• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. beli dengan hutang atau pertukaran komoditas dengan komoditas lainnya. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. beli dengan hutang atau pertukaran komoditas dengan komoditas lainnya. 2"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika manusia melakukan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, maka selalu membutuhkan rambu-rambu hukum yang mengaturnya, termasuk dalam aspek ekonomi, Islam mengatur serangkaian pedoman dan aturan finansial yang berbeda dari sistem perbankan konvensional modern non islam yang tentunya di desain agar selaras dan tidak bertentangan dengan berbagai prinsip Hukum Islam.1

Pada sistem ekonomi Islam yang memiliki serangkaian konsep transaksi ekonomi riil yang memfasilitasi pertukaran, penjualan, perdagangan komoditas dan jasa yang didasarkan kepada perdagangan jual beli barang dengan harga tertentu, jual beli dengan hutang atau pertukaran komoditas dengan komoditas lainnya.2

Sampai saat ini, mayoritas produk pembiayaan bank syariah masih terfokus pada produk-produk murabahah (prinsip jual-beli). Pembayaran murabahah sebenarnya memiliki kesamaan dengan pembiayaan ijarah. Keduanya termasuk dalam kategori natural certainty contracts, dan pada dasarnya adalah kontrak jual beli. Yang membedakan keduanya hanyalah objek transaksi yang diperjualbelikan tersebut. Dalam pembiayaan murabahah, yang menjadi objek transaksi yang

1

Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 1.

2Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam : Teori dan Praktik Kencana, Jakarta, hlm 15.

(2)

diperjual belikan tersebut yaitu pembiayaan murabahah yang menjadi obyek transaksinya adalah barang, misalnya rumah, mobil, dan sebagainya. Sedangkan dalam pembiayaan ijarah, obyek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang/ jasa maupun manfaat atas tenaga kerja. Dengan pembiayaan murabahah, bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa.3

Salah satu bentuk pembiayaan melalui transaksi jual beli yang berdasarkan prinsip ijarah atau penyewaan (leasing) yaitu artinya memberikan sesuatu dengan dasar sewa menyewa dengan jangka waktu tertentu.

Konsep sewa mulai diterapkan dan dijadikan sebagai faktor bisnis sejak zaman kehidupan nabi dan kemudian dikembangkan lagi ketika masa khalifah Umar bin Khattab. Konsep sewa dimulai ketika adanya sistem pembagian tanah dan adanya larangan untuk pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang dikuasai, dan serta alternatif untuk membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharraj dan jizyah4.

Perkembangan zaman saat ini, maka tidaklah ada alasan lain untuk menganggap bahwa sewa hanya dipautkan dengan tanah saja karena satuan khusus faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan dapat juga

3

Karim, Adirmawan, Bank Islam : Analisis fiqh dan Keuangan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 137

4Arisson Hendry, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi ,Muamalat Institute, Jakarta, 1999, hlm, 92

(3)

memperoleh sewa. Dipandang dari Hukum Islam, tampaknya pembayaran sewa tidaklah bertentangan dengan etika dan ekonomi islam, karena adanya perbedaan besar antara sewa dan bunga. sewa adalah atas tanah ataupun harta benda, sedangkan bunga atas modal, yang mempunyai potensi untuk dialihkan ke harta benda atau kekayaan apa saja.

Lafal al- ijarah bahasa Arab berarti upah, jasa, atau imbalan. Al-ijarah dalam fiqh Islam merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah, dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.5

Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulama fiqh. Pertama, ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Kedua, ulama Syafi’iyah mendefinisikannya dengan transaksi terhadap suatu manfaat yng dituju, tertentu, bersifat mu bah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.6

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka akad al-ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad al-ijarah itu hanya ditunjukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing, tidak boleh

5Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm 228 6Ibid hlm 228

(4)

dijadikan objek al-ijarah untuk diambil susu atau bulunya, karena susu atau bulu kambing termasuk materi.

Para ulama fiqh, tidak membolehkan al-ijarah terhadap nilai tukar uang, seperti dirham dan dinar, karena menyewakan hal itu berarti menghabiskan materinya, sedangkan dalam al-ijarah yang dituju hanyalah manfaat dari suatu benda. Akan tetapi, Ibn Qayyim al-Jauziyyah, pakar fiqh hanbali, menyatakan bahwa pendapat jumhur pakar fiqh itu, tidak didukung oleh Al-Quran, sunnah, ijmak, dan qiyas. Menurutnya, yang menjadi prinsip dalam syariat Islam adalah bahwa suatu materi yang berevolusi secara bertahap, hukumnya sama dengan manfaat, seperti buah pada pepohonan, susu dan bulu pada kambing, Oleh sebab itu, Ibn Qayyim al-Jauziyyah menyamakan antara manfaat dengan materi dalam wakaf. Menurutnya, manfaat pun boleh diwakafkan, seperti mewakafkan manfaat rumah untuk ditempati dalam masa tertentu dan mewakafkan hewan ternak untuk dimanfaatkan susunya. Dengan demikian, menurutnya tidak ada alasan yang melarang untuk menyewakan al-ijarah suatu materi yang hadir secara evolusi, sedangkan asalnya tetap utuh, seperti susu kambing, bulu kambing, dan manfaat rumah, karena kambing dan rumah itu tetap utuh.7

Hukum ijarah adalah terdapat dalam firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut yang terjemahannya :

Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

7

(5)

Ayat diatas menjadi dasar hukum adanya sistem sewa dalam hukum Islam, seperti yang diungkapkan dalam ayat bahwa seseorang itu boleh menyewa orang lain untuk menyusukan anaknya, tentu saja ayat ini akan berlaku umum terhadap segala bentuk sewa-menyewa.8

Para ulama fiqh mengatakan bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya akad al-ijarah diantaranya dalam firman Allah dalam surat az-zukhruf ayat 32 yang terjemahannya:9 “Apakah mereka yang membagi – bagi rahmat tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain”. Disamping itu, para ulama fiqh juga beralasan kepada firman Allah SWT dalam surat ath- thalaq ayat 6 yang artinya:

“Jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu, maka berikanlah upah kepada mereka”

Selanjutnya firman Allah SWT dalam Surat al- Qashash, ayat 26 yang terjemahannya:10

“Salah seorang dari dua wanita itu berkata: Wahai bapakku ambillah dia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah yang kuat lagi dapat di percaya”

Para ulama fiqh juga mengemukakan alasan yang terdapat dalam hadist Nabi Muhammad S.A.W yang artinya:

8

Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 43 9

Ibid hlm 230

10Veithzal Rivai,dkk , Islamic Financial Management , Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm 503.

(6)

“Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”

Dalam riwayat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri yang terdapat dalam hadits Nabi Muhammad S.A.W yang artinya:

“Siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya. Selanjutnya dalam riwayat Abdullah ibn’Abbas ialah Rasulullah Sallallahu ‘alahi wasallam berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya”

Menurut Sayyid Sabiq,11 ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Manfaat yang diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya, ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, atau kontrak.

Ulama fiqh membolehkan adanya akad ijarah. Akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

Dalam tata hukum Perbankan Indonesia dikenal dua sistem perbankan nasional yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah, didalam perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai

(7)

landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Hal ini dimaksud karena secara yuridis empiris telah diakui keberadaannya oleh warga masyarakat Islam di Indonesia sebagai salah satu kegiatan usaha bank umum yaitu dengan pemberian atau penyaluran kredit pada Bank Konvensional dan pembiayaan pada Bank Syariah.

Dalam Peraturan Bank Indonesia nomor : 4/1/PBI/2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah serta Mekanisme Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, dalam peraturan ini disebutkan tentang definisi kegiatan bank yang berdasarkan prinsip syariah, kantor cabang dan unit usaha. Bab II mengatur tentang perizinan perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum berdasarkan prinsip syariah, Pada Bab III mengatur Unit Usaha Syariah dan pembukaan kantor cabang syariah. Bab IV pembukaan kantor di bawah kantor cabang syariah dan kegiatan kas di luar kantor bank di dalam negeri. Bab V tentang penutupan kantor.

Undang-Undang No. 21 tahun 2008 pasal 1 angka 12 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan dibidang syariah. Bank syariah merupakan salah satu lembaga perbankan yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam struktur perekonomian Indonesia, karena ikut serta menyerap dana masyarakat dalam bentuk tabungan maupun deposito dan menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan, sedemikian strategisnya peranan bank dalam perekonomian suatu

(8)

Negara yaitu dengan berusaha untuk menciptakan suatu sistem perbankan yang sehat, tangguh dan memelihara kepercayaan masyarakat.

Salah satu produk Bank Syariah ialah ijarah, yang terdapat pada pasal 1 angka 25 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UU Bank Syariah) disebutkan bahwa transaksi sewa- menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna, transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan.

Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya.

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah,12 yaitu Pertama ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah dan Kedua ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya

(9)

sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.

Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syariah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syariah.13

Dalam teknis perbankan makna ijarah adalah akad yang tetap antara Bank (muajir) dengan nasabah (musta’jir) untuk memanfaatkan sesuatu (barang) atau jasa dalam waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati.

Kegiatan ijarah (leasing) termasuk dalam kegiatan perbankan syariah, karena leasing konvensional harus dilakukan oleh lembaga tersendiri, untuk membedakan dengan perbankan konvensional, maka ijarah dibagi dua. Pertama didasarkan atas periode/masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal dengan operating ijarah. Kedua, ijarah muntahiyyah bittamlik di beberapa Negara Islam menyebutnya sebagai ijarah wa iqtina yang artinya sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa (finance lease).14

Karena aktivitas perbankan umum tidak diperboleh melakukan leasing, maka perbankan syariah hanya mengambil jenis ijarah muntahiyah bittamlik, yang artinya perjanjian untuk memanfaatkan sewa barang antara bank dengan nasabah dan pada

13

Tatang sutardi, (Ijarah Aplikasinya pada lembaga keuangan Syari’ah) www.pa-tanahgrogot.net, diakses tanggal 2, maret, 2012

(10)

akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah, akan tetapi obyek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan.

Prinsip sewa (ijarah), yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang memperbolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir maka barang akan dikembalikan kepada pemilik.15

Prinsip ijarah dalam Perbankan Syariah yang dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :16

1. Ijarah mutlaqah (leasing) adalah proses sewa- menyewa yang biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari.

2. Ba’i ut ta’ijri (hire purchase) adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan, dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian dari padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.

3. Musyarakah mutanasiqah (decreasing participation) adalah kombinasi antara musyarakah dengan ijarah/per-kongsian dengan sewa.

Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/unit syariah dan pihak lain yang mewajibkan

15

Muhammad, Bank Syariah Analisis Kekuatan Peluang , Tantangan dan Ancaman.

Ekonisia, Yogyakarta, 2002, hlm 9.

16M.Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakta Wakaf, 1997, hlm1.

(11)

pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau ujrah tanpa imbalan bagi hasil. Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.17

Dalam Al-Quran sendiri setidaknya ada 2 (dua) istilah yang berkaitan dengan perjanjian yaitu kata akad al-aqdu dan kata akad al-ahdu, Al-Quran memakai kata pertama dalam perikatan atau perjanjian,18 sedangkan kata yang kedua dalam berarti masa, pesan penyempurnaan dan janji atau perjanjian. Oleh karenanya kata akad disamakan dengan istilah perikatan atau verbintenis sedangkan kata al-ahdu dapat dikatakan dengan istilah perjanjian atau overenkomst yang diartikan sebagai suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau mengerjakan sesuatu.19

Akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau simpulan baik ikatan yang Nampak (hissyy) maupun tidak nampak (ma’nawy). Kamus al-mawrid, menterjemahkan al-aqdu sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian.20

Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak

17Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, Kaki Langit, Bandung, 2004, hlm, 246

18Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001, hlm 247.

19Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006, hlm 19.

20

Rahmani Timorita Yulianti, Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syariah, Jurnal Ekonomi Islam, Vol.1. Juli 2009, Abadyy Majd Din Muhammad Ibn Ya’qub. Qamus al-Muhit, jilid 1. Beirut : Djayl, hal.327.

(12)

syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan yang sesuai dengan kehendak syariat adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak. misalnya kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Sedangkan pencantuman kalimat berpengaruh pada obyek perikatan maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari suatu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang lain (yang menyatakan qabul).21

Secara harfiah ijarah berarti memberikan sesuatu dengan sewa, dan secara teknis bank memberikan ongkos sewa yang berdasarkan perjanjian, sebagai penyewa yaitu dengan membayar uang sewa tertentu untuk jangka waktu tertentu, transaksi terhadap suatu manfaat yang bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.

Ijarah disimpulkan untuk manfaat atau jasa bukan materi/benda, ijarah dapat berupa manfaat/nilai akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atau barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang maka disebut sebagai sewa-menyewa, sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, maka disebut dengan upah. Sedangkan ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan atas kinerja objek yang disewa/diupah.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasianal al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

21 M. Hasballah Thaib, , Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktek di Bank

(13)

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.22Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

Salah satu produk akad pembiayaan di Perbankan Syariah adalah ijarah (sewa, upah atau jasa) pembiayaan ijarah terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah terdapat dalam Rukun dan Syarat Ijarah :23

a. Sighat ijarah, yaitu ijab dan Kabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.

b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak) terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa/pengguna jasa.

c. Obyek akad ijarah, yaitu:

1. Manfaat barang dan sewa; atau 2. Manfaat jasa dan upah.

Bahwa adanya kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang atau jasa sering memerlukan pihak lain melalui akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

22

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah. yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN 2005, hlm, 147

23Nurul Huda dan Mohamad Heykal , Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan

(14)

Adanya manfaat dalam pembiayaan ijarah tersebut maka dibenarkan oleh syariah/tidak diharamkan yang dapat dinilai/diperhitungkan, dan manfaatnya dapat di berikan kepada penyewa. Objek manfaatnya adalah dari penggunaan atas barang dan atau/jasa yang diberikan oleh bank syariah sehingga manfaat tersebut harus bisa dinilai dan dilaksanakan dalam kontrak.

Aplikasi ijarah yang berhubungan dengan pembiayaan antara lain terdapat dalam pengurusan haji bagi nasabah yang terdapat pada Lembaga Keuangan Syariah yang memperoleh imbalan jasa (ujrah) yaitu dengan pembiayaan ijarah diterapkan sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 9/DSN-MUI/VI/2002 dengan menggunakan prinsip al-ijarah mengenai pembiayaan pengurusan haji dan pembiayaan umrah sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa24

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengetahui sampai sejauh mana tinjauan yuridis atas pelaksanaan akad ijarah pada bank syariah maka penulis menyusun penelitian tesis ini dengan judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Akad Ijarah” (Studi Pengurusan Haji dan Umrah di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah :

24 Wawancara dengan T.Abdullah Sani, Account Officer di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan, 26 Januari 2011.

(15)

1. Bagaimana ketentuan akad ijarah berdasarkan hukum Islam dibandingkan yang ada di Bank Syariah Mandiri cabang Medan?

2. Bagaimana pelaksanaan akad ijarah tentang pengurusan haji dan umrah di Bank Syariah Mandiri cabang Medan ?

3. Apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembiayaan akad ijarah tentang pengurusan haji dan umrah di Bank Syariah Mandiri cabang Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan akad ijarah berdasarkan hukum Islam dibandingkan yang ada di Bank Syariah Mandiri cabang Medan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan akad ijarah tentang pengurusan haji dan umrah di Bank Syariah Mandiri cabang Medan.

3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembiayaan akad ijarah tentang pengurusan haji dan umrah di Bank Syariah Mandiri cabang Medan.

D. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat untuk perkembangan ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan dalam hal “Tinjauan

(16)

Yuridis terhadap Akad Ijarah” (Studi pengurusan haji dan umrah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan).

b. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi aparat hukum dan masyarakat serta mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pihak, dapat memberi masukan bagi profesi Notaris, akademisi, pengacara dan mahasiswa..

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan beberapa penelitian yang menyangkut produk bank syariah antara lain:

1. Judul Penelitian “perjanjian pembiayaan murabahah pada bank dengan prinsip-prinsip syariah Islam” oleh Rifki Suryadi, yang pembahasannya mengenai jaminan dalam pembiayaan murabahah dan penyelesaian terhadap pembiayaan macet yang diikat dengan perjanjian murabahah

2. Judul Penelitian “Penerapan akad al-qardh dalam produk pembiayaan perbankan syariah (suatu penelitian pada bank BPD Aceh Syariah di Banda Aceh)” oleh Oti Pertiwi, yang pembahasannya mengenai Bank BPD Aceh Syariah menerapkan akad al-qardh, pelaksanaan pengikatan jaminan, dan kendala yang dihadapi pihak bank dan nasabah.

(17)

3. Judul Penelitian “Pelaksanaan pemberi pembiayaan mudharabah kepada koperasi (study pada PT. Bank Muamalat cabang medan)” yang membahas tentang tata cara pemberian pembiayaan mudharabah kepada koperasi, hambatan yang dihadapi dan penyelesaian sengketa terjadi wanprestasi. 4. Judul Penelitian “Tinjauan yuridis terhadap dana talangan haji berdasarkan

Hukum Islam (Studi Kasus di Bank Sumut Syariah cabang Medan)” oleh Fitri Andriani pembahasannya mengenai konsep pengelolaan dana talangan haji di Bank Sumut Syariah, bentuk pengawasan terhadap dana talangan haji di Bank Sumut Syariah cabang Medan, pendapat para ulama tentang pembiayaan talangan haji yang ada di bank-bank syariah di kota Medan.

Dari keempat penelitian diatas sejauh yang diketahui tidak ada kesamaan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Akad Ijarah” (Studi Pengurusan Haji dan Umrah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan) belum pernah dilakukan. Oleh karena itu judul tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan seperti diuraikan diatas. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa penelitian ini akan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(18)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi25 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya26. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis27. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. Kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang didasarkan pada kerangka acuan hukum, kalau tidak ada acuan hukumnya, maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologis dan kurang

25

J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996, hlm. 203.

26Ibid, hlm. 16.

(19)

relevan bagi ilmu hukum.28 Hukum tidak dapat dilepaskan dari perubahan sosial.29 Oleh karena itu, hukum tidak bersifat statis melainkan hukum bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Hukum adalah ketentuan yang lahir dari dalam dan karena pergaulan hidup manusia, seperti juga lahir dan berkembangnya pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.

Lahirnya peraturan hukum positif menunjukkan bahwa hukum akan selalu berkembang dan akan sebagai sarana pendukung perubahan dalam masyarakat. Menurut John Austin dalam Lectures on Jurisprudence, sebagaimana dikutip oleh Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, bahwa:

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.30

Hukum positif merupakan aliran yang berpandangan bahwa studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum dan bukan hukum yang seyogianya ada dalam norma-norma moral. Jhon Austin, eksponen terbaik dari aliran ini, mendefinisikan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang diarahkan

28

Ibid, hlm 127.

29

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa Bandung, 1984, hlm 99.

30Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi, Pengantar filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 55.

(20)

oleh otoritas yang berdaulat, yang mengharuskan orang atau orang-orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Perintah itu bersandar karena adanya ancaman kejahatan, yang akan dipaksakan berlakunya jika perintah itu tidak ditaati31. Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan bagi pihak bank Islam di Indonesia dalam mengembangkan produk-produk dan operasionalnya. Berdasarkan hukum positif tersebut, bank islam di Indonesia yang memiliki keleluasaan dalam mengembangkan produk dan aktivitas operasionalnya.

Jadi kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian akad ijarah ( sewa, upah atau jasa) ini adalah teori Al-ta’awun adalah prinsip yang diberlakukan dalam akad ijarah yaitu prinsip untuk saling membantu dan bekerja sama antara Bank syariah dengan masyarakat dalam suatu kebaikan yang berdasarkan ta’awun atau tolong menolong. Kenyataan ini membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan dengan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang, meskipun dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu.

Ada empat klasifikasi manusia di dalam tolong-menolong, yaitu:32 1. Al-mu’in wal Musta’in.

Orang yang memberi pertolongan dan juga minta tolong. Orang ini memiliki sikap timbal balik dan inshaf (seimbang). Ia melaksanakan kewajibannya dan ia juga mengambil apa yang menjadi haknya. Ia seperti orang yang berutang

31

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986, hlm. 48

32Administrator, 2 maret 2007, Ta’awun sebuah keharusan, www.Wahdah.or.id. diakses 23 maret 2012

(21)

ketika sangat butuh, dan mengutangi orang lain ketika sedang dalam kecukupan.

2. La Yu’in wa la Yasta’in.

Orang yang tidak mau menolong dan juga tidak minta tolong. Ia ibarat orang yang hidup sendirian dan terasing, tidak mendapatkan kebaikan, namun juga tidak mendapat kejelekan orang. Dia tidak dicela karena tidak pernah mengganggu, namun tidak pernah mendapatkan kebaikan dan ucapan terima kasih karena tidak melakukan sesuatu untuk orang lain. Namun posisinya lebih dekat pada posisi tercela.

3. Yasta’in wa la Yu’in.

Orang yang maunya minta tolong saja, namun tidak pernah mau menolong. Ia adalah orang yang paling tercela, terhina dan terendah. Ia sama sekali tidak punya semangat berbuat baik dan tidak punya perasaan khawatir mengganggu orang. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari orang bertipe ini, maka cukuplah seseorang dianggap hina jika ketidakberadaannya membuat orang lain lega dan merdeka. Ia tidak mendapatkan loyalitas di masyarakat, ia bahkan sering menjadi penyakit yang membuat orang terganggu.

4. Yu’in wa la Yasta’in

Orang yang selalu menolong orang lain, namun dia tidak meminta balasan pertolongan mereka. Ini merupakan orang yang paling mulia dan berhak mendapatkan pujian. Dia telah melakukan dua kebaikan dalam hal ini, yaitu memberi pertolongan dan menahan diri dari mengganggu orang, tidak pernah

(22)

merasa berat di dalam memberi bantuan dan tidak pernah mau berpangku tangan ketika ada orang lain butuh pertolongan.

Dalam teori ta’awun banyak sekali manfaat yang dapat diambil dengan tolong-menolong maka pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan lebih sempurna. Sehingga jika di satu sisi ada kekurangan, maka yang lain dapat menutupinya. Dengan tolong-menolong, maka telah terealisasi salah satu pokok ajaran Islam, dengan saling menolong dan kerja sama, maka akan memperlancar pelaksanaan perintah Allah, membantu terlaksananya amar ma’ruf dan nahi munkar dengan saling merangkul dan bergandeng tangan akan menguatkan antara satu dengan yang lain, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alahi wasallam.

Ta’awun melahirkan cinta dan belas kasih antara orang yang saling menolong dan menepis berbagai macam fitnah. Ta’awun mempercepat tercapainya target pekerjaan, dengannya pula waktu dapat dihemat. Sebab waktu amat berharga bagi kehidupan seorang muslim.

Ta’awun akan memudahkan pekerjaan, memperbanyak orang yang berbuat baik, menampakkan persatuan dan saling membantu. Jika dibiasakan, maka itu akan menjadi modal kehidupan sebuah umat.

Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu adalah keharusan dalam hidup manusia. Allah SWT telah berfirman, dalam Al- Quran surat al-maidah ayat 2 yang terjemahannya:

“Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

(23)

Dalam hadits Rasullah bersabda :33

“Allah akan senantiasa menolong hambanya sepanjang ia menolong saudaranya, perumpamaan kaum muslim dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti jasad yang satu, jika salah satu tubuh anggota tubuh sakit, seluruh anggota badan ikut merasakan dan tidak bisa tidur”

Ayat ini memberikan pengertian dengan saling tolong menolong dan bekerja sama untuk saling membantu dalam berbuat kebajikan dan takwa sehingga berdasarkan dengan tolong menolong tersebut adanya saling mengenal dan menasehati satu sama lain.

Konsep ta’awun bisa diartikan dengan bertemunya individu yang memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda, untuk bekerja sama saling membahu mencapai tujuan yang ingin diwujudkan bersama. Sebuah sistem ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, sistem sosial yang dibentuk untuk menyebarkan ilmu diantara orang yang bergabung, dan masyarakat pada umumnya, saling mempersaudarakan satu sama lainnya dan berkorban demi kepentingan bersama. (al ta’awuniyyah fi al Islam, Murad Muhammad Ali). Ta’awun merupakan konsep dasar yang dijadikan asas untuk mengaplikasikan teori Islam atas harta, dengan tanpa adanya ta’awun, maka teori tersebut tidak dapat diwujudkan, dan tanpa adanya pemahaman yang benar tentang makna ta’awun dan keimanan yang mendalam, maka kehidupan masyarakat Islam tidak akan pernah terbangun, dan konsep ekonominya hanya sebatas retorika.34

33

Abdul Sami Al Mishri, Pilar-pilar ekonomi islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm.238

(24)

Bila dikaitkan dengan pemberian pembiayaan oleh Bank Syariah kepada penerima pembiayaan merupakan salah satu kebijakan perbankan syariah sebagai konsekuensi semakin tinggi berkembangnya lembaga perbankan syariah di Indonesia. Dengan demikian, dapat dipahami Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, Bank Syariah biasa disebut Islamic banking atau Interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba). Spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).35 Dari segi asset. Bank Syariah adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai dengan prinsip atau standar syariah.

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan definisi operasional dari intisari objek penelitian yang akan dilaksanakan. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut :

1. Tinjauan yuridis

(25)

Tinjauan yuridis adalah suatu pendekatan yang dilakukan atau digunakan untuk menjadi acuan dalam memahami permasalahan berdasarkan aspek hukum yang berlaku yaitu dari sisi pendekatan normatif digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perbankan syariah yang mempunyai korelasi dengan permasalahan.

2. Akad

Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.

3. Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang/jasa itu sendiri.

4. Produk pembiayaan

Produk pembiayaan adalah produk penyaluran dana yang disalurkan melalui perbankan syariah.

5. Perbankan syariah

Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

(26)

Pengurusan Haji adalah Pengurusan Haji bagi Nasabah yang terdapat pada Lembaga Keuangan Syariah yang memperoleh imbalan jasa (ujrah) yaitu dengan diterapkan sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:29/DSN-MUI/VI/2002 dengan menggunakan prinsip al-ijarah.

7. Umrah

Umrah adalah berjiarah ke Baitullah Al-Haram dan melakukan tawaf di sekeliling ka’bah sebanyak tujuh putaran dan melakukan sa,i antara shafa dan marwah dengan niat umroh dan ihramnya.

8. Bank Syariah

Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu, Bank Syariah biasa disebut Islamic banking atau Interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).

9. Bank Syariah Mandiri

Bank Syariah Mandiri adalah lembaga perbankan di Indonesia. Bank ini berdiri pada tahun 1973 dengan nama Bank Susila Bakti dan tahun 1999, bank ini terpengaruhi krisis moneter. Saat itu pula, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, Bank Bumi Daya, dan Bank Ekspor Impor Indonesia merger membentuk Bank Mandiri. Bank ini diambil alih oleh Bank

(27)

Mandiri menjadi Bank Syariah Sakinah Mandiri, sejak tanggal 8 September 1999 berubah menjadi Bank Syariah Mandiri. Resmi menjadi Bank Syariah tanggal 1 November 1999. Pada tahun 2002 mendapat status Bank Devisa. G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif analitis yang diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa pelaksanaan akad ijarah pada Bank Syariah Mandiri.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yang di lengkapi dengan yuridis empiris guna melihat penerapan ketentuan yang diteliti di lapangan.

Sedangkan Pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditunjukan atau dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif. Dalam penelitian ini juga digunakan yuridis empiris yaitu merupakan cara prosedur yang di pergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.36

36Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.

(28)

Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan pemikiran masyarakat.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Medan, tepatnya/khususnya di Bank Syariah Mandiri cabang Medan. Karena kota Medan adalah termasuk salah satu kota besar di Indonesia, ibukota Sumatera Utara ini merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, sehingga pembangunannya berkembang cukup pesat, termasuk juga di bidang perekonomian terhadap pembiayaan akad ijarah mengenai pengurusan haji dan umrah.

3. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan antara lain meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.37 Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah :

a) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang terdiri dari : 1) Al-Quran, Hadits.

37Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Sosial, Format -Format Kuantitatif dan Kualitatif, Airlanggga University Press, Surabaya, 2001, hlm 101-102

(29)

2) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perbankan Syariah yaitu Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008.

3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.

4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia No:29/DSN-MUI/VI/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji lembaga keuangan syariah.

5) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa untuk pembiayaan umrah.

6) Akad ijarah mengenai pengurusan haji dan umrah di Bank Syariah Mandiri cabang Medan.

b) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yang berupa buku buku perbankan syariah yang ada kaitannya dengan akad ijarah seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

c) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus fiqh, majalah, surat kabar, internet, dan jurnal ilmiah, seperti bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,

(30)

misalnya yang berasal dari bidang teknologi dan informasi dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai, untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data.

Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan memakai penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data primer, yaitu pengumpulan data primer baik berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang ada berhubungan dengan akad ijarah, agar penelitian mendapatkan deskripsi yang jelas maka dilakukan wawancara kepada informan yaitu staf pegawai bank syariah mandiri cabang Medan satu orang dan nasabah bank syariah mandiri cabang Medan tiga orang dengan cara dilakukan wawancara terbuka artinya wawancara yang subyeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan tujuan wawancara tersebut.

5. Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap data baik melalui wawancara dan inventarisasi data tulis yang ada. Kemudian data diolah dan disusun secara sistematis. Jika sifat data yang

(31)

dikumpulkan hanya sedikit, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus, sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasisfikasi, analisis yang dipakai adalah kualitatif.38 Menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar, sehingga mudah di baca dan diberi arti (diinterpretasikan) bila data itu kualitatif. Jadi analisis data dalam penelitian ini dilakukan analisis secara kualitatif. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menjawab rumusan permasalahan dan menghasilkan kesimpulan permasalahan serta tujuan penelitian dapat terpenuhi.

38Amirudin, et.al, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, RajaGrafindo Prasada, Jakarta, 2006 hlm 168

Referensi

Dokumen terkait

Pusat pemikiran tidak lagi kosmos, seperti pada jaman Yunani kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan Eropa, melainkan manusia.. MuIai saat itu manusialah

Pesan yang tersirat yaitu mereka memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan diri di ranah virtual, bahwa mereka menyadari esteem needs cukup dibangun dengan

ke kanan makin kecil.. Dalam satu golongan, konfigurasi unsur-unsur satu golongan mempunyai jumla elektron valensi sama dan jumlah kulit bertambah. Akibatnya, jarak elektron

4 Keenam hal tersebut adalah: Pertama, melindungi kepentingan ekonomi Indonesia dalam kerangka liberalisasi pasar global; Kedua, agen ekonomi yang ada di Indonesia ialah

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

the remote sensing of land surface temperature and ground emissivity using NOAA-AVHRR data. Remote

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi 0.. Pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba

Analisis Dampak Teknik Penerjemahan Terhadap Fungsi Experiential Serta Nilai Keakuratan dan Keberterimaan Nominal Group dalam Terjemahan Cerpen “The Adventure of