memanfaatkan perubahan frekuensi dan amplitudo pada gelombang osilasi akibat pengurangan nilai impedansi belitan, tes respon osilasi mendeteksi terjadinya turn fault

Terdapat hubungan antara peran orang tua dalam komunikasi keluarga dengan kejadian pernikahan dini yang berarti bahwa orang tua yang kurang berperan memiliki peluang lebih

Ho : ρ = 0, hipotetsis nol : tidak terdapat pengaruh antara lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian dan

Setiap produk kayu yang dihasilkan telah memenuhi standar ISPM #15 (kadar air, bebas kulit dan kotoran, tidak berlubang, dan bebas hama). Jasa pengemasan kayu memberikan

(6) Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dapat bekerja sama

Larangan berputus asa bagi orang yang berdosa serta tidak berlebihan termasuk bab aula (yang dilarang yang paling berat) dan pemahaman madzhab dari khitah. Kemudian Allah

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelum nya tentang sistem keamanan rumah, maka dibuatlah sistem keamanan rumah pada jendela yang dikendalikan jarak