Pengukuran kinerja mengikuti kaidah-kaidah teknik Balanced Scorecard. Tahap awal proses pengukuran dimulai dengan penentuan bobot kepentingan dari masing-masing variable, dimensi dan indikator kunci kinerja. Indikator kinerja kunci yang telah dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 16 merupakan alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan masing-masing UMK. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap masing-masing IKK oleh sejumlah pakar yang memiliki kompetensi dalam evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat memberikan nilai kepentingan yang dapat dijadikan dasar dalam pengukuran dan perbaikan kinerja pengukuran kinerja UMK makanan ringan.
Pembobotan Variabel, Dimensi dan Indikator Kinerja Kunci
Berdasarkan kajian terdahulu diketahui bahwa kinerja UMK makanan ringan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan dimensi, yang masing-masing memiliki bobot dalam menentukan kinerja tersebut. Pembobotan dalam Perhitungan Fuzzy AHP dilakukan terhadap masing-masing komponen pada setiap level hirarki seperti digambarkan dalam struktur hirarki dengan menggunakan bantuan program Excel.
Pengolahan hasil bobot kepentingan pada sejumlah alternatif IKK akan dilakukan dengan teknik fuzzy dan AHP dengan pendekatan triangular fuzzy number. Bobot ini kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Metode fuzzy AHP mengkonversi penilaian linguistik tersebut ke dalam suatu selang dan saling tumpang tindih.
Adapun skala yang digunakan dalam pemberian nilai dapat dilihat pada Tabel 17, dengan konversi crisp ke TFN seperti pada Tabel 18.
130
Tabel 17. Label Linguistik untuk Skala AHP
Label Keterangan E Sama penting (equally)
W Sedikit lebih penting (moderatly) S Jelas lebih penting (strongly)
VS Sangat jelas lebih penting (very strongly) A Mutlak lebih penting (extremlypreferred)
Tabel 18. Konversi Crisp ke TFN Label Crisp Fuzzy TFN Label Invers
Crisp Invers Fuzzy TFN E 1 (1,1,1) jika diagonal (1,1,3) lainnya E-1 1/1 (1/1, 1/1,1/1) jika diagonal (1/3, 1,1) lainnya W 3 (1,3,5) W-1 1/3 (1/5,1/3,1/1) S 5 (3,5,7) S-1- 1/5 (1/7,1/5,1/3) VS 7 (5,7,9) VS-1 1/7 (1/9,1/7,1/5) A 9 (7,9,9) A-1 1/9 (1/9,1/9,1/7)
Gambar 42. TFN dari Skala 1-9
Konversi ke nilai crisp dilakukan pada tahap awal sebelum matriks diolah menggunakan geomean. Konversinya adalah sebagai berikut :
1 ~ = [0,2]=1 3 ~ = [2,4]=3 ~3−1 = [1/4,1/2]=0.375 5~ = [4,6]=5 ~5−1 = [1/6,1/4]=0.2083 7~ = [6,8]=7 ~7−1 = [1/8,1/6]=0.1458 9~ = [8,10]=9 ~9−1 = [1/10,1/8]=0.1125
Data penilaian pakar dikonversi dengan metode fuzzy AHP, untuk kemudian dinormalisasi dengan menggunakan rata-rata geometri.
Tabel 19. Data Penilaian Pakar terhadap Kriteria Kriteria PP DL DS NT BB KT PP E W VS S VS W DL W-1 E VS W S W DS VS-1 VS-1 E W-1 W-1 S-1 NT S-1 W-1 W E W W-1 BB VS-1 S-1 W W-1 E W-1 KT W-1 W-1 S W W E
Untuk menyederhanakan persoalan yang akan diselesaikan maka fokus dilakukan penguraian menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Fokus pada persoalan adalah penentuan indikator kinerja kunci, dengan kriteria terdiri atas tujuh perspektif kinerja berbasis manajemen strategi, dan alternatifnya adalah 22 IKK yang akan dicari bobotnya masing-masing. Penguraian fokus, kriteria dan alternatif disusun ke dalam suatu struktur hirarki, seperti yang terlihat pada Gambar 43.
Gambar 43. Struktur Hirarki Kinerja UMK Makanan Ringan Keterangan: KP = Kapasitas Produksi PTW=Pembagian Tugas dan Wewenang PPB= Penambahan Pelanggan Baru TPP= Tingkat Pertumbuhan Penjualan JPD= Pelanggan yang diper- tahankan
PB= Produk Baru TKK= Tingkat Kemampuan Pekerja HPS = Harga Produk Substitusi T= Transferabilitas PBP= Penurunan Biaya Produksi BU=Biaya/unit TKP = Tingkat Kepuasan Pelanggan BBT= Bahan Baku Terbuang TMP = Tingkat Motivasi Pekerja KPU= Kualitas Produk R= Replikabilitas NP= % Kenaikan Pendapatan PP = Profit Perusahaan KAP= Kelengkapan Atribut Produk TKB= Tingkat Kerusakan Barang TPP = Tingkat Pemberdayaan Pekerja HP = Harga Produk
Indikator kunci kinerja UMK makanan ringan
Lingkungan
Eksternal Rencana Strategis Kinerja Keuangan Kinerja Pelanggan Kinerja Proses Bisnis Internal
Kinerja Pembela- jaran Pertumhunan P B P N P T P P J P D T K P P P P B B B T T K K T M P K P H P S K P U H p T P P B B U K A P T K B T P P Fokus Kriteria Alternatif P T W R Lingkungan Internal
Pada struktur hirarki di atas dapat dilihat bahwa pengembangan industri makanan didasarkan pada tujuh perspektif antara lain (1) perspektif lingkungan eksternal, (2) perspektif lingkungan internal, (3) perspektif rencana strategik, (4) perspektif keuangan, (5) perspektif pelanggan, (6) perspektif proses bisnis internal, dan (7) perspektif pertumbuhan dan perkembangan.
Prosedur AHP dengan penilaian perbandingan berpasangan dengan skala ordinal 1-9 digunakan untuk penentuan bobot masing-masing sub kriteria. Bobot tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Data berisi penilaian dari setiap alternatif berdasarkan masing-masing kriteria (dimensi kinerja). Pada pendekatan fuzzy AHP tersebut digunakan nilai derajat kepercayaan (α) = 0.5 dan derajat optimisme (μ) = 0.5. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penilaian yang terlalu berlebihan atau sebaliknya penilaian yang underestimate.
Penentuan tingkat kepentingan kriteria/ alternatif ternormalisasi yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) dengan langkah-langkah:
• Melakukan perbandingan berpasangan untuk setiap kriteria / alternatif dengan menggunakan skala lingustik atau skala 1-9. Hasil perbandingan berpasangan tersebut kemudian difuzzykan dengan TFN.
• Menentukan tingkat kepentingan setiap faktor /kriteria dengan mengalikan tiap-tiap nilai dalam TFN (batas bawah, nilai tengah, batas atas) pada suatu baris, kemudian diambil akar ke-n dari hasil perkalian tersebut, di mana n adalah banyaknya kriteria/alternatif.
• Melakukan normalisasi terhadap tingkat kepentingan dengan aturan :
Nilai bawah dibagi dengan jumlah dari nilai atas.
Nilai atas dibagi dengan jumlah dari nilai bawah
Nilai tengah dibagi dengan jumlah dari nilai tengah semua kriteria/alternatif.
Pada penelitian ini, teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah pengambilan keputusan kelompok fuzzy dengan multi pakar dan multi kriteria (Multi Expert Multi Criteria Decision Making – ME MCDM). Hasil pengolahan
134
data menunjukkan bobot untuk masing-masing kriteria dan sub kriteria seperti pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan.
Kriteria Bobot Alternatif Bobot
Perspektif 0.435 Tingkat Kapasitas Produksi 0.540
Lingkungan Tingkat Harga Jual Produk 0.055
Eksternal Tingkat Kualitas Produk UMK 0.144
Tingkat HargaTerhadap Produk Substitusi 0.260
Perspektif
0.206 Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang 0.109
Lingkungan Tingkat Transferabilitas 0.264
Internal Tingkat Replikabilitas 0.627
Perspektif Rencana 0.159 Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th 0.188
strategik Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th 0.129
Tingkat Kenaikan Pendapatan/Th 0.683
Perspektif
Keuangan 0.026
Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th
0.264
Tingkat Biaya per unit output 0.109
Tingkat Profit Perusahaan 0.627
Perspektif 0.032 Tingkat Pelanggan yang Dipertahankan /th 0.609
Tingkat Kepuasan Pelanggan 0.304
Tingkat Kelengkapan Atribut Produk 0.087
Perspektif Proses
0.051
Tingkat Pertambahan Jumlah Produk
Baru/Th 0.158
Bisnis Internal Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th 0.457
Tingkat Kerusakan Produksi/Th 0.385
Perspektif 0.091 Tingkat Kemampuan Pekerja 0.627
Pertumbuhan dan Tingkat Motivasi Pekerja 0.109
Pembelajaran Tingkat Pemberdayaan Pekerja 0.264
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa lingkungan eksternal memiliki nilai prioritas paling tinggi (43.5%), diikuti oleh lingkungan internal (20.6%), rencana strategis (15.9%), pertumbuhan dan pembelajaran (9.09%), proses bisnis internal (5.06%), pelanggan (3.20,%), dan keuangan (2.64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikatortingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal bobot prioritas tertinggi adalah
indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja.
Hasil pembobotan tersebut juga dapat menggambarkan keterkaitan antar variabel kinerja dan masalah yang telah diformulasikan pada sub Bab Analisis Sistem. Menurut Kelly (1993), kesesuaian antara lingkungan organisasi dan strategi, struktur, serta proses organisasi, berpangaruh positif terhadap kinerja organisasi. Lebih lanjut Hamel and Prahalad (1990) dan Child (1997) menyatakan bahwa lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Pengamatan terhadap lingkungan meliputi analisis eksternal dan analisis internal. Lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Lingkungan internal terdiri atas variabel-variabel yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak (Burrows and Levine, 1993; Gupta and Govindarajan, 1994; Wheelen and Hunger, 1996; Jauck and Glueck, 1997). Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan sumberdaya organisasi. Sruktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan, dan bakat manajerial (Wheelen and Hunger, 1996)
Lingkungan eksternal terdiri atas dua bagian, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali dapat memperngaruhi keputusan jangka panjang, yaitu
136
kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum-politik, kekuatan sosio- kultural. Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan, yaitu pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan (Wheelen and Hunger, 1996).
Di sisi lain, ketidakpastian lingkungan adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi operasional organisasi. Untuk organisasi yang organis tepat dalam lingkungan yang tidak stabil, dan untuk organisasi yang mekanistik tepat dalam lingkungan yang stabil (Robbins and Pearce, 1992; Wheelen and Hunger, 1996). Selain itu ketidakpastian lingkungan mempunyai keterkaitan dengan karakteristik strategi (Gupta and Govindarajan, 1984; Wheelen and Hunger, 1996) dan menurut Beaver and Parker (1995); Gilad (2004), terdapat hubungan antara perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang yang terjadi dalam implementasi suatu strategi. Perusahaan mengembangkan strateginya melalui penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada.
Penentuan Skor Indikator Kinerja Kunci
Tahap berikutnya dalam proses pengukuran kinerja dengan teknik Balanced Scorecard adalah menentukan skor indikator kinerja kunci untuk UMK yang menjadi sasaran pengukuran. Penilaian skor tersebut berdasarkan kriteria, yaitu (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003):
1. Skor 1, jika indikator kinerja kunci dinilai kurang baik. 2. Skor 2, jika indikator kinerja kunci dinilai cukup baik. 3. Skor 3 jika indikator kinerja kunci dinilai baik.
Skor indikator kinerja kunci pada UMK yang sedang diukur dinilai berdasarkan nilai target maksimum atau minimum yang hendak dicapai, dengan menggunakan nilai yang dikembangkan dari referensi yang berasal dari best practices in the class yang dihasilkan dengan teknik Fuzzy AHP dan elisitasi
pendapat pakar. Kriteria pemilihan best practices in the class didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan usaha (Hambali, dkk, 2005), yaitu modal (kapasitas produksi), produk (jenis), teknologi dan keahlian (tahapan proses). Sedangkan untuk faktor sumberdaya manusia tidak dijadikan kriteria dengan alasan tenaga kerja yang diperlukan dalam industri pengolahan keripik pisang tidak membutuhkan kriteria khusus. Pemilihan UMK dibatasi pada UMK yang merupakan anggota pembinaan dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung dan tergabung di dalam pusat perdagangan bersama produk UKM di Propinsi Lampung, yaitu:
1. PD Melati 2. PD Dwi Putra
3. PD Asa Wira Perkasa 4. PK Sutarjo 5. PK Lateb Jaya 6. PK Karya Mandiri 7. PK Rona Jaya 8. PK Tunas 9. PK Khamdo
Struktur Hirarki untuk penentuan level skor IKK dapat dilihat pada Gambar 44.
Gambar 44. Struktur Hirakri Pemilihan Best Practices in the Class
Hasil pengolahan data dengan teknik Fuzzy AHP menunjukkan bobot kriteria dan alternatif seperti pada Tabel 21. Berdasarkan hasil Fuzzy AHP maka disusun nilai level skor IKK dengan melakukan in depth interview dengan pakar dan pengusaha pengolahan keripik pisang yang termasuk dalam alternatif.
Best Practices in the Class
Kapasitas Produksi Jenis Produk Kriteria
Tujuan
Alternatif 1 2 3 4 5 6
Teknologi
Tabel 21. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Pemilihan Best Practices in the Classs
Kriteria Ranking Bobot Alternatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kapasitas produksi 1 0.631 0.024 0.352 0.041 0.056 0.016 0.106 0.250 0.134 0.022 Jenis Produk 2 0.259 0.104 0.335 0.115 0.065 0.038 0.030 0.081 0.202 0.030 Teknologi 3 0.109 0.256 0.143 0.102 0.061 0.059 0020 0.262 0.071 0.025 Skor 0.070 0.325 0.067 0.059 0.026 0.078 0.208 0.145 0.024 Ranking 5 1 6 7 8 4 2 3 9
Tabel 22. Standar Penilaian Level Kinerja
IKK Nilai Target
1. Tingkat Kapasitas Produksi Maksimum (300kg/hari, skala 3)
2. Tingkat Harga Jual Produk Minimum (Rp.20.000/ kg, skala 3)
3. Tingkat Kualitas Produk UMK Maksimum (skala 3) 4. Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi Minimum (0%,
skala 3)
5. Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang Maksimum (skala 3)
6. Tingkat Transferabilitas Maksimum (skala 3)
7. Tingkat Replikabilitas Maksimum (skala 3)
8. Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th Maksimum (100%,
skala 3)
9. Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th Maksimum (100%, skala 3)
10. Tingkat Kenaikan pendapatan/Th Maksimum (100%,
skala 3)
11. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th
Maksimum (100%, skala 3)
12. Tingkat Biaya per unit output Minimum
(Rp.11.000/kg, skala 3)
13. Tingjkat Profit Perusahaan/Tahun Maksimum (100%,
skala 3)
14. Tingkat Pelanggan yang dipertahankan/Th
Maksimum (100%, skala 3)
15. Tingkat Kepuasan Pelanggan Maksimum (skala 3)
16. Tingkat Kelengkapan Atribut Produk Maksimum (skala 3)
17. Tingkat Pertambahan Jumlah Produk Baru/Th
Maksimum (skala 3)
18. Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th Minimum (0%,
skala 3)
19. Tingkat Kerusakan Produk yang Diproduksi/Th
Minimum (0%, skala 3)
20. Tingkat Kemampuan Pekerja Maksimum (skala 3)
21. Tingkat Motivasi Pekerja Maksimum (skala 3)
140
Penentuan Level Kinerja
Level perspektif kinerja merupakan nilai yang dihasilkan dalam suatu pengukuran kinerja. Level kinerja ditetapkan untuk masing-masing perspektif kinerja dengan penilaian (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003):
1. Jika nilai pengukuran perspektif antara 0.00 dan 1.99 maka kinerja perspektif dinilai kurang baik.
2. Jika nilai pengukuran perspektif antara 2.00 dan 2.99 maka kinerja perspektif dinilai cukup baik.
3. Jika nilai pengukuran perspektif = 3.00 maka kinerja perspektif dinilai baik.