• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Laju perkembangan suatu rumah tangga perusahaan dalam rangka pembangunan bangsa ditentukan oleh kemampuan investasi, mutu produksi, efisiensi dan efektifitas manajemen, kemampuan bersaing dalam pemasaran, mutu pelayanan dan profesionalisme. Semua ini berfokus sentral pada masalah sumber daya manusia yang dibentuk melalui jasa pendidikan.

Pentingnya pendidikan dirasakan oleh perusahaan besar maupun kecil dalam mencari karyawan baru, dengan selalu memberikan kriteria-kriteria tertentu sebagai salah satu syarat, dan adalah satu kriteria yang dicantumkan adalah pendidikan. Dalam hal ini perusahaan biasanya membatasinya, contoh minimal SLTA / D3. Dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, perusahaan akan mencari seseorang yang benar-benar siap mengaplikasikannya dan berdedikasi tinggi serta siap terjun dalam dunia kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang karena telah menjalani pendidikan formal atau non formal serta menjadi tenaga kerja yang terdidik.

Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga yang secara formal diserahi tugas dan tanggung jawab mempersiapkan mahasiswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengisi kebutuhan masyarakat akan tersedianya tenaga ahli dan terampil dengan tingkat dan jenis kemampuan yang sangat beragam. Model pengelolaan lembaga perguruan tinggi dapat disetarakan dengan model bisnis jasa kepuasan stakeholder (mahasiswa, dosen, staf, pengelola) juga menjadi ukuran keberhasilannya. Maraknya fenomena pengangguran sarjana, membuat banyak perguruan tinggi memberi iming-iming setelah lulus akan sukses dalam dunia kerja. Konsep ini dijalankan tak lain hanyalah untuk menyakinkan para calon mahasiswa. Mereka menonjolkan besaran alumni yang terserap dalam dunia kerja yang bergengsi. Jelas, itu upaya perguruan tinggi menjawab rasa malu terhadap kritikan sosial atas kegagalan anak didiknya dalam menghadapi dunia nyata. Lulusan Perguruan Tinggi telah dibentuk sedemikian rupa agar mereka menjadi intelektual yang handal nantinya tanpa membekalinya keterampilan kerja.

(2)

Mereka hanya diprioritaskan untuk bekerja di kantoran. Padahal antara lowongan pekerjaan dengan yang membutuhkan pekerjaan lebih banyak yang membutuhkan pekerjaan. Selanjutnya adalah masalah pengalaman bekerja. Banyak dari lulusan Perguruan tinggi tidak mempunyai pengalaman bekerja sama sekali. Ketiadaan pengalaman kerja tersebut karena mereka tidak dapat memanfaatkan waktu serta peluang semaksimal mungkin. Waktunya terkadang hanya digunakan untuk kuliah dan selebihnya untuk bermain. http.//suaramerdeka.com, mengatakan bahwa 30 persen lulusan Perguruan Tinggi menganggur selama periode 2009-2010. Diperkirakan ada sekitar 600 ribu lulusan, dan angka tersebut berpotensi mengalami kenaikan setiap tahunnya. Apabila kenaikan terjadi secara terus-menerus tentu saja akan mengakibatkan Indonesia dipenuhi oleh pengangguran sarjana. Ironi memang, karena sejatinya Perguruan Tinggi merupakan suatu tingkatan yang tertinggi dalam bidang pendidikan, yang notabene kecerdasan serta pengetahuannya sudah tidak diragukan lagi. Jika dibandingkan dengan lulusan tingkat pendidikan yang ada dibawahnya (SD, SMP, SMA). Namun dari hasil riset Kemendiknas, 30 persen lulusan Perguruan Tinggi itu menganggur bukan dikarenakan kurangnya kecerdasan serta pengetahuan mereka. Semua itu terjadi akibat adanya kesenjangan dan atau ketidak cocokan antara kualifikasi lulusan dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.

Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) mengemukakan bahwa pada tahun akademik 2005-2006 ini jumlah mahasiswa baru di Jateng dan DIY mengalami penurunan sebesar 10-15 persen. Kondisi ini oleh PTS ditanggapi dengan penuh kecemasan. Mereka mengganggap penurunan jumlah mahasiswa ini karena PTN menerapkan kebijakan baru dalam penerimaan mahasiswa baru dengan jalur khusus. Anggapan ini kemudian dibantah oleh PTN karena mereka juga menghadapi masalah yang sama yaitu penurunan jumlah mahasiswa. Fenomena ini memunculkan kembali masalah lama yang menjadi tuntutan masyarakat yaitu kualitas perguruan tinggi. Memilih perguruan tinggi (PT) berkualitas seharusnya akan menjamin masa depan mahasiswanya. Namun memilih PT yang berkualitas sekarang bukan pekerjaan mudah, para calon mahasiswa akan dihadapkan pada pilihan antara kualitas ataukah kemudahan dalam menyeleseikan pendidikan berbagai PT sekarang menawarkan beragam

(3)

program studi dengan metode pengajaran yang bermacam pula. Ada metode konvensional dimana mahasiswa hadir di kelas dan mendapatkan transfer ilmu, namun ada pula metode non konvensional dimana mahasiswa cukup membayar sejumlah biaya tertentu dan bisa memilih gelar yang diinginkan atau metode kelas jauh, kelas khusus, extention dan lain dan lain sebagainya hal ini kemudian menjadi perdebatan di kalangan praktisi pendidikan tinggi maupun masyarakat tentang ketika penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan cara non konvensional tersebut. Perdebatan ini merupakan sebuah cerminan dari semakin mundurnya idealisme penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia. Idealisme mereka terkalahkan oleh permintaan pasar akan gelar akademis guna kepentingan prestise. Kelas khusus jauh atau apapun namanya biasanya tidak standar kualitas akademis seperti kelas regular, hal ini dikarenakan tujuan penyelenggaranya yang bukan dilandasi keinginan melakukan transfer pengetahuan, namun lebih karena pertimbangan bisnis. Perguruan tinggi negeri dan swasta berlomba-lomba membuka kelas khusus seperti ini karena dari segi pendapatan demikian menggiurkan. Biaya untuk mengikuti kelas non regular seperti ini bisa dua kali lipat kelas regular. Seperti juga semua aspek didalam kehidupan kita, pendidikan rupanya juga mengikuti arus kapitalisme. Kapitalisme berarti akumulasi modal untuk memperoleh profit dan ini yang sedang dilakukan pendidikan tinggi Indonesia. Tuntutan permintaan pasar akan gelar akademis disambut dengan membuka kelas regular maupun non regular sebanyak-banyaknya. Pembukaan kelas tersebut tidak menjadi masalah selama kualitas masih dijadikan acuan para penyelenggara pendidikan, namun kita bisa melihat kualitas output pendidikan tinggi kita masih jauh dari memuaskan. Kualitas rendah dari ouput perguruan tinggi terjadi di kelas regular yang notabene masih mempertahankan kualitas.

Perguruan tinggi merupakan pusat kegiatan intelektual. Dalam rahim perguruan tinggi pula akan munculnya generasi muda yang akan menentukan arah kualitas dan kuantitas perubahan kehidupan bangsa ini. sistem rekrutmen yang dipraktikkan oleh banyak perguruan tinggi saat ini, persaingannya didominasi oleh faktor non-akademik. Fenomena inilah yang membuat kita prihatin terhadap pendidikan kita. Semula yang alih-alih memancarkan jiwa empati terhadap golongan ekonomi lemah, malah lebih memfasilitasi anggota

(4)

masyarakat yang termasuk dalam kategori ekonomi mampu dalam rangka memasuki perguruan tinggi. Seperti yang dijelaskan www.okezone.com di Jawa Tengah banyak perguruan tinggi yang mematok uang pangkal yang tidak mungkin dijangkau oleh golongan ekonomi lemah. Univesitas Diponegoro (Undip) mematok sumbangan pembangunan institusi (SPI) untuk tahun ini ada dua kategori, yaitu jalur mandiri dan jalur PSSB. Untuk SPI jalur mandiri sebesar Rp5 juta, sedangkan jalur PSSB sebesar Rp2,5 juta (um.undip.ac). Universitas Negeri Semarang (Unnes) tahun lalu juga menetapkan sumbangan pembangunan lembaga (SPL) sebesar Rp5,9 juta. Untuk tahun ini ada kemungkinan juga naik. Sementara IAIN Walisongo, hanya membebankan biaya SPP dan Non SPP sebesar Rp1.034.000. Biaya-biaya tersebut memang tidak menjadi persoalan bagi keluarga ekonomi menengah atas. Namun, bagi keluarga kelas ekonomi lemah biaya itu masih menjadi persoalan. Padahal, “orang miskin dan orang kaya” mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dari negara. Hal itu sudah termaktub jelas dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itu, layanan pendidikan harus tersedia secara merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan.

Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia saat ini tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Tentu saja, pertumbuhan jumlah PTS yang signifikan itu menimbulkan persaingan yang tinggi diantara pelakunya. Data yang tertera di www.suarakaryaonline.com, dibanding PTN yang jumlahnya hanya 82 buah, PTS di Indonesia hadir dalam jumlah yang luar biasa yakni 2746 PTS, jika dicermati tingginya jumlah PTS di Indonesia merupakan akibat terlalu mudahnya pemerintah memberikan izin pendirian perguruan tinggi tanpa memerhatikan program studi yang dibuka, kebutuhan masyarakat, sarana dan prasarana pendidikan, serta beragam faktor lainnya. Di sisi lain, pemerintah tidak optimal mengevaluasi perguruan tinggi yang sudah diberikan, termasuk mengevaluasi tenaga pengajar, program studi, sarana pendidikan, serta mahasiswa peserta program studi. Hal itu pada gilirannya telah menyeret PTS pada persoalan kesulitan bertahan hidup, lantaran mulai ditinggalkan masyarakat. Hal lain, kini

(5)

PTS harus bersaing secara tidak sehat dengan perguruan tinggi negeri (PTN) yang sangat mudah membuka program studi serta menyediakan beragam jalur, di tengah rendahnya angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi di Indonesia berdasarkan data, dari 28 juta penduduk Indonesia berusia 19-24 tahun, yang seharusnya mengenyam pendidikan tinggi, sampai saat ini baru 4,3 juta orang yang menjadi mahasiswa (17,2%). Pemerintah menargetkan APK perguruan tinggi bisa mencapai 18% atau membutuhkan tambahan 180.000 mahasiswa baru hingga tahun 2009. Sementara jumlah PTS saat ini telah melebihi kebutuhan masyarakat dan pertumbuhan calon mahasiswa baru.

Di Jawa Barat hal serupa juga terjadi, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tumbuh begitu cepat yang terbagi kedalam beberapa bentuk antara lain: Universitas, Institut, Sekolah tinggi, Akademik, dan Politeknik. Berikut data jumlah Perguruan Tinggi Swasta berdasarkan data kopertis wilayah IV jawa Barat.

Tabel 1.1

Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah IV Jawa Barat

Sumber : Kopertis Wilayah IV (Jawabarat) Edisi November

Bandung sebagai ibu kota propinsi ternyata menjadi incaran, 51% sekolah tinggi terpusat di Bandung, disusul dengan akademi 21%, Politeknik 12%, Universitas 13%, dan institut 2%, maka tidaklah heran apabila persaingan PTS di Bandung tergolong tinggi.

Bentuk PTS Jumlah PTS Universitas 46 Institut 6 Sekolah tinggi 235 Akademi 156 Politeknik 31 Jumlah 474

(6)

Untuk memajukan pendidikan Universitas Widyatama berusaha menciptakan lulusan yang berkompetensi generic ICT dan Bahasa Inggris dengan spesialisasi (berdaya saing) kearah sektor keuangan , sektor perdagangan dan jasa serta industri pengolahan/ manufaktur yang merupakan harapan masa depan bagi Bangsa dan Negara.

Usaha yang dilakukan penyelenggara jasa pendidikan ini ditujukan untuk pencapaian loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen memiliki peranan penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini yang menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka.

Universitas Widyatama (UTAMA) sebagai salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung. Sebagai universitas di bidang Ekonomi yang telah bergerak 30 Tahun lebih berkiprah di bisnis jasa pendidikan di Bandung. UTAMA senantiasa mengadakan perbaikan disana sini untuk mengemas jasa pendidikan menjadi lebih menarik. Salah satunya dengan penerapan ISO 9001 versi 2000 dalam hal pelayanan. Dengan motto Friendly Campus for Future Business Pro, berarti UTAMA harus mampu memberikan suatu kajian produk yang berkualitas karena apabila tidak, maka hal ini akan menimbulkan sikap negatif bagi mahasiswa yang dapat berakibat perginya mahasiswa ke lembaga pendidikan lain yang mampu memberikan jasa pendidikan seperti yang mereka harapkan.

Penting bagi UTAMA untuk dapat mengetahui atribut jasa seperti apa yang diharapkan dan dikehendaki oleh mahasiswa agar dapat memberikan pelayanan yang efektif. Kurangnya pelayanan yang diterima oleh mahasiswa ini terjadi di Fakultas Bisnis dan Manajemen (FBM) Universitas Widyatama, yaitu banyak sekali mahasiswa non-aktif. Pertumbuhan mahasiswa non-aktif ini secara akumulasi Nampak dalam tabel berikut ini :

(7)

Tabel 1.2

Jumlah Mahasiswa Universitas Widyatama dari Tahun Akademik 2007/2008 - 2009/2010 Pada Setiap Semester Berjalan

Tahun Akademik Semester Jumlah Mahasiswa Jumlah Mahasiswa yang Aktif Jumlah Mahasiswa yang Cuti Jumlah Mahasiswa yang Mengundurkan Diri 2007/2008 Ganjil 6005 5906 99 34 2008/2009 Ganjil 5987 5916 71 12 2009/2010 Ganjil 5933 5908 25 12

Kondisi tersebut terasa langsung khususnya oleh dua program studi utama di Universitas widyatama yaitu Akuntansi dan Manajemen yang meliputi ≥80% jumlah mahasiswa (±6000 mahasiswa) laju pertumbuhan mahasiswa UTAMA manajemen/S1 berdasarkan jumlah peminat yang mendaftar cukup stabil dalam lima tahun terakhir.

Tabel 1.3

Jumlah Mahasiswa Terdaftar di Universitas Widyatama Fakultas Bisnis dan Manajemen/S1 Semester Ganjil Dari Tahun Akademik 2007-2009

FBM 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010 Terdaftar 400 299 416 388 556 Keluar - - 10 19 18 Lulus 285 370 393 313 15 Aktif 375 271 390 366 546 Cuti 25 28 26 22 10

Sumber : LDE Akademik Universitas Widyatama

Kurangnya perhatian terhadap atribut jasa yang ditawarkan Universitas Widyatama menjadi salah satu penyebab ketidakpuasan mahasiswa, sehingga sulit untuk mencapai loyalitas mahasiswa.

(8)

Kekurangan dan kelebihan atribut jasa yang telah ditawarkan Universitas Widyatama, yaitu :

 Kurangnya perhatian terhadap pelayanan yang ada di Universitas Widyatama, misalnya : staf karyawan Universitas Widyatama yang terkadang mempersulit mahasiswa.

 Fasilitas yang diberikan sudah cukup baik, diantaranya fasilitas perpustakaan, wirelees, area parkir, food court.

Segala pengorbanan yang dikeluarkan oleh mahasiswa berupa uang untuk membayar segala biaya pendidikan, waktu yang dihabiskan yang dapat dihitung sebagai opportunity cost, dan jerih payah mereka mengikuti perkuliahan, harus di imbangi oleh layanan yang diberikan PTS hal ini semata-mata untuk mencapai loyalitas mahasiswa dimasa yang akan datang.

Berdasarkan fenomena diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian di Universitas Widyatama. Selanjutnya hasil dari penelitian tersebut dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Atribut Jasa Pendidikan Terhadap Loyalitas Mahasiswa di Universitas Widyatama (Studi Kasus Pada Mahasiswa FBM Manajemen S1 dan D3)”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap atribut-atribut jasa Universitas Widyatama?

2. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap atribut-atribut jasa pendidikan pada FBM Universitas Widyatama?

3. Bagaimana loyalitas mahasiswa terhadap jasa pendidikan FBM Universitas Widyatama?

4. Seberapa besar pengaruh atribut-atribut jasa pendidikan terhadap loyalitas mahasiswa pada FBM Universitas Widyatama?

(9)

1.3 Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman, yang lebih luas dalam proses belajar baik secara teoritis maupun praktis, sehingga penulis dapat membiasakan diri dalam melakukan penelitian secara ilmiah dan membiasakan diri dalam membuat laporan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian ini berguna untuk mengetahui manfaat dari Atribut Produk Jasa Pendidikan Terhadap Loyalitas Konsumen pada perusahaan yang mengimplementasikannya.

2. Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan yang berarti bagi perusahaan terutama pihak-pihak yang terkait secara langsung dalam bidang pemasaran.

3. Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan serta sumber informasi bagi pihak lain yang secara langsung tertarik pada Pengaruh Atribut Produk Jasa Pendidikan Terhadap Loyalitas Mahasiswa Pada FBM Universitas Widyatama.

1.4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Pada dasarnya kegiatan pemasaran merupakan aplikasi dari strategi pemasaran yaitu bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk menarik konsumen dan memasuki pasar sasaran. Bauran pemasaran ini mempunyai empat variabel yang dikenal dengan empat P, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).

Pengertian bauran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2008;18) adalah :

“Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran”.

(10)

Menurut Buchari Alma (2007:382) bahwa elemen-elemen strategi bauran pemasaran jasa dalam lembaga pendidikan terdiri dari 7 P, yaitu: Produk (Product), harga (price), tempat (place), promosi (promotion), dan karakter pribadi (personal traits), serta lingkungan fisik (physical environment) dan proses (process).

Menurut Zeithaml dan Bitner (2005:28) ”Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.”

Sedangkan Buchari Alma (2008:30) berpendapat marketing jasa pendidikan berarti kegiatan lembaga pendidikan memberi layanan atau menyampaikan jasa pendidikan kepada konsumen dengan cara yang memuaskan.

Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Berbagai upaya dilakukan suatu perusahaan untuk memperoleh loyalitas pelanggan, baik melalui pemberian fasilitas-fasilitas khusus bagi pelanggan yang sedang dan sudah menggunakan / mengkonsumsi produk tersebut. Loyalitas dapat terbentuk apabila seorang konsumen merasa puas terhadap produk yang telah dibelinya, dimana pembelian dilakukan setelah melalui proses pembuatan keputusan pembelian, sehingga konsumen yang puas tersebut memutuskan untuk membeli kembali produk perusahaan di waktu mendatang.

Definisi loyalitas menurut Griffin (2008;5) adalah :

”Loyalitas adalah pembentukan sikap dan pola perilaku seorang konsumen terhadap pembelian dan penggunaan produk merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumnya”.

Sedangkan Menurut Shet&Mittal (2004) dalam Fandy Tjiptono (2007:387) mendefinisikan loyalitas pelanggan adalah sebagai berikut : “Loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten”.

(11)

Pelanggan yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan. Menurut Griffin (2008;31), loyalitas pelanggan dalam kaitannya dengan perilaku pembelian ditandai dengan adanya :

1. Melakukan pembelian ulang secara teratur

Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan oleh perusahaan.

2. Melakukan pembelian antarlini produk dan jasa

Pelanggan melakukan pembelian antarlini produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

3. Mereferensikan kepada orang lain

Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut terhadap orang lain.

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tariakan pesaing

Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa loyalitas merupakan suatu sikap dari konsumen atau pelanggan yang melakukan pembelian ulang untuk produk atau jasa yang sama secara konsisten, dan komitmen konsumen terhadap produk atau jasa tersebut positif dan melalui serangkaian proses evaluasi.

Untuk menjadi konsumen yang loyal seorang pelanggan harus melalui beberapa tahap. Proses ini lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, peluang perusahaan lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan yang loyal. Melalui penanganan atribut produk yang berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan pelanggan diharapkan akan mampu meningkatkan loyalitas pelanggan di masa yang akan datang.

(12)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menarik hipotesis bahwa “Atribut jasa pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas mahasiswa di Universitas Widyatama ”

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam memperoleh data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada FBM Manajemen S1 dan D3 Universitas Widyatama Jalan Cikutra No. 204A Bandung. Dimana penulis memulai penelitian ini pada bulan Oktober 2012 sampai dengan selesai.

Referensi

Dokumen terkait

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Hasil uji reliabilitas instrumen variabel motivasi belajar (Y) akan diukur tingkat reliabilitasnya berdasarkan interpretasi reliabilitas yang telah ditentukan pada

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban