• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Komunikasi Peserta Didik Tunarungu di SMKN 4 Padang. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Komunikasi Peserta Didik Tunarungu di SMKN 4 Padang. Oleh:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Komunikasi Peserta Didik Tunarungu di SMKN 4 Padang

Oleh: Amalian*

Ahmad Zaini, SAg, MPd.** Septya Suarja, M.Pd.**

Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya peserta didik yang mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan fisik sehingga menghambat komunikasi antara guru BK dengan peserta didik tunarungu, adanya guru BK yang tidak paham dengan apa yang dibicarakan peserta didik tunarungu, adanya guru BK yang takut terjadi kesalahpahaman ketika berbicara dengan peserta didik tunarungu, adanya guru yang gugup ketika berbicara dengan peserta didik tunarungu. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan: 1) Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan pendengaran peserta didik tunarungu. 2) Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan bicara peserta didik tunarungu.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang bertujuan menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dari sifat populasi tertentu dan mencoba menggambarkan fenomena secara detail. Lokasi penelitian ini di SMKN 4 Padang, adapun informan kunci penelitian yaitu dua orang guru BK dan dua orang informan tambahan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil wawancara yang telah dianalisis terungkap bahwa: (1) Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan pendengaran peserta didik tunarungu. Ketika guru BK bertanya kepada peserta didik tunarungu, sering tidak nyambung, guru BK bertanya lain dan peserta didik tunarungu menjawab lain. Tetapi guru BK dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan baik, dengan cara menyuruh peserta didik menuliskan apa yang ingin dibicarakannya atau guru BK meminta bantuan kepada guru pendamping, (2) Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan bicara peserta didik tunarungu. Guru BK memberikan perhatian yang sama dengan peserta didik normal tanpa membeda-bedakan peserta didik tunarungu dengan peserta didik yang normal. Berdasarkan temuan penelitian ini direkomendasikan kepada pihak terkait yaitu guru BK, agar guru BK dapat memahami atau mengerti tentang permasalahan yang dialami peserta didik tunarungu.

(3)

2

Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Komunikasi Peserta Didik Tunarungu di SMKN 4 Padang

Oleh: Amalian*

Ahmad Zaini, SAg, MPd.** Septya Suarja, M.Pd.**

Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Background of research is there were some students faced trouble because having physical limitation to hindrance communication between guidance and counselling teachers with dissability students. There were guidance and conselling teacher did not comprehend with what dissability students talked about, there were guidance and conselling teacher which afraid to get misunderstanding when talking with dissability students, there were guidance and conselling teachers which nervous when talking with dissability students. The purposes of this research are to describe: 1) Obstacles guidance and conselling teachers in solving listening problem to dissability students. 2) Obstacles guidance and conselling teachers in solving speaking problem dissability students.

The design of this research was descriptive qualitative, it is to describe in sistematically, factual, and accuracy to know the facts from habitual population and try to describe phenomenal in detail. Location of this research was in SMKN 4 Padang. The informants of this research was two guidance and conselling teachers and two additional informants. The instrument of this research was interview. The technique of analyzing the data was data reduction, serving the data and making arclution.

The result of interview had been analyzed as follow: (1) The obstacles guidance and conselling teachers in solving the listening problem to dissability students. When guidance and conselling teachers asked the dissability students, ofthen having misunderstanding, guidance and conselling teachers asked with different answer from dissability students. Guidance and conselling teachers could some these problems well, by asking them to write what will be talked or guidance and conselling teachers asked some helps from the adusurs, (2) The obstacles guidance and conselling teachers in solving speaking problem to disability students, guidance and conselling teachers gane same attention with normal students without making differentiate to dissability students with normal students. Based on this findings, recommend to all. People, guidance and conselling teachers to get comprehend or understand about the problems faced by dissability students.

Keywords: Obstacles guidance and conselling teachers, Communication crouble, Dissability students.

PENDAHULUAN

Komunikasi merupakan salah satu bentuk interaksi yang paling penting dan harus dilakukan oleh sesama manusia. Pada dasarnya komunikasi tidak hanya dilakukan secara vertikal yaitu antar sesama manusia, akan tetapi bisa dilakukan secara horizontal. Tujuan berkomunikasi adalah untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran atau akan menyampaikan keluh

kesah. Jika orang yang diajak untuk berkomunikasi tidak dapat merespon diakibatkan karena keterbatasan fisik tentunya komunikasi menjadi tidak lancar. Terutama guru BK yang mengajar peserta didik tunarungu tentunya guru BK harus dapat memahami peserta didik tunarungu agar antara peserta didik tunarugu dengan guru BK terjalin komunikasi yang sesuai. Guru BK harus dapat mengatasi

(4)

hambatan-3

hambatan komunikasi terhadap peserta didik tunarungu dengan berbagai macam cara, agar hambatan tersebut tidak mengganggu proses kelancaran pemberian layanan karena Komunikasi adalah suatu tindakan yang sangat sering lakukan. Hampir setiap saat melakukan proses komunikasi.

Dalam komunikasi ada dua pihak yang terkait yaitu komunikator dan komunikan. Komunikator adalah seseorang yang berperan menyampaikan apa yang ada dalam pikiran, sedangkan komunikan adalah pihak yang berperan mendengarkan. Coba bayangkan ketika di dalam dunia ini tidak ada komunikasi, apakah tidak akan sangat tersiksa karena tidak bisa menyampaikan apa yang ketahui dan apa yang inginkan. Bayangkan sepi dan hampanya dunia ini. Begitu pula dalam dunia pendidikan, komunikasi adalah salah satu faktor penentu kesuksesan sebuah proses pendidikan. Bayangkan ketika seorang pengajar bisa mengendalikan kelasnya dengan penguasaan komunikasi yang excellent maka yang terjadi adalah keberhasilan penyampaian ilmu dari komunikator dan komunikan.

Komunikasi sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar di sekolah, peserta didik harus mampu menggunakan kata-kata yang tepat untuk berkomunikasi agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh komunikan, menggunakan suara yang lantang, sopan dalam berkomunikasi dan bertindak. Komunikasi dikatakan ideal dalam proses pembelajaran apabila pesan dapat diterima dengan baik dan adanya umpan balik, seperti guru dan peserta didik. Contohnya : ketika guru BK mengajar peserta didik tunarungu tentunya pesan yang diterima sangat sulit diterima oleh peserta didik tunarungu, terkadang juga tidak ada umpan balik ketika guru BK berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu. Jadi, guru BK harus bisa kreatif dalam penyampaian pesan supaya guru BK dengan peserta didik tunarungu dapat saling memahami apa yang dibicarakan.

Menurut Laswell (Effendy, 1984: 13) cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : who says what in which channel to whom with what effect?. Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi unsur sebagai

jawaban dari pertanyaan yang di ajukan itu, yakni :

- Komunikator (communicator, source, sender)

- Pesan (Message) - Media (Channel, media)

- Komunikan (Communicant, communicate, receiver, recipient) - Efek (Effect, impact, influence)

Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Tarmansyah, (1995: 89) menyatakan gangguan komunikasi pada dasarnya merupakan penyimpangan dari kemampuan seseorang dalam aspek berbahasa, bicara, suara dan irama kelancaran. Hal tersebut terjadi akibat adanya penyakit, gangguan kelainan fisik, psikis ataupun sosiologi.

Berbagai batasan telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian tunarungu atau dalam bahasa asingnya “Hearing, im pairment” yang

meliputi The Deaf (tuli) dan Hard of Hearing (kurang dengar), diantaranya menurut Hallahan dan Kauffman (Somad & Hernawati, 1995: 26) :

Hearing impairment. A generic term indicating a hearing disability that may range in severity from mild to profound it includes the subsets of deaf and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludes successful proccessing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information through audition.

Beberapa pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar

Orang tuli adalah seseorag yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga

(5)

4

menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara sehingga mengganggu kelancaran dalam berkomunikasi (Somad & Hernawati, 1995: 26).

Peneliti mengangkat judul ini karena peneliti awalnya menemukan permasalahan ini ditempat peneliti melakukan PPLBK Sekolah, salah satu peserta didik binaan ada yang mengalami gangguan komunikasi dikarenakan keterbatasan fisik (bibir sumbing). Ketika peneliti mengajar di kelas binaan tersebut, peneliti selalu memperhatikan bagaimana peserta didik tersebut belajar. Ketika proses belajar mengajar Guru BK mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan peserta didik yang mengalami keterbatasan fisik tersebut, guru BK tidak mengerti dengan apa yang dibicarakannya sehingga guru BK terlihat bingung dan begitu juga sebaliknya. Guru BK tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya, sehingga guru BK berinisiatif untuk menyuruh peserta didik tersebut menuliskan apa yang ingin diucapkannya. Maka dari itulah peneliti ingin sekali mengangkat judul yang berhubungan dengan gangguan komunikasi yang diakibatkan oleh keterbatasan fisik.

Akan tetapi di tempat peneliti melakukan PPLBK Sekolah hanya ada satu peserta didik saja yang mengalami gangguan komunikasi yang diakibatkan oleh keterbatasan fisik, penelitipun merasa ragu, kemudian peneliti meminta pendapat dari salah satu guru BK yang ada di sekolah tersebut, dan guru tersebut mengatakan tidak akan efektif apabila hanya ada satu peserta didik yang akan diteliti. Maka guru BK tersebut membantu peneliti untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan cara mencari tau dimana ada peserta didik yang mengalami gangguan komunikasi yang

diakibatkan oleh keterbatasan fisik, ternyata hari itupun guru BK tersebut menemukan di mana tepatnya saya bisa melakukan penelitian dengan judul tersebut yaitu di SMK Negeri 4 Padang. Di SMK Negeri 4 peneliti bertemu dengan salah satu peserta didik tunarungu, saya mencoba berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu tersebut, ternyata memang sangat susah untuk bisa memahami apa yang dibicarakan oleh peserta didik tunarungu sehingga peneliti dengan peserta didik tunarungu mengalami kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Maka dari itulah peneliti memutuskan penelitian di SMK Negeri 4 Padang dan itulah alasan kenapa peneliti tidak melakukan penelitian di tempat PPLBK Sekolah.

Setelah itu peneliti melakukan wawancara dengan salah satu guru BK di SMK Negeri 4 Padang. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada Januari 2016 di SMK Negeri 4 Padang, dengan salah satu guru BK di SMK Negeri 4 Padang, guru tersebut menyatakan bahwa di SMK Negeri 4 Padang terdapat 3 peserta didik yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya (tunarungu). Guru BK menyatakan bahwa terdapat suatu hambatan atau kendala dalam berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu, guru BK sering tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh peserta didik tunarungu sehingga guru BK sering meminta bantuan kepada guru pendamping untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi tersebut. Misalnya guru BK menyuruh maju ke depan kelas untuk mengisi pertanyaan yang sudah dituliskan oleh oleh guru BK di papan tulis, akan tetapi peserta didik tersebut malah diam dan tidak merespon sedikitpun, sehingga guru BK harus berbicara langsung berdiri tepat di hadapan peserta didik tunarungu tersebut agar peserta didik tunarungu bisa paham dengan apa yang kita bicarakan.

Berdasarkan kenyataan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Hambatan-hambatan Guru BK dalam

(6)

5

Mengatasi Gangguan Komunikasi Peserta Didik Tunarungu di SMK Negeri 4 Padang”. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Adanya guru BK yang tidak paham dengan apa yang dibicarakan peserta didik tunarungu ketika peserta didik tunarungu bertanya pada saat proses pembelajaran.

2. Adanya guru BK yang takut terjadi kesalahpahaman ketika berbicara dengan peserta didik tunarungu. 3. Adanya guru BK yang gugup ketika

berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu.

4. Adanya guru BK yang tidak yakin atau tidak percaya diri ketika berbicara dengan peserta didik tunarungu.

5. Adanya guru BK yang takut terjadi komunikasi yang pasif dengan peserta didik tunarungu (tidak ada respon).

6. Adanya guru BK yang takut berbicara dengan peserta didik tunarungu karena tidak bisa menggunakan bahasa isyarat. 7. Adanya guru BK yang malas untuk

berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu dikarenakan guru susah mengartikan apa yang dibicarakan peserta didik tunarungu.

8. Adanya guru BK yang terkadang kesal sendiri ketika berbicara dengan peserta didik tunarungu.

Agar penelitian ini dapat terarah dengan baik, maka yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan pendengaran peserta didik tunarungu.

2. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan bicara peserta didik tunarungu.

Berdasarkan latar belakang masalah dan indentifikasi masalah di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimana hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi

dikarenakan peserta didik kehilangan pendengaran (tunarungu) ?

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan:

1. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan pendengaran peserta didik tunarungu.

2.

Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan bicara peserta didik tunarungu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 29 Juli - 6 Agustus 2016 di SMK N 4 Padang, peneliti memilih SMK N 4 Padang sebagai tempat penelitian karena sekolah ini menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif.

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian yang dilakukan termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penulis menggambarkan peran guru BK dalam menanggulangi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu.Penelitian deskriptif kualitatif, artinya penelitian ini menggambarkan suatu keadaan objek tertentu sebagaimana adanya. Menurut Kirk & Miller, 1986 (Moleong, 2002: 3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Menurut Iskandar (2009: 11) penelitian kualitatif adalah :

Suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, defenisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif berusaha menggambarkan, melihat dan mengungkapkan suatu keadaan yang ada

(7)

6

secara rinci sebagaimana adanya sesuai fakta yang terdapat di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu di SMK N 4 Padang.

Definisi operasional sangat penting untuk dicantumkan, agar menghindari perbedaan pengertian makna yang ditimbulkan dan tidak terjadi kesalahpahaman. permasalahan yang dialami oleh peserta didik tunarungu yaitu mengenai hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu

Iskandar, (2009: 113) menyatakan bahwa penelitian kualitatif yang menjadi sumber informasi adalah para informan (subjek) yang kompeten, mempunyai relevansi dengan setting sosial yang diteliti. Sedang tempat yang menjadi elemen dari situasi sosial adalah situasi dan kondisi lingkungan tempat yang berkaitan dengan masalah penelitian. Oleh karena itu, peran peneliti dalam penelitian kualitatif sangat dominan, karena peneliti merupakan instrument utama, yang harus mempunyai kemampuan metodologis untuk mendapatkan data penelitian dari para informan yang ditentukan oleh peneliti.

Menurut Sugiyono (2014: 216), informan penelitian adalah subjek yang memahami objek penelitian. Informan penelitian ini ditentukan setelah penelitian menentukan informan kunci dan selanjutnya dari informan kunci ditetapkan informan berikutnya. Informan kunci yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa informan kunci harus mengetahui dengan jelas tujuan penelitian serta terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu guru Bimbingan dan Konseling yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Ada enam orang guru Bimbingan dan Konseling. Informan ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa informan tersebut memiliki pengalaman yang banyak mengenai latar penelitian dan benar-benar terkait dengan permasalahan yang mengetahui dengan jelas tujuan penelitian.

Informan tambahan ditetapkan melalui teknik purposive sampling. Sugiyono (2013: 218) menyatakan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang paling dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti. Penentuan informan tambahan dalam penelitian ini adalah beberapa peserta didik yang mengalami gangguan komunikasi (tunarungu).

Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), Interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi, atau gabungan keempatnya (Sugiyono, 2009: 225). Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2005: 186). Jenis wawancara semi terstruktur, wawancara semi terstruktur termasuk kategori in-dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Peneliti dapat menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat responden. Sebelum melakukan wawancara peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara tetap fokus dan tidak keluar dari konteks. Teknik ini digunakan peneliti untuk mengungkap komunikasi anak tunarungu dari berbagai sumber di lapangan.

Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan peneliti untuk melengkapi data tentang gangguan komunikasi anak tunarungu yang diperoleh dari observasi dan wawancara. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2009: 240). Dokumen ini dapat berwujud tulisan, gambar, atau karya-karya yang berhubungan dengan komunikasi anak tunarungu. Teknik dokumentasi yang peneliti gunakan adalah berupa foto dan video.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam Sugiyono, 2009: 244). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman. Model ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

(8)

7

terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (Sugiyono, 2009: 246).

Aktivitas dalam analisis data model Miles dan Huberman adalah mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2009: 247). Reduksi data dilakukan terus-menerus selama proses penelitian yaitu dengan cara mengurangi data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Hal ini akan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

Dalam proses reduksi data, peneliti mengelompokkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dari berbagai sumber data berdasarkan topik-topik yang dibahas dalam penelitian ini. Adapun topik-topik yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah komunikasi anak tunarungu di sekolah dan hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi terhadap anak tunarungu.

Setelah data reduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif (Miles dan Huberman dala Sugiyono, 2009: 249). Adapun penyajian data dalam penelitian ini cenderung berupa teks yang bersifat naratif.

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2009: 252). Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini disusun secara deskriptif dan menjawab pertanyaan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini temuan data yang peneliti kemukakan adalah data yang bersifat deskriptif, yaitu data yang disajikan sesuai dengan apa yang dikemukakan informan kunci dan informan tambahan dari hasil wawancara yang penenliti lakukan

terhadap informan kunci dan informan tambahan, yaitu hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu.

Analisis data hasil temuan penelitian ditujukan untuk mengetahui informasi tentang hambatan-hambatan guru bk dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu, dengan fokus penelitian yaitu:

1. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan pendengaran peserta didik tunarungu

2. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan bicara peserta didik tunarungu

Data yang didapatkan melalui hasil wawancara dengan satu orang guru BK, satu orang wali kelas dan satu orang guru mata pelajaran SMK Negeri 4 Padang dengan beberapa butir pertanyaan, kemudian data yang diperoleh tersebut diolah sesuai dengan petunjuk pada bab III. Data inilah yang disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif dengan gambaran melalui kata-kata dan kalimat yang terperinci sesuai dengan apa yang dikemukankan oleh informan penelitian.

Hasil penyajian data dari temuan yang dilakukan pada dua orang guru BK, satu orang wali kelas dang satu orang guru pendamping tentang hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu dideskripsikan sebagai berikut:

1. Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Pendengaran Peserta Didik Tunarungu

a. Gangguan Pendengaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan didukung oleh informan tambahan maka didapatkan hasilnya sebagai berikut dilihat dari gangguan pendengaran peserta didik tunarungu yang dapat menghambat komunikasi antara peserta didik tunarungu dengan guru BK dalam proses pemberian layanan. Guru BK berusaha untuk mengerti peserta didik tunarungu sesuai dengan keterbatasannya,

(9)

8

gangguan pendengaran yang dialami peserta didik tunarungu bisa dikatakan mengganggu karena ketika berbicara tidak semua yang guru BK bicarakan dipahami oleh peserta didik tunarungu begitupun sebaliknya. Gangguan pendengaran yang dialami peserta didik tunarungu disebabkan bawaan dari lahir karena ada gangguan ketika hamil.

Gangguan pendengaran yang dialami peserta didik tunarungu berdampak pada terganggunya komunikasi antara guru BK dengan peserta didik tunarungu maupun dengan orang lain. Sebagian bisa mengerti dengan apa yang diucapkan oleh peserta didik tunarungu. Jika guru BK tidak memahami apa yang diucapkan oleh peserta didik tunarungu maka peserta didik tunarungu akan menuliskan atau kirim sms tentang apa yang akan disampaikannya.

Peserta didik tunarungu akan mengulangi kembali menyampaikan pesannya jika guru BK tidak memahami apa yang diucapkannya. Guru BK tidak bisa atau tidak mengerti bahasa isyarat kecuali yang bersifat umum atau isyarat umum. Guru BK akan menyuruh peserta didik menuliskan apa yang mau disampaikannya jika guru BK tidak mengerti dengan yang diucapkannya. Keaktifan peserta didik tunarungu relatif tergantung pada permasalahan yang disampaikannya. Guru BK akan mengajak peserta didik tunarungu bicara dengan bahasa bibir untuk membantu peserta didik tunarungu lebih aktif.

Gangguan pendengaran dengan sosialisasi peserta didik tunarungu sangat berpengaruh karena kalau sosialisasinya baik maka orang akan bisa paham tentang gangguan pendengarannya. Guru BK membantu sosialisasi peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan pendengaran dengan berusaha memahami peserta didik tunarungu semaksimal mungkin dan menyampaikan pada orang lain. Guru BK menerima semua peserta didik

apa adanya tanpa membedakan kondisinya. Guru BK berharap peserta didik tunarungu bisa mendapatkan pelayanan maksimal sama dengan siswa normal.

2. Hambatan-hambatan Guru BK dalam Mengatasi Gangguan Bicara Peserta Didik Tunarungu

a. Gangguan Bicara

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci dan didukung oleh informan tambahan diperoleh hasil bahwa gangguan bicara yang dialami peserta didik tunarungu terbagi dua yaitu gangguan yang total dan ada yang bisa bicara sebagian. Peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara, sulit untuk mengeluarkan suara dari apa yang diucapkannya. Gangguan bicara yang dialami peserta didik tunarungu disebabkan oleh bawaan dari lahir atau ada gangguan pada ibu hamil. Gangguan bicara tersebut sangat mengganggu guru BK dalam memberikan layanan akan tetapi guru BK selalu berusaha untuk memahami semaksimal mungkin. Guru BK sering susah memahami atau mengerti apa yang disampaikan oleh peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara.

Guru BK akan meminta bantuan kepada guru pendamping serta menyuruh peserta didik tunarungu menulis jika guru BK tidak mengerti apa yang diucapkannya. Hal itu dilakukan agar guru BK bisa memahami apa yang diinginkannya dan bisa memberikan pelayanan sebaik mungkin. Peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara akan merasa senang dengan hal itu karena peserta didik merasa bahwa guru BK bisa mengerti tentang dirinya. Guru BK pun juga merasa bahagia karena guru BK bisa memberikan sesuatu yang peserta didik tunarungu perlukan atau butuhkan.

Peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara pun lebih bersemangat karena guru BK

(10)

9

bisa mengerti apa yang dialami oleh peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara. Guru BK pernah menemukan permasalahan kesalahpahaman dalam berkomunikasi antara peserta didik tunarungu yang mengalami gangguan bicara dengan peserta didik normal, ketika bercanda peserta didik tunarungu merasa ditertawakan oleh peserta didik normal padahal peserta didik normal tidak sama sekali merasa menertawakan peserta didik tunarungu.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada tanggal 29 Juli - 6 Agustus 2016 tentang peran guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu di SMK N 4 Padang, dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi terlihat berdasarkan gangguan pendengaran, guru BK mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu. Guru BK tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh peserta didik tunarungu, peserta didik tunarungu juga tidak memahami apa yang dibicarakan oleh guru BK karena peserta didik tunarungu tidak dapat mendengar apa yang diucapkan oleh guru BK. Kesulitan mendengar yang dialami oleh peserta didik tunarungu sangat menghambat kelancaran komunikasi antara guru BK dan peserta didik tunarungu itu sendiri. hambatan tersebut diatasi oleh guru BK dengan berbagai macam cara yang dapat membantu proses kelancaran dalam berkomunikasi dengan peserta didik tunarungu.

2. Hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi berdasarkan gangguan bicara, gangguan bicara yang dialami oleh peserta didik tunarungu sangat menghambat proses kelancaran komunikasi antara peserta didik tunarungu dengan guru BK. Gangguan bicara tersebut berupa pengucapan kata-kata yang tidak jelas sehingga guru BK tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh peserta didik tunarungu.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Guru BK, diharapkan untuk lebih dapat mengerti dengan apa yang dibiicarakan oleh peserta didik tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat atau dengan cara lainnya yang mudah untuk guru BK memahaminya. Guru BK tidak harus menunggu peserta didik untuk mengungkapkan kesulitan yang dialaminya. Guru BK juga harus lebih memberikan perhatian kepadanya agar peserta didik tersebut bisa lebih terbuka dengan guru BK.

2. Peserta didik tunarungu, diharapkan mampu menerima kekurangan yang ada pada diri sendiri sehingga peserta didik tunarungu tdak malu dalam bersosialisasi, berkomunikasi serta dapat meraih kesuksesan walaupun dengan keterbatasan fisik.

3. Guru wali kelas, agar dapat lebih memperhatikan kesulitan yang dialami peserta didik tunarungu tanpa membedakan-bedakan antara peserta didik tunarungu dengan peserta didik normal agar komunikasi dan sosialisasi peserta didik tunarungu berjalan seperti yang diharapkan.

4. Guru pendamping, agar dapat membantu mengajarkan sedikit demi sedikit guru BK mengenai bagaimana menggunakan bahasa isyarat.

5. Teman peserta didik tunarungu, sebagai teman harusnya memberikan ruang untuk peserta didik tunarungu dalam menonjolkan dirinya dan tidak membedakan teman dengan kekurangan yang dimilikinya.

6. Orang tua peserta didik tunarungu, lebih memperhatikan pola kehidupan yang dimiliki oleh peserta didik tunarungu dan lingkungan seperti apa yang harusnya dimiliki oleh peserta didik.

7. Peneliti selanjutnya, diharapkan bisa melakukan penelitian lanjutan bagaimana hambatan-hambatan guru BK dalam mengatasi gangguan komunikasi peserta didik tunarungu dengan konteks indikator yang lain.

(11)

10

KEPUSTAKAAN

Bunawan, L. 1986. Komunikasi Total. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Darmawan. 2012. Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995. Ortopedagogik Anak Tunarungu.

Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Effendy. 1984. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Karya Offset.

Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana Deddy. 2009 . Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana. 2000. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Ruliana. 2014. Komunikasi Organisasi.

Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sugiyono, 2014. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung: Alfabeta Bandung.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Bandung.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung.

Tarmansyah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995. Gangguan Komunikasi.

Wood. 2013. Komunikasi Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Humanika.

Referensi

Dokumen terkait

Kelincahan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga, kelincahan merupakan unsur kemampuan gerak yang harus dimiliki

proses hidrolisis dan polimerisasi prekursor berupa logam atau senyawa organik logam yang bereaksi dengan air untuk membentuk logam hidroksida sehingga terkondensasi menjadi

peneliti memperoleh informasi yaitu Guru BK melakukan pendekatan dengan peserta didik yang bermasalah. Kemudian melakukan kontak dengan peserta didik. Hambatan yang

Sudah adanya peran dari guru BK untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik tinggal kelas dengan memberikan layanan BK kepada peserta didik tinggal kelas tersebut

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai kerjasama guru BK dan wali kelas dalam pengadministrasian kegiatan BK terkait dengan membuat catatan kejadian peserta

pengembangan diri peserta didik di kelas XI SMAN 1 Koto Balingka Kabupaten.. Pasaman Barat berada pada kategori cukup baik. Guru BK menetapkan prosedur evaluasi

Peranan guru BK dalam membentuk konsep diri peserta didik di SMP Negeri 11 Padang dilihat dari aspek harapan tergolong sangat baik yaitu sebanyak 79,31%, peranan guru BK

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi para guru- guru, khususnya guru BK dalam melihat fenomena-fenomena sosial Peserta didik, seperti Peserta didik yang