• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Proses Hirarki Analitik yang Bersifat Fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process)

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari sekolah Bisnis Wharton pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1993). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas

46

persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting vaeriabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin,2004).

Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan . Dr. Thomas L. Saaty, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah (Marimin, 2004). Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hirarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan yang akan diproleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah:

1. Kesatuan.

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas

AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan induktif berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. Penyusunan Hierarki.

AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Pengukuran.

AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi.

AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.

7. Sintesis.

AHP menentukan ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

8. Tawar menawar.

AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan- tujuan mereka.

9. Penilaian dan konsensus.

AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

48

AHP memungkinkan organisasi memperhalus defenisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya:

1. Decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. 2. Comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan

relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian tersebut disajikan dalam bentuk matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

3. Synthesis of Priority.

Dari setiap matriks perbandingan berpasangan kemudian dicari eigen vector- nya untuk mendapatkan local priority dan global priority.

4. Logical Consistency, dimana konsistensi merupakan salah satu syarat dalam analisis AHP. Konsistensi mempunyai dua makna. Makna pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antar objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Menurut Murtaza (2003), meskipun AHP merupakan metoda untuk menghasilkan keputusan, tetapi terkadang terdapat sejumlah pilihan yang memiliki atribut yang sulit dirumuskan dalam bentuk bilangan pasti. Selain itu AHP tradisional terkadang dianggap sebagai suatu pendekatan yang bersifat kaku (misalnya penggunaan skor penilaian 1-9), sehingga lebih tepat jika menggunakan logika dan nilai Fuzzy, seperti misalnya penilaian berbentuk ”agak penting” atau ”lebih penting daripada”. Logika dan nilai Fuzzy menawarkan cara yang lebih alami dalam menyepakati pilihan-pilihan yang didasarkan pada suatu nilai yang pasti dan ukuran-ukuran linguistik yang banyak terjadi pada berbagai situasi (Zadeh, 1965; Murtaza, 2003).

Pendekatan Fuzzy AHP memiliki beberapa tahapan (Triantophyllouet et al., 1996 dalam Murtaza, 2003), yaitu:

1) Penetapan nilai-nilai dugaan fuzzy dari setiap pasangan faktor keputusan. Pembuat keputusan harus memutuskan setiap pasang dari alternatif solusi yang didasarkan pada setiap kriteria yang pada akhirnya akan menghasilkan serangkaian matriks.

2)

Estimasi eigen-vektor fuzzy untuk setiap matriks.

Berdasarkan AHP tradisional, hukum eigen vektor dari matriks mengekspresikan nilai kepentingan relatif dan faktor-faktor. Salah satu caranya adalah dengan mengalikan seluruh elemen yang ada di baris dan mencari nilai akar ke-n.

3)

Normalisasi setiap vektor dengan membagi setiap elemen dengan jumlah dari nilai yang ada di dalam vektor.

4)

Menghitung skor prioritas dari setiap alternatif dengan mengalikan bobot kriteria dengan nilai di kolom dari setiap alternatif dan menjumlahkan nilai- nilai tersebut.

5)

Meranking setiap alternatif dan memilih alternatif dengan nilai tertinggi.

Representasi nilai fuzzy dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang umum misalnya adalah nilai fuzzy triangular yang relatif mudah dan dapat diaplikasikan pada berbagai fenomena. Fungsi keanggotaan dari suatu nilai fuzzy

triangular didefinisikan sebagai:

μM(x) = 1/(m-l) * l/(m-l), xЄ [l,m] 1/(m-u) * u/(m-u), xЄ [m,u] 0, jika sebaliknya

dimana l ≤ m ≤ u, l dan u merupakan nilai batas bawah dan batas atas dari M, dan m untuk nilai dugaannya. Operasi dasar matematika yang didasarkan pada nilai triangular fuzzy telah didefinisikan (Laarhoeven et al., 1983) sebagai berikut: Untuk operasi pertambahan:

n1 + n2 = (n1l + n2l, n1m + n2m, nlu, + n2u) Untuk operasi perkalian:

50

Untuk operasi pebagian:

1/n1 = 1/nlu, 1/nlm, 1/n1l

dimana n1 = (n1l , nlm, nlu) dan n2 = (n2l, n2m, n2u) adalah dua nilai triangular fuzzy. Implementasi fuzzy set umumnya meliputi pemetaan suatu variabel nyata yang kontinyu ke dalam kelompok kecil yang merepresentasikan label linguistik. Contoh pemetaan fuzzy set dapat dilihat pada Gambar 12 tentang fungsi keanggotaan fuzzy dengan menggunakan tujuh kelompok penilaian fuzzy (Kosko, 1992). Misalnya, penilaian ”agak tinggi” (”somewhat high”=SH) sama dengan nilai triangular fuzzy (.5, .7, .9) dan ”lebih tinggi” (”much higher”=MH) sama dengan nilai (.9, 1,1).

Keterangan:

L = Legend N = Normal VH = Very High H = High VL = Very Low MH = Much Higher ML = Much Low

Teknik Penyebaran Fungsi Kualitas