2015
2015
REPORT
REPORT
DESAIN STRUKTUR OVERPASS JEMBATAN
DESAIN STRUKTUR OVERPASS JEMBATAN
SUMMARECON
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
I
I PENDAHPENDAHULUAULUAN N ... ... 11 I.1
I.1 Umum Umum ... ... 11 I.2
I.2 PeratuPeraturan ran ... .. 22 I.3
I.3 MateriMaterial al ... .... 22 I.4
I.4 Konsep Konsep Desain ...Desain ... ... 22
II PERENCANAAN STRUKTUR ... 4
II PERENCANAAN STRUKTUR ... 4
II.1 Pemodelan Struktur ... 4
II.1 Pemodelan Struktur ... 4
II.1.1 II.1.1 PembePembebanan banan .............................. ... 55 II.1.2 II.1.2Gaya Gaya Rem ...Rem ........................... ... 1212 II.1.3 II.1.3 Gaya Sentrifugal ... 12 Gaya Sentrifugal ... 12
II.1.4 II.1.4 Beban Lingkungan ... 13 Beban Lingkungan ... 13
II.2 Kombinasi Pembebanan ... 18
II.2 Kombinasi Pembebanan ... 18
II.3 Desain Struktur ... 20
II.3 Desain Struktur ... 20
II.3.1 II.3.1DesaiDesain n Slab Slab .............................. ... 2020 II.3.2 II.3.2 Perencanaan Angkur Perletakan ( Perencanaan Angkur Perletakan (DowelsDowels) ) .................. ... 2323 II.3.3 II.3.3 Perencanaan Expansion Joint Perencanaan Expansion Joint........................ . 2424 II.3.4 II.3.4 Perencanaan Parapet ... 26 Perencanaan Parapet ... 26
II.3.5 II.3.5 Desain Desain Pierhead Pierhead .............................. . 2727 II.3.6 II.3.6DesaiDesain n Pile Pile .............................. ... 3535 II.3.7 II.3.7 Daya Dukung Pundasi Pile ... 38 Daya Dukung Pundasi Pile ... 38
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
I
I PENDAHPENDAHULUAULUAN N ... ... 11 I.1
I.1 Umum Umum ... ... 11 I.2
I.2 PeratuPeraturan ran ... .. 22 I.3
I.3 MateriMaterial al ... .... 22 I.4
I.4 Konsep Konsep Desain ...Desain ... ... 22
II PERENCANAAN STRUKTUR ... 4
II PERENCANAAN STRUKTUR ... 4
II.1 Pemodelan Struktur ... 4
II.1 Pemodelan Struktur ... 4
II.1.1 II.1.1 PembePembebanan banan .............................. ... 55 II.1.2 II.1.2Gaya Gaya Rem ...Rem ........................... ... 1212 II.1.3 II.1.3 Gaya Sentrifugal ... 12 Gaya Sentrifugal ... 12
II.1.4 II.1.4 Beban Lingkungan ... 13 Beban Lingkungan ... 13
II.2 Kombinasi Pembebanan ... 18
II.2 Kombinasi Pembebanan ... 18
II.3 Desain Struktur ... 20
II.3 Desain Struktur ... 20
II.3.1 II.3.1DesaiDesain n Slab Slab .............................. ... 2020 II.3.2 II.3.2 Perencanaan Angkur Perletakan ( Perencanaan Angkur Perletakan (DowelsDowels) ) .................. ... 2323 II.3.3 II.3.3 Perencanaan Expansion Joint Perencanaan Expansion Joint........................ . 2424 II.3.4 II.3.4 Perencanaan Parapet ... 26 Perencanaan Parapet ... 26
II.3.5 II.3.5 Desain Desain Pierhead Pierhead .............................. . 2727 II.3.6 II.3.6DesaiDesain n Pile Pile .............................. ... 3535 II.3.7 II.3.7 Daya Dukung Pundasi Pile ... 38 Daya Dukung Pundasi Pile ... 38
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Tabel II-1 Faktor beban dinamik untuk beban garis KEL ... 8
Tabel II-1 Faktor beban dinamik untuk beban garis KEL ... 8
Tabel II-2 Tekanan Angin Merata pada Bangunan Atas... 14
Tabel II-2 Tekanan Angin Merata pada Bangunan Atas... 14
Tabel II-3 Faktor Modifikasi (R) untuk Bangunan Bawah ... 17
Tabel II-3 Faktor Modifikasi (R) untuk Bangunan Bawah ... 17
Tabel II-4 Response Spektrum Kota Tangerang ... 17
Tabel II-4 Response Spektrum Kota Tangerang ... 17
Tabel II-5 Faktor Beban ... 18
Tabel II-5 Faktor Beban ... 18
Tabel II-6 Kombinasi Pembebanan ... 18
Tabel II-6 Kombinasi Pembebanan ... 18
Tabel II-7 Desain Manual Tulangan Pier Head ... 29
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Potongan memanjang jembatan ... 1
Gambar I-1 Potongan memanjang jembatan ... 1
Gambar I-2 Potongan melintang jembatan ... 1
Gambar I-2 Potongan melintang jembatan ... 1
Gambar II-1 Model Struktur Jembatan ... 4
Gambar II-1 Model Struktur Jembatan ... 4
Gambar II-2. Model Spun Pile dan Pile Cap ... 5
Gambar II-2. Model Spun Pile dan Pile Cap ... 5
Gambar II-3 Input SDL pada SAP2000 ... 6
Gambar II-3 Input SDL pada SAP2000 ... 6
Gambar II-4 Beban Lajur D ... 9
Gambar II-4 Beban Lajur D ... 9
Gambar II-5 Input Beban Terbagi Rata (BTR) pada SAP2000 ... 9
Gambar II-5 Input Beban Terbagi Rata (BTR) pada SAP2000 ... 9
Gambar II-6 Input Beban Garis (BGT) pada SAP2000 ... 10
Gambar II-6 Input Beban Garis (BGT) pada SAP2000 ... 10
Gambar II-7 Gambar II-7 Beban Truk “T”Beban Truk “T” ... ... 1010 Gambar II-8 Input Beban Truk 1 pada SAP2000 ... 11
Gambar II-8 Input Beban Truk 1 pada SAP2000 ... 11
Gambar II-9 Input Beban Truk 2 pada SAP2000 ... 11
Gambar II-9 Input Beban Truk 2 pada SAP2000 ... 11
Gambar II-10 Input Gaya Rem pada SAP2000 ... 12
Gambar II-10 Input Gaya Rem pada SAP2000 ... 12
Gambar II-11 Input Gaya Sentrifugal pada SAP2000 ... 13
Gambar II-11 Input Gaya Sentrifugal pada SAP2000 ... 13
Gambar II-12 Input Beban Angin pada SAP2000 ... 14
Gambar II-12 Input Beban Angin pada SAP2000 ... 14
Gambar II-13 Input Beban Temperatur pada SAP2000 ... 15
Gambar II-13 Input Beban Temperatur pada SAP2000 ... 15
Gambar II-14 Peta Spektrum Percepatan Gempa 0,2 detik (SS) Indonesia ... 16
Gambar II-14 Peta Spektrum Percepatan Gempa 0,2 detik (SS) Indonesia ... 16
Gambar II-15 Peta Spektrum Percepatan Gempa 1,0 detik (S1) Indonesia ... 16
Gambar II-15 Peta Spektrum Percepatan Gempa 1,0 detik (S1) Indonesia ... 16
Gambar II-16 Moment(-) tump 33 tonm/m ... 20
Gambar II-16 Moment(-) tump 33 tonm/m ... 20
Gambar II-17 Moment(+) lap 27 tonm/m ... 21
Gambar II-17 Moment(+) lap 27 tonm/m ... 21
Gambar II-18 Gambar II-18 Geometric ProportiesGeometric Proporties Slab Slab ... . 2222 Gambar II-19 Moment-Curvature (Moment +) ... 22
Gambar II-19 Moment-Curvature (Moment +) ... 22
Gambar II-20 Gambar II-21 Moment-Curvature (Moment -) ... 23
Gambar II-20 Gambar II-21 Moment-Curvature (Moment -) ... 23
Gambar II-22 Sistem transfer gaya pada angkur ... 24
Gambar II-22 Sistem transfer gaya pada angkur ... 24
Gambar II-23Penyebaran beban melintang ... 26
Gambar II-23Penyebaran beban melintang ... 26
Gambar II-24 Moment lap 30,6 tonm, tump 24 tonm ... 28
Gambar II-27 Geser lap 6,31 ton, tump 86,78 ton ... 31
Gambar II-28 Torsi lap 7,92 tonm, tump 23,7 tonm ... 32
Gambar II-29 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Gaya Geser ... 32
Gambar II-30 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Momen Lentur dan Gaya Horisontal .... 33
Gambar II-31 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Punching Shear ... 34
Gambar II-32 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Punching Shear ... 34
Gambar II-33 Penulangan Legde Beam ... 34
Gambar II-34 GD Spun Pile M22 = 10,74 tonm ... 35
Gambar II-35 GD Spun Pile Mu33 = 37,30 tonm ... 36
Gambar II-36 Spun Pile Mservice33 = 8,97 tonm ... 36
Gambar II-37 Spun Pile Mservice22 = 3,99 tonm ... 37
I PENDAHULUAN
I.1 Umum
Struktur overpass jembatan direncanakan dengan sistem integral slab on pile. Terdiri dari dua buah jembatan dengan panjang masing-masing 50 m. Jembatan direncanakan dengan sistem integral dimana joint bersifat rigid. Perletakan diujung-ujung jembatan merupakan tumpuan rol dimana pada arah longitudinal jembatan tidak terdapat tahanan.
I.2 Peraturan
Peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencaan struktur jembatan adalah :
a. Perencanaan Pembebanan Struktur Atas Jembatan mengikuti Bridge Design Manual BMS yang diterbitkan oleh Direktorat Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia, Desember 1992 (BMS).
b. Standar Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI. T-02-2005), sesuai dengan Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
c. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI. T-12-2004), sesuai dengan Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
d. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 03-1726-2012.
I.3 Material
Material yang digunakan adalah :
- Spun Pile : Beton K-600
- Pile Cap : Beton K-400
- Precast Slab : Beton K-600
- Besi Beton : fy=400 MPa
I.4 Konsep Desain
Perencanaan elemen struktur dilakukan dengan metoda kekuatan batas (metoda ultimite) dimana nilai beban dinaikan dengan faktor beban seperti yang terdapat dalam peraturan perencanaan struktur beton, harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas penampang yang dikalikan dengan faktor reduksi.
Faktor Reduksi Kekuatan (ø) mengikuti nilai-nilai di bawah ini :
1) Lentur, tanpa gaya aksial merupakan fungsi regangan tarik terluar.Pada penampang elemen struktur yang memiliki perilaku tarik, nilai 0,90 dapat digunakan yaitu saat nilai regangan baja tulangan terluar yang mengalami tarik tidak kurang dari 0,005.
2) Geser dan Torsi = 0,75 3) Gaya aksial, dan gaya aksial dengan lentur :
- Aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur = 0,90
- Aksial tekan, dan aksial tekan dengan lentur = 0,65
4) Dengan penulangan geser biasa = 0,65
II PERENCANAAN STRUKTUR
II.1 Pemodelan Struktur
Software yang digunakan dalam pemodelan dan analisis struktur adalah program SAP 2000. Untuk memodelkan tahanan lateral yang merupakan sumbangan dari tanah, maka pada spun pile diberikan konstanta spring tanah yang mana nilainya didapatkan dari hasil kajian geoteknik (terlampir).
Gambar II-2. Model Spun Pile dan Pile Cap II.1.1 Pembebanan
Secara umum kriteria pembebanan yang digunakan dalam perencanaan jembatan ini ditinjau dari dua kondisi beban, yaitu :
a. Beban Kerja (Working Load/ Service Load )
Beban layan adalah beban yang bekerja pada saat kondisi layan bangunan jembatan, hal ini berkaitan dengan servisibilitas dari bangunan.
b. Beban Batas (Ultimate Load )
Beban batas adalah beban yang bekerja pada kondisi ultimit dari struktur, yaitu diperoleh dengan mengalikan beban yang bekerja dengan faktor beban.
A. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat dari elemen-elemen struktural jembatan. Berat sendiri ini belum termasuk beban mati tambahan. Berat Sendiri dihitung secara otomatis oleh program SAP2000.
B. Beban Mati Tambahan
Yang dimaksud beban mati tambahan (SDL) tersebut adalah berat semua material non-struktural yang digunakan pada Jembatan seperti perkerasan (asphalt), lampu jalan, genangan air, dan paraphet.
γ
asphalt = 22.4 kN/m3γ
air = 10 kN/m3γ
beton = 25 kN/m3Gambar II-3 Input SDL pada SAP2000
C. Efek Rangkak dan Susut (Creep and Shrinkage)
Efek rangkak dan susut dipertimbangkan pada perencanaan Jembatan yang menggunakan material beton. Efek ini harus diperhitungkan terutama untuk struktur-struktur yang terkekang dan juga movement bearing.
Dalam perencanaan rangkak dan susut diambil beberapa koefesien, yaitu : Ccu = 2 ( ultimate creep coeffecient )
shu = 0.0005 ( ultimate shrinkage strain)
D. Beban Lalu Lintas
Berdasarkan arah bekerjanya beban, maka beban lalu lintas dapat dibagi menjadi tiga komponen :
1. Komponen Vertikal
2. Komponen Rem (arah longitudinal) 3. Komponen Sentrifugal (arah radial)
Beban lalu lintas untuk Rencana Jembatan Jalan Raya terdiri beban lajur “D” dan beban truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang eqivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan.
Beban truk “T” adalah berat kendaraan tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan pada berbagai posisi sembarang pada lajur lalu lintas. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat (trailer). Beban satu truk “T” ini hanya boleh ditempatkan per lajur lalu lintas rencana. Pada umumnya beban lajur “D” akan memberikan efek yang lebih maksimum pada jembatan-jembatan bentang menengah dan panjang sehingga untuk analisis struktur jembatan bentang menengah dan panjang hanya akan memperhitungkan beban lajur “D”. Sedangkan untuk jembatan-jembatan bentang pendek dan sistem lantai dek, e ffek beban truk “T” akan lebih maksimum dibandingkan dengan efek beban lajur “D”. Dengan demikian untuk perencanaan jembatan-jembatan bentang pendek dan system lantai dek hanya akan memperhitungkan beban truk “T”.
Faktor beban Dinamik (DLA) berlaku pada beban garis KEL lajur “D" dan beban truk "T" untuk simulasi kejut dan kendaraan bergerak pada Struktur jembatan. Faktor beban dinamik adalah sama untuk S.L.S. dan U.L.S. dan untuk semua bagian struktur sampai pondasi. Untuk beban truk “T” nilai DLA adalah 0.3. Untuk beban garis KEL nilai DLA diberikan dalam Tabel II-1.
Tabel II-1 Faktor beban dinamik untuk beban garis KEL
BENTANG EKUIVALEN LE(m) DLA (untuk kedua keadaan batas)
LE 50 0.4
50 LE 90 0.525 – 0.0025 LE
LE 90 0.3
Catatan :
Untuk bentang sederhana LE= panjang bentang aktual
Untuk bentang menerus LE= LratarataLmaks
Dengan :
Lrata-rata = panjang bentang rata-rata dari bentang-bentang menerus
Lmaks = panjang bentang maksimum dari bentang-bentang menerus
Beban Lajur “D”
Beban Lajur "D" terdiri dari Beban terbagi rata UDL ( Uniform Distributed Load ) dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang bentang yang dibebani total (L) sebagai berikut: 2 2 / 15 5 . 0 0 . 9 ; 30 / 0 . 9 ; 30 m kN L q m L m kN q m L
Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini L adalah jumlah dan panjang masing-masing beban te rputus tersebut.
Beban lajur "D” ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas seperti ditunjukkan dalam Gambar II-4.
Selain beban merata UDL, beban lajur “D” juga termasuk beban garis KEL (Knife Edge Load ) sebesar p kN/m, yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada pada arah lalu lintas.
P = 49.0 kN/m
Pada bentang menerus, beban garis KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum.
Gambar II-4 Beban Lajur D
Gambar II-6 Input Beban Garis (BGT) pada SAP2000
Beban Truk “T”
Beban truk "T” ditunjukan dalam Gambar II-7.
Gambar II-7 Beban Truk “T”
Hanya satu truk harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh jembatan. Truk “T” harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas.
II.1.2 Gaya Rem
Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Sistem penahan harus direncanakan untuk menahan gaya memanjang tersebut. Gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D di anggap bekerja pada semua lajur lalu lintas.
Gambar II-10 Input Gaya Rem pada SAP2000
II.1.3 Gaya Sentrifugal
Untuk jembatan yang mempunyai kelengkungan pada arah horizontal, maka akan timbul gaya centrifugal yang besarnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
R T V T TR T 2 006 . 0 dimana :
TTR : gaya centrifugal pada suatu section jembatan
TT : beban kendaraan total yang berada pada section yang sama
V : kecepatan rencana (km/jam)
Gambar II-11 Input Gaya Sentrifugal pada SAP2000
II.1.4 Beban Lingkungan
A. Beban Angin
Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada:
a. Luas ekuivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus
Tabel II-2 Tekanan Angin Merata pada Bangunan Atas
Gambar II-12 Input Beban Angin pada SAP2000 Perbandingan
Lebar / Tinggi PANTAI LUAR PANTAI
Bangunan Atas Padat (dalam batas 5 km dari pantai) (lebih dari 5 km terhadap pantai)
S.L.S 1.13 0.79 U.L.S 1.85 1.36 S.L.S 1.46 - 0.32b/d 1.46 - 0.32b/d U.L.S 2.38 - 0.53b/d 1.75 - 0.39 b /d S.L.S 0.88 - 0.038b/d 0.61 - 0.02b/d U.L.S 1.43 - 0.06b/d 1.05 - 0.04b/d S.L.S 0.68 0.47 U.L.S 1.1 0.81 S.L.S 0.65 0.45 U.L.S 1.06 0.78 Jenis Keadaan Batas b /d £ 1.0
Tekanan Angin kPa
1.0 <b/d £ 2.0 2.0 <b/d £ 6.0 b /d > 6.0 Bangunan Atas Rangka (seluruhb/d)
b = Lebar bangunan atas antara permukaan luar tembok pengaman D = Tinggi bangunan atas (termasuk tembok pengaman padat)
B. Beban Temperatur
Akibat adanya perbedaan suhu dipermukaan dan di dalam maka akan timbul perbedaan tegangan pada komponen struktur sehingga akan mempengaruhi gaya dalam yang terjadi terutama untuk struktur yang terkekang seperti continuous beam. Dalam hal ini beban temperature diambil berdasarkan perbedaan temperatur sebesar ΔTemp = 10o dengan
gradien 17o– 27o. Selain itu, struktur continuous juga didesain terhadap rentang temperatur
sebesar ± 100 C dari temperatur reference 270 C.
Gambar II-13 Input Beban Temperatur pada SAP2000
C. Beban Gempa
Beban Gempa ditentukan berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2012. Kondisi tanah di sekitar lokasi struktur bangunan adalah tanah lunak (Kelas Situs SE). Berdasarkan peraturan terbaru yaitu SNI-1726-2012, gempa rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 2500
Gambar II-14 Peta Spektrum Percepatan Gempa 0,2 detik (SS) Indonesia
Gambar II-15 Peta Spektrum Percepatan Gempa 1,0 detik (S1) Indonesia
Analisis response spektrum dilakukan untuk menghitung pengaruh beban gempa rencana. Faktor keutamaan bangunan yang digunakan yaitu I = 1. Faktor reduksi gempa yang digunakan sesuai ketentuan RSNI 03-2833-201x diambil sebesar R = 3,5 untuk sistem
Tabel II-3 Faktor Modifikasi (R) untuk Bangunan Bawah
II.2 Kombinasi Pembebanan
Tabel II-5 Faktor Beban
Tabel II-6 Kombinasi Pembebanan
Berat Sendiri 1 1,3
SDL 1 2
Susut & Rangkak 1 1
Lajur"D" 1 1,8 Truk"T" 1 1,8 Gayarem 1 1,8 Gaya sentrifugal 1 1,8 Temperatur 1 1,2 Beban angin 1 1,2 Gempa - 1 FAKTOR BEBAN S U
Kombinasi Service : 1. BS + SDL + D + Rem 2. BS + SDL + T + Rem 3. BS + SDL + T + Rem + Temp 4. BS + SDL + T + Angin 5. BS + SDL + T + Sentrifugal Kombinasi Ultimate : 1. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 D + 1,8 Rem 2. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 T + 1,8 Rem 3. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 T + 1,8 Rem + 1,2 Temp 4. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 T + 1,2 Angin 5. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 T + 1,8 Sentrifugal 6. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 D + Gempa 7. 1,3 BS + 2 SDL + 1,8 T + Gempa
II.3 Desain Struktur
II.3.1 Desain Slab
Perhitungan tulangan pada pelat slab Jembatan ini mencakup perhitungan tulangan pada daerah sambungan antar pelat (pada daerah integrated ) atau pada daerah tumpuan pelat dimana terjadi moment negatif, dan pada daerah lapangan (moment positif). Daerah tumpuan direncakan dengan konsep desain beton bertulang dan daerah lapangan direncanakan dengan konsep desain beton prategang.
Dari hasil analisis dengan program SAP2000 didapatkan nilai moment maksimun pada tengah bentang M(+) =27 tonm /m dan moment maksimum pada tumpuan M(-) = 33 tonm /m. Perhitungan secara manual dapat dilihat pada lampiran.
Gambar II-17 Moment(+) lap 27 tonm/m
Untuk menghitung Momen nominal slab beton prategang digunakan program response2000. Dari hasil analisis didapatkan nilai moment nominal pada tengah bentang Mn (+) =96,6 tonm dan moment nominal pada tumpuan Mn(-) = 93,9 tonm (dengan lebar slab = 2,18 m). Perhitungan secara manual dapat dilihat pada lampiran.
Mu(+) = 27 tonm /m Mn(+) = 96,6 tonm / 2,18 m = 44,31 tonm /m
≥ 1
0,8∗44,31
27
≥ 1
1,31 ≥1
Mu(-) = 33 tonm /m Mn(-) = 93,9 tonm / 2,18 m = 43,07 tonm /m
≥ 1
Gambar II-18 Geometric Proporties Slab
Gambar II-20 Gambar II-21 Moment-Curvature (Moment -)
II.3.2 Perencanaan Angkur Perletakan (Dowels)
Koefisien friksi rubber sheet perletakan tidak mampu untuk memikul gaya horizontal akibat gempa. Sehingga untuk mentransfer gaya horizontal dari sistem slab on pile ke pierhead digunakan angkur (dowels). Sistem angkur perletakan untuk bentang simple beam pada arah longitudinal adalah moved (bergerak) pada kedua sisinya, sehingga angkur hanya menahan gaya yang terjadi pada arah transfersal.
Gaya horizontal akibat gempa diperoleh dengan mengalikan berat struktur dengan koefisien gempa. MOVE MOVE T LONG LONG EQ T TRANS TRANS EQ W R I C H W R I C H
_ _Gaya horizontal tersebut akan menyebabkan gaya geser dan momen pada angkur perletakan sebagai berikut:
Gambar II-22 Sistem transfer gaya pada angkur
Perhitungan gaya-gaya horizontal yang diterima oleh angkur perletakan (Dowels) serta perhitungan jumlah dan dimensi dowels dapat dilihat pada lampiran.
II.3.3 Perencanaan Expansion Joint
Expansion joint direncanakan supaya mampu mengakomodasikan pergerakan yang diakibatkan oleh creep, shrinkage, perubahan temperature, perpendekan elastic dan displacement akibat beban gempa. Dengan mengakomodasi konsep balanced stiffness dimana pergerakan pier diharapkan mengalami pergerakan yang seragam sehingga terjadinya displacement yang besar akibat perbedaan arah pergerakan antara pier dapat dihindari maka displacement akibat gempa dapat tereduksi.
Perpindahan akibat shrinkage yang terjadi setelah instalasi expansion joint yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
shrink (mm) = . . Ltrib (1000mm/m)
Dimana :
Ltrib : panjang tributary struktur (m)
: regangan shrinkage ultimit setelah instalasi diambil 0.0003 50
: faktor yang memperhitungkan efek kekangan oleh struktur yang dipasang sebelum pelat dicor. 0.0 (steel girder), 0.5 (precast prestressed concrete girder), 0.8 (concrete box girder dan T beams), 1.0 untuk flat slab.
Perpindahan akibat temperatur dihitung dengan menggunakan nilai maksimum dan minimum temperatur yang mungkin terjadi pada deck jembatan.
temp (mm) = . Ltrib .T (1000mm/m)
Dimana :
Ltrib : panjang tributary struktur (m)
: koefesien thermal 0.000011 m/m/oC
T : perbedaan temperatureoC, diambil sebesar 25oC (15 – 40)oC
Dalam hal ini expansion joint direncanakan akan menggunakan compression seal joint , kemampuan expansion joint jenis ini tergantung korelasi antara lebar joint saat konstruksi dan lebar desain joint. Maksimum dan minimum lebar seal tertekan adalah 85% dan 40% dari lebar seal tidak tertekan.
Beberapa ketentuan dalam perencanaan expansion joint dengan menggunakan compression seal joint , yaitu:
(thermal movement normal to joint ) (thermal movement parallel to joint )
(shrinkage movement normal to joint ) (shrinkage movement parallel to joint )
45 . 0
) ( temp _ normal shrin k _ normal
W
22 . 0
) ( temp _ pa rallel shr ink _ parallel
W
Dimana :
W : lebar expansion joint
temp_normaltemp cos
temp_paraleltemp sin
shrink_paralelshrink sin
Displacement akibat beban gempa yang terjadi adalah sebesar 2,3 cm. Perhitungan kebutuhan lebar compression seal (expansion joint ) untuk masing-masing bentang dapat dilihat pada lampiran.
II.3.4 Perencanaan Parapet
Parapet harus mampu memikul beban tumbukan dari kendaraan. Kriteria desain parapet adalah secara geometry dan kekuatan harus mampu menahan intial impact dari tumbukan dan menjaga kendaraan tetap dalam jalurnya. Kekuatan yang dibutuhkan oleh parapet tergantung dari volume truk dan kecepatan kendaraan. Berdasarkan SNI pembebanan untuk Jembatan penghalang lalu lintas harus didesain untuk menahan beban tumbukan rencana ultimit menyilang sebagai berikut:
= 100 ℎ ≤ 850
= 100 (1 ℎ−850
450 ) ℎ > 850
Diman “h” adalah tinggi sumbu dari bagian atas palang lalu lintas (mm)
Dalam desain ini tinggi parapet rencana adalah 1150 mm, sehingga didapat beban P = 166.7 kN. Beban menyilang ini harus disebarkan dengan jarak memanjang 1.5 m pada bagian atas penghalang dan disebarkan dengan sudut 45 ke bawah pada lantai yang memikulnya (gambar 3.6.1). Digunakan tulangan d13-125. Perhitungan tulangan terlampir.
II.3.5 Desain Pierhead
Pada saat terjadi gempa rencana struktur diharapkan dapat berperilaku inelastik untuk mendisipasi energi gempa. Element struktur yang diharapkan sebagai pendisipasi energi adalah pile, maka momen nominal untuk pierhead pada daerah perbatasan pier harus lebih besar dibandingkan dengan momen nominal pada pile .
Penulangan pada badan Pierhead dilakukan dengan menggunakan konsep desain penulangan balok. Tulangan lentur pada pierhead didesain sebagai tulangan tunggal untuk menahan momen baik momen negatif maupun momen positif.
Tulangan lentur pada pierhead didesain sebagai tulangan tunggal untuk menahan momen baik momen negatif maupun momen positif. Untuk perencanaan tulangan lentur, digunakan =0.8; dan Mn Mu
.
Dari kesetimbangan gaya-gaya pada penampang, didapatkan bahwa:
' 2 . . 2. . '. c perlu y c f b Mnd As d d f f b
Ratio tulangan perlu terhadap luas penampang beton yang didapatkan dari persamaan di atas harus juga memenuhi rasio tulangan minimum dan maksimum.
ρ = . terpasang As b d ρmin1 =max ( ' 1, 4 , 4 c y y f f f )
ρmin= min (ρmin1, ρmin2 )
ρmin2 =1,3 ρperlu = 1,3 . perlu As b d ρmax = 3. 0,85. '. . 4 c c y c d f f
1,3 ρ < ρ <ρMu33(+) = 30,6 tonm Mn33(+) = 43,3 tonm
≥ 1
0,8∗43,3
30,6 ≥ 1
1,13≥1
Pada daerah tumpuan Mu33(-) = 24 tonm Mn33(-) = 32,8 ton
≥ 1
0,8∗32,8
24 ≥ 1
1,0931≥1
Tabel II-7 Desain Manual Tulangan Pier Head
Kapasitas Moment penampang pier head setelah struktur integral dapat dilihat pada Gambar II-25 dan Gambar II-26.
Gambar II-25 Diagram moment(+) vs curvature pier head (struktur integral)
Tu mp M( +) 320 1000 600 496 3, 15 10 19 2836, 429 1833, 98 1736 OK 0,85 0,006 0,02845 OK 38,1369 0,0769 0,31875 OK 0,8 432,890349 OK Lap M(-) 236 1000 600 529 3,15 7 19 1985,5 1956 1851,5 OK 0,85 0,004 0,02845 OK 26,6958 0,0505 0,31875 OK 0,8 327,624719 OK Tump V 867, 8 1000 6 00 496 3, 15 10 19 696, 1254 460, 941 13 2 265, 6 114, 3 100 1956 OK 237 205,081 688500 45 57,3710966 1560,49 Lap V 63,1 1000 600 529 3,15 7 19 521,601 -437,47 13 2 265,6 -128 100 2086 OK 80 96,8102 NN 45 NN NN Vgrv (kN) V22 Dimensi b (mm) h (mm) de (mm) L (m ) n tu l D (mm) M33 V c ( kN ) V s ( kN )
Cek Kapasitas Lentur
Hitung Tulangan Sengkang
Al (mm²) n kaki Av s maka s Vs max Cek Tu (kNm) Tu max (kNm) Ao(Luas terkekang θ At (mm²) Cek Kebutuhan Tul, Torsi
ρ 0,75 ρb ce k a (mm) a/d
D
Cek φ Mn (kN -m) ce k
Rasio Tul ρ < 0,75 ρb < 0,025 tension-controlled (a/d<0,375β )
β 0,375β
D (mm) Mu
(kN-m)
Dimensi Cek As min b (mm) h (mm) de (mm) L (m ) n tu l As tul (mm²) A s mi n ( mm² ) C ek
Gambar II-26 Diagram moment(-) vs curvature pier head (struktur integral)
Kuat geser nominal (Vn) didapatkan sebagai hasil penjumlahan dari kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton ditambah dengan kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk perencanaan tulangan geser, digunakan faktor reduksi sebesar 0.75, dengan perencanaan geser harus memenuhi persamaan berikut :
Vn Vu.
Perencanaan penampang akibat geser didasarkan pada SNI
Vu ≤ Vn Vn = Vc + Vs Vc = f c
bw
d
6 ' Vs = s d fy Av
Untuk perencanaan tulangan torsi, faktor reduksi yang digunakan ialah 0,75. Pada komponen struktur non-pratekan, tulangan puntir diperlukan jika:
' 12 c f Tu Acp Pcp
dimana :Acp = luas penampang beton
Pcp = keliling penampang beton
Aoh = luas area di dalam tulangan sengkang tertutup
Ph = keliling tulangan sengkang tertutup
Tulangan sengkang yang direncanakan ialah merupakan penjumlahan kebutuhan tulangan sengkang untuk memikul geser dan tulangan sengkang untuk memikul puntir. Selain tulangan sengkang, untuk memikul torsi juga mungkin dibutuhkan tulangan longitudinal yang perlu ditambahkan pada tulangan lentur untuk menahan torsi.
Gambar II-28 Torsi lap 7,92 tonm, tump 23,7 tonm
Penulangan pada kaki Pierhead dilakukan dengan menggunakan konsep desain penulangan beam
–
ledge (korbel). Beam ledge hanya berfungsi selama proses konsturksi, karena setelah struktur integral slab dan pier head akan menjadi joint rigid. SBeam-ledge direncanakan untuk memikul :
Momen lentur, gaya geser dan gaya horizontal pada lokasi retak 1 Gaya tarik pada lokasi retak 2
Punching Shear pada titik pembebanan pada lokasi retak 3 Bearing force pada lokasi retak 4
Gambar II-29 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Gaya Geser
Perencanaan tulangan geser friksi, Avf untuk menahan gaya geser terfaktor, Vu :
1. Untuk beton kepadatan normal ( normal density concrete ), gaya geser nominal, Vn tidak boleh melebihi :
Vn = 0,2 f c` bw de Vn = 5,5 bw de 2. Avf = . n V
fy ; μ = koefisien friksi
Lebar dari muka beton yang diasumsikan berpartisipasi untuk menahan gaya geser diambil tidak melebihi S, ( W+4av ), atau 2c; seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini
Gambar II-30 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Momen Lentur dan Gaya Horisontal
Perhitungan Kebutuhan Tulangan Lentur, Af :
. .( ) 2 Mu Af a fy d
.Perhitungan Kebutuhan Tulangan Tarik Murni, An:
. Nu An fy
Luas Area Tulangan Tarik Total, As harus memenuhi syarat berikut :
As = max ( Af + An ; 2 3 vf A An ; 0,04. fc`/fy. bw . d )
Lebar dari muka beton yang diasumsikan berpartisipasi untuk menahan gaya tarik diambil tidak melebihi S, ( W+5af ), atau 2c; seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini
Gambar II-31 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Punching Shear
Kapasitas geser Punching Shear nominal , Vn dapat diambil sebagai : Vn = 0,328. fc W `.(
2 L
2 ).de deKriteria desain : Vu ≤ ∅Vn
Gambar II-32 Perencanaan Beam Ledge Terhadap Punching Shear
Penulangan Hanger disediakan pada beam ledge. Pemasangan tulangan hanger, Ahr pada
beam ledge balok T terbalik dapat diambil dengan persamaan berikut :
.
(0,165 `. . ) f f A f hr y ( 2 )f
Vn fc b d W d
s
Tulangan hanger terpasang ditentukan dengan membandingkan kebutuhan terhadap tulangan geser torsi.
II.3.6 Desain Pile
Dari hasil analisis dengan program SAP2000 didapatkan nilai moment service maksimum pada pile Ms22 = 3,99 tonm dan Ms33 = 8,97 tonm. Untuk kondisi ultimate maksimum Mu22 = 7,98 tonm dan Mu33 = 37,30 tonm.
Tiang pada jembatan menggunakan spun pile D600 tipe C dengan spesifikasi :
- Bending crack = 29 tonm
- Moment ultimate = 58 tonm
- Allowable axial load = 229,5 ton
Kondisi service :
≥ 1
,∗
,+,
≥1,79
...OK Kondisi ultimate :
≥ 1
,∗
,+,
≥1,024
...OKGambar II-35 GD Spun Pile Mu33 = 37,30 tonm