• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang bangun model manajemen strategi evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang bangun model manajemen strategi evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL

MAKANAN RINGAN

RAKHMA OKTAVINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI

EVALUASI KINERJA

USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN

DISERTASI

RAKHMA OKTAVINA

F 361040041

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : RAKHMA OKTAVINA NRP : F361040041

PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

JUDUL : RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN

KOMISI PEMBIMBING : PROF. DR. IR. SYAMSUL MA’ARIF, MEng (Ketua)

PROF. DR. IR. ERIYATNO, MSAE (Anggota) DR. IR. ERLIZA HAMBALI, M.S (Anggota) KELOMPOK ILMU : KETEKNIKAN DAN TEKNOLOGI

INFORMASI

HARI/TANGGAL : SENIN/28 APRIL 2008 WAKTU : 09.00-10.00 WIB

(4)

ABSTRAK

RAKHMA OKTAVINA. Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA’ARIF, ERIYATNO, ERLIZA HAMBALI.

Daya saing usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan ditentukan oleh kinerja usaha UMK, yang dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung oleh suatu proses evaluasi kinerja yang optimum. Model evaluasi kinerja dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem yang didasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam untuk mengakuisisi pendapat pakar. Teknik yang digunakan pada penelitian ini antara lain uji validasi dan reliabilitas, OWA Operators, Fuzzy AHP, Balanced Scorecard, Quality Function Deployment, dan Jaringan Syaraf Tiruan.

Uji validitas dan reliabilitas terhadap hasil penyebaran kuesioner dilakukan untuk menghasilkan perspektif dan indikator kinerja utama pada UMK, sedangkan OWA Operators untuk menentukan indikator kinerja kunci pada UMK, Alternatif indikator kinerja dan karakteristik teknis dibangun berdasarkan kajian teoritis, observasi lapangan, dan elisitasi pendapat pakar menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK. Studi kasus dilakukan pada usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung menghasilkan 46 alternatif indikator kinerja utama UMK makanan ringan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian dengan OWA Operators menghasilkan 22 indikator kinerja kunci (IKK) dan 10 karakteristik teknis.

Pembobotan IKK menggunakan teknik fuzzy AHP dengan pendekatan triangular fuzzy number untuk mengkonversi penilaian yang bersifat linguistik (linguistic label). Prioritas tertinggi yang menunjukkan bobot kepentingan terbesar adalah perspektif lingkungan eksternal, (43,49%), diikuti oleh perspektif lingkungan internal (20,605%), erencanaan strategik (15,89%), pertumbuhan dan pembelajaran (9,09%), proses bisnis internal (5,06%), pelanggan (3,23,23%), dan keuangan (2,64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53,8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62,7%). Pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53,8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62,7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68,3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikatortingkat kemampuan pekerja (62,7%). Pada perspektif proses bisnis internal bobot prioritas tertinggi adalah indikator bobot prioritas tertinggi adalah indikator banyaknya bahan baku terbuang (45,7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60,9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62,7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja.

(5)

practices. Pengolahan data dengan teknik Balanced Scorecard menghasilkan level kinerja UMK. Pengolahan data dengan teknik Quality Function Deployment menghasilkan prioritas perbaikan kinerja UMK dan rekomendasi perbaikannya. Hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Pengolahan data dengan teknik Jaringan Syaraf Tiruan menghasilkan nilai kinerja prediktif pada berbagai perubahan indikator lingkungan eksternal.

Model sistem manajemen ahli (SMA) evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibangun sebagai fasilitas bagi pengguna dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses evaluasi. Struktur SMA yang diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Performance-Evaluation System) terdiri atas sistem manajemen basis data, sistem manajemen babis model, dan sistem manajemen basis pengetahuan. Implementasi model pada UMK pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung menghasilkan level kinerja dan strategi perbaikannya. SMA dilengkapi dengan sistem umpan balik yang didisain dengan berbasis pengetahuan pakar, sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara periodik untuk mengetahui posisi level kinerja UMK.

(6)

ABSTRACT

RAKHMA OKTAVINA. Design of Strategic Management Model of Snack’s Micro and Small Enterprises Performance Evaluation. Under the direction of SYAMSUL MA’ARIF, ERIYATNO, ERLIZA HAMBALI

Competitiveness of Micro and Small Enterprises (MSE) depends on total business performance. Those performance could be managed effectively and efficiently if it was supported by an optimal performance evaluation process, that was consisted of measurement and improvement model. The performance evaluation model was developed through strategic management system approach, where experts knowledge were acquired by brainstorming and in depth interview methods. Some of technique utilized were validity and reliability test, Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators, Fuzzy Analytic Hierarchy Process, Balanced Scorecard (BSC), Quality Function Deployment (QFD), and Neural Network. The 116 altenative MSE performance indicators developed by theoretical study, observation, and expert judgment elicitation. Case study on MSE banana chips in Lampung Province provide 46 of MSE principal performance indicators using validity and reliability test. OWA Operators technique extracting the expert judgment provides 22 of key performance indicators (KPI) and 10 standard technical characteristic indicators.

Fuzzy AHP was used to conduct the weight of key performance indicators.KPI’s priorities selection involve various input in linguistic data format. Based on expert judgment to some perspectives criteria assigns that external environtment perspective is the higest priority (43,49%), followed by internal environment perspective (20,605%), strategic planning (15,89%), growth and learning (9,09%), internal process business (5,06%), customer (3,23,23%), and financial (2,64%). On external environment perspective, the highest priority is production capacity indicator (62,7%). On strategic planning perspective, annual income was the highest priority (68,3%), and for growth and learning perspective the highest priority was capability of employee (62.7%). On internal environment perspective the highest prioritiy was material neglected (45,7%), for customer perspective the highest priority was retained customer on the year (60,9%), dan for financial perspective the highest priority was profitability (62,7%).

OWA Operators was used to identify importance of key performance indicator, technical correlations, and relationship between key performance indicator and standard technical characteristic. Fuzzy AHP was also used to conduct the recommendations by determine the best practices in the class. Balanced Scorecard presents the MSE’s performance level. Quality Function Deployment (QFD) describes the priority and recommendation scenario of MSE’s performance improvement process. Besides, key performance indicators priorities could give the UMK’s rating information used Comparative Performance Index (CPI) technique. Neural Network was used to predict MSE’s performance level of various of external environtment indicator values.

To effectiveness and efficiency purposes, MSE’s evaluation model was designed on Expert management System (EMS) structure, and it was entitled MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Performance-Evaluation System). Model implementation described the performance level of MSE’s banana chips in Lampung Province and prescribed to the improvement strategies. EMS was equipped by feedback system, so that MSE’s performance evaluation process can be done periodically to see MSE’s performance level position.

(7)

Usaha mikro dan kecil pada dasarnya merupakan sebagai salah satu penggerak

perekonomian daerah yang mampu memproduksi barang dan jasa yang menggunakan

bahan baku utama yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya

seni tradisional dari daerah setempat. Dalam arah pengembangan usaha mikro dan kecil

sebagai penggerak perekonomian daerah (Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

2002), ditetapkan bahwa lingkup komoditas prioritas yang menempati peringkat pertama

adalah usaha makanan ringan, melampai usaha lainnya seperti usaha sutera alam, usaha

penyamakan kulit, usaha minyak sawit, usaha pupuk (alam dan organik), usaha

garam, usaha genteng, usaha alsintani dan pandai besi, usaha kapal

100 GT, usaha

motorisasi kapal nelayan, usaha alat pertanian tradisional, usaha tenun tradisioal, usaha

perhiasan, dan usaha anyaman.

Salah satu jenis usaha mikro dan kecil makanan ringan yang memiliki prospek

sangat potensial untuk dikembangkan adalah usaha pengolahan keripik pisang.

Berkembangnya jumlah pelaku usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah karena pengolahan pisang menjadi

keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern sehingga dapat diterapkan

pada industri skala kecil dan industri rumah tangga (Hambali

et al.,

2005) serta

ketersediaan bahan baku dan iklim usaha yang mendukung mengingat hingga tahun 2015,

keripik pisang masih termasuk dalam kelompok komoditas yang dikembangkan dan

mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar yaitu 100-150 kali dibandingkan

komoditas pisang tanpa olahan (Departemen Pertanian, 2005).

Masalah yang terjadi pada usaha pengembangan usaha mikro dan kecil makanan

ringan seperti halnya usaha pengolahan keripik pisang adalah masih rendahnya

produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Untuk itu dibutuhkan

strategi pengelolaan usaha mikro dan kecil agar mampu mewujudkan suatu hasil yang

sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan. Langkah memperhitungkan

dan mengevaluasi kondisi dirinya dan faktor lingkungan dalam proses pengambilan

keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola perusahaan

adalah suatu bentuk manajemen strategi. Melalui sistem manajemen strategi, perusahaan

dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga

memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut dengan resiko

minimum. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang

akan memberikan informasi tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai

yang terdapat dalam perusahaan serta dasar penentuan strategi perbaikannya, atau lebih

dikenal sebagai evaluasi kinerja perusahaan.

(8)

dibutuhkan untuk proses identifikasi terhadap indikator-indikator kinerja. Pendekatan

survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator

kinerja kunci.

Identifikasi indikator kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan mengikuti

model manajemen strategis (Hunger dan Wheelen, 2001). Untuk itu dibutuhkan suatu

kerangka yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja yang mampu mengakomodir

seluruh aspek dalam suatu UMK makanan ringan, meliputi aspek lingkungan eksternal,

lingkungan internal, rencana strategis, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan

pembelajarn dan pertumbuhan. Faktor-faktor yang terdapat pada variabel tersebut

kemudian membentuk hubungan sebab akibat yang pada akhirnya menjadi model dalam

evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Pendekatan survei pakar dilakukan untuk

mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan

dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Untuk menghasilkan model evaluasi kinerja yang

efektif dibutuhkan deskripsi skematis sistem melalui interpretasi terhadap

variabel-variabel yang terdapat pada perumusan strategi evaluasi kinerja ke dalam konsep kotak

gelap (

black box

) mengikuti alur input, proses, output.

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karaktersitik teknis UMK makanan ringan

yang telah dilakukan, maka ditetapkan 25 karakteristik teknis kinerja UMK makanan

ringan. Dari hasil tersebut dilakukan penentuan karakteristik teknis standar kinerja

dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan teknik

Ordered Weighted Averagng

(OWA) Operators

sehingga menghasilkan sepuluh (10) karaktersitik teknis yang menjadi

standar kinerja UMK makanan ringan, yaitu target penjualan, pencipatan produk baru,

pemasaran produk baru, penurunan kesalahan dalam proses, hasil (output) per satuan

modal, kemampuan menghasilkan uang, motivasi pemilik perusahaan, pengembangan

modal, tanggung jawab terhadap pelanggan, dan penerapan standar kualitas.

Identifikasi terhadap indikator dari setiap dimensi yang mempengaruhi kinerja

UMK makanan ringan diperoleh dari hasil elaborasi dari studi literatur, obervasi

lapangan, dan survey pakar, menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja. Hasil uji

validasi dan realiabitas menghasilkan 46 indikator, dan dengan mengadakan wawancara

mendalam dengan para pakar serta teknik

Ordered Weighted Averagng (OWA) Operators

diperoleh 22 indikator kinerja kunci (IKK) yang terdistribusi merata pada tujuh perspektif

kinerja, dan akan dijadikan dasar dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan yaitu:

skala usaha, harga produk relatif terhadap substitusi, kualitas produk, harga produk relatif

terhadap kompetitor, pembagian tugas dan wewenang, trasferabilitas, replikabilitas,

penambahan pelanggan baru, penuruan biaya produksi/th, peningkatan pendapatan/th,

tingkat pertumbuhan penjualan/th, biaya per unit produk, jumlah pelanggan yang dapat

dipertahankan/th, tingkat kepuasan pelanggan, kelengkapan atribut produk, jumlah

produk baru/th, tingkat kerusakan barang/th, jumlah bahan terbuang/th, tingkat

kemampuan pekerja, tingkat motivasi pekerja, dan tingkat pemberdayaan pekerja.

(9)

eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan

pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada

perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan

pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah

indikator tingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal,

bobot prioritas tertinggi adalah indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada

perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%),

dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut

menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran

kinerja.

Tahap kedua dalam proses pengukuran kinerja dengan teknik

Balanced Scorecard

adalah menentukan skor indikator kinerja kunci untuk UMK yang menjadi sasaran

pengukuran. Penilaian skor tersebut berdasarkan kriteria, yaitu: skor 1 jika indikator

kinerja kunci dinilai kurang baik, skor 2 jika indikator kinerja kunci dinilai cukup baik,

skor 3 jika indikator kinerja kunci dinilai baik. Skor indikator kinerja kunci pada UMK

yang sedang diukur dinilai berdasarkan nilai target maksimum atau minimum yang

hendak dicapai, dengan menggunakan nilai yang dikembangkan dari referensi yang

berasal dari

best practices in the class

yang dihasilkan dengan teknik

Fuzzy

AHP dan

elisitasi pendapat pakar.

Tahap ketiga adalah penentuan evel perspektif kinerja merupakan nilai yang

dihasilkan dalam suatu pengukuran kinerja. Level kinerja ditetapkan untuk

masing-masing perspektif kinerja dengan penilaian: jika nilai pengukuran perspektif antara 0 dan

1, 99 maka kinerja perspektif dinilai kurang baik, jika nilai pengukuran perspektif antara

2,00 dan 2,99 maka kinerja perspektif dinilai cukup baik, jika nilai pengukuran

perspektif

3,00 maka kinerja perspektif dinilai baik.

Sub model perbaikan kinerja UMK dimulai dengan penentuan tingkat hubungan

antar karakteristik teknis diperoleh dari elisitasi terhadap pendapat pakar mengikuti

kaidah penilaian dengan menggunakan diagram matriks dan pembobotan dengan

pendekatan simbol tingkat pengaruh teknis dengan arah, yaitu: nilai 2 berarti berpengaruh

kuat positif dari kiri ke kanan, nilai 1 berarti berpengaruh sedang positif dari kanan ke

kiri, nilai 0 berarti tidak berpengaruh, nilai -1 berarti berpengaruh sedang negatif dari

kanan ke kiri, nilai -2 berarti berpengaruh kuat negatif dari kiri ke kanan. Data tersebut

kemudian diolah dengan menggunakan teknik

OWA Operators

, sehingga menghasilkan

bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci. Tahap berikutnya adalah penentuan

hubungan antara indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis diikuti dengan

penentuan penentuan hubungan antar karakteristik teknis dengan menggunakan matriks

korelasi.

Urutan tingkat prioritas merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil

perhitungan secara sistematis antara nilai hasil hubungan antara indiaktor kinerja kunci

(

WHATs

) dengan karakteristik teknis (

HOWs

) dan nilai bobot indikator kinerja kunci

(

WHYs

). Nilai prioritas karakteristik teknis (S) disebut juga

Importance of The HOWs

(10)

kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (

rating

) UMK

dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (

Comparative Performance

Index

atau CPI). Operasional rekomendasi dielaborasi dengan hasil prediksi terhadap

nilai kinerja akibat perubahan nilai indikator-indikator kinerja pada lingkungan eksternal

yang bersifat makro dilakukan untuk menghimpun informasi pada berbagai perubahan

dari lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja serta memprediksi tingkat

kinerja pada berbagai kondisi lingkungan eksternal dengan menggunakan teknik jaringan

syaraf Tiruan (JST).

Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang

mengambil studi kasus pada UMK pengolahan keripik pisang juga merupakan bentuk

temuan baru dari penelitian ini, sehingga dapat disebut sebagai

novalty

(kebaruan) dalam

beberapa hal, yaitu (1) memberikan manfaat teoritis pengembangan teori pengukuran

kinerja dan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil di Indonesia, (2) memberikan

manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan

strategi evaluasi kinerja usaha, dan (3) sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi

pemerintah dalam upaya pengem- bangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di

Indonesia, dengan memanfaatkan teori evaluasi kinerja maupun sistem majamen ahli

yang telah dihasilkan. Model evalusai kinerja UMK makanan ringan yang didasarkan

pada prinsip-prinsip manajemen strategi menghasilkan suatu proses evaluasi kinerja

berkelanjutan yang dapat dilakukan secara periodik dengan umpan balik untuk

mengetahui peningkatan level kinerja UMK pada setiap periode proses pengukuran dan

perbaikan kinerja UMK. Selain itu perubahan dapat dilakukan secara interaktif untuk

mengetahui perubahan tingkat kinerja akibat perubahan indikator yang bersifat dinamis,

terutama yang berasal dari lingkungan eksternal.

Model evaluasi kinerja dibangun dalam bentuk sistem manajemen ahli (SMA).

SMA dirancang dalam bentuk paket program komputer dengan bahasa pemrograman

Visual Basic 6

. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa

bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat

user friendly

. SMA

dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu

Data Based Management System

(DBMS),

Model Based Management System

(MBMS),

Knowledge Based Management

System

(KBMS), serta

Dialog Management System

(DMS). Sistem manajemen ahli

evaluasi kinerja UMK makanan ringan diberi nama MiSEP-ES

(Micro and Small

Enterprises Perfomance Evaluation System).

Pada menu utama terdapat pilihan yaitu:

home

, identifikasi, pembobotan, evaluasi, estimasi, peringkat, dan informasi.

SMA

dilengkapi dengan sistem umpan balik yang didisain dengan berbasis pengetahuan pakar,

sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara periodik untuk mengetahui posisi level

kinerja UMK.

(11)

merepresentasikan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan, dapat diukur dan

diperbaiki secara intensif, sesuai dengan karakteristik teknis standar yang tersedia.

Metode pengumpulan data dan teknik pengolahan data yang digunakan dalam proses

evaluasi kinerja telah mampu menghasilkan proses pengukuran dan perbaikan kinerja

UMK makanan ringan yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi di lapangan.

(12)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir Disertasi ini.

Bogor, 2008

(13)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(14)

RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI

EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL

MAKANAN RINGAN

RAKHMA OKTAVINA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya Noorachmat, M.Eng. Dr. Ir. B.S. Kusmulyono, MBA.

(16)

Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

Nama : Rakhma Oktavina NIM : F361040041

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng Ketua

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Dr. Ir.Erliza Hambali, M.S

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.

(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Judul disertasi ini adalah Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng. sebagai ketua komisi pembimbing, kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE dan Ibu Dr. Ir. Erliza Hambali, MS, selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Gunadarma Jakarta, Dekan Fakultas Teknologi Industri, Ketua Jurusan Teknik Industri beserta staf Jurusan Teknik Industri Universitas Gundarma Jakarta.

2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, serta seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian.

3. Pengelola BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan dana beasiswa yang telah diberikan.

4. Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Lampung, Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kotamadya Bandar Lampung, Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Lampung Selatan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Tanggamus, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Tulang Bawang, dan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Lampung Tengah.

5. Para pengusaha pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung, Bapak Dr. Ir. Dedy Mulyadi, Bapak Ir. B. Agung Resyanto, MM., Bapak Dean Novel, SE, MM., atas segala masukannya dan berbagi pengetahuan dan kepakaran dalam hal evaluasi kinerja, manajemen strategis, dan usaha mikro dan kecil, sehingga memperkuat hasil penelitian ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Program Studi Teknologi Industri Pertanian khususnya angkatan 2004, terima kasih atas dorongan moril, apresiasi, dan kerjasamanya selama ini.

7. Ayahanda H. Nizom Habdi dan ibunda Hj. Marfuah, Bapak Letkol (Purn) Mohadi dan Ibunda Hj. Sri Indriawati, atas do’a, nasehat, dan bimbingan yang tiada henti kepada penulis.

Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis persembahkan kepada suami tercinta Ir. Rudhi Setyawan, anak-anakku terkasih Nabila Sania Setyarahma dan M. Nabiel Rayhan Falaah, atas segala pengertian, kesabaran, dan dorongan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.

(18)

Rakhma Oktavina

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 29 Oktober 1973, sebagai anak ke 6 dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda H. Nizom Habdi dan Ibunda Hj. Marfuah. Pendidikan sarjana penulis diselesaikan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung pada tahun 1996, dan Program Magister diselesaikan di Jurusan Teknik Manajemen Industri Institut Teknologi Bandung pada tahun 1998. Tahun 2004 penulis menjadi mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor dengan biaya dari Program BPPS.

Penulis menjadi statf pengajar di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti Jakarta dari tahun 1998-2001. Bulan Juni tahun 2000 –sekarang penulis menjadi staf pengajar tetap di Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma Jakarta. Tahun 2001-sekarang penulis dipercaya sebagai Kepala Laboratorium Teknik Industri Dasar Universitas Gunadarma.

Tahun 1999 penulis menikah dengan Ir. Rudhi setyawan, hingga kini dikaruniai dua orang anak, Nabila Sania setyarahma (8,5 th) dan M. Nabiel Rayhan Falaah (4,5 th).

Sebagai media menambah wawasan yang relevan dengan bidang kajian penelitian S3, penulis bergabung dalam tim kajian upaya peningkatan kinerja

diklat kerja, diklat teknis, dan diklat fungsional Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang (tahun 2007-2008), dan berkesempatan memperoleh dana Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, untuk kategori Penelitian Dosen Muda dengan judul Model Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Propinsi Lampung (tahun 2006).

Selama menjalani pendidikan S3, penulis telah menghasilkan beberapa

(19)

Latar Belakang

Kemajuan perekonomian nasional menuntut perusahaan harus mampu melakukan ”penciptaan nilai” (value creation), dengan cara mengelola sumberdaya berupa”aktiva berwujud” (tangible assets) maupun ”aktiva tak berwujud” (intangible assets) melalui pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Huseini (1999), dari pengetahuan inilah daya saing perusahaan dapat diwujudkan, karena pada akhirnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang unggul akan selalu bertumpu pada strategi berbasis sumberdaya (resource-based strategy) dan strategi berbasis pengetahuan (knowledge-based strategy).

Keberhasilan perusahaan dalam persaingan membutuhkan suatu strategi yang mampu menyesuaikan antara aktivitas perencanaan dan pengendalian (Yuwono et al.,

2004). Menurut Kaplan dan Norton (1996), pengelolaan strategi dibutuhkan dalam rangka meminimasi resiko yang harus dihadapi oleh perusahaan pada saat mengambil suatu keputusan, atau dikenal sebagai manajemen strategi. Melalui sistem manajemen strategi, perusahaan dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut dengan resiko minimum, yang oleh Gilad (2004) disebut sebagai strategi berbasis resiko (Risk Strategy). Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan, atau lebih dikenal sebagai kinerja perusahaan.

(20)

2

merupakan kelompok yang mendominasi aktivitas kewirausahaan (Heryadi, 2004). Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2006 (BPS, 2007), sebagian besar merupakan usaha mikro (UM) dan usaha kecil (UK) dengan persentase masing-masing 83,43 persen dan 15,84 persen atau total usaha mikro dan kecil menjadi 99,2 persen. Sedangkan jumlah perusahaan yang merupakan usaha menengah dan besar (UMB) hanya 166,4 ribu atau tidak lebih dari satu persen terhadap seluruh perusahaan/usaha, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 84,4%. Tetapi jumlah yang besar tersebut umumnya belum diikuti dengan kinerja usaha yang tinggi. Beberapa permasalahan pokok masih dihadapi oleh usaha mikro dan kecil (UMK). Produktivitas usaha dan tenaga kerja belum menunjukkan kenaikan yang berarti. Hal ini masih mengakibatkan ketimpangan yang besar antara usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga berlaku tahun 2005, produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil adalah sebesar Rp14,6 juta dan usaha menengah sebesar Rp67,8 juta, dan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp482,5 juta.

(21)

Dari sisi kontribusi terhadap pendapatan nasional, pada tahun 2005 peran UMK terhadap penciptaan produk domestik bruto nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491,06 triliun atau 53,54%, kontribusi usaha kecil tercatat sebesar Rp. 1.053,34 triliun atau 37,82% dan UMK sebesar Rp. 437,72 triliun atau 15,72% dari total PDB nasional , selebihnya adalah usaha besar yaitu Rp. 1.293,90 triliun atau 46,46%. Sedangkan pada tahun 2006, peran UMK terhadap penciptaan produk domestik bruto nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28% dari total PDB nasional mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau 19,29% dibanding tahun 2005. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.257,65 triliun atau 37,67% dan UMK sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61%, selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72% merupakan kontribusi usaha besar.

Dalam arah pengembangan usaha mikro dan kecil sebagai penggerak perekonomian daerah ditetapkan bahwa lingkup komoditas prioritas meliputi: (1) usaha makanan ringan, (2) usaha sutera alam, (3) usaha penyamakan kulit, (4) usaha minyak sawit, (5) usaha pupuk (alam dan organik), (6) usaha garam, (7) usaha genteng, (8) usaha alsintani dan pandai besi, (9) usaha kapal ≤ 100 GT, (10) usaha motorisasi kapal nelayan, (11) usaha alat pertanian tradisional, (12) usaha tenun tradisioal, (13) usaha perhiasan, (14) usaha anyaman (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003).

(22)

4

unggulan Propinsi Lampung (Kementrian Ristek dan Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2003).

Berkembangnya jumlah pelaku usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah karena pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern. Oleh karena itu industri ini dapat diterapkan pada industri skala kecil dan industri rumah tangga (Hambali et al., 2005). Sebab lainnya adalah ketersediaan bahan baku dan iklim usaha yang mendukung mengingat berdasarkan program pengembangan industri pisang yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (2005), menunjukkan bahwa hingga tahun 2015, keripik pisang masih termasuk dalam kelompok komoditas yang dikembangkan dan mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar yaitu 100-150 kali dibandingkan komoditas pisang tanpa olahan.

Masalah yang terjadi pada usaha pengembangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung adalah masih rendahnya produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan usaha mikro dan kecil tersebut untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dan mengelola lingkungan bisnis internal maupun eksternalnya berdasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi.

(23)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Merancang model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi, (2) Merancang sistem manajemen ahli dalam mengevaluasi kinerja suatu usaha mikro dan kecil makanan ringan berbasis pada strategi sumberdaya, pengetahuan, dan risiko.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk keperluan pengembangan usaha mikro dan kecil di Lampung, khususnya pada sektor industri makanan ringan. Verifikasi dan validasi model evaluasi kinerja dilakukan pada salah satu UMK makanan ringan yaitu usaha pengolahan keripik pisang, dilakukan pada beberapa daerah sentra produksi, yaitu Kotamadya Bandar Lampung, Kabupetan Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupen Tulang Bawang, dan Kabupaten Lampung Tengah.

Model evaluasi kinerja dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem manajemen strategi yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah studi pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi indikator kinerja yang dianggap penting dari suatu UMK makanan ringan. Tahap kedua adalah penggunaan strategi berbasis sumberdaya dan pengetahuan yang bermanfaat dalam mentransformasikan data mengenai karakteristik teknis standar dan indikator kinerja kunci dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci yang didasarkan pada teknik Proses Hirarki Analitik yang bersifat fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process) untuk memperoleh informasi tentang indikator yang harus diperbaiki, tingkat hubungan indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis. Tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci dan alternatif rekomendasi perbaikan kinerja diolah dengan teknik OWA Operators.

(24)

6

Selain itu dilakukan penetapan target level kinerja dengan menggunakan metode benchmarking dan teknik Fuzzy Analytical Hierarchy Process. Model perbaikan terhadap indikator kinerja UMK pengolahan keripik pisang dilakukan dengan menggunakan teknik Penyebaran Fungsi Kualitas (Quality Function Deployment - QFD). Penggunaan strategi berbasis risiko dilakukan melalui perancangan model pemeringkatan (rating) UMK dan deteksi dini level kinerja UMK. Model pemeringkatan menggunakan teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index – CPI) untuk mengetahui kondisi UMK saat ini dan mengelola (mengatasi) resiko yang telah terjadi. Model deteksi dini dilakukan melalui penentuan level kinerja UMK pada berbagai kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Deteksi dini ditujukan untuk mengelola (mencegah) resiko yang belum terjadi. Kedua pendekatan tersebut ditujukan untuk menghasilkan informasi yang akurat tentang berbagai indikator kinerja UMK makanan ringan dan sebagai input penentuan tingkat kinerja optimum. Implementasi model dilakukan terhadap usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang untuk mengetahui apakah model dapat bekerja pada level unit usaha.

Manfaaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat ilmiah bagi pengembangan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia melalui deskripsi indikator dan integrasi teknik perbaikan kinerja yang mampu memberikan evaluasi kinerja secara optimum. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usahanya, serta sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia.

Landasan Konseptual

(25)

untuk menjamin pencapaian tujuan perusahaan (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997; Blocher et al., 1999). Keberhasilan organisasi mengelola kinerja yang berbasis pada sumberdaya yang dimilikinya dapat dicapai apabila kombinasi perencanaan strategi yang baik dengan pelaksanaan strategi yang baik pula. Untuk itu pengetahuan mengenai manajemen strategi yang berkaitan dengan kinerja usaha dibutuhkan dalam rangka optimalisasi sumberdaya untuk mencapai kinerja bisnis yang efektif dalam lingkungan yang berubah (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997), karena lingkungan (eksternal) merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan (Hamel dan Prahalad, 1990; Child, 1997). Untuk menjaga kesiapan UMK dalam menghadapi perubahan lingkungan eksternal yang bersifat makro, perlu dilakukan deteksi dini (peramalan) terhadap level kinerja UMK pada berbagai kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dilakukan dengan menggunakan prinsip manajemen strategi berbasis resiko. Menurut Gilad (2004), dengan melakukan deteksi dini maka perusahaan dapat menjalankan strateginya dengan resiko minimum. Dengan kata lain, kesesuaian antara lingkungan organisasi dan strategi akan berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi (Kelly, 1993).

Proses manajemen strategi meliputi empat elemen dasar, yaitu (1) pengamatan lingkungan (eksternal dan internal), (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi, (4) evaluasi dan pengendalian (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997). Variabel lingkungan eksternal terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas, sedangkan variable lingkungan internal terdiri atas struktur, budaya dan sumberdaya perusahaan. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan dengan strategi perusahaan dalam tujuan meningkatkan kinerjanya.

Variabel lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Lingkungan internal terdiri atas variabel-variabel yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak (Gupta dan Govindarajan, 1999; Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997).

(26)

8

kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi sering kali dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum-politik, kekuatan sosio-kultural. Kekuatan hukum-politik dan sosio-kultural merupakan kekuatan yang bersifat sensitif sehingga tidak termasuk dalam kapasitas pengkajian penelitian. Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan, yaitu pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan. Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan sumberdaya organisasi. Struktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan, dan bakat manajerial.

Pada tahap perencanaan strategi akan dijabarkan strategi pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi ke dalam sasaran-sasaran strategis, dengan didasarkan pada hasil pengamatan terhadap lingkungan eksternal maupun internal, karena perumusan strategi yang dimulai dengan analisis lingkungan tidak dapat dipisahkan dari proses perencanaan strategi perusahaan atau pada unit bisnis (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997).

(27)

Teori Kinerja berbasis strategi (Anthony dan Dearden, 1976; Younker, 1993; Bernadin R, 1993, Kaplan dan Norton, 1996)

Teori Umum (Grand Theory)

Teori perbaikan (improvement) dengan fokus strategi pada pengguna dan

penentuan prioritas perbaikan. (Cohen, 1995; Dale, 1995)

Teori Antara (Middle Range Theory)

Teori Strategi

Teori Strategi Berbasis Sumberdaya (Resource-based strategy) dan Strategi Berbasis Pengetahuan (Knowledge-based strategy) (Tiwana, 2000, Huseini, 1999)

Teori Strategi Berbasis Resiko (Risk Strategy) (Gilad, 1995; Simon, 1998)

Teori Manajemen Strategi Teori Lingkungan Internal Teori Lingkungan Eksternal Teori Perencanaan Strategis (Jauch dan Glueck, 1992; Wheelen dan Hunger, 1992; Christoper dan Thor, 1993; Hamel dan Prahalad, 1990; Gupta dan Govindarajan, 1994; David, 1998)

Teori Peramalan Kinerja (Haykin, 1994, Marimin, 2005)

Teori Teknik Aplikasi

Teori yang Menunjang Sistem Manajemen

Strategi

Teori Pengukuran dan Perbaikan Kinerja

Berbasis Sistem Manajemen Strategi

Teori Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja

Gambar 1. Landasan Konseptual Teori Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Keterangan: Alur Landasan Teori dalam Penelitian

(28)

10

(29)

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Menurut Eriyatno (2003), sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Sedangkan menurut Simatupang (1995), terminologi sistem dari sudut pandang rekayasa adalah suatu proses masukan (input) yang ditransformasikan menjadi keluaran (output) tertentu. Hal ini bersesuaian dengan prinsip dasar manajemen sebagai suatu aktivitas yang dapat mentransformasikan sumberdaya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output) secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dari strategi sistem yang direkayasa.

Metodologi ilmu sistem dinilai sangat erat dengan prinsip dasar manajemen melalui metode penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahapan proses, yaitu (1) analisis sistem, (2) rekayasa model, (3) implementasi rancangan, (4) implementasi model, dan (5) operasi sistem. Manfaat metodologi sistem adalah untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Dilihat dari struktur, maka pendekatan kesisteman berbeda dengan pendekatan agregasi dimana bagian-bagian dijumlahkan sehingga paling tidak satu elemen tidak berhubungan dengan elemen yang lainnya. Operasi dan elemen-elemen yang biasanya disebut sebagai sifat transformatif harus dispesifikasikan secara terperinci untuk menghubungkan input dengan output (Gambar 2).

input output

Gambar 2. Konsep Transfromasi dalam Pendekatan Sistem (Eriyatno, 2003) PROSES

(30)

12

Analisis sistem dilakukan melalui enam tahapan, antara lain adalah (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan finansial.

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan suatu langkah awal yang harus dilakukan dalam mengkaji suatu sistem. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan setiap komponen yang terkait dalam sistem sehingga tercipta suatu sistem yang dapat menciptakan keharmonisan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya.

Pada tahap ini juga terjadi interaksi antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Metoda pengambilam data pada analisis sistem dapat berasal dari hasil survey, pendapat pakar, observasi lapang, dan lain sebagainya.

Formulasi Masalah

Formulasi masalah merupakan tahap setelah penentuan informasi secara terperinci yang telah dihasilkan melalui identifikasi sistem dilakukan secara bertahap (Eriyatno, 2003. Pada tahap ini juga perlu diformulasikan dalam suatu pernyataan tentang bagaimana sistem yang dimaksud dapat bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk menentukan output dan kriteria proses berjalannya sistem secara spesifik guna mencapai kondisi yang optimal. Hasil rumusan masalah kemudian didefinisikan sebagai gugus kriteria tingkah laku sistem untuk kemudian dilakukan evaluasi.

Identifikasi Sistem

(31)

tersebut. Tahap identifikasi sistem juga dapat diartikan sebagai proses transformasi input menjadi output. Input terdiri atas dua kategori, yaitu input yang berasal dari luar sistem atau biasa disebut sebagai input lingkungan, dan input yang berasal dari dalam sistem itu sendiri. Disamping itu output juga dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu output yang dikehendaki yang merupakan pemenuhan dari analisis kebutuhan dan output yang tidak dikehendaki yang merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan oleh sistem. Jika sistem menghasilkan output yang tidak dikehendaki, maka input terkendali dapat ditinjau kembali melalui kontrol manajemen.

Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap perilaku sistem yang sedang dikaji. Identifikasi sistem dapat direpresentasikan dalam bentuk diagram input-output. Identifikasi sistem menggunakan konsep

black-box untuk menyatakan transformasi sebagai ”kotak gelap” yang mewakili pengelompokan dari perincian-perincian karena ahli sistem tidak ingin terlibat lebih mendalam atau karena tidak berkemampuan untuk menembus berbagai batasan kotak gelap. Suatu kotak gelap sebenarnya adalah sebuah sistem dari detail-detail (perincian) yang tidak terhingga yang mencakup struktur-struktur terkecil yang paling mikro. Karakter dari kotak gelap dengan demikian adalah

behavioristic (tinjauan sikap). Transformasi kotak gelap dapat diketahui melalui tiga cara:

1. Melalui spesifikasi. Apabila observasi telah dipahami betul, maka spesifikasi untuk operasi dapat ditimbulkan oleh yang lain, misalnya melalui katalog atau buku standar. Pada tingkat ini, kemampuan kotak gelap ini jelas didefinisikan sebagai transformasi.

2. Melalui analogi, kesepadanan dan modifikasi. Disini kita akan dituntut oleh deskripsi teoritis, atau spesifikasi teknis untuk bagian-bagian dari proses-proses. Meskipun transformasi yang diusulkan oleh teori-teori umum tidak begitu cocok oleh kotak gelap yang khusus, namun seringkali teori dapat dimodifikasi dengan usaha yang tidak banyak daripada mulai dari awal. 3. Melalui observasi dan percobaan. Apabila tidak diketahui sama sekali

(32)

14

beberapa kombinasi dari input dan output; kemudian mencatatnya secara berurutan, dan mencoba mendeduksi hubungan-hubungan apa yang mungkin untuk menjelaskan apa yang dipelajari.

Perancangan kotak gelap (black box) terdiri atas (1) peubah-peubah input, (2) peubah-peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Peninjauan terhadap kotak gelap memerlukan informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Gambar 3). Input terdiri dari dua golongan, yaitu yang berasal dari luar sistem (eksogen) atau input lingkungan dan ”overt input” yang berasal dari dalam sistem. ”Overt input” adalah peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Hal ini dipastikan oleh perancang atau pengelola sistem, untuk membantu klasifikasi lebih lanjut mengenai gugusan dari peubah sistem, sehingga input yang ”non overt” dapat dikontrol sebagai sesuatu yantg mengubah kelakuan sistem selama operasi.

(33)

Gambar 3. Diagram Kotak Gelap (Eriyatno, 2003)

Permodelan Sistem

Permodelan dengan pendekatan sistem didefinisikan sebagai representasi dari suatu sistem dan menggambarkan bagaimana sistem itu bekerja pada kondisi aktual (Law dan Kelton, 1982). Dalam pendekatan sistem, suatu pemodelan terdiri atas tujuh tahapan, yaitu:

1) Tahap seleksi konsep 2) Tahap rekayasa model

3) Tahap implementasi komputer 4) Tahap validasi

5) Tahap sensitivitas 6) Tahap stabilitas 7) Aplikasi model

Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), terdapat lima tipe model yang seringkali diaplikasikan dalam dunia nyata, yaitu:

1. Model Fisik 2. Model Deskriptif

INPUT LINGKUNGAN

SISTEM

MANAJEMEN PENGENDALIAN

Input tidak terkontrol Output yang dikehendaki

(34)

16

3. Model Matematik 4. Model Prosedural 5. Model Simulasi

Pada beberapa perihal sebuah model dibuat hanya untuk semacam deskripsi matematis dari kondisi dunia nyata. Model ini disebut model deskriptif dan banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan. Model ini dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input. Dalam model deskriptif, hal yang kompleks umumnya mempunyai keterkaitan yang spasial dan temporal, maka gambaran lengkap dari struktur sistem dapat diekspresikan melalui bahasa, grafis, dan deskriptif matematik (Eriyatno, 2003).

Pemodelan struktur memberikan bentuk grafis dan perkataan dalam pola yang secara hati-hati memotret perihal yang kompleks melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu penerapan suatu alat pembangkit dari sejumlah daftar elemen-elemen yang berhubungan dengan perihal yang ditelaah. Tahap kedua adalah pemilihan hubungan-hubungan yang relevan, dan suatu alat strukturisasi yang tepat sehingga elemen-elemen tersebut dapat diformasikan. Alat pembangkit yang dapat digunakan adalah:

1. Diskusi ahli, dimana melalui proses musyawarah dan brainstorming

ditetapkan daftar elemen-elemen oleh para panelis yang terpilih dengan ketat.

2. Expert Survey, melalui in-depth interview dari berbagai pakar lintas disiplin, didapatkan kesimpulan tentang daftar elemen (Brainwriting atau

Clinical Interview).

3. Metoda Delphi, dengan mengumpulkan informasi terkendali, iteratif dan berumpan balik.

4. Media elektronik seperti computerized conferencing, generating graphics

(35)

Manejemen Strategi dalam Evaluasi Kinerja

Menurut Blocher et al. (1999), manajemen strategi merupakan pembangunan suatu posisi kompetitif yang berkelanjutan sehingga menciptakan keberhasilan bersaing yang terus menerus. Selain itu Pearce dan Robinson (1997), mendefinisikan manajemen strategi sebagai sekumpulan keputusan dan kegiatan dalam memformulasikan dan mengimplementasikan rencana yang dirancang dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajemen strategi biasanya dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif yang mengedepankan secara bersama-sama seluruh elemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sebuah strategi bisnis (Ward, 1993).

Tujuan utama dari manajemen strategi adalah untuk mengidentifikasi mengapa dalam persaingan beberapa perusahaan bisa sukses sementara sebagian lainnya mengalami kegagalan. Peran manajemen strategi (Mulyadi, 2001) adalah (1) melakukan pengamatan terhadap trend (trendwatching) dan perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri untuk menggambarkan kondisi masa depan perusahaan (invisioning), (2) penerjemahan visi dan strategi ke dalam rencana tindakan (action plan), dan (3) pengelolaan sumberdaya (resource management) untuk mewujudkan visi organisasi. Adapun komponen utama proses manajemen strategi menurut Yuwono et al. (2004), meliputi: (1) penentuan misi dan tujuan utama organisasi, (2) analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, (3) pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal, dan (4) pengadopsian struktur organisasi dan sistem pengendalian untuk mengimplementasikan strategi organisasi yang dipilih.

(36)

18

Efektifitas proses manajemen strategi berkaitan erat dengan pendekatan sistem. Alasan akan perlunya pendekatan sistem dalam pelaksanaan manajemen strategi (Mulyadi, 2001) adalah (1) untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen, (2) perencanaan dan implementasi rencana membutuhkan konsensus, dan (3) keluaran suatu organisasi bersifat maya dan tidak terstruktur. Adapun proses manajemen strategi diawali oleh pengamatan lerhadap lingkungan eksternal dan internal perusahaan, dilanjutkan dengan formulasi strategi, implementasi strategi, serta diakhiri oleh evaluasi dan pengendalian( Wheelen dan Hunger, 1992).

Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat empat hambatan dalam mengimplementasikan strategi, yaitu (1) hambatan visi, (2) hambatan sumberdaya manusia, (3) hambatan operasi, dan (4) hambatan pembelajaran. Masing-masing hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan penerapan komponen-komponen manajemen strategi, yaitu memformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi perusahaan, mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan-tujuan dan tolok ukur strategi, menyusun dan melaksanakan target-target serta menyelaraskan inisiatif-inisiatif strategis, dan mempertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis.

(37)

faktor lingkungan yang berpengaruh dan saling mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola perusahaan adalah suatu bentuk manajemen strategis. Perusahaan mengembangkan strateginya dengan melakukan penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada. Gambar 4 memperlihatkan perumusan strategi sebagai suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif senior serta melihat kesempatan dan ancaman saat ini (Anthony dan Govindajaran, 1998). Menurut Wheelen dan Hunger (1992), lingkungan yang harus diamati perusahaan terdiri atas (1) lingkungan yang ada di dalam perusahaan (internal enveronmental) yang terdiri atas struktur, budaya, dan sumberdaya, (2) lingkungan yang berada di luar perusahaan (external enveronmental) yang terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas (Gambar 5).

Analisis Lingkungan

Pesaing Pelanggan Suplier Aturan Sosial Politik

Analisis Internal

Penguasaan Teknologi Penguasaan Manufakturing Penguasaan Pemasaran Penguasaan Distribusi Penguasaan Logistik

Kesempatan dan Ancaman

Identifikasi Kesempatan

Kekuatan dan Kelemahan

Identifikasi Kompetensi Inti

Sesuaikan Kompetensi Internal dengan Kesempatan Eksternal

[image:37.612.112.490.373.684.2]

Strategi Perusahaan

(38)

Pengamatan terhadap Lingkungan Eksternal Lingkungan Sosial Kekuatan-kekuatan Umum Lingkungan Tugas Analisis Industri Internal Struktur Rantai Tugas Budaya Harapan, Keper-cayaan, Nilai-nilai Sumberdaya Aset, Kemampuan, Kompetensi, Pengetahuan Formulasi Strategi Misi Alasan kebera- Tujuan daan Hasil

yang Strategi ingin

dicapai Rencana

dan untuk Kebi- kapan menca- jakan pai tu-

juan Garis dan besar misi pem- buatan kepu- tusan

Implementasi Strategi

Program

Aktivitas Pembiaya- yang di- an

butuhkan

untuk Biaya Prosedur mencapai program

suatu Tahapan ujuan kegiatan

[image:38.792.73.721.93.477.2]

Evaluasi dan Pengendalian Proses untuk memonitor kinerja dan mengambil langkah koreksi Kinerja Hasil aktual Umpan balik/Pembelajaran

(39)

Strategi Berbasis Sumberdaya dan Strategi

Berbasis Pengetahuan (Resource-based Strategy

dan Knowledge-based Strategy)

Menurut Savage (1996) dalam Huseini (1999), manajemen generasi kelima merupakan karakteristik terkini fenomena globalisasi, dan ditandai oleh beberapa hal. Yang paling menonjol adalah pentingnya membangun daya saing melalui penciptaan pengetahuan oleh organisasi dan jaringan pengetahuannya (knowledge creating organization and knowledge network). Intinya adalah bahwa daya saing sebuah badan usaha sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi itu dapat mentransformasikan data untuk dianalisis sehingga menjadi informasi, dan informasi diberi penilaian (judgement) hingga menjadi ide, lalu ide tersebut diberi konteks, sehingga menjadi pengetahuan (knowledge), atau lebih dipopulerkan dengan istilah pengelolaan pengetahuan (Tiwana, 2000). Dari pengetahuan inilah daya saing organiasi dapat diwujudkan, dan pada akhirnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang unggul akan selalu bertumpu pada strategi yang berbasis sumberdaya (Resource-based) dan berbasis pengetahuan (Knowledge-base).

(40)

22

utamanya pada bagaimana menciptakan inovasi masa depan (how to invent to market) melalui sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi untuk dapat ditingkatkan kapabilitasnya dalam bersaing melalui pemilihan kompetensi inti sehingga dapat diciptakan strategi hambatan untuk para pesing, berupa kesulitan untuk ditiru (barriers to imitation).

Menurut Huseini (1999), Chatterjee dan Wernerfelt (1991) mengklasifikasikan sumberdaya ke dalam tiga kategori: fisik, tak-wujud (intangible), dan keuangan. Sedangkan Grant (1995) mengelompokkan sumber daya tak-wujud ke dalam empat sub-kelas: sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi, reputasi dan aset organisasi. Aset-wujud organisasi juga sering disebut sebagai pengatahuan tersembunyi (tacit knowledge), pengalaman, reputasi dan nama baik (goodwill), kebiasaan (routine), dan keterampilan organisasi. Held (1999) mengklasifikasikan sumberdaya tak-wujud sebagai “asset” atau “kompetensi”. Aset-tak wujud mencakup kapabilitas kepemilikan yang biasanya diperoleh karena regulasi (misalnya hak paten), atau posisi tertentu (misalnya reputasi). Sedangkan keterampilan atau kompetensi tak wujud berkaitan dengan kapabilitas pelaksanaan yang meliputi kapabilitas fungsional dan kapabilitas kultural atau organisasional (misalnya kebiasaan). Keterampilan wujud biasanya bergantung pada orang, sedangkan asset tak-wujud tidak tergantung pada orang.

Strategi Berbasis Resiko (Risk Strategy)

(41)

terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang yang terjadi dalam implementasi suatu strategi (Gambar 6).

Gambar 6. Aliran Rantai Penyebab Risiko/Peluang (Gilad, 2004)

Fischer (1988), menyatakan bahwa faktor kontekstual penting yang mempengaruhi kinerja yaitu teknologi, ketidakpastian, strategi dan kompetensi. Lebih lanjut BPS (2001), menyatakan bahwa perencanaan strategi sangat berperan dalam mengantisipasi ketidakpastian lingkungan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Pelaksanaan strategi umumnya selalu dikaitkan dengan resiko yang menyertainya. Gilad (2004), mendefinisikan resiko sebagai prospek kehilangan atau potensi kesalahan yang dihasilkan dari suatu ekspektasi. Resiko dari suatu strategi sangat jarang dieksploitasi, meskipun merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Menurut Simon (1998) mendefinisikan resiko dari suatu strategi sebagai suatu kejadian yang tidak diharapkan atau sekumpulan kondisi yang secara nyata menurunkan kemampuan manajer dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Untuk mengatasi resiko yang dihasilkan dari implementasi suatu strategi maka dibutuhkan manajemen strategi yang didasarkan pada resiko. Menurut Gilad (2004), manajemen resiko strategi terdiri atas (1) mengelola (mengatasi) resiko setelah terjadi atau disebut juga sebagai manajemen krisis, dan (2) mengelola (mencegah) resiko sebelum terjadi atau disebut sebagai deteksi dini.

Sistem deteksi dini (early warning system) merupakan sekumpulan aktivitas yang bertujuan untuk mencegah krisis yang terjadi dalam implementasi suatu strategi. Menurut Gilad (2004), dalam sistem deteksi dini resiko harus dikelola secara proaktif, mulai dari pertama kali muncul tanda-tanda masalah maupun pada tahap reaksi yang menunjukkan kerugian yang belum parah. Tahapan deteksi dini terdiri atas tiga aktivitas, yaitu (1) tahap identifikasi resiko,

(42)

24

(2) tahap monitoring secara cerdas, dan (3) tahap tindakan pengelolaan (Gambar 7).

Gambar 7. Segitiga Deteksi Dini yang Kompetitif (Gilad, 2004)

Usaha Mikro dan Kecil

Bank Dunia mendefinisikan usaha mikro sebagai perusahaan perorangan dengan total aset kurang daripada USD 100,000 dan mempekerjakan kurang daripada 10 orang. Sementara itu, usaha kecil didefinisikan sebagai usaha dengan total penjualan mulai dari USD 100.000 hingga USD 3,000,000 per tahun dan mempekerjakan 10-50 orang (Robinson, 2001).

Menurut UU No 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria: (a) kepemilikan kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,-. Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

Identifikasi Resiko

Tindakan Penge-lolaan Resiko

Monitoring Secara Cerdas

Umpan balik Indikator

(43)

yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- atau paling banyak Rp.500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil penjualan lebih dari Rp.300.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,-

Definisi menurut Biro Pusat Statistik (1998), menyebutkan bahwa industri rumah tangga adalah unit usaha dengan pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha, sedangkan industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang. Dari sisi jumlah unit usaha, menurut Tambunan (2002), saat ini terdapat 39,72 juta jenis usaha, di antaranya 39,71 juta masuk pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Lebih terperinci, usaha kecil berjumlah 640 ribu unit usaha, usaha menengah sebanyak 70 ribu unit dan usaha mikro berjumlah 39 juta usaha atau merupakan 98 persen dari total unit usaha.

Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi

adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga

dalam bentuk jasa. Jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan terdiri

atas (1) industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan

hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu, contohnya adalah hasil

produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya, (2)

industri sekunder yaitu industri yang mengolah bahan mentah sehingga

menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali, misalnya adalah pemintalan

(44)

26

industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa, contoh seperti

telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang

lainnya.

Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, jenis-jenis industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya terdiri atas (1) industri kimia dasar, contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan lain sebagainya, (2) industri mesin dan logam dasar, misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain, (3) industri kecil (termasuk industri mikro), contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dan lain-lain, (4) aneka industri misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.

Menurut Departemen Peindustrian (2002), industri makanan ringan merupakan prioritas pertama penggerak perekonomian daerah, yang berskala mikro dan kecil, dengan menggunakan bahan baku yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam (ekstraktif), bakat dan karya seni tradisional daerah. Keadaan spesifik industri makanan ringan di Indonesia antara lain adalah:

1. Kurang memperhatikan aspek higienis.

2. Masih ada penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) tidak benar/bahan tambahan yang dilarang.

3. Pengelolaan/manajemen usaha masih sederhana.

4. Mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum memenuhi standar. 5. Kemasan sangat sederhana, tidak menarik, dan label tidak sesuai dengan isi. 6. Masuknya produk-produk makanan ringan dari negara lain yang mempunyai

daya saing cukup tinggi.

(45)

dan kecil makanan ringan di Indonesia antara lain adalah ikan, gandum, tapioka, ubi kayu, ubi jalar, talas, sukun, salak, nangka, dan pisang.

Usaha Pengolahan Keripik Pisang

Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, keripik pisang merupakan irisan kering buah atau umbi melalui penggorengan di dalam minyak nabati. Thompson dalam Gowen (1995), mendefinisikan banana’schips sebagai pengolahan pisang mentah yang dikupas dan diiris setipis 1,2-0,8 mm, dicuci, dikeringkan, dan digoreng di dalam minyak kedelai, jagung, kacang tanah, sawit, atau biji kapas, dengan suhu awal 177-199°C dan suhu akhir 160-174°C. Keripik pisang juga harus dikemas dalam kemasan agar menghasilkan keripik pisang yang selalu renyah (crispy banana). Dalam penelitiannya yang berjudul Crispy Banana obtained by The Combination of a High Temperature and Short Time (HTST) Drying Stage and Fraying Proces, Hofsetz dan Lopes (2004), menyatakan bahwa crispy banana

merupakan pisang segar (Musa acuminate Colla var. Cavendish) disimpan di ruang pendingin pada suhu 20°C hingga siap untuk dikeringkan selama 5 menit dengan suhu 70°C, kemudian dikupas, dan diiris dengan ketebalan 1 cm, kemudian dikeringkan dengan teknik High Temperature and Short Time (HTST) 140°C selama 12 menit dan 150°C selama 15 menit.

(46)

28

Diversifikasi keripik pisang diwujudkan dalam bentuk keripik pisang dengan rasa yang beraneka ragam dan penampakan produk secara keseluruhan. Namun secara umum, yang dimaksud dengan keripik pisang klasik adalah keripik pisang yang tidak memiliki rasa yang khas selain rasa pisang. Tidak adanya rasa yang khas pada keripik pisang klasik disebabkan oleh tidak ditambahkannya bahan-bahan yang dapat memberikan rasa yang khas, seperti misalnya gula, garam, atau bumbu perasa lainnya, dengan menggunakan proses seperti terlihat pada Gambar 8. Jenis pisang yang digunakan dalam pembuatan keripik adalah pisang yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, misalnya pisang kepok (kepok putih, kepok kuning, gajih putih, gajih kuning, saba, siem, cangklong, kates), raja, badak, tanduk (tanduk, agung, byar, golek, karayunan, candi, kapas, nangka). Pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern. Oleh karena itu usaha ini sangat sesuai diterapkan pada usaha mikro dan kecil, yang merupakan jumlah terbesar dari struktur perekonomian Indonesia.

(47)

Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Keripik Pisang (Hambali, et al., 2005) Buah pisang mentah

Pengupasan kulit

Pencucian

Perendaman dalam larutan natrium bisulfit (1% selama 10 menit)

Pengirisan (tebal 1-1,5 mm)

Penirisan (± 10 menit)

Penggorengan (180º C, 5-10 menit)

Sentrifuse/penirisan (1-2 menit)

Pemberian aneka rasa

Penyortiran

Pengemasan

(48)

30

Tabel 1. Perkiraan Besarnya Nilai Tambah dari Berbagai Bentuk Olahan Pisang

Produksi Olahan Varietas yang Digunakan

Rendemen (%) Nilai Tambah

Keripik Lendre Sale Getuk Jus Tepung Tepung MPASI Puree Jam

Ambon hijau dan kuning, kepok kuning dan putih, cavendish, dll.

Raja bulu

Ambon, kapok kuning, lampung, mas, uli, dll.

Nangka Raja bulu Siem, nangka, kepok. Ambon Ambon, cavendish dan raja bulu.

Ambon, cavendish dan raja bulu.

20 17-20 17-20 20-30 50-60 29-32 9-11.5 20-30 70-75 100-150 200-250 100-150 50-100 350-500 350-450 600-650 150-200 200-250

Sumber: www. Deptan.go.id (20 Desember 2005)

(49)

Tabel 2. Produksi Buah Pisang di Enam Belas Propinsi di Indonesia Tahun 2006

No. Propinsi Produksi (Ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Riau Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Maluku Utara 32.358 207.832 39.132 28.721 535.732 35.263 838.912 1.368.253 499.217 230.446 143.111 105.013 71.080 73.113 188.130 13.921 Sumber: Departemen Pertanian (2007)

(50)

Gambar 9. Road Map Perbaikan Varietas Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknolgi, 2003)

Gambar 10. Road Map Teknologi Produksi Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknolgi, 2003) Pasar

Produk

Teknologi

R&D

Pembibitan

V0-Pisang olahan

V0-Pisang non-olahan

V1-Pisang olahan V2-Pisang

olahan

V2-Pisang non-olahan V1-Pisang non-olahan

Pengaturan pemaduan Proptoplasma

TPC TPC

Evaluasi lahan

Pengujian Rumah kaca

Mutasi dan Seleksi Invitro

Penyaringan dan seleksi

Eklsporasi,, Pengenalan, Pengumpulan , deskripsi, dan Perawatan plasma sel penyakit

Pembiakan Mutasi

Kultur In Vitro Pemaduan Portoplasma

Karakterisasi Marfologi dan Geneti

Gambar

Gambar 4. Perumusan Strategi  (Anthony dan Govindajaran, 1998)
Gambar 5. Proses Manajemen Strategi (Wheelen dan Hunger, 1992)
Gambar 10. Road Map Teknologi Produksi Pisang  (Kantor Kementrian  Riset dan Teknologi, 2003)
Gambar 19. Struktur Sistem Manajemen Ahli  (Turban, 1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanggapan konsumen terhadap lokasi penjualan strategis menunjukkan bahwa rata-rata produk UMKM olahan makanan ringan di Kota Bogor dijual di tempat yang strategis

Apakah keberadaan pelaku-pelaku bisnis industri pengolahan makanan di Sulawesi Utara saat ini yang telah menggunakan media online , mempunyai register PIRT dimulai