• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clinical Characteristics and Therapeutic Outcome of Carotid-Cavernous Fistula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Clinical Characteristics and Therapeutic Outcome of Carotid-Cavernous Fistula"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Clinical Characteristics and Therapeutic

Outcome of Carotid-Cavernous Fistula

Ressa Yuneta1, M Sidik1, Syntia Nusanti1, Jacub Pandelaki2 1Department of Ophthalmology, 2Department of Radiology

Faculty of Medicine, Universitas Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Email : ressa.chu@gmail.com

ABSTRACT

Background: Carotid-cavernous fistula (CCF) is an abnormal communication between the carotid

arterial system and the cavernous sinus. It can manifest as proptosis, bruit, corkscrew appearance or other signs. The aims of this study were to evaluate the clinical characteristics and result of CCF therapy.

Methods: This is a retrospective study which evaluated the clinical characteristic, outcome of therapy

and complications after embolization in CCF patient confirmed by digital subtraction angiography (DSA) from January 2012 to December 2014.

Results: Twenty-three patients, 16 male and 7 female, were diagnosed as CCF. Mean age was 26±10.5

years old. The most common etiology was trauma (91.3%) with onset ranging from immediately to 17 months after trauma. The frequent ocular manifestations were proptosis, bruit, and conjunctival abnormalities. Other ocular signs were ophthalmoplegia, secondary glaucoma, abnormalities of posterior segment, and decrease of visual acuity. Seventy-eight percent patient was type A CCF. Fifteen patients underwent embolization, 3 patients couldn’t be embolized then treated by manual carotid compression, 5 patients were still waiting for schedule of embolization. Clinical signs of 63% patients were improved in 1 week after embolization. After several months, 2 patients with carotid compression was improved and 1 patient had persistent signs. Complications of embolization include transient sensoric aphasia (1 pasien) and central retinal vein occlusion (2 patients).

Conclusion: Clinical characteristics of CCF in this study were not different with previous descriptive

studies and most cases showed improvement in clinical signs after therapy.

Keywords: CCF, embolization

arotid cavernous fistula (CCF) adalah kelainan yang terjadi akibat adanya hubungan antara sistem karotis (arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna atau cabang-cabangnya) dengan sinus kavernosus.1-3

Manifestasi klinis CCF tergantung dari ukuran, lokasi, durasi, rute drainase vena dan adanya kolateral arteri/vena. Arteri karotis yang bertekanan tinggi dan sistem vena yang

beraliran lambat dihubungkan lewat fistula. Bila peningkatan aliran darah di sinus kavernosus tidak dapat diakomodasi oleh vena basilaris dan sistem petrosus, maka peningkatan tekanan tersebut akan dibebaskan melalui vena oftalmika inferior dan superior. Pola aliran ini dapat menimbulkan kongesti vena orbita dan menyebabkan keluhan proptosis, pembengkakan kelopak mata, kemotik, dan

C

(2)

peningkatan tekanan intraokular.3 Tampilan klinis yang dapat dicurigai sebagai CCF yaitu proptosis, mata yang kemotik atau terdapat arteriolisasi pembuluh darah konjungtiva serta terdapat bruit.4

Angiografi merupakan pemeriksaan radiologis yang menjadi baku emas dalam diagnosis CCF.5 Modalitas terapi CCF dapat

dikelompokkan menjadi tata laksana konservatif (tata laksana medis dan terapi kompresi manual) dan tata laksana bedah (ligasi, embolisasi, dan radioterapi stereo-taktik).2 Tata laksana medis berupa kontrol tekanan intraokular dengan obat-obatan.5-7

Embolisasi lewat arteri atau vena menjadi pilihan pertama dalam terapi CCF.8-9 Komplikasi tindakan embolisasi yang pernah dilaporkan antara lain infark serebral, penurunan tajam penglihatan, diabetes insipidus, hematom retroperitoneal, trombosis vena femoral, dan oftalmoplegia.10,11 Rekurensi pada CCF yang

telah diembolisasi akibat rekanalisasi jarang ditemukan.9-12

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan hasil terapi pasien CCF di RSCM Kirana periode 2012-2014.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian ini adalah suatu penelitian deskriptif retrospektif yang dilaksanakan di Poliklinik Mata Divisi Neuro-Oftalmologi (NO) RSCM Kirana, periode Januari 2012 hingga Desember 2014. Kriteria inklusi adalah seluruh pasien baru dengan diagnosis CCF yang tercatat pada catatan medis di Divisi NO RSCM Kirana. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah rekam medis pasien tidak dapat ditelusuri serta tidak terdapat data pemeriksaan digital subtraction angiography (DSA) yang menunjukkan gambaran CCF. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 11.0.

Diagnosis carotid cavernous fistula pada penelitian ini ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan digital subtraction angio-graphy (DSA) yang menunjukkan adanya

Tabel 1. Karakteristik demografis pasien carotid

cavernous fistula di RSCM periode tahun 2012-2014

Variabel Jumlah Pasien Persentase (%) atau Rerata Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 16 7 69,57% 20,43% Usia rerata±SD CCF direk CCF indirek 18 5 26,22±10,5 (min 9, max 46) 25,27±9,8 29,6±13,55 Asal pasien Bukan rujukan Rujukan RS di Jakarta RS luar Jakarta 2 4 17 8,70% 17,39% 73,91%

Lama keluhan hingga ke RSCM 10,48±18,16 (min 2 minggu, max 5 tahun) Interval trauma hingga onset keluhan* <24 jam pasca trauma 24 jam - <2 minggu 2 minggu – 17 bulan 9 1 11 42,86% 4,76% 52,38%

*Untuk keluhan CCF traumatik (n-21). Usia rerata dalam tahun, lama keluhan dalam bulan

Tabel 2. Karakteristik klinis pasien carotid cavernous

fistula di RSCM periode tahun 2012-2014

Variabel Jumlah Pasien Persentase (%) atau Rerata Etiologi Traumatik Non-traumatik/spontan 21 2 91,30% 8,70% Keluhan diplopia Ada diplopia Tidak ada diplopia Tidak dapat dinilai

9 10 4 39,13% 43,48% 17,39% Lateralitas Unilateral Bilateral 23 0 100% 0% Gangguan gerakan bola mata 15 65,22% Tajam penglihatan >6/18 6/18 – 3/60 <3/60 19 0 4 82,61% 0% 17,39% Peningkatan tekanan intraokular 9 39,13% Proptosis Aksial Non-aksial 20 8 12 86,96% 34,78% 52,17% Lagoftalmus 10 43,48% Kelainan konjungtiva 20 86,96% Gangguan nervus V Ada

Tidak ada data

2 21 8,70% 91,30% Bruit Ada Tidak ada 20 3 86,96% 13,04%

(3)

CCF. Berdasarkan kriteria Barrow, tipe CCF dibagi menjadi 4, yaitu: 1) tipe A, terdapat fistula direk antara intralumen arteri karotis interna dengan sinus kavernosus; 2) tipe B, terdapat hubungan antara cabang arteri karotis interna dengan sinus kavernosus; 3) tipe C, terdapat hubungan antara cabang arteri karotis eksterna dengan sinus kavernosus; dan 4) tipe D, terdapat hubungan antara cabang arteri karotis eksterna dan interna dengan sinus kavernosus.13 Hasil terapi dibagi menjadi 3

kategori, yaitu: 1) sembuh, bila keluhan dan kelainan mata akibat CCF tidak ada lagi; 2) membaik, bila terdapat sebagian perbaikan

keluhan dan kelainan mata akibat CCF; dan 3) menetap, bila tidak terdapat perbaikan keluhan dan kelainan mata akibat CCF. Keluhan dan kelainan mata akibat CCF yang

dinilai adalah bruit, proptosis, gerakan bola mata, tekanan intraokular, dan kemotik.

HASIL

Berdasarkan penelusuran rekam medis, di-temukan 23 pasien yang memenuhi kriteria penelitian dan hanya 18 pasien yang dilakukan embolisasi.

Sebaran karakteristik demografis pasien CCF dipaparkan pada Tabel 1. Karakteristik klinis pasien CCF dipaparkan pada Tabel 2. Gejala dan tanda tersering yang ditemukan pada pasien CCF di RSCM Kirana dengan urutan yang terbanyak adalah proptosis, kelainan konjungtiva dan bruit masing-masing sebesar 86,96%.

Diagram 1 menunjukkan klasifikasi CCF pada 23 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan angiografi di RSCM. Berdasarkan kriteria Barrow, sebagian besar tipe CCF adalah tipe A yang merupakan direk. Pada CCF traumatik, sebagian besar merupakan CCF tipe A atau direk. Sedangkan pada CCF non-traumatik, seluruhnya tipe D atau tipe indirek.

Jenis terapi pada pasien CCF ditunjukkan pada Diagram 2. Pada CCF direk, hampir seluruhnya dilakukan tindakan embolisasi, hanya pada satu pasien diterapi kompresi. Sedangkan pada CCF indirek, sebagian pasien mendapat terapi kompresi dan sebagian lagi dilakukan embolisasi. Embolisasi paling banyak menggunakan balon dibandingkan modalitas embolisasi lainnya. Pada tindakan embolisasi CCF tersebut, didapatkan dua komplikasi berupa afasia sensorik dan oklusi vena retina sentral (1 hari pasca tindakan).

Evaluasi hasil terapi CCF dirangkum dalam Tabel 3. Dalam tabel tersebut terdapat 20 pasien dengan terapi embolisasi. Hasil terapi ini dinilai dari data evaluasi lanjutan akhir pasca DSA dan embolisasi yang bervariasi. Sebagian besar pasien membaik pada kedua jenis CCF, baik dengan terapi konservatif dan embolisasi. Kesembuhan didapatkan pada 4 orang pasien direk yang diterapi embolisasi.

Diagram 1. Klasifikasi carotid cavernous fistula pada

pasien yang dilakukan DSA di RSCM periode tahun 2012-2014

Diagram 2. Jenis terapi pada pasien carotid

(4)

Waktu evaluasi lanjutan dan hasil terapi akan digambarkan pada Tabel 4. Sebagian besar pasien didapatkan dengan perbaikan gejala. Pada waktu evaluasi lanjutan pasca embolisasi lebih dari 2 bulan hingga 5 bulan, hanya 4 pasien yang datang kontrol dan seluruh pasien tersebut mengalami kesembuhan.

DISKUSI

Carotid cavernous fistula merupakan penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada mata bahkan dapat mengancam nyawa karena komplikasi berupa epsitaksis masif, perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral. Sebanyak 69% pasien CCF di RSCM Kirana adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Plasencia et al14 yang menunjukkan

pasien laki-laki sebanyak 57%. Penelitian Lewis et al15 mendapatkan hasil serupa pada CCF traumatik, yaitu pasien laki-laki sebanyak 58%. Etiologi dari hal tersebut diduga ber-kaitan dengan korban cidera pada kecelakaan lalu lintas lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki sesuai dengan penelitian Riyadina et al16 di Indonesia.

Rerata usia pasien CCF di RSCM di Kirana yaitu 26 tahun, dengan usia rerata CCF direk usia 25 tahun dan CCF indirek 29

tahun. Rerata usia pasien pada penelitian ini lebih muda daripada penelitian lainnya. Penelitian Plasencia et al14 menemukan CCF direk terjadi rata-rata pada usia 34 tahun, dan CCF indirek pada usia 46,5 tahun. Bahkan penelitian Wang et al17 menemukan CCF direk terjadi pada usia 45 tahun dan CCF indirek pada usia 64 tahun. Perbedaan usia ini dipengaruhi etiologi CCF yang disebabkan trauma yang terjadi pada pasien berusia muda.

Berdasarkan etiologinya, CCF dapat dikelompokkan menjadi CCF traumatik dan CCF spontan. Pada penelitian ini, didapatkan kasus CCF traumatik pada hampir seluruh pasien, yaitu sebanyak 91,3%. Hasil serupa didapatkan juga pada penelitian Yoo et al18

didapatkan hasil CCF dengan etiologi trauma ditemukan sebanyak 75% dari seluruh CCF. Menurut Helmke et al2, CCF traumatik muncul dari pecahnya dinding pembuluh darah karena distensi dinding pembuluh darah akibat peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah. Peningkatan tekanan ini disebabkan percepatan gerak tubuh atau kompresi arteri karotis yang mendadak, misalnya pada peregangan atau tertekuknya leher secara tiba-tiba. Sedangkan penelitian Parkinson et al19 menyatakan CCF direk disebabkan oleh robeknya arteri karotis interna dan pembuluh darah meningeal dari rongga arteri karotis interna akibat patahan tulang.

Pada CCF traumatik dalam penelitian ini, keluhan langsung dirasakan setelah trauma pada 43% kasus, 1 pasien (4%) keluhan di-sadari setelah bangun 1 minggu dari koma, sedangkan sisanya (53%) keluhan muncul dalam rentang waktu 2 minggu hingga 18 bulan pasca trauma. Sebagian besar kasus CCF traumatik merupakan CCF direk yang menurut kepustakaan gejalanya terjadi dalam waktu segera. Namun, hal ini juga dipengaruhi oleh kepekaan pasien dalam mengenali dan mengingat waktu terjadinya onset. Waktu berkunjung ke RSCM dalam rentang 2 minggu hingga 5 tahun setelah munculnya gejala. Hal ini dapat saja dipengaruhi oleh lokasi pasien yang 73% berada di luar Jakarta atau

Tabel 3. Evaluasi hasil terapi carotid cavernous

fistula di RSCM periode 2012-2014 (n=20) Terapi Jumla h Pasien Sembu h Membai k Menetap Memburu k Direk Konservati f Embolisas i 1 12 0 4 1 7 0 1 0 0 Indirek Konservati f Embolisas i 2 3 0 0 1 3 1 0 0 0

Tabel 4. Waktu evaluasi lanjutan dan hasil terapi

embolisasi pada pasien CCF di RSCM periode 2012-2014 (n=15) Interval waktu evaluasi lanjutan Jumla h pasien Sembuh Membai k Menetap 1 hari – 1 minggu >1 minggu – 2 bulan >2-5 bulan 15 7 4 1 2 4 10 5 5

(5)

karena keluhan mata dirasakan belum mengganggu.

Semua kasus CCF pada penelitian ini adalah unilateral. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Higashida et al20 yang menemukan CCF bilateral pada 1-2% pasien. Penelitian ini mendapatkan proptosis, bruit, dan kelainan konjungtiva masing-masing sebesar 86,96%; gangguan pergerakan bola mata sebesar 69,36%; lagoftalmos 43,48%; diplopia dan peningkatan tekanan intraokular masing-masing sebesar 39,13%; gangguan segmen posterior 26,09%; penurunan tajam penglihatan 17,39%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tu et al21 terhadap 78 pasien CCF, yang menemukan bruit (95%), kemotik (89%), dan proptosis (79%) sebagai gejala yang paling sering ditemukan pada CCF. Pada penelitian tersebut juga didapatkan karakteristik klinis yang serupa.

Pada penelitian ini, didapatkan hanya 34,78% pasien yang gerakan bola matanya tidak terganggu. Tinjauan pustaka oleh Ellis et al5 menemukan oftalmoplegia pada 23-63% pasien. Leonard et al22 menyatakan bahwa oftalmoplegia seluruh bola mata pada pasien CCF akan membaik dengan segera pada pasien yang diembolisasi dengan penutupan sempurna. Mekanismenya karena pembesaran otot akibat kongesti dan dapat disertai parese nervus VI.

Carotid cavernous fistula dalam studi deskriptif ini diklasifikasikan berdasarkan kriteria Barrow. Dari penelitian ini didapatkan jenis terbanyak adalah tipe A yaitu sebesar 78%. Carotid cavernous fistula tipe A merupakan CCF direk, beraliran cepat (high flow) yang menghubungkan arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Carotid cavernous fistula tipe A dapat terjadi karena robekan dinding arteri karotis disebabkan oleh trauma atau ruptur aneurisma. Hasil yang serupa didapatkan pada penelitian Barrow et al13 dan Debrun et al23, dengan hasil 75-80% dari keseluruhan CCF. Carotid cavernous fistula tipe B, C, D merupakan CCF indirek dengan aliran lambat (low flow). Pada penelitian Debrun et al23, ditemukan tipe D (21,6%), tipe C (3%) dan tidak ditemukan

tipe B. Pada penelitian ini ditemukan tipe D (13%), tipe B dan C masing-masing 4%.

Jenis terapi CCF dapat dibagi menjadi konservatif dan bedah. Dari kedua jenis CCF direk dan indirek, terapi embolisasi menjadi pilihan dibandingkan terapi konservatif. Terapi konservatif dilakukan dengan kompresi pada arteri karotis leher beberapa kali sehari selama 4-6 minggu. Penelitian Higashida et al6 dan Harris et al24 memperlihatkan bahwa terapi konservatif ini efektif untuk terapi CCF direk. Pada 5 orang pasien CCF indirek di RSCM, 3 orang pasien dilakukan terapi embolisasi dan pada 2 orang pasien dilakukan terapi kompresi.

Pada penelitian Higashida et al6, oklusi CCF komplit didapatkan pada 30% pasien CCF indirek, namun hanya pada 17% CCF direk. Pada 20-60% pasien CCF indirek dapat tertutup spontan.5 Dalam penelitian ini belum ditemukan pasien yang sembuh spontan. Penelitian lain menyebutkan penutupan fistula yang spontan dapat terjadi bervariasi pada 10-62% pasien CCF indirek.1 Hal ini dapat terjadi karena trombosis segmen yang menimbulkan gejala CCF.25 Hamby et al menemukan resolusi spontan pasca DSA sebanyak 43%.26 Sasaki et al melaporkan

bahwa 18 dari 19 pasien CCF indirek regresi komplit dari gejala dan tandanya pada evaluasi lanjutan 6 bulan hingga 8 tahun.27

Pada seluruh pasien CCF direk, modalitas embolisasi yang digunakan adalah balon. Sedangkan pada CCF indirek, selain balon juga digunakan gelfoam dan coil. Komplikasi tindakan intervensi endovaskular yang pernah dilaporkan antara lain infark serebral, penurunan tajam penglihatan, diabetes insipidus, hematom retroperitoneal, trombosis vena femoral dan oftalmoplegia pada 2-5% pasien.10,11 Komplikasi lainnya perdarahan

intraserebral atau subaraknoid, ruptur sinus, ekstravasasi kontras ke ekstradural, dan kelumpuhan saraf kranial. Pada penelitian ini didapatkan dua komplikasi berupa afasia sensorik dan oklusi vena retina sentral satu hari pasca tindakan.

Lebih dari 80% pasien yang menjalani terapi intervensi endovaskular untuk pengobatan CCF direk dan indirek akan

(6)

mengalami kesembuhan.5 Pada penelitian ini hanya didapatkan 4 orang (26,67%) pasien yang mengalami kesembuhan. Hampir seluruh pasien yang mengalami kesembuhan memiliki waktu evaluasi lanjutan yang lebih lama dibandingkan kelompok dengan kondisi CCF lainnya. Waktu evaluasi lanjutan akhir yang bervariasi ini dapat disebabkan oleh pasien yang menginginkan evaluasi lanjutan di dokter mata di daerah asalnya, sehingga RSCM tidak memiliki data lanjutan apakah pasien mengalami kesembuhan atau tidak.

Berdasarkan kepustakaan, proptosis dan kemotik akan menghilang dalam hitungan jam dan hari setelah lesi CCF tertutup dengan sempurna pasca embolisasi.13,14 Kelumpuhan saraf kranial akan membaik dalam waktu beberapa minggu. Pada penelitian ini, di-dapatkan perbaikan keluhan pada sebagian pasien mulai dari 1 hari pasca tindakan. Rekurensi pada CCF yang telah diembolisasi akibat rekanalisasi jarang ditemukan.10,15 Pada penelitian ini, tidak ditemukan rekurensi, namun sebaiknya juga dinilai dengan menambah waktu evaluasi lanjutan.

KESIMPULAN

Hasil DSA pada pasien CCF di RSCM Kirana didominasi CCF tipe A. Karakteristik demografis CCF didapatkan sebagian besar pasien adalah laki-laki dengan rerata usia lebih muda daripada penelitian lainnya. Penyebab terbesar CCF adalah trauma dengan onset keluhan muncul dalam waktu segera hingga 17 bulan setelah trauma. Karakteristik klinis didapatkan gejala yang terbanyak adalah proptosis, bruit, dan kelainan konjungtiva. Pada evaluasi hasil dan komplikasi terapi didapatkan sebagian besar pasien dilakukan tindakan embolisasi dengan balon dan sebagian kecil dengan terapi kompresi. Waktu kesembuhan dan perbaikan gejala CCF pasca terapi didapatkan bervariasi. Komplikasi pasca tindakan embolisasi berupa afasia sensorik dan oklusi vena retina sentral.

Referensi

1. Ringer AJ, Salud L, Tomsick TA. Carotid cavernous fistulas: anatomy, classification, and treatment. Neurosurg Clin N Am 2005;16:279-95

2. Helmke K, Krüger O, Laas R. The direct carotid cavernous fistula: a clinical, pathoanatomical, and physical study. Acta Neurochir (Wien) 1994;127:1-5 3. Shownkeen H, et al. Carotid cavernous fistulas:

pathogenesis and routes of approach to endovascular treatment. Skull base: an interdisciplinary approach 2001;11(3):207-16

4. R de Keizer. Carotid cavernous and orbital arteriovenous fistulas: ocular features, diagnostic and hemodynamic considerations in relation to visual impairment and morbidity. Orbit 2003;22:121-42

5. Ellis JA, Goldstein H, Connolly S, Meyers PM. Carotid-cavernous fistulas. Neurosurg Focus 2012;32(5):e9 6. Higashida RT, Hieshima GB, Halbach VV, Bentson JR,

Goto K. Closure of carotid cavernous sinus fistulae by external compression of the carotid artery and jugular vein. Acta Radiol Suppl 1986;369:580-3

7. Isamat F, Twose J, Conesa G. The cavernous sinus: a comprehensive text. In: Eisenberg MB, Al-Mefty O (eds). Surgical Management of Cavernous-Carotid Fistulas. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.p.201-8

8. Luo CB, Teng MM, Chang FC, Chang CY. Transarterial balloon-assisted n-butyl-2-cyanoacrylate embolization of direct carotid cavernous fistulas. AJNR Am J Neuroradiol 2006;27:1535-40

9. Wang W, Li YD, Li MH, Tan HQ, Gu BX, Wang J. Endovascular treatment of post-traumatik direct carotid-cavernous fistulas: a single-center experience. J Clin Neurosci 2011;18:24-8

10. Fifi JT, Meyers PM, Lavine SD, Cox V, Silverberg L, Mangla S. Complications of modern diagnostic cerebral angiography in an academic medical center. J Vasc Interv Radiol 2009;20:442-7

11. Meyers PM, Halbach VV, Dowd CF, Lempert TE, Malek AM, Phatouros CC. Dural carotid cavernous fistula: definitive endovascular management and long-term follow-up. Am J Ophthalmol 2002;134:85-92 12. Marques MC, Caldas JG, Nalli DR, Fonseca JR,

Nogueira RG, Abdala N. Follow-up of endovascular treatment of direct carotid-cavernous fistulas. Neuroradiology 2010;52:1127-33

13. Barrow DL, Spector RH, Braun IF. Classification and treatment of spontaneous carotid cavernous fistulas. J Neurosurg 1985;62:248-56

14. Plasencia RA, Santillan A. Endovascular embolization of carotid-cavernous fistulas: a pioneering experience in Peru. Surg Neurol Int 2012;3:5

15. Lewis AI, Tomsick TA, Tew JM. Management of 100 consecutive direct carotid-cavernous fistulas: result of treatment with detachable balloons. Neurosurgery 1995; 36(2):239-44

16. Riyadina W, Suhardi, Permana M. Pola dan determinan sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Maj Kedokt Indon 2009;59:10

17. Wang YW, Zhong Y, Ma J, Yang N, Wang KF, Jiang Y. Clinical features of carotid-cavernous fistulas in 23 patients 2014;36(2):158-63

18. Yoo K, Krisht AF. The cavernous sinus: a comprehensive text. In: Eisenberg MB, Al-Mefty O (eds). Etiology and Classification of Cavernous Carotid Fistulas. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.p.191-200

(7)

19. Parkinson D. Transcavernous repair of carotid cavernous fistula: a case report. J Neurosurg 1967;26:420-4 20. Higashida RT, Halbach VV. Tsai FY. Interventional

neurovascular treatment of traumatic carotid vertebral lesions: results in 234 cases. AJR Am J Roentgenol 1989;153:577-82

21. YK Tu, HM Liu. Direct surgery of carotid cavernous fistulae and dural arteriovenous malformations of the cavernous sinus. Neurosurgery 1997;41(4):798-805 22. Leonard TJK, Moseley IF, Sanders MD. Ophthalmoplegia

in carotid cavernous sinus fistula. Br J Opth 1984;68: 128-34

23. Debrun GM, Viñuela F, Fox AJ, Davis KR, Ahn HS. Indications for treatment and classification of 132 carotid-cavernous fistulas. Neurosurgery 1988;22:285-9

24. Harris FS, Rhoton AL. Anatomy of the cavernous sinus, a microsurgical study. J Neurosurg 1976;45:169-80 25. McConnell EM. The arterial blood supply of the human

hypophysis cerebri. Anat Rec 1953;115:175-203 26. Charles IL, Thomas C. Signs and symptoms of carotid

cavernous fistula. In: Hamby L, editors. Carotid-cavernous fistula. Springfield; 1966

27. Sasaki H, Nukui H, Kaneko M. Long-term observations in cases with spontaneous carotid cavernous fistulas. Acta Neurochir (Wien) 1988;90(3-4):117-20

Gambar

Tabel 2. Karakteristik klinis pasien carotid cavernous  fistula di RSCM periode tahun 2012-2014
Diagram 1. Klasifikasi carotid cavernous fistula pada  pasien yang dilakukan DSA di RSCM periode tahun  2012-2014
Tabel  3.  Evaluasi  hasil  terapi  carotid  cavernous  fistula di RSCM periode 2012-2014 (n=20)  Terapi  Jumlah  Pasien  Sembuh  Membaik  Menetap  Memburuk  Direk  Konservati f  Embolisas i  1  12  0 4  1 7  0 1  0 0  Indirek  Konservati f  Embolisas i  2

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini, baik dari segi perspektif kajian maupun dari segi metodologi, karena tidak ada satupun yang menyinggung mengenai personal selling sebagai Komunikasi

The first is a concern that the book presents too favourable a view of religious welfare, but the author rightly responds by reiterating one of her main tasks which is to testify to

Hasil dari penelitian ini adalah : mengetahui bentuk pertunjukan group musik Campursari Ngudi Laras Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati yang meliputi: Bentuk

Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Universitas Pendidikan Indonesia, 2015. Strauss, Cluade Levi, Myth and Meaning, New York: University of Toronto

Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari dengan menggunakan graf.

Jadi, apabila jumlah sisi poligon terus diperbesar , misalkan dari 4 sisi, 5 sisi, …, 60 sisi, 61 sisi, 62, 63, 64, dan seterusnya, dan kita lakukan pembagian keliling

gracilis dibanding kontrol, tetapi setelah dianalisa dengan ANOVA, diperoleh hasil bahwa tidak ada beda nyata rata-rata jumlah sel antara perlakuan sedimen dengan kontrol air

Spesies yang hanya ditemukan di hutan primer, hutan sekunder, kebun dan semak masing-masing tipe habitat sebanyak 3, 3, 1, dan 8 spesies, sedangkan spesies lainnya ditemukan pada