• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Keadaan cuaca selama penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Keadaan cuaca selama penelitian"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas

Pengamatan selintas merupakan suatu pengamatan yang datanya tidak dianalisis secara statistika, dilakukan diluar pengamatan utama untuk mendukung informasi pengamatan utama. Beberapa pengamatan selintas yang disajikan adalah keadaan cuaca, saat mulai berbunga, 90% berbunga, umur panen, serangan hama dan penyakit, persentase polong isi, persentase polong hampa, dan jumlah biji per polong.

4.1.1. Keadaan Cuaca Selama Penelitian

Keadaan cuaca yang diamati selama penelitian berlangsung adalah suhu udara (minimum dan maksimum), kelembaban nisbi (RH), curah hujan dan jumlah hari hujan. Pengamatan cuaca selama penelitian disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Keadaan cuaca selama penelitian

Sumber: Pengamatan mandiri dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang

Selama penelitian berlangsung, suhu udara maksimum di lokasi penelitian berkisar antara 32,76 oC sampai dengan 36,36 oC dengan suhu udara minimum 20,50 oC sampai 30,09 oC, sedangkan kelembaban nisbi berkisar antara 80.70 % hingga 89.50 % serta curah hujan antara 150 mm sampai 345 mm/bulandengan jumlah hari hujan 5 sampai 10 hari. Berdasarkan syarat tumbuh tanaman kacang tanah, cuaca selama penelitian kurang cocok untuk tanaman kacang tanah.

4.1.2. Serangan Hama dan Penyakit

Selama penelitian berlangsung, hama yang menyerang tanaman kacang tanah adalah ulat grayak (Spodoptera sp.), ulat penggulung daun (Lamprosema

sp.), ulat jengkal (Chrysodeixis sp.), bekicot dan kumbang pemakan biji

(Tribolium sp.). Larva dan kumbang Tribolium melubangi polong kacang tanah

dan memakan bijinya. Ulat grayak memakan daun dan hanya menyisakan

Tahun 2016 Bulan Suhu (oC) Kelembaban Nisbi (%) Curah Hujan (mm/bulan) Jumlah Hari Hujan (hari) Maximum Minimum Februari 33,63 22,25 89,50 230 8 Maret 32,76 20,50 84,51 345 10 April 33,30 25,53 80,98 270 7 Mei 36,36 30,09 80,70 150 5

(2)

2

epidermis daun sehingga dari jauh daun tampak keputih-putihan. Ciri khas larva penggulung daun adalah terdapatnya dua bercak hitam pada kedua sisi prothorax. Larva ini tinggal di dalam gulungan daun. Gulungan daun mulai dibentuk oleh larva muda pada bagian pucuk, tempat telur diletakkan. Setelah tumbuh menjadi lebih besar, larva berpindah ke daun yang lebih tua. Selama berdiam di dalam gulungan daun, larva memakan daun sehingga tampak hanya tulang daunnya saja yang tersisa. Pupa dibentuk di dalam gulungan daun tersebut. Imago yang

terbentuk berukuran kecil dan berwarna coklat-kekuningan. Ulat jengkal

memakan daun tua tanaman kacang tanah sehingga daun berlubang (Kasno, 1993). Pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara mengumpulkan dan membunuh ulat-ulat sampai mati.

Hama bekicot umumnya menyerang tanaman menjelang sore hingga malam hari dengan cara menggerek daun muda sampai habis. Biasanya media sarang bekicot untuk bersembunyi adalah bongkahan tanah yang tidak hancur dan tumpukan rumput (Pajow dkk. 2006). Pengendalian dilakukan secara teknis yaitu membersihkan rumput di sekitar lahan penelitian serta pengendalian mekanis dengan cara mengumpulkan dan membunuh bekicot sampai mati.

Penyakit yang menyerang tanaman selama penelitian adalah penyakit bercak daun yakni bercak daun awal/early leaf spot yang disebabkan oleh jamur Cercospora sp. dan bercak daun lambat/late leaf spot (Cercosporidium sp.). Gejala bercak daun awal berupa bercak-bercak berbentuk bulat yang tidak beraturan dengan diameter 1-10 mm, berwarna kuning yang selanjutnya akan menjadi coklat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan coklat kemerahan sampai hitam pada permukaan atas. Seperti bercak daun awal, tetapi berwarna lebih hitam dan mempunyai bulatan tipis berwarna kuning tetapi tidak jelas seperti pada bercak daun awal. Bercak mempunyai titik-titik hitam yang terdiri dari rumpun konidiofor (Semangun, 2004 ; Kasno, 1993).

4.1.3. Saat Mulai Berbunga, Saat 90% Berbunga dan Umur Panen Tanaman

Pengamatan saat mulai berbunga ditentukan pada saat tanaman pada petak perlakuan sudah mengeluarkan bunga pertama, sedangkan saat tanaman 90% berbunga ditentukan pada saat 90% tanaman sampel dari masing-masing petak

(3)

3

perlakuan sudah berbunga. Pengamatan saat mulai berbunga, 90% berbunga dan umur panen dapat dilihat ada tabel 4.2.

Tabel 4.2.Umur tanaman mulai berbunga, 90% telah berbunga dan panen

Perlakuan Saat Mulai Berbunga (hst) 90% Berbunga (hst) Umur Panen (hst) K0S1 23 33 100 K1S1 28 38 100 K2S1 29 42 100 K3S1 29 44 100 K0S2 21 33 100 K1S2 23 33 100 K2S2 21 33 100 K3S2 23 33 100 K0S3 23 33 100 K1S3 23 33 100 K2S3 23 33 100 K3S3 23 33 100

Keterangan: K= konsentrasi; S= stadia pertumbuhan

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa saat tanaman mulai berbunga berkisar antara 21 sampai dengan 29 hari setelah tanam. Sedangkan saat berbunga 90% berkisar antara 33 sampai dengan 44 hari setelah tanam. Pada perlakuan konsentrasi paclobutrazol 0,1; 0,2; dan 0,3 ml L-1 pada stadia V3 (K1S1, K2S1 dan K3S1) 90% berbunga menjadi lebih lama dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan dibandingkan tanpa perlakuan paclobutrazol, tetapi pada stadia bunga dan stadia biji umur 90% berbunga sama. Penelitian Rubiyati (2014) melaporkan pemberian konsentrasi 0,25 sampai 0,75 ml L-1 paclobutrazol pada umur 4 minggu setelah okulasi menghasilkan jumlah bunga mawar batik menjadi lebih sedikit dengan umur mulai berbunga menjadi lebih lama daripada perlakuan paclobutrazol pada umur 8 minggu setelah okulasi. Umur tanaman saat panen adalah 100 hari setelah tanam. Dilihat dari deskripsi varietasnya (lampiran 11), umur varietas Takar 1 dapat dipanen pada umur 90 sampai 95 hari setelah tanam.

4.2. Pengamatan Utama

4.2.1. Pengaruh Paclobutrazol Terhadap Pertumbuhan Tanaman 4.2.1.1. Jumlah Ruas Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan BNJ 5% (tabel 4.4), perlakuan paclobutrazol pada

(4)

4

konsentrasi 0,1 dan 0,2 ml L-1 belum berpengaruh secara nyata menurunkan jumlah ruas dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,3 ml L-1 berpengaruh nyata menurunkan jumlah ruas dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0,1 dan 0,2 ml L-1. Terjadinya penurunan jumlah ruas diduga karena paclobutrazol menghambat produksi giberelin endogen pada sub meristem apikal tanaman, sehingga laju pembelahan dan pemanjangan sel menjadi terhambat (Chaney, 2005).

Penghambatan giberelin oleh paclobutrazol berpengaruh terhadap aktivitras peroksidasi dan IAA oksidasi sehingga kandungan auksin menurun di daerah meristem sub apikal (Cathey, 1964). Hal ini menyebabkan jumlah ruas tanaman menjadi lebih sedikit. Paclobutrazol bila digunakan pada tanaman dapat menyebabkan penghambatan kecepatan pembelahan dan pemanjangan sel (ICI, 1984). Penelitian Samanhudi dkk. (2002) pada tanaman kentang melaporkan pemberian 0,2 ml L-1 paclobutrazol mampu menurunkan jumlah ruas yang terbentuk hingga lima kali lebih sedikit dibandingkan kontrol.

Tabel 4.3. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah ruas

Jumlah Ruas per Tanaman (ruas) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Ruas (ruas) V3 Berbunga Biji 0 19,67 20,05 20,67 20,13 ± 0,51 a 0,1 19,13 19,46 16,38 18,32 ± 1,69 ab 0,2 18,54 20,21 16,46 18,41 ± 1,88 ab 0,3 17,96 19,33 14,75 17,35 ± 2,35 b Rerata Jumlah Ruas (ruas) 18,83 ± 0,74 ab 19,76 ± 0,43 a 17,07 ± 2,53 b ( — ) Koefisien Variasi 10,54

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia V3, stadia berbunga (R1) dan stadia pembentukan biji (R5) belum berpengaruh secara nyata menurunkan jumlah ruas tanaman. Diduga pada stadia V3 tanaman dalam fase pertumbuhan cepat sehingga dengan pemberian paclobutrazol pertumbuhan tanaman menjadi terhambat karena paclobutrazol menghambat aktivitas hormon giberelin, sehingga menyebabkan

(5)

5

laju pembelahan sel menjadi terhambat. Senyawa paclobutrazol pada tanaman tidak bertahan lama ± 3-4 minggu setelah aplikasi (Chaney, 2005), setelah senyawa paclobutrazol hilang, akan dengan cepat kembali memacu pembelahan sel dan laju pertumbuhan tanaman akan kembali ke fase pertumbuhan cepat. Winardiantika, dkk. (2011) dalam penelitiannya melaporkan penghambatan pemanjangan ruas oleh paclobutrazol pada tanaman kembang kertas hanya terjadi pada beberapa ruas yang mulai muncul setelah aplikasi.

Pemberian paclobutrazol pada umur 5 minggu setelah tanam menghasilkan tanaman kentang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pada 6 minggu setelah tanam (Rogi dkk. 2012). Melalui hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian paclobutrazol efektif diberikan pada stadia tanaman lebih lanjut. Seperti yang terdapat dalam penelitian ini, ruas tanaman yang lebih sedikit diperoleh pada perlakuan paclobutrazol pada stadia pembentukan biji. Pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji, tanaman dalam fase pertumbuhan lambat karena laju pembelahan sel menurun karena pertumbuhan dominan dialihkan ke pertumbuhan reproduktif yaitu pembentukan bunga, polong dan pengisian biji. Setelah proses pembuahan selesai dan dilanjutkan dengan inisiasi biji, bagian reproduktif merupakan sink (pengguna) dominan akan asimilat karena digunakan untuk pengisian biji (Gardner, dkk. 1991). Selain itu tanaman pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji dalam fase pertumbuhan lambat sehingga dengan pemberian paclobutrazol pembelahan sel menjadi lebih terhambat karena produksi giberelin pada sub meristem apikal dihambat.

4.2.1.2. Panjang Ruas Tanaman

Perlakuan paclobutrazol pada berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata menurunkan panjang ruas dibandingkan dengan kontrol (tabel 4.5). Selanjutnya pemberian paclobutrazol dari 0,1 ml L-1 menjadi 0,2 ml L-1 dan 0,3 ml L-1 tidak berbeda nyata menurunkan panjang ruas tanaman. Diduga dengan perlakuan 0,1 ml L-1 paclobutrazol sudah mampu menurunkan panjang ruas, sehingga dengan penambahan sampai 0,3 ml L-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata. Paclobutrazol bila digunakan pada tanaman dapat menyebabkan penghambatan pembelahan dan pemanjangan sel dengan cara menghambat 3 tahap biosinesis giberelin yakni menghambat reaksi oksidasi kauren menjadi asam

(6)

6

kaurenoat pada titik tumbuh (Krishnamoorthy, 1981; Salisbury dan Ross, 1995; MDAR and MassDEP, 2012; ICI, 1984). Pemanjangan ruas pada tanaman disebabkan karena terjadinya proses pemanjangan sel akibat pembelahan sel. Pembelahan dan pemanjangan sel terjadi karena aktivitas hormon auksin dan giberelin yang bekerja di daerah meristem (Gardner dkk. 1991).

Giberelin dapat memacu sintesis enzim yang dapat melunakkan dinding sel, terutama enzim proteolitik yang akan melepaskan amino triptofan sebagai prekusor/pembentuk auksin sehingga kadar auksin dalam tanaman tersebut meningkat. Auksin dan giberelin bekerja sama dalam pemanjangan sel sehingga mempengaruhi panjang ruas tanaman (Davies,1995; Parman, 2015). Tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol menghasilkan ruas tanaman menjadi lebih pendek karena pembelahan dan pembentangan sel terhambat akibat aktivitas hormon giberelin endogen di sub meristem apikal dihambat. Pemberian 0,3 ml L-1 paclobutrazol pada tanaman semangka lebih efektif menghasilkan ruas tanaman yang lebih pendek dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,15 dan 0,45 ml L-1 (Ginting, 2014).

Tabel 4.4. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap panjang ruas

Panjang Ruas per Tanaman(cm) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Panjang Ruas (cm) V3 Berbunga Biji 0 3,27 3,34 2,99 3,20 ± 0,19 a 0,1 2,65 2,55 2,12 2,44 ± 0,29 b 0,2 2,39 2,60 2,15 2,38 ± 0,23 b 0,3 2,04 2,13 1,70 1,95 ± 0,23 b Rerata Panjang Ruas

(cm) 2,59 ± 0,53 a 2,66 ± 0,50 a 2,24 ± 0,54 a ( — ) Koefisien Variasi 16,89

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia V3, stadia berbunga dan stadia pembentukan biji belum berpengaruh secara nyata dalam menurunkan panjang ruas. Hal ini diduga pada stadia V3, tanaman dalam fase pertumbuhan cepat, sehingga dengan pemberian paclobutrazol laju pertumbuhan tanaman menjadi terhambat karena giberelin endogen dihambat. Setelah senyawa paclobutrazol

(7)

7

hilang, tanaman akan kembali ke pertumbuhan cepat sehingga ruas yang akan muncul menjadi normal kembali.

Pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji tanaman dalam fase pertumbuhan lambat karena laju pembelahan sel menjadi menurun karena pertumbuhan dominan dialihkan ke pertumbuhan reproduktif (Gardner, dkk. 1991). Hal inilah yang menyebabkan panjang ruas pada ketiga stadia tidak memberikan perbedaan yang nyata. Penelitian Widaryanto dkk. (2011) melaporkan penghambatan panjang ruas tanaman bunga matahari oleh paclobutrazol yang disemprotkan pada umur 42 HST hanya bertahan sampai umur 70 HST, setelah umur 84 HST panjang ruas tanaman akan normal kembali.

4.2.1.3. Tinggi Tanaman

Berdasarkan uji ANOVA (tabel 4.6) perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 berpengaruh secara nyata menurunkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 belum berpengaruh secara nyata menurukan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena tinggi tanaman dipengaruhi oleh jumlah dan panjang ruas. Didukung oleh jumlah ruas dan panjang ruas (tabel 4.4. dan tabel 4.5), peningkatan konsentrasi paclobutrazol 0,1 ml L-1 sampai 0,3 ml L-1 jumlah ruas dan panjang ruas tidak berbeda nyata.

Gardner dkk. (1991) mengemukakan bahwa pertambahan tinggi batang terjadi di dalam meristem interkalar (dasar ruas), ruas memanjang sebagai akibat sel yang terus membelah sehingga sel membentang (memanjang) yang akhirnya meningkatkan tinggi tanaman. Penelitian Lienargo, dkk. (2012) melaporkan konsentrasi 0,5; 1 dan 1,5 ml L-1 paclobutrazol tidak berpengaruh secara nyata dalam menghambat tinggi tanaman pada tanaman jagung varietas Manado Kuning.

(8)

8

Tabel 4.5. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap tinggi tanaman

Tinggi Tanaman (cm) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Tinggi Tanaman (cm) V3 Berbunga Biji 0 75,26 78,83 77,88 77,32 ± 1,85 a 0,1 57,92 50,30 40,02 49,41 ± 8,99 b 0,2 51,08 49,44 44,90 48,47 ± 3,20 b 0,3 50,54 43,28 36,34 43,39 ± 7,10 b Rerata Tinggi Tanaman (cm) 58,70 ± 11,54 a 55,46 ± 15,89 ab 49,78 ± 19,0 b ( — ) Koefisien Variasi 8,72

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia V3, stadia berbunga (R1) dan stadia pembentukan biji (R5) belum berpengaruh secara nyata menurunkan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena jumlah ruas dan panjang ruas (tabel 4.4. dan tabel 4.5) pada ketiga stadia tidak berbeda nyata. Penelitian Agus, (2015) pada tanaman kacang tanah melaporkan pemberian paclobutrazol lebih efektif memperpendek tinggi tanaman jika diberikan pada umur 3 dan 4 MST dibandingkan dengan 3 dan 5 MST serta 3 dan 6 MST.

4.2.1.4. Diameter Tanaman

Berdasarkan tabel 4.7, perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 berpengaruh secara nyata meningkatkan diameter batang tanaman dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 belum berpengaruh secara nyata meningkatkan diameter batang. Diduga dengan pemberian 0,1 ml L-1 paclobutrazol pembentangan sel oleh meristem lateral telah mencapai titik maksimum sehingga dengan peningkatan konsentrasi sampai 0,3 ml L-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan diameter batang. Terjadinya peningkatan diameter batang pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol disebabkan karena paclobutrazol menghambat pemanjangan sel di sub meristem apikal sehingga mendorong pembesaran sel kearah lateral.

Gardner dkk. (1991) mengemukakan diameter tanaman yang membesar sebagai akibat meristem lateral yang menghasilkan sel-sel baru yang memperluas

(9)

9

lebar diameter batang. Pemberian paclobutrazol pada tanaman membuat aktivitas meristematik di titik tumbuh menjadi terhambat dan sel-sel pada batang membentang ke arah lateral sehingga memacu penebalan diameter batang. Penebalan batang oleh paclobutrazol disebabkan karena terjadinya peningkatan volume sel parenkim di daerah korteks serta meningkatnya produksi sel di daerah kambium (Marshel dkk. 2015). Pengaruh paclobutrazol pada morfologi tanaman dapat dilihat secara langsung dengan menghambat pertumbuhan dan pemanjangan ruas sehingga diameter batang tanaman membesar (Wulandari, 1997).

Tabel 4.6. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap diameter batang

Diameter Batang per Tanaman (cm) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Diameter Batang (cm) V3 Berbunga Biji 0 0,290 0,337 0,300 0,308 ± 0,025 b 0.1 0,383 0,400 0,380 0,387 ± 0,011 a 0.2 0,423 0,423 0,427 0,424 ± 0,002 a 0.3 0,437 0,427 0,437 0,433 ± 0,006 a Rerata Diameter Batang (cm) 0,383 ± 0,066 a 0,396 ± 0,042 a 0,385 ± 0,062 a ( — ) Koefisien Variasi 10,633

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia V3, stadia berbunga dan stadia pembentukan biji belum berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan diameter batang tanaman. Hal ini disebabkan karena tinggi tanaman yang tidak berpengaruh secara nyata pada berbagai stadia (tabel 4.6) mempengaruhi diameter batang, sehingga pada penelitian ini menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda nyata. Hasil penelitian Marshel dkk. (2015) melaporkan perlakuan konsentrasi 0,5; 0,1 dan 0,15 ml L-1 paclobutrazol berpengaruh nyata pada diameter batang dibandingkan dengan kontrol, sedangkan perlakuan waktu aplikasi 3, 4 dan 5 MST tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bunga matahari pada umur 6-11 MST.

(10)

10 1.2.1.5. Klorofil Total

Berdasarkan hasil uji ANOVA (tabel 4.8), perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 dan 0,2 ml L-1 berpengaruh secara nyata meningkatkan kandungan klorofil total dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,3 ml L-1 berpengaruh secara nyata meningkatkan kandungan klorofil total dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1. Hal ini diduga pemberian paclobutrazol dapat meningkatkan fitol. Meningkatnya fitol menyebabkan klorofil yang dikatalisis oleh enzim klorofilase terbentuk lebih banyak (Chaney, 2005). Paclobutrazol dapat menghambat pemanjangan tinggi tanaman dan meningkatkan warna hijau daun (klorofil) tanpa menyebabkan pertumbuhan yang abnormal (Krishnamoorty, 1981). Penelitian Ani (2004) melaporkan pemberian 0,1 ml L-1 paclobutrazol pada tanaman kentang mampu meningkatkan kandungan klorofil daun dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,05 ml L-1.

Tabel 4.7. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap klorofil total

Kandungan Klorofil Total (mg g-1) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Kandungan Klorofil (mg g-1) V3 Berbunga Biji 0 0,004 0,113 0,047 0,055 ± 0,036 c 0,1 0,005 0,134 0,050 0,063 ± 0,066 b 0,2 0,006 0,144 0,051 0,067 ± 0,070 ab 0,3 0,007 0,149 0,054 0,070 ± 0,073 a Rerata Kandungan Klorofil (mg g-1) 0,005 ± 0,001 c 0,135 ± 0,016 a 0,050 ± 0,003 b ( — ) Koefisien Variasi 11,16

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga berpengaruh secara nyata meningkatkan kandungan klorofil total dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3 dan stadia pembentukan biji. Diduga pada stadia V3 tanaman dalam stadia awal pertumbuhan sehingga menyebabkan kandungan klorofil rendah. Pratama dan Laily (2015) mengemukakan bahwa kandungan klorofil pada tanaman yang masih muda (stadia awal pertumbuhan) berupa protoklorofil sehingga kandungan klorofilnya rendah, kandungan klorofil daun

(11)

11

akan tinggi setelah transformasi protoklorofil menjadi klorofil. Kandungan klorofil pada daun akan mempengaruhi reaksi fotosintesis, kandungan klorofil yang rendah menjadikan reaksi fotosintesis tidak maksimal. Ketika reaksi fotosintesis tidak maksimal, senyawa karbohidrat yang dihasilkan juga tidak bisa maksimal. Jumlah kandungan klorofil total pada stadia berbunga nyata lebih tinggi pada kedua stadia lainnya disebabkan karena selain karena paclobutrazol, pada umur 20 hst dilakukan pemupukan NPK (sebelum penyemprotan paclobutrazol) sehingga tanaman mendapatkan suplai unsur hara. Pembentukan klorofil pada tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman, intensitas cahaya, CO2, karbohidrat, air, temperatur dan unsur hara (Dwijoseputro, 1992; Gardner

dkk. 1991).

4.2.2. Pengaruh Paclobutrazol Terhadap Hasil Tanaman 4.2.2.1. Jumlah Polong Isi Per Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan uji Bada Nyata Jujur 5% (tabel 4.8), pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan jumlah polong isi per tanaman secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan hasil polong isi per tanaman yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan jumlah polong isi per tanaman, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Hal ini diduga pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol tinggi tanaman lebih pendek (tabel 4.5) sehingga membuat ginofor lebih cepat mencapai tanah dan membentuk polong (biji), sehingga menghasilkan jumlah polong isi lebih banyak. Selain itu paclobutrazol meningkatkan kandungan klorofil total (tabel 4.7) sehingga diduga berpengaruh terhadap laju fotosintesis, sehingga asimilat yang dihasilkan oleh daun lebih banyak untuk ditranslokasikan untuk pengisian biji. Klorofil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis. Kandungan klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Li et al., 2006). Peningkatan kandungan klorofil total oleh paclobutrazol (tabel 4.7) diduga dapat meningkatkan laju fotosintesis sehingga menghasilkan lebih banyak fotosintat/asimilat. Hal inilah yang membuat polong isi (tabel 4.8) pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol menjadi lebih banyak. Selama pengisian biji

(12)

12

pada tanaman kacang tanah, asimilat untuk pengisian biji lebih banyak diperoleh dari fotosintesis (Purnamawati, dkk. 2010). Pada prinsipnya bentuk asimilat yang diekspor daun kacang tanah adalah fruktosa (Atkins dan Smith, 2007; Zheng et al., 2001). setelah inisiasi biji, biji menjadi daerah pemanfaatan hasil asimilat yang lebih dominan (Gardner, dkk. 1991).

Penekanan terhadap aktivitas giberelin akan mengakibatkan energi untuk melakukan proses pertumbuhan cabang, buku, dan akar diakumulasikan untuk pembentukan pembentukan bunga, buah umbi dan biji sehingga meningkatkan bagian tanaman yang diambil hasilnya (Nuraini dkk. 2015; Wulandari, 1997; Santosa, 2000). Hasil penelitian Mariati, dkk. (2014) melaporkan bahwa pemberian paclobutrazol sampai 0,25 ml L-1 menurunkan bobot 100 biji kacang tanah hingga 51-21% daripada 0,15 ml L-1. Seperti yang terdapat pada penelitian ini jumlah polong isi pada perlakuan 0,3 ml L-1 menjadi lebih sedikit dari perlakuan 0,1 dan 0,2 ml L-1. Diduga konsentrasi 0,3 ml L-1 terlalu tinggi sehingga menghambat waktu pembungaan, didukung oleh pengamatan selintas yaitu pengamatan mulai berbunga dan 90% berbunga (tabel 4.2) menjadi lebih lama dengan meningkatnya konsentrasi paclobobutrazol.

Tabel 4.8. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah polong isi

Jumlah Polong Isi per Tanaman(polong) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Polong Isi (polong) V3 Berbunga Biji 0 13,95 15,32 14,53 14,60 ± 0,69 c 0,1 18,44 22,72 22,77 21,31 ± 2,48 a 0,2 18,66 23,77 22,05 21,49 ± 2,60 a 0,3 17,84 20,52 19.80 19,39 ± 1,37 b Rerata Jumlah

Polong Isi (polong)

17,22 ± 2,21 b 20,58 ± 3,76 a 19,79 ± 3,73 a ( — ) Koefisien Varieasi 5,36

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan jumlah polong isi dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Diduga pada stadia V3 ginofor yang berhasil membentuk polong (biji) sedikit karena kandungan klorofilnya

(13)

13

rendah. Kandungan klorofil yang lebih rendah (tabel 4.7) pada stadia V3 diduga dapat menurunkan laju fotosintesis, sehingga menurunkan asimilat yang dihasilkan. Kandungan klorofil yang rendah pada tanaman dapat menurunkan laju fotosintesis sehingga menyebabkan hasil fotosintesis (fotosintat/asimilat) juga rendah (Ai dan Banyo, 2011). Hal ini dapat mempengaruhi jumlah polong isi yang dihasilkan menjadi rendah pada stadia V3.

Gardner dkk. (1991) mengemukakan bahwa sepanjang pertumbuhan, akar, daun, dan batang merupakan sink yang kompetitif dalam hal hasil asimilat selain biji. Proporsi hasil asimilat yang dibagikan ke ketiga organ tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Suatu pengurangan hasil sering kali dapat disebabkan oleh persaingan di dalam tanaman sehingga bagian yang berguna (biji atau umbi) kehilangan asimilat dan oleh karena itu pertumbuhannya terhambat (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Selanjutnya pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji menghasilkan jumlah polong isi lebih banyak, disebabkan karena pada stadia berbunga dan pembentukan biji kandungan klorofil totalnya lebih tinggi (tabel 4.7) sehingga diduga asimilat yang dihasilkan lebih bayak untuk ditranslokasikan untuk pengisian biji.

4.2.2.2. Jumlah Polong Hampa Per Tanaman

Berdasarkan uji ANOVA (tabel 4.10) dapat dilihat bahwa pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 berpengaruh secara nyata menurunkan jumlah polong hampa dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol menurunkan tinggi tanaman (tabel 4.5) sehingga ginofor lebih mudah mencapai tanah dan membentuk polong (biji) lebih cepat. Selain itu kandungan klorofil total pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol lebih tinggi sehingga diduga lebih banyak asimilat ditranslokasikan untuk pengisian biji.

Goldsworthy dan Fisher (1992) mengemukakan bahwa polong-polong yang terbentuk lebih cepat mempunyai keuntungan permulaan dalam waktu dan suatu persediaan asimilat yang lebih baik daripada polong-polong yang terbentuk lebih lambat. Simanjuntak, dkk. (2013) dalam penelitiannya melaporkan polong hampa terendah pada kacang tanah varietas Bima diperoleh dari perlakuan 0,2 ml

(14)

14

L-1 paclobutrazol (1,25 polong) dan tertinggi dari perlakuan 0,1 ml L-1 paclobutrazol (2,08 polong) dan pada varietas Gajah polong hampa terendah 1,10 (0,1 ml L-1 paclobutrazol) dan tertinggi 1,28 (0,2 ml L-1 paclobutrazol).

Tabel 4.9. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah polong hampa

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Polong Hampa (polong) V3 Berbunga Biji 0 3,02 2,93 2,78 2,91 ± 0,12 a 0,1 0,97 0,35 0,22 0,51 ± 0,40 b 0,2 0,93 0,23 0,35 0,51 ± 0,37 b 0,3 0,79 0,25 0,26 0,43 ±0,31 b

Rerata Jumlah Polong Hampa (polong) 1,43 ± 1,06 a 0,94 ± 1,33 b 0,90 ± 1,26 b ( — ) Koevisien Variasi 11,88

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pada tabel 4.9, pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji jumlah polong hampa secara nyata lebih rendah dibandingkan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Hal ini disebabkan karena tanaman stadia V3 menghasilkan kandungan klorofil yang rendah (tabel 4.7) sehingga diduga asimilat yang ditranslokasikan untuk pengisian biji juga rendah karena terjadi persaingan penggunaan asimilat oleh polong-polong yang terbentuk dengan bagian vegetatif, menyebabkan jumlah polong hampa lebih banyak. Bahan kering yang dihasilkan oleh organ daun sebagian disimpan di daun dan sebagian lagi di translokasikan ke semua organ tanaman. Pada organ-organ tanaman sebagian asimilat ditimbun sebagai cadangan makanan dan sebagian lagi digunakan untuk menjalankan metabolisme, diantaranya pembelahan sel (Indrasewa, dkk. 2012). Organ vegetatif seperti daun yang sedang berkembang memerlukan hasil asimilat yang diimpornya untuk penyediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Gardner dkk. 1991).

Pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji menghasilkan jumlah polong hampa lebih rendah disebabkan karena kandungan klorofil total pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji lebih tinggi dari stadia V3 sehingga

(15)

15

diduga menghasilkan asimilat yang lebih tinggi untuk ditranslokasikan untuk pengisian biji. Hal ini mempengaruhi jumlah polong hampa menjadi lebih sedikit.

4.2.2.3. Jumlah Polong Bebiji 1 Per Tanaman

Berdasarkan uji ANOVA (tabel 4.10), pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,3 ml L-1 berpengaruh secara nyata menurunkan jumlah polong berbiji 1 dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol meningkatkan kandungan klorofil total (tabel 4.7) sehingga diduga lebih banyak asimilat ditranslokasikan untuk pengisian biji. Selain itu paclobutrazol menurunkan tinggi tanaman (tabel 4.5) sehingga diduga asimilat yang seharusnya untuk pertumbuhan ditranslokasikan untuk pengisian biji. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) jumlah biji dalam polong tanaman kacang tanah dikendalikan oleh genetik, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan dan persaingan internal. Persaingan internal mempengaruhi jumlah biji dalam polong yang terbentuk, adanya polong-polong yang berbiji satu sering kali disebabkan karena keterbatasan bahan kering (asimilat) yang ditraslokasikan ke biji selama proses pengisian biji. Penelitian Simanjuntak, dkk. (2013) melaporkan pemberian 0, 1 ml L-1paclobutrazol pada tanaman kacang tanah dapat menurunkan jumlah polong berbiji 1 dan meningkatkan jumlah polong berbiji 2 pada varietas Bima, Gajah dan Domba.

Tabel 4.10. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah polong berbiji 1 per tanaman

Jumlah Polong Berbiji 1 per Tanaman (polong) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) V3 Berbunga Biji 0 4,88 5,36 4,42 4.88 ± 0.47 a 0,1 5,17 3,18 2,88 3.74 ± 1.24 b 0,2 4,30 3,16 3,06 3.56 ± 0.69 b 0,3 4,21 2,94 3,60 3.58 ± 0.64 b

Rerata Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 4.64 ± 0.46 a 3.66 ± 1.14 b 3.49 ± 0.69 b (—) Koefisien Variasi 20,10

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata menurunkan jumlah polong berbiji 1 dibandingkan

(16)

16

dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Hal ini disebabkan karena tanaman pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji menghasilkan kandungan kolofil total lebih tinggi daripada tanaman pada stadia V3 (tabel 4.7). kandungan klorofil yang tinggi pada stadia berbunga dan pembentukan biji (tabel 4.7) diduga mempengaruhi laju fotosintesis sehingga menghasilkan asimilat lebih banyak untuk ditranslokasikan untuk pengisian biji, sehingga menurunkan jumlah polong yang berbiji 1.

4.2.2.4. Jumlah Polong Bebiji 2 Per Tanaman

Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan jumlah polong total per tanaman secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan hasil polong total per tanaman yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan jumlah polong total per tanaman, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Peningkatan jumlah polong berbiji 2 pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol diduga karena paclobutrazol menurunkan tinggi tanaman (tabel 4.5), sehingga ginofor lebih mudah mencapai tanah dan membentuk polong dan biji. Selain itu paclobutrazol meningkatkan kandungan klorofil total (tabel 4.7) sehingga diduga menghasilkan lebih banyak asimilat untuk ditraslokasikan untuk pengisian biji. Polong-polong yang terbentuk lebih cepat mempunyai keuntungan permulaan dalam waktu dan suatu persediaan asimilat yang lebih baik daripada polong-polong yang terbentuk lebih lambat. Ada peluang untuk menaikkan hasil panen kacang tanah apabila lebih banyak asimilat dapat dibagikan ke dalam polong kacang tanah (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Penelitian Samanhudi dkk. (2002) melaporkan pemberian paklobutrazol 0,0002 ml L-1 pada tanaman kentang secara in vitro, menghasilkan persentase tanaman yang membentuk umbi 30% lebih banyak dari pada tanaman yang tidak diberi paklobutrazol. Peningkatan paklobutrazol sampai konsentrasi 0,0004 ml L-1 dapat meningkatkan jumlah umbi yang terbentuk. Kemudian peningkatan konsentrasi sampai 0,0006 ml L-1 akan menurunkan jumlah umbi yang terbentuk.

(17)

17

Tabel 4.11. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah polong berbiji 2 per tanaman

Jumlah Polong Berbiji 2 per Tanaman (polong) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) V3 Berbunga Biji 0 9,07 9,97 10,11 9.72 ± 0.56 c 0,1 13,27 19,53 19,83 17.54 ± 3.70 ab 0,2 14,35 20,75 19,00 18.03 ± 3.30 a 0,3 13,96 17,59 16,20 15.92 ± 1.83 b Rerata Jumlah Polong

Berbiji 2 (polong) 12.67 ± 2.44 b 16.96 ± 4.84 a 16.29 ± 4.30 a (—) Koefisien Variasi 8,76

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan jumlah polong berbiji 2 dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Diduga kandungan klorofil total yang rendah pada stadia V3 (tabel 4.7) menghasilkan asimilat yang rendah, sehingga asimilat yang ditranslokasikan untuk pengisian biji juga rendah. Sedangkan pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji kandungan kolofil totalnya lebih tinggi, diduga menghasilkan asimilat yang lebih banyak untuk ditranslokasikan untuk pengisian biji, sehingga polong berisi 2 biji lebih banyak.

4.2.2.5. Jumlah Polong Total Per Tanaman

Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan jumlah polong total per tanaman secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan hasil polong total per tanaman yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan jumlah polong total per tanaman, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan jumlah polong total dipengaruhi oleh rasio (jumlah) polong isi dan polong hampa yang dihasilkan per tanaman. Hal ini didukung oleh rasio polong isi (tabel 4.8) dan polong hampa tabel (4.9) paling tinggi terdapat pada perlakuan 0,1 dan 0,2 ml L-1. Perlakuan konsentrasi 0,3 ml L-1 paclobutrazol menurunkan jumlah polong total, disebabkan karena rasio (jumlah) polong hampa (tabel 4.8) dan jumlah polong isi (tabel 4.8) yang dihasilkan lebih rendah dari kedua konsentrsi lainnya.

(18)

18

Rubiyanti (2014) melaporkan bahwa pemberian konsentrasi paclobutrazol mempengaruhi jumlah bunga mawar batik yang dihasilkan, jumlah bunga menjadi lebih sedikit dengan peningkatnya konsentrasi yang diberikan.

Tabel 4.12. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap jumlah polong total

Jumlah Polong Total per Tanaman (polong) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Jumlah Polong Total (polong) V3 Berbunga Biji 0 16,97 19,38 17,31 17,51 ± 1,31 c 0,1 19,42 23,00 22,99 21,82 ± 2,07 a 0,2 19,92 24,01 22,41 22,11 ± 2,06 a 0,3 18,63 20,76 20,06 19,82 ± 1,09 b Rerata Jumlah Polong

Total (polong) 18,73 ± 1,29 b 21,52 ± 2,10 a 20,69 ± 2,58 a ( — ) Koefisien Variasi 4,43

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan jumlah polong total dibandingkan dengan stadia V3. Hal ini disebabkan pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji menghasilkan rasio polong isi (tabel 4.8) dan polong hampa (tabel 4.9) lebih banyak.

Hasil analisis menggunakan ANOVA dan BNJ 5% (tabel 4.11), jumlah polong total tertinggi per tanamandiperoleh dari tanaman yang diberi perlakuan 0,2 ml L-1 paclobutrazol yakni 22,11 polong per tanaman. Jika dibandingkan dengan deskripsi varietasnya (Takar 1 pada lampiran 11) hasil yang diperoleh dalam penelitian ini masih dibawah produksi deskripsi varietas yang mencapai 24 polong per tanaman. Hal ini disebabkan karena waktu penelitian ini berlangsung pada musim hujan (Januari sampai Mei) sehingga keadaan lingkungan kurang menguntungkan untuk pertumbuhan kacang tanah sehingga diperoleh hasil panen yang masih dibawah deskripsi varietas. Hal ini di dukung oleh pengamatan selintas, curah hujan (tabel 4.1) selama penelitian cukup tinggi dan melebihi syarat tumbuh dari kacang tanah. Kasno dkk. (1993) mengemukakan bahwa rendahnya produktivitaas kacang tanah yang ditanam pada musim hujan di

(19)

19

Indonesia disebabkan karena kurangnya intensitas radiasi yang diperoleh oleh tanaman karena sering mendung yang diperburuk oleh curah hujan yang tinggi.

4.2.2.6. Bobot Kering Biji Per Tanaman

Berdasarkan tabel 4.13, pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan bobot kering biji per tanaman secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan hasil bobot kering biji per tanaman yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan bobot kering biji per tanaman, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Diduga peningkatan kandungan kolorfil (tabel 4.7) oleh paclobutrazol menghasilkan asimilat yang tinggi sehingga asimilat (karbohidrat) yang dihasilkan lebih banyak ditranslokasikan untuk pengisian biji. Selain itu banyaknya polong isi (tabel 4.8) juga mempengaruhi bobot kering biji per tanaman.

Pada perlakuan 0,3 ml L-1 jumlah polong isi yang dihasilkan lebih rendah, sehingga menghasilkan bobot kering biji lebih rendah dari perlakuan 0,1 dan 0,2 ml L-1. Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 0,125 ml pada tanaman kentang varietas Supejohn mampu meningkatkan bobot umbi per tanaman dari 0,78 kg menjadi 1,88 kg (Rogi dkk. 2012).

Tabel 4.13. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap bobot kering biji

Bobot Kering Biji per Tanaman (g) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Bobot Kering Biji (g) V3 Berbunga Biji 0 16,66 18,71 17,65 17,67 ± 1,02 c 0,1 25,15 32,94 30,24 29,45 ± 3,99 a 0,2 25,62 31,99 30,97 29,54 ± 3,42 a 0,3 21,72 23,62 23,86 23,07 ± 1,17 b Rerata Bobot Kering Biji (g) 22,29 ± 4,14 b 26,81 ± 6,83 a 25,68 ± 6,23 a ( — ) Koevisien Variasi 8,04

Keterangan : – Kadar air bobot kering biji = 18,2% (menggunakan metode oven)

– Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

(20)

20

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan bobot kering biji dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Diduga kandungan klorofil total yang rendah pada stadia V3 (tabel 4.7) menghasilkan asimilat yang rendah, sehingga asimilat yang ditranslokasikan untuk pengisian biji juga rendah sehingga menghasilkan bobot kering biji per tanaman lebih rendah. Selain itu tanaman pada stadia V3 menghasilkan jumlah polong isi terendah (tabel 4.8) daripada kedua stadia lainnya, sehingga menurunkan bobot kering biji per tanaman. Sedangkan pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji kandungan kolofil totalnya lebih tinggi (tabel 4.7), diduga asimilat lebih banyak ditranslokasikan untuk pengisian biji. Selain itu jumlah polong isinya lebih banyak (tabel 4.8) sehingga memberikan bobot kering biji lebih tinggi.

4.2.2.7. Produksi Kering Biji Per Hektar

Berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf kepercayaan 95% (tabel 4.14), pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan produksi kering biji ha-1 secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan hasil produksi kering biji ha-1 yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan produksi kering biji ha-1, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan karena produksi kering biji ha-1 dipengaruhi oleh bobot kering biji per tanaman (tabel 4.13). Seperti yang terdapat pada penelitian ini produksi kering biji ha-1 tertinggi diperoleh dari perlakuan 0,1 dan 0,2 ml L-1 paclobutrazol dan terendah pada perlakuan 0 ml L-1 paclobutrazol.

Penelitian Rogi dkk. (2012) melaporkan pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,125 ml pada tanaman kentang varietas Supejohn dapat meningkatkan bobot umbi per tanamandari 0,78 kg menjadi 1,88 kg atau 52 ton ha-1 serta meningkatkan bobot umbi per petak dari 16,40 kg menjadi 45,04 kg. bobot tongkol jagung Manado Kuning tetinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan 1 ml L-1 paclobutrazol. Peningkatan konsentrasi dari 1 ml L-1 menjadi 1,5 ml L-1 menurunkan hasil (Lienargo dkk. 2013).

(21)

21

Tabel 4.14. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap produksi kering biji per hektar

Produksi Kering Biji per hektar (ton ha-1) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Produksi Kering Biji ha-1 (ton ha-1) V3 Berbunga Biji 0 1,28 1,45 1,37 1,37 ± 0,09 c 0,1 1,74 2,21 2,26 2,07 ± 0,29 a 0,2 1,77 2,36 2,17 2,10 ± 0,30 a 0,3 1,70 1,94 1,88 1,84 ± 0,12 b

Rerata Produksi Kering Biji per hektar (ton ha-1)

1,63 ± 0,23 b 1,99 ± 0,40 a 1,92 ± 0,40 a ( — ) Koefisien Variasi 8,07

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan produksi kering biji ha-1 dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Hal ini disebabkan karena produksi kering biji ha-1 dipengaruhi oleh bobot kering biji per tanaman. Pada penelitian ini bobot kering biji (tabel 4.13) pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji lebih tinggi dari stadia V3, sehingga menghasilkan produksi kering biji ha-1 tertinggi dibandingkan dengan stadia V3.

4.2.2.8. Produksi Kering Polong Per Hektar

Berdasarkan tabel 4.15, pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 0,1 ml L-1 sudah mampu meningkatkan produksi kering polong ha-1 secara nyata dibandingkan tanpa pemberian paclobutrazol. Selanjutnya peningkatan konsentrasi paclobutrazol hingga 0,3 ml L-1 memberikan produksi kering polong ha-1 yang tidak berbeda nyata, bahkan menurunkan produksi kering polong ha-1, meskipun masih memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan karena produksi kering polong ha-1 dipengaruhi oleh jumlah polong isi per tanaman (tabel 4.8) dan bobot kering biji per tanaman (tabel 4.13). Seperti yang terdapat pada penelitian ini produksi kering polong ha-1 tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi 0,1 dan 0,2 ml L-1 paclobutrazol dan terendah pada perlakuan kontrol.

(22)

22

Tabel 4.15. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap produksi kering polong per hektar

Produksi Kering Polong per ha(ton ha-1) Konsentrasi

Paclobutrazol (ml L-1)

Stadia Pertumbuhan Rerata Produksi Kering Polong ha-1 (ton ha-1) V3 Berbunga Biji 0 2,18 2,65 2,79 2,54 ± 0,32 c 0,1 3,28 3,83 3,52 3,55 ± 0,28 a 0,2 3,28 3,76 3,87 3,63 ± 0,31 a 0,3 2,40 3,75 3,41 3,19 ± 0,70 b

Rerata Produksi Kering Polong ha-1 (ton ha-1) 2,79 ± 0,58 b 3,50 ± 0,57 a 3,40 ± 0,45 a ( — ) Koefisien Variasi 8,78

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji berpengaruh secara nyata meningkatkan produksi kering polong ha-1 dibandingkan dengan pemberian paclobutrazol pada stadia V3. Hal ini disebabkan karena jumlah polong isi (tabel 3.9) dan bobot kering biji (tabel 4.11) pada stadia berbunga dan stadia pembentukan biji lebih tinggi dari stadia V3, sehingga mempengaruhi produksi kering polong ha-1 menjadi lebih tinggi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sekitar 3,63 ton kering polong ha-1. Jika dibandingkan dengan deskripsi varietasnya (Takar 1 pada lampiran 11) hasil yang diperoleh dalam penelitian ini masih dibawah potensi hasil pada deskripsi varietas yang mencapai 4,3 ton kering polong ha-1. Hal ini disebabkan karena jumlah polong isi yang masih dibawah deskripsi varietas Takar 1 (tabel 4.9) mempengaruhi produksi kering polong ha-1.

(23)

23 Pembahasan Umum

Produksi kacang tanah dipengaruhi oleh jumlah polong isi dan berat kering biji per tanaman. Jumlah polong isi akan lebih banyak apabila ginofor lebih cepat mencapai tanah karena tinggi tanaman dihambat. Penghambatan tinggi tanaman menyebabkan ginofor lebih cepat mencapai tanah untuk membentuk polong dan biji, sehingga menghasilkan jumlah polong isi lebih banyak serta bobot kering biji menjadi lebih tinggi. Pada tabel 4.16, pemberian konsentrasi 0,1 ml L-1 paclobutrazol sudah mampu meningkatkan jumlah polong isi, bobot kering biji, dan kandungan klorofil total per tanaman serta menurunkan tinggi tanaman, walaupun tidak berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi 0,2 ml L-1. Kandungan klorofil mempengaruhi laju fotosintetis dalam menghasilkan asimilat. Kandungan klorofil yang lebih tinggi akan menghasilkan lebih banyak asimilat untuk ditraslokasikan untuk pengisian biji. Hal ini dapat meningkatkan hasil tanaman kacang tanah yaitu bobot kering biji per tanaman dan produksi kering biji ton ha-1.

Tabel 4.16. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap tinggi tanaman, kandungan klorofil total, jumlah polong isi, bobot kering biji dan produksi kering biji per hektar.

Konsentrasi Paclobutrazol (ml L-1) Tinggi Tanaman (cm) Klorofil Total (mg g-1) Polong Isi (polong) Bobot Kering Biji (g) Produksi Kering Biji (ton ha-1) 0 77,32 a 0,055 c 14,60 c 17,67 c 1,37 c 0,1 49,41 b 0,063 b 21,31 a 29,45 a 2,07 a 0,2 48,47 b 0,067 ab 21,49 a 29,54 a 2,10 a 0,3 43,39 b 0,070 a 19,39 b 23,07 b 1,84 b Stadia Pertumbuhan V3 58,70 a 0,005 c 17,22 b 22,29 a 1,63 b Berbunga 55,46 ab 0,135 a 20,58 a 26,81 ab 1,99 a Pembentukan Biji 49,78 b 0,050 b 19,79 a 25,68 b 1,92 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak

berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Waktu pemberian paclobutrazol (stadia pertumbuhan) tidak berpengaruh terhadap panjang ruas dan tinggi tanaman, kecuali kandungan klorofil total. Waktu pemberian paclobutrazol pada stadia berbunga sudah mampu meningkatkan hasil tanaman kacang tanah, walaupun tidak berbeda nyata dengan waktu pemberian pacobutrazol pada stadia pembentukan biji.

Gambar

Tabel 4.1.  Keadaan cuaca selama penelitian
Tabel 4.3. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap  jumlah ruas
Tabel 4.4. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap   panjang ruas
Tabel 4.6. Pengaruh konsentrasi paclobutrazol dan stadia pertumbuhan terhadap  diameter batang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu saya sebagai penulis tertarik untuk membuat suatu konten sebagai layanan publik pada BlackBerry berupa aplikasi pencari hotel menggunakan teknologi

Sebagai bukti bahwa rekayasa melalui cangkok dan taut silang telah berhasil dilakukan adalah dengan cara membandingkan mikrograf dari isolat selulosa dengan produk

Penulis ingin menggali propaganda apa saja yang dilakukan Fox News dengan melakukan analisis terhadap kegiatan-kegiatan propaganda yang telah dilakukan oleh media massa Fox News

Luas ruangan >80% ruang memenuhi standar.. Kondisi ruang >80% ruang

Pipa primer atau juga di sebut pipa induk merupakan pipa utama sistem distribusi air minum yang berfungsi mengalirkan air minum dari stasiun pemompaan menuju reservoir dan

Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta, terutama dalam pengelolaan rumah susu sederhana sewa dan sewa beli di unit pengelolaan rusun wilayah II, sebagai

Keadaan memaksa force majeure / overmach adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, di mana

Cabang Olahraga Angkat besi, Angkat Berat dan Binaraga Baju Olahraga Panjang: 98-124,7cm Lebar: 38,6-52,9cm Sumber: http://peralatan-angkatbesi.blogspot.com Sepatu Olahraga