I. PENDAHULUAN
1. Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Pada tanggal 2 Agustus 2011, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan yang diajukan oleh PT. Bevananda Mustika, agar Pemerintah Republik Indonesia mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard Measures) atas impor “barang dari kawat besi atau baja berbentuk kotak/box, dengan diameter kawat 2 mm – 5 mm dan mempunyai ukuran mesh 50 mm – 120 mm yang berbentuk hexagonal dengan lilitan tunggal dan ganda, disepuh atau dilapisi dengan seng atau plastik/PVC, tidak termasuk perangkap tikus, kandang unggas dan sejenisnya dari kawat, yang termasuk dalam nomor Harmonized System (HS.) 7326.20.90.00”.
Pemohon menyatakan bahwa yang bersangkutan mengalami ancaman kerugian serius sebagai akibat dari kenaikan jumlah impor barang kawat bronjong, dengan nomor Harmonized System (HS.) 7326.20.90.00, dan apabila Tindakan Pengamanan Perdagangan tidak diambil, maka akan terjadi kerugian serius.
2. Identitas Pemohon
Nama : PT. Bevananda Mustika
Alamat : Kawasan Industri Lippo City Cikarang Newton Teckno Park, Blok J5 – 12 Bekasi 17550
Tlp/Faks : (021) 6411624 / (021) 65837280
3. Barang yang Diproduksi oleh Pemohon
Barang produksi Pemohon yang merupakan Barang Yang Diselidiki adalah sebagaimana dimuat dalam Bab III Angka 1 Huruf a. Selain Barang Yang Diselidiki, Pemohon juga memproduksi barang lain yaitu
chain link mesh, fencing (kawat harmonika dan pagar), galvanized welded wire mesh, fencing mesh, barbed wire (kawat duri), dan razor wire.
4. Dimulainya Penyelidikan
Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan dalam permohonan, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk memulai penyelidikan. Oleh karena itu, KPPI menetapkan penyelidikan dimulai pada tanggal 22 Agustus 2011.
5. Pengumuman dan Notifikasi
Sehubungan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh KPPI, telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. KPPI mengumumkan dimulainya penyelidikan melalui siaran pers Kementerian Perdagangan dan melalui surat kabar nasional, yaitu di Koran Bisnis Indonesia pada tanggal 19 Agustus 2011;
b. Pada tanggal 22 Agustus 2011, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan; kepada Pemohon, Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI), Kementerian Perindustrian sebagai instansi pembina, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan;
c. Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan notifikasi 12.1(a) kepada Committee on Safeguards pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), yang disirkulasi pada tanggal 23 Agustus 2011 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/15; dan d. Pemerintah Republik Indonesia telah pula menyampaikan
notifikasi 12.1(b) kepada Committee on Safeguards pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), yang disirkulasi pada tanggal 26 Januari 2012 dengan nomor dokumen
G/SG/N/8/IDN/11-G/SG/N/10/IDN/111.
6. Proporsi Produksi Pemohon
Berdasarkan informasi yang dimiliki KPPI, pada tahun 2011 pangsa produksi Pemohon adalah 53% dari total produksi nasional industri Barang Yang Diselidiki.
1
Notifikasi Article 12.1(b) dari WTO Agreement on Safeguards adalah tentang temuan KPPI bahwa terdapat hubungan sebab-akibat antara lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki dan ancaman kerugian serius yang dialami Pemohon/Industri Dalam Negeri, berdasarkan data dan informasi per Januari 2007 sampai dengan Oktober 2011. Laporan Hasil Penyelidikan KPPI ini, memuat data-data mutakhir tentang importasi Barang Yang Diselidiki dan kinerja Pemohon sampai dengan Desember 2011. Namun pemutakhiran data tersebut tidak merubah dan justru memperkuat temuan KPPI tentang adanya hubungan sebab-akibat dimaksud, sebagaimana telah dinotifikasikan ke WTO.
Tabel 3: Proporsi Mayoritas
INDUSTRI DALAM NEGERI Produksi (Kg) Tahun 2011
Produksi Pemohon 2.913.419
Total Produksi Nasional 5.497.016
Sumber: Hasil Penyelidikan KPPI
7. Periode Penyelidikan
Pada tahapan awal, periode yang diselidiki pada dasarnya adalah dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, dimana KPPI juga memasukkan data tentang jumlah impor dan kerugian Pemohon selama periode Januari-Oktober 2011 dengan maksud memberikan gambaran mutakhir mengenai hal-hal tersebut. Namun setelah data dan informasi tentang impor dan kerugian Pemohon untuk keseluruhan tahun berjalan 2011 sudah tersedia, maka penyelidikan yang dilakukan oleh KPPI meliputi pula data dan informasi terse but.
II. TANGGAPAN PIHAK YANG BERKEPENTINGAN
Sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 3.1 WTO Agreement on
Safeguards, selama masa penyelidikan KPPI telah memberikan kesempatan kepada eksportir produsen, importir, perwakilan negara eksportir, dan Pemohon untuk menyampaikan bukti, dan tanggapan terkait dengan penyelidikan, termasuk melakukan dengar pendapat sesudah inisiasi dan sesudah diperoleh hasil penyelidikan.
1. Tanggapan/pandangan yang disampaikan pada Dengar Pendapat tanggal 8 November 2011 Terkait dengan Dimulainya Penyelidikan
Dengar pendapat yang diselenggarakan pada tanggal 8 November 2011 setelah penyelidikan dimulai dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan menyampaikan bukti, dan tanggapan atas dimulainya penyelidikan.
Tanggapan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
a. PT. Bevananda Mustika (Pemohon)
Dalam dengar pendapat, PT. Bevananda Mustika menyampaikan bahwa yang bersangkutan sudah mengalami kerugian akibat derasnya barang impor kawat bronjong. Barang impor kawat
bronjong dengan nomor HS. 7326.20.90.00 mengalami
peningkatan secara drastis, dan faktanya di lapangan terdapat banyak barang impor kawat bronjong. Atas dasar kondisi tersebut, PT. Bevananda Mustika mengajukan permohonan Safeguards.
b. Gabungan Impotir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI)
Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia menyatakan bahwa jika pada akhir penyelidikan terbukti terjadi kenaikan impor, dan terbukti kawat bronjong bisa diproduksi oleh industri dalam negeri, maka GINSI akan mematuhi ketentuan yang
berlaku.
c. Kedutaan Besar Republik Taiwan untuk Indonesia
Perwakilan Kedutaan Besar Republik Taiwan untuk Indonesia tidak menyampaikan tanggapan di dalam dengar pendapat.
d. Kedutaan Besar Republik Singapura untuk Indonesia
Sehubungan dengan penyelidikan tindakan pengamanan
perdagangan (safeguards) atas lonjakan jumlah impor barang yang berbentuk kotak atau silinder atau lembaran yang terbuat dari kawat besi atau baja, dengan diameter 2 mm – 5 mm yang memiliki lingkaran berbentuk hexagonal sebesar 50 mm – 120 mm dengan lilitan tunggal dan atau ganda, yang disepuh atau dilapisi dengan seng atau plastic (PVC) dengan kode HS. 7326.20.90.00 serta undangan KPPI kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini Singapura sebagai salah satu Negara pengimpor, dengan ini kami memohon agar KPPI berkenan memberikan lampiran petisi safeguard dari pihak Pemohon. Dengan demikian kami bisa melihat volume impor dari Singapura dan perkiraan kerugian yang diklaim dari pihak Pemohon. Selain dari pada itu dengan didukung data-data dari KPPI, kami juga dapat merespon secara tepat dan bijaksana.
Tanggapan KPPI:
KPPI telah menyampaikan petisi tidak rahasia dari PT. Bevananda Mustika (Pemohon).
2. Tanggapan/pandangan yang disampaikan pada Dengar Pendapat tanggal 1 Februari 2012 Terkait dengan Temuan (Findings) KPPI
Pada tanggal 1 Februari 2012, KPPI menyelenggarakan dengar pendapat untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan menyampaikan tanggapan atas temuan (findings) KPPI. Dengar pendapat tersebut diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan menyampaikan tanggapan atas temuan (findings) KPPI. Tanggapan yang disampaikan dalam dengar pendapat adalah sebagai berikut:
a. PT. Bevananda Mustika (Pemohon)
Dalam dengar pendapat, PT. Bevananda Mustika menyampaikan bahwa telah mengalami kerugian serius dan ancaman kerugian serius karena tidak mampu bersaing terhadap banjirnya barang impor produk sejenis. Selain itu, berdasarkan penyampaian pada Hearing Pertama bahwa lonjakan importasi dari semua negara
semakin meningkat, sehingga memerlukan Tindakan
Pengamanan produk gabion (bronjong kawat) dengan nomor HS 7326.20.90.00 untuk segera direalisasikan.
b. Tanggapan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI)
1) Alasan permohonan PT. Bevananda Mustika yang
menyebutkan telah mengalami kerugian yang disebabkan oleh lonjakan impor barang (No. HS. 7326.20.90.00), tidak dilengkapi laporan Rugi/Laba yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang menyebutkan PT. Bevananda Mustika telah mengalami kerugian.
2) Alasan permohonan PT. Bevananda Mustika yang
menyebutkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya, yang disebabkan oleh kerugian yang diderita, tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan dari Dinas Tenaga Kerja setempat.
3) Pernyataan PT. Bevananda Mustika yang menyatakan
bahwa institusinya mewakili bidang usaha sejenis, tidak dibuktikan dengan Surat Kuasa dari pihak yang diwakili.
4) Pada BTBMI 2007 serta BTKI 2012, nomor kode HS
7326.20.90.00 diuraikan sebagai “lain-lain”. Oleh karena itu, dikhawatirkan apabila ada importasi produk besi/baja yang masuk ke dalam kode HS 7326.20.90.00, akan tetapi bukan untuk penggunaan sebagaimana produk yang dihasilkan oleh pemohon, maka akan terkena dampak dari Tindakan Pengamanan (safeguard), apabila jadi diterapkan.
5) Dari beberapa tanggapan di atas, GINSI memohon walaupun dari temuan penyelidikan KPPI menyebutkan telah terjadi
lonjakan impor dari barang yang dimaksud, belum tentu dari
pihak pemohon mengalami kerugian sebagaimana
disampaikan kepada KPPI.
6) Selain dari pada itu, perlu dipertimbangkan juga bahwa impor dan ekspor adalah merupakan salah satu bentuk “silaturahmi”
antar negara, sehingga apabila pengenaan Tindakan
Pengamanan (safeguard) ini tidak tepat sasaran, maka
dikhawatirkan akan berakibat pengenaan Tindakan
Pengamanan (safeguard) terhadap barang ekspor kita di negara tujuan, sebagai tindakan balasan dari Tindakan Pengamanan (safeguard) yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia atas barang impor dari negara mereka.
Tanggapan KPPI:
1) Terkait dengan tanggapan GINSI mengenai “laporan
Rugi/Laba yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang menyebutkan PT. Bevananda Mustika telah mengalami kerugian”, PT. Bevananda Mustika telah diaudit oleh
Akuntan Publik. Audit tersebut dilakukan terhadap
keseluruhan Rugi/Laba perusahaan bukan per komiditi, mengingat PT. Bevananda Mustika memproduksi lebih dari satu komiditi. Selain itu, kami informasikan bahwa dalam penyelidikannya, Tim Penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dilengkapi dengan pejabat
Direktorat Audit, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI.
2) Terkait dengan tanggapan GINSI mengenai “PT.
Bevananda Mustika yang menyebutkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya, yang disebabkan oleh kerugian yang diderita, tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan dari Dinas Tenaga
Kerja setempat”, PT. Bevananda Mustika telah
mendaftarkan data dan informasi perihal Tenaga Kerja perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.
3) PT. Bevananda Mustika mengajukan permohonan Tindakan
Pengamanan Perdagangan (Safeguards) hanya atas perusahaannya sendiri. Namun dapat kami informasikan bahwa PT. Bevananda Mustika adalah produsen Kawat Bronjong dengan jumlah produksi sebesar 52% dari total produksi nasional sehingga merupakan proposi mayoritas dari industri dalam negeri barang sejenis. Hal ini sesuai dengan persyaratan dari Pasal 4.1.(c) WTO Agreement on
Safeguards dan Pasal 1 butir 18 Peraturan Pemerintah
tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
4) Penentuan HS 7326.20.90.00 didasarkan kepada Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS) karena yang diperlukan oleh KPPI dalam kaitan ini adalah statistik jumlah impor Barang Yang Diselidiki. Adapun mengenai uraian barang KPPI memang
mengacu kepada BTBMI dan BTKI dimana tidak terdapat perbedaan uraian barang antara keduanya.
c. Tanggapan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei
Darussalam
1) The European Commission (the Commission) would first like to underline that the safeguard instrument is the most restrictive of the threat defence instruments since it is applied equally to imports of all sources and regardless of whether these imports are made at fair or unfair conditions. Therefore, this instrument should only be used in exceptional circumstances and the very strict WTO criteria required for imposing such measures in terms of increased imports, injury and casuality must be adhered to.
2) The very first condition that needs to be met before considering taking any safeguard action is the existence of recent and significant increase of imports. In this case, it is true that imports increased significantly between 2010 and 2011, but it was in line with the sharp increase in national consumption during 2007 - 2011. Would it be possible to substantiate in more detail the cause of 'serious loss' or "decreasing profitability" suffered by the industry related to the decreasing market share - as according to the tables provided the company's utilised capacity index remained above 100 during 2008 – 2010, though it dropped in 2011.
3) The Commission would also like to highlight that the investigating authority must demonstrate that increased imports is the result of unforeseen developments. This requirement was confirmed by the WTO appellate body and claims that the investigating authorities failed to comply with the unforeseen development requirements have prevailed in all cases brought to WTO. It is noted that the mere fact that imports increased suddenly and significantly is not in itself an unforeseen. The investigating authorities should establish the existence of events/circumstances that caused the increase of imports.
4) Finally, the Commission wishes to draw KPPI's attention to the fact that a detailed causality analysis should be carried out in safeguard investigations. First, it needs to be established that increased imports caused serious injury to the domestic industry. Secondly, other causes of injury should also be identified and their effect on the situation of the industry must be analysed separately. Indeed, any measure can only address the injury caused by imports. In this respect, it should also be underlined that any measures should also specifically address the real cause of the problem, i.e. those imports that would indeed be harmful.
5) In addition, the product under investigation is classified under HS 7326.20.90.00, which is described by the Indonesian Tariff Book as "Other articles of iron or steel".
This creates difficulty for the Commission to find the exact quantity and value of the imported product in the published statistics.
6) The Commission trusts that the very high WTO standards will be strictly applied in this case and requires that, before any decision is taken by the Indonesian authorities, a detailed disclosure of the findings be disclosed to all interested parties, including the European Commission, and leave sufficient time to provide comments.
Tanggapan KPPI:
1) The Investigating Authority agrees with the Commission that the WTO Agreement on Safeguards is the most restrictive of the trade defence instruments. The Investigating Authority would like to assure the Commission that it will fully abide to the rules as embodied in the Agreement.
2) As for the Commission’s inquiries on the correlation
between recent and significant increase of imports with the increase of national consumption, the cause of serious loss or decreasing profitability suffered by the industry related to the decreasing market share, the demonstration of the increased imports is the result of unforeseen developments, the causal link on increased imports caused serious injury to the domestic industry, and the identification of other causes of injury, the Investigating Authority is pleased to
send the Commission the attach notification of the Government of Indonesia as circulated in the WTO document G/SG/N/8/IDN/11 G/SG/N/10/IDN/11 on 26 January 2012. The Investigating Authority believes that the Commission has also received the notification. As the Commission may notice in the aforementioned notification of all the Commission’s inquiries have been answered in the WTO document G/SG/N/8/IDN/11 G/SG/N/10/IDN/11.
3) Regarding your comments on the product under investigation as classified under HS Code 7326.20.90.00, the Investigating Authority would like to inform the Commission that on 24 August 2011 Ref. No. 06120.246 the Investigating Auhtority received written confirmation from Statistics of Indonesia (Badan Pusat Statistik/BPS), that HS Code 7326.20.90.00 covers only one product, i.e. “articles in the form of boxes, cylinders, or mattress made from iron or steel wire with thickness diameter of minimum 2 mm up to maximum 5 mm, in which the iron or steel wire is double coil one to another yielding hexagonal circles with diameter of minimum 50 mm up to maximum 120 mm, and plated with zinc or plastic poly vinyl chloride (PVC), which falls under HS code 7326.20.90.00”. Consequently the exact quantity and value of the product in BPS statistik HS Code 7326.20.90.00 is only for the product under investigation.
d. Kedutaan Besar Republik Singapura untuk Indonesia
Apakah KPPI bisa memberikan data impor per negara agar kami bisa mengetahui efek yang ditimbulkan oleh impor tersebut.
Tanggapan KPPI:
Sesuai dengan permintaan Kedutaan Besar Republik Singapura, KPPI telah menyampaikan data impor per negara, melalui surat Ketua KPPI Nomor 108/KPPI/II/2012 tanggal 6 Februari 2012.
e. Kedutaan Besar Republik Vietnam untuk Indonesia
Apakah KPPI bisa memberikan data impor per negara agar kami bisa mengetahui efek yang ditimbulkan oleh impor tersebut.
Tanggapan KPPI:
Sesuai dengan permintaan Kedutaan Besar Republik Vietnam, KPPI telah menyampaikan data impor per negara, melalui surat Ketua KPPI Nomor 109/KPPI/II/2012 tanggal 6 Februari 2012.
f. Industri Dasar Logam, Kementerian Perindustrian RI
3. Tanggapan tertulis lainnya selama proses penyelidikan
a. Kutipan Tanggapan Taipei Economic and Trade Office, Jakarta, Indonesia:
“We will appreciate it very much if your office can confirm that my country, Taiwan, is included in this investigation. My headquarter also has raised the following questions, hoping that your office can provide answers:
1) If Taiwan is under investigation, how many years are included for the investigation period?
2) What’s Taiwan’s import percentage and how your office
calculates that percentage? (For instance, by 3 or 4 years import average or by single year’s import average)
3) If interested parties want to express their opinion about the case, what’s the deadline?
4) Can you provide the petition material from PT. Bevananda Mustika for the reference of interested parties from my country?”
Tanggapan KPPI:
1) In accordance with the WTO Agreement on Safeguards, all countries source of imports of the goods concerned will be
the subject to the investigation. The investigation period is from calendar year 2007 to 2010.
2) Taiwan’s share of import percentage in year 2010 is 3,84%.
The calculation is based on a single year import figures.
3) Any interested parties could present their views starting from the date of initiation until the investigating authority present the findings.
4) Enclosed please find the non-confidential petition from PT. Bevananda Mustika.
b. Kutipan Tanggapan Department of Foreign Trade, Ministry of
Commerce, Thailand:
“As you know, the Indonesian Safeguards Committee (KPPI) has altered its procedure by not directly dispatching the related documents of the safeguards investigation to the governments of foreign countries concerned. The DFT has recently recognized the public notification of this initiation in the WTO’s official website and it is, unfortunately, not possible for the DFT as well as Thai exporters concerned to express their views or comments in writing to KPPI as mentioned in the WTO’s public notification without being provided more details on this matter. Therefore, the DFT would like to seek your kind understanding on this inadvertent matter and shall be highly obliged if KPPI can urgently dispatch a copy of Notification of Initiation, the petition lodged by PT. Bevananda Mustika (the petitioner), and any other
related documents (if any) so that the DFT can be granted more substantial information prior to expressing its views on this investigation.
The DFT also notices that there is no time limit for the interested parties to make their views or comments known to KPPI. Due to the reasons as mentioned above, the DFT hereby strongly hope that KPPI will provide the DFT ampletime to express its views on this safeguard investigation after receiving all related documents from your side.”
Tanggapan KPPI:
Menjawab permintaan DFT Thailand, KPPI menyampaikan petisi tidak rahasia dari PT. Bevananda Mustika, dan menyatakan “Any
interested parties could present their views during the whole investigation process before the Investigating Authority present the findings.”
c. Kutipan Tanggapan Ministry of International Trade and Industry, Malaysia:
“Following the notification, Trade Practices Section of the Ministry of International Trade and Industry, Malaysia has sought clarification from KPPI regarding Malaysia’s status as regards the investigation. We thank you for your email reply on 12 September 2011 in which you informed that Malaysia’s share of imports in 2010 was 1.89%. According to Article 9.1 of the WTO
Agreement on Safeguards, safeguard measures shall not be applied against a product originating in a developing country member as long as its share of imports does not exceed 3%. In view of this, we wish to seek your confirmation whether imports from Malaysia are excluded from the investigation.”
Tanggapan KPPI:
“In accordance with Article 9.1 of the WTO Agreement on Safeguards, safeguard measures shall not be applied against a product originating from Malaysia, because the share of imports does not exceed 3 per cent. I hope it clarifies the status of Malaysia in the investigation.”
d. Kutipan Tanggapan Ministry of Industry and Trade, Jordan:
“In Jordan we are going under similar circumstances regarding threat of injury with similar cases, Could you please provide us information regarding the initial findings of the investigation and how threat of a serious injury is assesed and evaluated.”
Tanggapan KPPI:
“The Investigating Authority assess and evaluates threat of a serious injury on the basis of criteria as stipulated in Article 4 of the WTO Agreement on Safeguards. As you are aware that Article 4 provides obligation to the Investigating Authority to base the determination of serious injury on objective evidence of
certain factors causing injury to the domestic industry concerned.”
III. HASIL PENYELIDIKAN
1. Penentuan Barang Yang Diselidiki
a. Uraian dan Klasifikasi Barang
Semula penyelidikan yang dilakukan oleh KPPI adalah terhadap barang yang sesuai dengan permohonan yang disampaikan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada Bab I Angka 1 laporan ini. Namun, dalam proses penyelidikan, KPPI menemukan adanya sedikit perbedaan antara uraian barang yang disampaikan oleh Pemohon
dimaksud dengan barang yang dihasilkan oleh Pemohon
sebagaimana hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPPI.
Oleh sebab itu, KPPI memutuskan bahwa Barang Yang Diselidiki adalah:
“barang yang berbentuk kotak atau matras atau silinder yang terbuat dari kawat besi atau baja, dengan diameter ketebalan paling kecil 2 mm sampai dengan paling besar 5 mm, yang dianyam dengan lilitan ganda sehingga membentuk lingkaran heksagonal sebesar paling kecil 50 mm sampai dengan paling besar 120 mm, yang disepuh atau dilapisi dengan seng atau plastik/PVC, dengan nomor Harmonized
Berdasarkan penjelasan Badan Pusat Statistik kepada KPPI melalui surat Nomor 06120.246, Tanggal 24 Agustus 2011: “HS 7326.20.90.00 adalah kode untuk 1 komoditi sehingga tidak ada
barang lain turunan dari HS 10 dijit tersebut.”
b. Spesifikasi Barang yang Diselidiki yang Diproduksi Pemohon
Dari penyelidikan KPPI diperoleh spesifikasi Barang Yang Diselidiki yang diproduksi oleh Pemohon, sebagai berikut:
1) Berdasarkan bentuknya terdapat 3 (tiga) kategori barang yang
diproduksi Pemohon, yaitu kotak (Gambar 1); matras (Gambar 2); dan silinder (Gambar 3).
Gambar 1: Kotak Gambar 2: Matras Gambar 3: Silinder
Sumber: Pemohon
2) Karakteristik Barang
3) Barang yang diproduksi Pemohon meliputi 2 (dua) jenis,
sebagaimana ilustrasi pada Gambar 4, sebagai berikut:
a) Barang Yang Diselidiki bergalvanis tebal; dan
b) Barang Yang Diselidiki bergalvanis tebal yang dilapisi PVC.
Gambar 4: Jenis
Sumber: Pemohon
4) Proses Produksi Barang
Terdapat 3 (tiga) tahapan dalam pembuatan Barang Yang Diselidiki, yaitu:
a) Dari bahan baku, berupa kawat berlapis seng atau yang dilapisi PVC, dianyam melalui mesin penganyaman, sehingga menjadi berbentuk heksagonal (Gambar 5).
Gambar 5: Anyaman Heksagonal
Sumber: Pemohon
b) Sesuai dengan 3 (tiga) bentuk di atas, anyaman kawat tersebut kemudian dipotong dengan mesin (shearing
untuk selanjutnya diteruskan ke dalam proses pemasangan frame.
c) Setelah frame terpasang, anyaman kawat tadi diteruskan
ke proses perakitan sehingga menjadi berbentuk kotak,
silinder atau matras, dan untuk kemudahan
pendistribusiannya, barang yang diproduksi Pemohon tersebut di-press dan dikemas.
5) Kegunaan Barang
Barang yang Diselidiki yang telah diisi dengan bebatuan atau pemberat lainnya digunakan antara lain untuk penahan longsor, penahan banjir, pencegah erosi di pinggir pantai, pendukung proyek geotekstil, dan pendukung pembuatan jembatan dan bendungan.
2. Lonjakan Jumlah Impor
a. Lonjakan Jumlah Impor Barang Yang Diselidiki
1) Secara Absolut
Sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 di bawah ini, telah terjadi lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki secara absolut selama Periode Penyelidikan, yaitu lonjakan jumlah barang impor yang signifikan sebesar 191% di tahun 2008 di mana jumlah impor mencapai 2.118.599 kg dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya sebesar 726.971 kg. Walaupun ada
sedikit penurunan di tahun 2009 sebanyak 2% dibandingkan tahun 2008, jumlah impor Barang Yang Diselidiki kembali mengalami kenaikan menjadi 17% atau sebesar 2.089.417 kg di tahun 2009 menjadi 2.426.131 kg di tahun 2010, dan terus mengalami kenaikan secara signifikan sebesar 135% di tahun 2011 atau sama dengan 5.695.982 kg.
Tabel 1: Impor Barang Yang Diselidiki Secara Absolut
Uraian
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah (Kg) 726.971 2.118.599 2.082.417 2.426.131 5.695.982
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
2) Secara Relatif
Selain telah terjadi lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki secara absolut, jumlah impor Barang Yang Diselidiki juga mengalami kenaikan yang signifikan secara relatif terhadap produksi nasional, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 dibawah ini.
Jumlah impor Barang Yang Diselidiki secara relatif terhadap produksi nasional mengalami kenaikan selama Periode Penyelidikan sebesar 35,80%. Pada tahun 2007 jumlah impor Barang Yang Diselidiki sebesar 13,46% relatif terhadap produksi nasional. Di tahun 2008 jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami kenaikan sebesar 35,62% relatif terhadap
produksi nasional dibandingkan tahun 2007. Meskipun di tahun 2009 jumlah impor Barang Yang Diselidiki relatif terhadap produksi nasional menurun sebesar 3,97% tetapi secara relatif jumlah impor kembali mengalami kenaikan menjadi 38,84% di tahun 2010. Jumlah impor Barang Yang Diselidiki meningkat tajam di tahun 2011 menjadi 103,62% dibanding tahun 2010.
Tabel 2: Impor Barang Yang Diselidiki Secara Relatif
Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Impor Relatif ke Produksi Nasional 13,46% 35,62% 31,65% 38,84% 103,62%
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil olahan KPPI
Berdasarkan data dan informasi yang tertuang dalam Tabel 1 dan Tabel 2, KPPI berkesimpulan bahwa telah terjadi lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki secara sangat signifikan, baik secara absolut maupun secara relatif, selama periode penyelidikan walaupun terjadi sedikit penurunan secara absolut dan relatif terhadap produksi nasional pada tahun 2009. Lonjakan impor secara absolut dan relatif terhadap produksi nasional terus mengalami kenaikan di tahun 2011.
b. Perkembangan Tidak Terduga (Unforeseen Development)
Sebagaimana yang dilaporkan dan diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2011, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah terjadi bencana alam diluar perkiraan manusia, misalnya tsunami, tanah longsor, banjir bandang, gempa vulkanik dan tektonik, dan letusan gunung berapi. Bencana alam yang terjadi diluar perkiraan manusia tersebut menyebabkan peningkatan konsumsi nasional yang signifikan dari Barang Yang Diselidiki, karena digunakan untuk konstruksi perbaikan maupun pencegahan kerusakan lebih lanjut. Bencana alam yang tidak dapat diduga terlebih dahulu menyebabkan peningkatan penggunaan Barang Yang Diselidiki untuk kegiatan konstruksi perbaikan. Berbagai bencana alam tersebut, terutama yang diakibatkan oleh perubahan iklim, merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi kehidupan. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dampak dari perubahan iklim secara ekstrem antara lain adalah terjadinya kenaikan temperatur dan pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Naiknya permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir, sehingga rentan terhadap bencana alam berupa banjir di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, penyimpangan iklim yang terjadi juga menimbulkan gejala curah hujan yang tinggi, disamping peristiwa kekeringan yang berkepanjangan. Dampak dari curah hujan yang cukup tinggi memicu terjadinya gerakan tanah yang berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa tanah longsor.
3. Penentuan Kerugian Pemohon
a. Data Kerugian
Dalam rangka mencari bukti kerugian yang diklaim oleh Pemohon, KPPI melakukan evaluasi terhadap semua data dan informasi terkait dengan faktor yang relevan dengan kondisi Pemohon. Dalam hal-hal tertentu, KPPI juga menyelidiki data dan informasi yang terkait dengan Non-Pemohon. Selain itu, KPPI juga melakukan verifikasi lapangan di tempat kegiatan produksi/usaha Pemohon.
b. Berdasarkan hasil penyelidikan KPPI dan verifikasi lapangan, data
dan informasi yang diperoleh adalah sebagaimana dimuat di dalam Tabel 4 dan Tabel 5 di bawah ini. Adapun temuan KPPI adalah sebagai berikut:
Tabel 4: Konsumsi Nasional, Jumlah Impor, Pangsa Pasar Impor, Pangsa Pasar Pemohon, dan Pangsa Pasar Non-Pemohon
No Uraian Satuan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Konsumsi Nasional Indeks 100 148 160 143 199
2 Jumlah Impor Kg 726.971 2.118.599 2.082.417 2.426.131 5.692.982 3 Pangsa Pasar
Impor % Indeks 100 196 179 234 394
4 Pangsa Pasar
Pemohon % Indeks 100 91 94 80 53
5 Pangsa Pasar
Non-Pemohon % Indeks 100 75 77 77 52
1) Berdasarkan data dan informasi pada Tabel 4 di atas, KPPI berkesimpulan sebagai berikut:
a) Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 terjadi peningkatan konsumsi nasional Barang Yang Diselidiki yaitu dari sebesar 100 poin indeks di tahun 2007, menjadi sebesar 148 poin indeks di tahun 2008, dan menjadi sebesar 160 poin indeks di tahun 2009. Namun demikian, konsumsi nasional turun menjadi sebesar 143 poin indeks di tahun 2010 dibanding tahun 2009. Di tahun 2011, konsumsi nasional mengalami kenaikan dibanding tahun 2010 menjadi sebesar 199 poin indeks.
b) Selama periode yang sama jumlah impor Barang Yang
Diselidiki terus mengalami kenaikan, dengan
pengecualian terjadi sedikit penurunan pada tahun 2009. Kenaikan yang sangat tajam terjadi di tahun 2011 yaitu sebesar 135% dibandingkan tahun 2010.
c) Sementara jumlah impor Barang Yang Diselidiki
mengalami kenaikan secara signifikan pada tahun 2010 dan 2011, pangsa pasar Pemohon secara tajam mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011.
d) Sebagaimana terlihat pada Tabel 4 di atas, pangsa pasar
Non-Pemohon juga mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011. Di sisi lain, pangsa pasar impor Barang Yang Diselidiki mengalami kenaikan secara signifikan dari
tahun ke tahun, mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Tabel 5: Data Kinerja Pemohon
No Uraian Satuan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Penjualan Domestik Indeks 100 135 150 114 105
2 Produksi Indeks 100 116 135 112 100
3 Kapasitas Terpakai % Indeks 100 116 135 112 100 4 Persediaan (Stock) Indeks 100 79 69 88 94
5 Laba Indeks 100 83 119 76 72
6 Tenaga Kerja Indeks 100 106 104 96 90
7 Produktivitas Indeks 100 109 129 117 111 Sumber: Hasil Verifikasi KPPI
2) Berdasarkan Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa:
a) Penjualan domestik Pemohon mengalami kenaikan dari
sebesar 100 poin indeks di tahun 2007 menjadi sebesar 150 poin indeks di tahun 2009, akan tetapi penjualan domestik Pemohon mengalami penurunan yang sangat signifikan menjadi sebesar 114 poin indeks di tahun 2010, dan terus mengalami penurunan menjadi sebesar 105 poin indeks di tahun 2011.
b) Sejalan dengan penjualan domestik Pemohon, produksi
Pemohon mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai dengan 2009, yaitu dari sebesar 100 poin indeks di tahun 2007, sebesar 116 poin indeks di tahun 2008, dan
sebesar 135 poin indeks di tahun 2009. Namun demikian, produksi Pemohon mengalami penurunan menjadi sebesar 112 poin indeks di tahun 2010 dan terus menurun menjadi sebesar 100 poin indeks di tahun 2011.
c) Sesuai dengan perkembangan penjualan domestik dan
produksi Pemohon pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, kapasitas terpakai Pemohon mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 100 poin indeks di tahun 2007, menjadi sebesar 116 poin indeks di tahun 2008, dan sebesar 135 poin indeks di tahun 2009. Namun demikian, di tahun 2010 dan 2011, kapasitas terpakai Pemohon mengalami penurunan masing-masing menjadi sebesar 112 poin indeks, dan menjadi sebesar 100 poin indeks.
d) Sebagai hasil dari ketidakmampuan Pemohon untuk
meningkatkan penjualan domestik, maka persediaan Pemohon mengalami kenaikan pada tahun 2010 dan 2011, meskipun persediaan Pemohon pada tahun 2008 dan 2009 mengalami sedikit penurunan.
e) Laba Pemohon terus mengalami penurunan dari
sebesar 100 poin indeks di tahun 2007 menjadi sebesar 72 poin indeks di tahun 2011, meskipun terjadi sedikit kenaikan di tahun 2009. Selanjutnya, sekalipun penjualan domestik Pemohon mengalami peningkatan di tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, namun laba Pemohon terus
mengalami penurunan selama periode yang sama, terutama dibandingkan dengan laba pada tahun 2007. Hal tersebut dikarenakan Pemohon mengurangi margin laba dalam penjualannya agar harga jual Pemohon dapat lebih bersaing dengan barang impor.
f) Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Pemohon
mengalami penurunan di tahun 2010 dan di tahun 2011 dibanding tahun 2007, tahun 2008, dan tahun 2009. g) Sejalan dengan tren penjualan domestik dan produksi
Pemohon pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, produktivitas Pemohon juga mengalami peningkatan di tahun 2008, tahun 2009, dan tahun 2010, terutama dibandingkan dengan tahun 2007. Tetapi, produktivitas Pemohon selanjutnya mengalami penurunan sebesar 6 poin indeks di tahun 2011 dibandingkan tahun 2010.
3) Berdasarkan evaluasi atas informasi sebagaimana terlihat
pada Tabel 4 dan 5 di atas, KPPI sampai pada kesimpulan sebagai berikut:
a) Di saat konsumsi nasional mengalami kenaikan dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, Pemohon
tidak dapat meningkatkan Penjualan domestik
terutama pada tahun 2010 dan tahun 2011. Namun di sisi lain jumlah impor Barang Yang Diselidiki terus
yang sama, walaupun terjadi sedikit penurunan di tahun 2009.
b) Selain tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan
peningkatan konsumsi nasional yang berlangsung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, dengan pengecualian pada tahun 2010 yang mengalami
penurunan, penjualan domestik Pemohon justru
mengalami penurunan selama periode tahun 2010 dan tahun 2011, pada saat yang sama jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami peningkatan signifikan sebesar 135%.
c) Seiring dengan penurunan penjualan domestik, telah
terjadi penurunan pada produksi Pemohon, kapasitas terpakai, tenaga kerja, dan produktivitas pada tahun 2010 dan 2011.
d) Sebagaimana diuraikan di atas, laba Pemohon terus
mengalami penurunan akibat Pemohon mengurangi marjin laba dalam penjualannya. Hal ini dimaksudkan agar Pemohon dapat bersaing dengan barang impor.
e) Mengingat hal-hal tersebut di atas terlihat bahwa
Pemohon mengalami penurunan terus-menerus dalam laba dan penjualan domestik, sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki, KPPI
berkesimpulan bahwa Pemohon telah mengalami ancaman kerugian serius.
IV. FAKTOR LAIN (OTHER FACTORS)
Dalam rangka menemukan apakah terdapat faktor selain lonjakan impor Barang Yang Diselidiki yang menjadi penyebab ancaman kerugian serius yang dialami Pemohon, KPPI juga melakukan analisa mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Kapasitas Produksi
Dari data yang diperoleh KPPI, dipastikan bahwa kapasitas produksi Pemohon cukup besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Namun demikian, kapasitas terpakai Pemohon tidak dapat
dimaksimalkan karena ketidakmampuan Pemohon untuk
meningkatkan penjualan domestiknya. Oleh karena itu, kapasitas produksi bukan merupakan faktor penyebab ancaman kerugian serius yang dialami oleh Pemohon.
2. Persaingan Dengan Industri Dalam Negeri Non Pemohon
Berdasarkan data yang diperoleh KPPI sebagaimana diuraikan dalam Tabel 4 di atas, Industri Dalam Negeri Non Pemohon tidak berkontribusi terhadap kerugian yang dialami oleh Pemohon, karena industri lainnya tersebut juga mengalami penurunan pangsa pasar.
3. Barang Lain yang juga Diproduksi Pemohon
Sebagaimana yang diuraikan pada Bab I Angka 3, selain Barang Yang Diselidiki, Pemohon juga memproduksi chain link mesh, fencing (kawat harmonika dan pagar), galvanized welded wire mesh, fencing
mesh, barbed wire (kawat duri), dan razor wire. Berdasarkan data-data
yang diterima dan diverifikasi oleh KPPI, kinerja Pemohon yang terkait dengan produk-produk tersebut adalah baik. Dengan demikian ancaman kerugian yang dialami oleh Pemohon dalam kaitannya dengan Barang Yang Diselidiki bukan disebabkan oleh produk-produk lain tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka sepanjang pengetahuan KPPI, selain diakibatkan oleh lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki, tidak ada faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya ancaman kerugian serius yang dialami oleh Pemohon.
V. HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT
Sebagaimana dimuat dalam Bab III di atas, KPPI memperoleh bukti bahwa penurunan penjualan domestik Pemohon telah mengakibatkan tergerusnya pangsa pasar Pemohon, dimana hal tersebut disebabkan oleh kenaikan jumlah impor Barang Yang Diselidiki. Penurunan yang terus-menerus terjadi terhadap penjualan domestik, diikuti dengan penurunan terhadap produksi, kapasitas terpakai, laba, tenaga kerja, dan kenaikan persediaan.
Dengan demikian, KPPI memperoleh bukti yang kuat bahwa ancaman kerugian serius telah dialami oleh Pemohon, dan hal itu semata-mata diakibatkan oleh kenaikan jumlah impor Barang Yang Diselidiki.
VI. REKOMENDASI
1. Sehubungan dengan temuan bahwa Pemohon mengalami ancaman
kerugian serius sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki, sebagaimana disimpulkan dalam Bab VI di atas, KPPI merekomendasikan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor “barang yang berbentuk kotak atau matras atau silinder yang terbuat dari kawat besi atau baja, dengan diameter ketebalan paling kecil 2 mm sampai dengan paling besar 5 mm, yang dianyam dengan lilitan ganda sehingga membentuk lingkaran heksagonal sebesar paling kecil 50 mm sampai dengan paling besar 120 mm, yang disepuh atau dilapisi dengan seng atau plastik/PVC, dengan nomor Harmonized System (HS.) 7326.20.90.00".
2. Mengingat saat ini kondisi Pemohon telah mengalami ancaman kerugian
serius, maka dikhawatirkan kondisi Pemohon menjadi lebih parah apabila tidak segera diambil Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa pengenaan BMTP sebagaimana rekomendasi dalam Angka 1 di atas.
3. Untuk memberikan kesempatan kepada Pemohon melakukan
serius yang dialaminya, KPPI merekomendasikan pengenaan BMTP selama 4 tahun sebagai berikut:
Tabel 6: Rekomendasi Pengenaan BMTP
Periode BMTP
Tahun 1 Rp 18.511 per kilogram
Tahun 2 Rp 17.739 per kilogram
Tahun 3 Rp 16.968 per kilogram
Tahun 4 Rp 16.197 per kilogram
4. Pengenaan BMTP sebagaimana dimaksud pada butir 3 dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melaksanakan langkah-langkah penyesuaian, berdasarkan program sebagai berikut: a. Pemberdayaan dan peningkatan upaya pemasaran, penjualan, dan
distribusi dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional;
b. Perbaikan dan peningkatan layanan purna jual;
c. Peningkatan kapasitas produksi dengan cara melakukan perbaikan mesin atau membeli mesin yang berkualitas, sehingga hasil yang didapat lebih banyak, lebih baik kualitasnya, dan lebih hemat dalam penggunaan energinya; dan
d. Penyelenggaraan pelatihan secara berkelanjutan dan penambahan tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas dengan cara yang lebih efisien dan menghasilkan kualitas barang yang lebih baik. 5. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan jo. Pasal 2.2 dan Pasal 9.1 WTO
Agreement on Safeguards, KPPI merekomendasikan agar Tindakan
Pengamanan Perdagangan (Safeguard Measure) dikenakan atas importasi Barang Yang Diselidiki yang berasal dari negara manapun, kecuali importasi dari negara-negara yang tercantum dalam Tabel 7.
Tabel 7: Daftar Negara-Negara yang Dikecualikan Dari BMTP
No Negara No Negara
1 Albania 59 Lesotho
2 Angola 60 Lithuania
3 Antigua, and Barbuda 61 Macao, China
4 Argentina 62 Madagascar
5 Armenia 63 Malawi
6 Bahrain, Kingdom of 64 Malaysia
7 Bangladesh 65 Maldives
8 Barbados 66 Mali
9 Belize 67 Mauritania
10 Benin 68 Mauritius
11 Bolivia, Plurinational State of 69 Mexico
12 Botswana 70 Moldova
13 Brazil 71 Mongolia
14 Brunei Darussalam 72 Morocco
15 Bulgaria 73 Mozambique
16 Burkina Faso 74 Myanmar
17 Burundi 75 Namibia
18 Cambodia 76 Nepal
19 Cameroon 77 Nicaragua
20 Cape Verde 78 Niger
21 Central African Republic 79 Nigeria
22 Chad 80 Oman
23 Chile 81 Pakistan
24 Chinese Taipei 82 Panama
25 Colombia 83 Papua New Guinea
26 Congo 84 Paraguay
27 Costa Rica 85 Peru
28 Côte d'Ivoire 86 Philippines
29 Croatia 87 Qatar
No Negara No Negara
31 Djibouti 89 Rwanda
32 Dominica 90 Saint Kitts and Nevis
33 Dominican Republic 91 Saint Lucia
34 Ecuador 92 Saint Vincent & the Grenadines
35 Egypt 93 Saudi Arabia
36 El Salvador 94 Senegal
37 Fiji 95 Sierra Leone
38 Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM)
96 Solomon Islands
39 Gabon 97 South Africa
40 Gambia 98 Sri Lanka
41 Georgia 99 Suriname
42 Ghana 100 Swaziland
43 Grenada 101 Tanzania
44 Guatemala 102 Thailand
45 Guinea 103 Togo
46 Guinea Bissau 104 Tonga
47 Guyana 105 Trinidad and Tobago
48 Haiti 106 Tunisia
49 Honduras 107 Turkey
50 India 108 Uganda
51 Israel 109 Ukraine
52 Jamaica 110 United Arab Emirates
53 Jordan 111 Uruguay
54 Kenya 112 Venezuela, Bolivarian Republic of
55 Korea, Republic of 113 Vietnam
56 Kuwait 114 Zambia
57 Kyrgyz Republic 115 Zimbabwe