• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Movement Disorders

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Movement Disorders"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Referat

Movement Disorders

Pembimbing : Dr. Dini Adriani, Sp S Disusun oleh : Jessica Lawrence (11-2013-128)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha

Periode 14 Agustus 2015 – 17 Oktober 2015

PENDAHULUAN

Movement disorders atau gangguan gerakan merupakan sekelompok penyakit sistem saraf pusat dan kondisi neurologis yang mempengaruhi kecepatan, kelancaran, kualitas, dan kemudahan dalam pergerakan. Kelancaran gerak yang abnormal atau kecepatan gerak yang abnormal (disebut diskinesia) mungkin melibatkan gerakan yang berlebihan atau involunter (hiperkinesia) atau gerakan volunter yang melambat (hipokinesia).

(2)

Movement disorders meliputi kondisi-kondisi berikut: ataksia, distonia, korea, multiple sistem atrophies (sindrom Shy-Drager), mioklonus, penyakit Parkinson, sindrom restless leg, tik, sindrom Tourette’s, tremor, dan penyakit Wilson.

Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan perubahan patologis di basal ganglia atau koneksi mereka. Basal ganglia adalah kelompok inti materi abu-abu yang terletak dalam belahan otak (inti berekor, putamen dan globus pallidus), diencephalon (subthalamic inti), dan mesencephalon (substantia nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang biasanya menyebabkan gangguan koordinasi (ataksia), salah perkiraan jarak (dismetria), dan tremor. Mioklonus dan banyak bentuk tremor belum tentu disebabkan oleh gangguan pada ganglia basal dan sering muncul di tempat lain di sistem saraf pusat, termasuk korteks serebral (mioklonus refleks kortikal), batang otak (retikuler refleks mioklonus, hiperekpleksia, dan gangguan mioklonus ritmis batang otak seperti mioklonus palatal dan okular mioklonus, dan sumsum tulang belakang (mioklonus segmental ritmis dan propriospinal nonrhythmic mioklonus). Sebuah bukti yang semakin kuat mendukung gagasan bahwa beberapa gangguan gerak adalah induksi di perifer.

Meskipun gangguan gerak kebanyakan tidak mengancam nyawa, mereka tentu menjadi ancaman bagi pasien kualitas hidup. Dampaknya bisa sangat besar, dengan kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk menggerakkan sebuah mobil, dan penurunan aktivitas hidup sehari-hari termasuk kebersihan pribadi. Karena sebagian besar gangguan gerak lain selain penyakit Parkinson mempengaruhi orang di bawah usia lima puluh, kondisi ini bertanggung jawab atas beban biaya besar bagi masyarakat. Selain itu, dokter dan pasien sering menghadapi tantangan dalam mendapatkan cakupan asuransi untuk pengobatan kondisi ini, karena modalitas pengobatan, baik farmakologis dan bedah, adalah relatif baru.1

SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL

Sistem ekstrapiramidal meliputi:1

1. Basal ganglia: dari striatum (tersusun atas putamen dan nukleus kaudatus), globus palidus (internus dan eksternus), dan nukleus subtalamikus

2. Substansia nigra 3. Nukleus rubra

(3)

Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran sistem neurotransmitter, meliputi:2

A. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan korpus striatum) dan pada sistem mesolimbik dan mesokortikal tertentu.

B. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur atau neuron-neuron striatonigral. C. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal

D. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon talamostriatal. E. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan striatonigral. F. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama.

Gambar 1. Sistem Ekstrapiramidal

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram. Gerakan otot tubuh dikendalikan oleh korteks motorik, jalur motorik utama sebagai sistem piramidal berjalan dari korteks motorik ke medulla spinalis. Kemudian lower motor neuron membawa perintah dari medulla spinalis ke otot untuk melakukan gerakan.

(4)

Sistem piramidalis ini bekerja dipengaruhi oleh sistem ekstrapiramidal, dimana disini termasuk ganglia basalis yang terdiri dari striatum (tersusun atas Putamen dan Nukleus Kaudatus), globus palidus (internus dan eksternus), dan nukleus subtalamikus.

Sistem ekstrapiramidal menghambat gerakan tergantung pada tonus innervasi dopamine pada striatum. Gerakan normal ditentukan oleh produksi dopamine yang memadai dari substansia nigra yang mensarafi striatum. Sinyal gerakan dari korteks motorik dan kembali ke korteks motorik melewati jalur balik. Keluaran (output) dari sirkuit motorik keluar lewat globus palidus internus dan substansia nigra pars rentikularis. Selanjutnya output ini menuju jalur talamo korteks. Ada dua jalur di dalam sistem ekstrapiramidal yang keluar dari striatum, yaitu jalur langsung (direct) dan jalur tak langsung (indirect).

Jalur direct dari korteks-striatum diteruskan langsung ke globus palidus internus, dan jalur ini bersifat inhibitorik. Dalam kondisi normal, keluaran dari globus palidus internus bersifat inhibitorik namun dapat berubah tergantung hasil akhir kekuaan jalur langsung dengan jalur tak langsung.

Alur indirect dari korteks motorik-striatum melewati globus palidus eksternus dan nukleus subtalamikus baru kemudian ke globus palidus internus. Jalur ini bersifat eksitatorik.2,3

Neuron di striatum mengandung dua jenis reseptor dopamine, yaitu D1 dan D2. D1 terletak di jalur direct, sedangkan D2 di jalur indirect. Efek dopamine terhadap jalur direct lewat reseptor D1 adalah eksitatorik, sedangkan terhadap jalur indirect melewati jalur D2 adalah inhibitorik. Dalam sirkuit motorik kelompok inti-inti ganglia basalis berhubungan satu sama lain menggunakan neurotransmitter yang berbeda-beda. Striatum menerima saraf aferen:2

- Dari korteks motorik, menggunakan glutamate - Dari substansia nigra, menggunakan dopamine - Dari pedikulo pontis, menggunakan asetilkolin

Saraf eferen dari striatum keluar ke jalur direct dan indirect menggunakan GABA sebagai neurotransmitternya.

Saraf eferen dari globus palidus eksternus ke nukleus subtalamikus menggunakan GABA, selanjutnya dari nukleus subtalamikus menuju substansia nigra pars Retikularis dari globus palidus internus menggunakan glutamate. Output dari globus palidus internus atau substansia

(5)

nigra pars Retikularis menuju ke thalamus menggunakan GABA dan seterusnya. Thalamus ke korteks motorik dan seterusnya ke medulla spinalis menggunakan glutamate.

Gerakan motorik dalam keadaan normal, oleh karena adanya keseimbangan antara saraf-saraf eksitatorik dengan saraf inhibitorik dan keseimbangan neurotransmitter. Ketidakseimbangan akan menimbulkan hiperaktifitas dari salah satu terhadap yang lain, sehingga muncul sindroma atau gejala yang sesuai.

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat menimbulkan gerakan otot involunter, yaitu gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder berupa gejala positif.

Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom yaitu:4

1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik: asetilkolin menurun, dopamine meningkat

 Tonus otot menurun

 Gerak involunter/ireguler

Dapat ditemukan pada: korea, atetosis, distonia, ballismus

(6)

2. Sindrom hipokinetik-hipertonik: asetilkolin meningkat, dopamine menurun

 Tonus otot meningkat

 Gerak spontan/asosiatif menurun

 Gerak involunter spontan

Dapat ditemukan pada: parkinson

Gejala negatif dapat berupa: 1. Bradikinesia

Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.

2. Gangguan sikap postural

Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.

Gejala positif dapat berupa:4

1. Gerakan involunter  Tremor  Athetosis  Korea  Distonia  Hemiballismus 2. Rigiditas

Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel.

Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada korea Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu korea.

(7)

ATAKSIA

Ataksia merupakan suatu gejala penyakit, yang menunjukkan adanya gangguan koordinasi gerak. Istilah ataksia umumnya digunakan untuk menggambarkan gangguan berjalan yang tidak terkoordinasi dan tidak seimbang. Ataksia juga dapat melibatkan jari, lengan, cara bicara, dan pergerakan mata.

Ataksia serebelaris dibagi menjadi ataksia yang didapat (acquired) dan ataksia herediter. Hal ini perlu dibedakan melalui riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, neuroimaging dan tes genetik, agar didapatkan suatu diagnosis yang tepat.

Kasus-kasus ataksia serebelaris herediter sangat jarang dijumpai, khususnya di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya laporan mengenai data ini serta keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan genetika. Berikut dibahas suatu kasus ataksia serebelaris yang mempunyai riwayat herediter.5

Etiologi

Gangguan serebelar yang didapat (acquired) dibagi menjadi akut (intoksikasi obat, ensefalopati Wernicke, iskemik, vertebrobasiler, perdarahan, inflamasi) dan kronik (multipel sklerosis, induksi alkohol, fenitoin, hipotiroid, sindroma paraneoplastik, tumor primer atau metastasis).

Gejala Klinis

Umumnya kelompok dengan gejala ataksia onset awal berbeda dengan onset lanjut. Ataxia telangiectasia (AT), Fredreich ataxia (FA), dan penyakit metabolik resesif lainnya biasanya bermanifestasi di usia anak-anak atau remaja. Sedangkan spinocerebellar ataxia (SCA) biasanya tidak menunjukkan gejala sampai usia dewasa.

Pada defisiensi metabolik resesif biasanya menyebabkan ataksia intermiten yang dicetuskan oleh infeksi. Episodik ataksia dominan (EA) yang disebabkan mutasi potasium atau calcium ion

(8)

channel, juga terjadi secara intermiten. Sebaliknya pada FA, AT dan SCA terjadi ataksia yang progresif.

Onset penyakit yang progresif pada penderita ini dan riwayat keluarga lain yang terkena, dimulai dari usia 30-an sampai 60-an dan tidak terdapat gejala kardiomiopati (khas untuk Fredreich ataxia), oculocutaneous telangiectasia (khas untuk Ataxia telangiectasia), serta gangguan metabolik lain. Kemungkinan penderita ini termasuk dalam tipe autosomal dominan SCA.1,5

ATETOSIS

Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki serta lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam. Gerakan yang mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Pola gerakan dasarnya ialah gerakan involunter ekstensipronasi yang berselingan dengan ekstensi jari-jari tangan dan dengan ibu jari yang berfleksi dan berabduksi di dalam kepalan tangan. Umumnya gerakan atetotik lebih lamban daripada gerakan koreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih cepat dan gencar atau gerakan koreati yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu dengan yang lain dikenal sebagai gerakan koreoatetosis. Bilamana atetosis melanda sesisi tubuh saja disebut hemiatetosis.

Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia. Gerakan involunter menjadi lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi berlebihandari ekstremitas bagian perifer. Gejala ini melibatkan organ tangan, kaki dan sisi wajah.1

DISTONIA

Manifestasi postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang lama, yang diakibatkan oleh spasme otot-otot besar yang terdapat di badan dan ekstremitas. Misalnya retraksi pada kepala. Distonia dapat terjadi umum pada distonia muskulorum atau lokal pada torticolis.5

(9)

Onset terjadi pada masa anak-anak dan diturunkan secara autosomal resesif. Pada awalnya terjadi deformans pada kaki berupa fleksi ketika berjalan. Lalu kelainan ini bertambah menjadi generalisata dengan postur kepala, badan, dan ekstremitas yang abnormal. Diagnosis ditegakkan jika pada pasien memiliki riwayat perinatal normal dan tidak terdapat bukti laboratorium adanya penyakit Wilson. Pengobatan penyakit ini dapat dengan levodopa atau Karbamazepin. Namun pada beberapa pasien tidak ditemukan peningkatan yang berarti sehingga dapat diganti dengan anti kolinergik.4,5

Spasmodik Tortikolis (Why neck)

Deviasi kepala unilateral dan etiologinya belum diketahui. Pada pemeriksaan didapatkan kelainan vestibular, namun hal ini tidak jelas apakah disebabkan oleh tortikolis atau postur kepala yang tidak normal. Kontraksi distonik dari M. Sternokleidomastoideus yang nyeri dan dapat menyebabkan hipertrofi pada otot tersebut dan otot-otot leher lainnya, yang menyebabkan kepala berputar ke satu sisi secara involunter, juga kadang ke arah depan (antekoli) dan ke belakang (retrokoli).5

Tatalaksana

 Fenotiasin dan antikolinergik (triheksilfenidil)

 Tindakan operatif yaitu dengan miotomi dan pemotongan nervus accesorius dan radiks anterior servikalis atas.

Prognosis

 Dapat remisi

 Distonia dapat menyebar pada kelompok otot yang lainnya

CHOREA (KOREA)

Korea merupakan gerakan involunter yang dapat dijumpai dalam klinik, bersamaan dengan balismus, atetosis, dan distonia. Kombinasi keempat gerakan involunter tersebut dapat menjadi simptom sebuah penyakit. Bahkan beberapa komponen gerakannya memperlihatkan kesamaan,

(10)

dan karena itulah mungkin keempat gerakan ini memiliki substrat anatomik dan fisiologik yang sama.

Korea berasal dari bahasa Yunani yang berarti menari. Pada korea gerak otot berlangsung cepat, involunter, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis.

Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila penderitanya tidur.

Korea adalah istilah untuk gerakan involunter yang menyerupai gerakan lengan-lengan seorang penari. Gerakannya tidak berirama, sifatnya kuat, cepat dan tersentak-sentak dan arah gerakannya cepat berubah. Gerakan koreatik yang melanda tangan-lengan yang sedang melakukan gerakan volunter membuat gerakan volunter itu berlebihan dan canggung. Gerakan koreatik ditangan-lengan seringkali disertai gerakan meringis-ringis pada wajah dan suara mengeram atau suara-suara lain yang tidak mengandung arti. Kalau timbulnya sekali-sekali maka sifat yang terlukis diatas tampak dengan jelas, tetapi apabila timbul secara terus menerus, maka gerakan koreatik dapat menyerupai atetosis. Korea dalam bentuk yang khas ditemukan pada korea syndenham dan korea gravidarum. Korea Huntington timbul dengan gencar sehingga lebih tepat dinamakan koreatetosis Huntington. Korea dapat bangkit juga secara iatrogenik, yakni akibat penggunaan obat-obat anti psikosis (seperti haloperidol, dan phenothiazine).

Korea dapat melibatkan satu sisi tubuh saja, sehinggga disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti membanting-banting diri, maka istilahnya ialah hemibalisme. Secara pasti telah diketahui bahwa kerusakan di nucleus substalamikus kontralateral mendasari hemibalisme.3,6

Etiologi

Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bias terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea memiliki kelainan pada ganglia basalis di otak. Tugas ganglia basalis adalah memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak.3

(11)

Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmitter dopamine yang berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar dopamine atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamine. Penyakit yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit Huntington.

Berbagai penyebab korea:1,7

 Gangguan neurodegeneratif herediter  Autosomal dominan - Penyakit Huntington - Neuroacanthocytosis - Ataksia spinoserebelar - Penyakit Fahr  Autosomal resesif - Neuroacanthocytosis - Penyakit Wilson

- Degenerasi neuronal dengan besi di otak - Akumulasi tipe I - Ataxia-telengiectasia - Ataksia Friedreiech - Tuberous sclerosis  X-linked recessive - Mc Leod syndrome

 Sporadis atau penurunan yang tidak diketahui - Atrofi olivopontocerebellar

- Korea familial benigna - Korea fisiologis infancy - Korea senilis

- Infeksi primer - Infeksi oportunistik  Gangguan neurometabolik

(12)

- Gangguan lysosomal storage - Gangguan aminoacid - Penyakit Leight’s - Porphyria  Korea benigna - Herediter - Sporadic  Infeksi - Penyakit Creutzfeldt-jakob

- Sindrom defisiensi imunitas yang didapat - Ensefalitis letargika

- Inflamatori - Sarkoisdosis  Lesi desak ruang

- Tumor

- Malformasi arteri vena  Diinduksi obat

- Anti konvulsan - Obat antiperkinson - Kokain

- Amfetamin

- Anti depresan trisiklik - Neuroleptik

- Sindrom withdrawal emergent  Diinduksi toksin

- Intoksikasi alcohol dan penghentian - Anoksia

- Monoksida karbon

- Mangan, merkuri, thalium, toluene  Gangguan metabolik sistemik

(13)

- Hipertiroidisme - Hipoparatiroidisme - Kehamilan

- Degenerasi hepatoserebral akuisita - Anoksia  Cerebral palsy  Hiper-hiponatremi  Hipomagnesemia  Hipocalcemia  Imbalans elektrolit  Hiper-hipoglikemia  Nutrisi  Dimediasi imunitas - Korea Sydenham - Korea pasca infeksi

- Sistemic lupus erythematous (SLE) - Sindrom anti fosfolipid antibody - Korea paraneoplastik - Multiple sklerosis  Vascular - Infark - Hemoragik - Penyakit moya-moya - Cerebral palsy

Patofisiologi

Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motorik yang berturut-turut disalurkan sampai ke pallidum di dalam thalamus dan korteks motoris. Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang

(14)

parallel, jalur langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum atau inti-inti subtalamikus.

Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involunter yang abnormal seperti distonia, korea dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi penghambat inti subthalamicus adalah balismus.

Sindrom korea yang paling sering dipelajari adalah korea Huntington, oleh karena itu patofisiologi dari penyakit Huntington berlaku pada korea dan akan menjadi fokus bahasan.2,3

Mekanisme Dopaminergik

Zat-zat farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine dan tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obat neuroleptik) dapat menimbulkan korea. Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi dopamine striatal dapat menimbulkan korea, meningkatkan jumlah dopamine akan menambah buruk kondisi, seperti pada korea yang diinduksi levodopa yang terlihat pada penyakit Parkinson.8

Mekanisme Kolinergik

Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara asetilkolin dan dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal. Pada fase awal penyakit Parkinson obat-obat anti kolinergik umumnya digunakan, khususnya saat tremor sebagai gejala predominan. Gejala-gejala Parkinson lain seperti bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi. Perkembangan korea pada pasien yang diberikan obat-obat kolinergik seperti triheksipenidil, lebih lanjut obat visostigmin intra vena (antikoliesterase sentral) dapat mengurangi korea untuk sementara. Dengan cara yang sama korea yang diinduksi antikolinergik dapat menjadi lebih berat dengan pemberian visostigmin.

Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit Huntington terjadi pengurangan asetilkolin transferase yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetilkolin. Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin dan efek terbatas dari prekursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin.8

(15)

Mekanisme Serotonergik

Manipulasi dari striatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari berbagai macam pergerakan abnormal. Penghambatan pengambilan kembali serotonin seperti fluoksetin dapat menimbulkan parkinsonisme, akinesia, mioklonus atau tremor.

Peranan serotonin (5-hidroksi triptamin) dalam pergerakan korea kurang jelas. Striatum mempunyai konsentrasi serotonin yang relative tinggi. Penatalaksanaan farmakologik untuk merangsang atau menghambat reseptor serotonin pada korea Huntington tidak menunjukkan efek, mengindikasikan kontribusi terbatas serotonin dalam pathogenesis korea.8

Mekanisme GABAnergik

Lesi yang paling konsisten pada korea Huntington terlihat dengan hilangnya saraf-saraf dalam ganglia basalis yang mensintesis dan mengandung GABA. Arti dari semua ini tidak diketahui. Bermacam-macam teknik farmakologi untuk meningkatkan GABA di dalam sistem saraf pusat telah dicoba, bagaimanapun tidak ada manfaat yang diperoleh.8

Gejala Klinis

Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis:8,9

 Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot faring terlibat dapat menjadi disfagia dan kemungkinan terjadi pneumonia aspirasi

 Gerakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.

 Pasien yang menderita korea tidak sadar akan pergerakan yang tidak normal, kelainan mungin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan korea untuk sementara dan sering beberapa gerakan tersama (parakinesia). Ketidakmampuan untuk mengendalikan volunter (impersisten motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau mengeluarkan lidah adalah gambaran karakteristik dari korea dan menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan refleks otot sering bersifat hung up dan

(16)

ditemukan. Berdasarkan pada penyebab dasar korea gejala motorik lain termasuk disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia dan mioklonus

Korea Huntington (Korea Mayor)

Sindroma Huntington merupakan salah satu penyakit yang bersifat genetik autosomal, karena penelitian sudah menemukan gen yang mengalami mutasi sehingga terjadi sindroma ini. Sindroma Huntington terdiri dari dominant inheritance, choreoathetosis, dan dementia. Secara umum gejala yang dialami pasien pengidap Huntington Disease ini sudah terjabarkan dalam sindromnya, dan prognosis untuk pasien yang terdiagnosa mengalami Huntington disease adalah buruk, dimana ia akan kehilangan kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan-gerakannya, kehilangan karakternya, dan yang berakhir pada kematian.7,5

Gejala Klinis

Gejala utama yang ditemukan pada korea Huntington:5

 Korea  Demensia

 Gangguan mental: perubahan kepribadian, gangguan afektif, psikosis.  Hipotonus

 Refleks primitif

Ekspresi penyakit ini sangat bervariasi tergantung manifestasi klinis dan onset umur. Saat kelainan muncul lebih awal terutama pada pasien berumur kurang dari 20 tahun, hampir bisa dipastikan akan berkembang cepat dengan adanya kelainan kognitif.

Gangguan mental dapat muncul sebagai gejala awal sebelum terjadi kemunduran fungsi kognitif menjadi nyata. Hampir separuh dari pasien yang memiliki Huntington, mengalami perubahan kepribadian yang mengganggu orang-orang disekitarnya. Pasien umumnya mempersalahkan keadaan dirinya kepada orang-orang lain, menjadi pencuriga, mudah tersinggung, impulsif, tidak rapih, atau mendadak menjadi fanatik mengenai suatu keyakinan. Pasien sering marah dan umumnya mencari suatu pelarian seperti alkoholisme atau narkoba. Depresi ditemukan pada lebih dari separuh pasien dengan Huntington. Setelah itu, tingkat kecerdasan pasien akan

(17)

menurun secara menyeluruh. Pasien akan menarik diri dari kehidupan sosial dan dapat mengalami psikosis.

Penurunan kemampuan produktivitas kerja, ketidakmampuan dalam menangani masalah, dan gangguan tidur memerlukan konsultasi medis. Pasien akan mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mempelajari suatu hal yang baru. Seiring berjalannya waktu, kemampuan motorik pasien akan berkurang dan menghilang. Pasien juga akan mengalami penurunan dalam kemampuannya berbahasa. Namun umumnya ingatan pasien tetap terjaga. Hal tersebut dikategorikan sebagai “Subcortical Dementia”.

Kelainan fungsi motorik akan muncul pertama pada tangan dan wajah pasien. Umumnya pasien hanya akan dianggap resah oleh orang-orang disekitarnya. Pergerakan tangan akan menjadi melambat dan pasien akan kesulitan dalam melakukan hal yang didominasi tangan seperti menulis. Hal ini akan terus berkembang sehingga menjadi suatu korea. Frekuensi berkedip akan meningkat, dan umumnya lidah pasien akan dijulurkan, selain itu umumnya bila pasien ingin melakukan sesuatu, pergerakannya akan terganggu karena kecenderungan gerakan korea yang tidak terkontrol. Tonus otot pasien akan menurun, terdapat rigiditas, bradikinesia, dan tremor seperti pada parkinsonisme. Pada sepertiga pasien mengalami hiperrefleks namun hanya beberapa yang menunjukan reflek babinski positif. Pergerakan pasien menjadi lambat tanpa adanya penurunan kekuatan atau ataxia. Pasien akan mengalami kesulitan berbicara karena inkoordinasi otot-otot lidah dan diafragma.

Selain itu, pasien akan mengalami kesulitan dalam menggerakan bola matanya baik dalam gerakan mengejar ataupun melirik, sehingga umumnya pasien harus menoleh untuk dapat melihat ke samping. Pasien akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi pada satu titik, karena pasien tidak dapat melawan “ keinginannya “ untuk menatap benda lain.

Gejala korea dan dementia dapat terjadi tidak berurutan, namun pada umumnya bila gejala korea dan dementia sudah muncul, rata-rata dalam 10 – 15 tahun pasien akan memasuki fase vegetatif dan kemudian meninggal karena infeksi atau keadaan medis lainnya.3,5

Diagnosis

Pada pasien dengan gejala korea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan dari penyakit benign hereditary korea di mana terdapat intelektual pada penyakit tersebut. Pada Huntington’s Koreal biasanya menganggu intelektual. Bedakan dengan korea senilis dimana terjadi biasanya

(18)

pada usia yang lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga berbagai penyebab korea yang lain seperti korea syndenam, korea gravidarum, dan korea akibat obat-obatan.3

Pemeriksaan Fisik

Sejak penyakit Huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut:7,9

o Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah. Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari mengganggu pergerakan volunter dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan. Berbicara menjadi tidak teratur.

o Tanda khas hipotonus meskipun demikian reflek-refleks mungkin bertambah dan mungkin ditemukan klonus

o Gerakan volunteer terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin tidak teratur. o Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah perkembangan

penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan kehilangan memori baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga terjadi

o Kelainan perilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia, delusi, halusinasi, atau psikosis.

o Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni. Kejang umum dan mioklonus dapat juga terlihat

o Ataksia dan demensia dapat juga terjadi Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis utama pada penyakit korea didasakan pada anamnesa dan penemuan klinis, akan tetapi pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat trutama untuk membedakan korea primer dan sekundernya diantaranya:7

o Penyakit Huntington; satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan tes genetik. Kelainan ini terdapat pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya pengulangan abnormal dari trinucleotide CAG, dimana

(19)

o Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan meningkatnya kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin. Proteinuria ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal, tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini. Pada pemeriksaan fungsi hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam serum mungkin meningkat. Jika hasil diagnose masih belum pasti maka biopsy hati akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut.

o Sydenham korea

o Neuroachanthocytosis; diagnose ditegakkan oleh adanya gambaran achanthosit pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin meningkat.

Pemeriksaan dengan MRI didapatkan:

 Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya penurunan signal pada neostriatum, cauda dan putamen. Tidak ada perbedaan penting pada penyakit ini. Penurunan signal neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat besi. Atrofi umum, seperti halnya atrofi local pada neostriatum, pada sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu anterior menandakan adanya penuruna signal.

Tatalaksana

Pada dasarnya Huntington tidak memiliki terapi definitif karena bersifat genetik, terapi yang ada hanya bersifat simptomatik dan suportif. Terapi simptomatik untuk mengatasi gangguan emosi dan korea dapat diberikan Haloperidol ( 2 – 10 mg ) namun pemberiannya harus dipantau dengan ketat karena dapat menimbulkan ketergantungan dan diberikan dalam dosis yang minimal. Levodopa dan dopamin agonis yang lain hanya memperburuk manifestasi korea. Obat-obatan yang memblok reseptor dopamine dapat mengurangi gejala korea (reserpine, clozapine, terutama tetrabenazine), namun efek sampingnya (mengantuk dan tardive diskinesia) melebihi manfaatnya. Pada tahap awal, pemberian terapi seperti terapi parkinsonisme dapat membantu untuk kekakuannya. Transplantasi jaringan ganglionik fetus ke striatum pasien memberikan hasil yang tidak tetap. Umumnya pasien Huntington diberikan antidepresant karena selain merupakan salah satu manifestasinya, pasien akan merasa tertekan dengan kenyataan penyakit ini.7

(20)

Onset akut, berhubungan dengan infeksi streptokokus. Lebih sering terdapat pada anak-anak. Terdapat gejala rematoid lain (jantung). Korea yang terjadi setelah infeksi streptokokus. Umumnya terjadi 1-6 bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun.

Korea Gravidarum

Onset saat kehamilan, merupakan reaktivasi korea Sydenham.

PARKINSONISME DAN PENYAKIT PARKINSON

Parkinsonisme (Sindroma Parkinson) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural. Penyakit Parkinson, atau yang dahulunya dikenal sebagai Paralisis Agitans, merupakan penyakit neurodegeneratif pada sistem ekstrapiramidal yang sering dijumpai. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh James Parkinson pada tahun 1817, dikenal sebagai Paralisis Agitans. Pada tahun 1886, nama tersebut diubah menjadi Penyakit Parkison oleh Charcot.3

Secara patologis Penyakit Parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga Parkinsonisme idiopatik atau primer.

Penyakit Parkinson biasanya dijumpai pada usia diatas 50 tahun, dimana laki-laki lebih banyak dari pada wanita (3:2). Pada 5% penderita Penyakit Parkinson dapat terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 15-20 % dari Penyakit Parkinson dapat berkembang menjadi demensia sama seperti penyakit Alzheimer.2

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

(21)

atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut ,dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut. laboratorium atau pencitraan yang dapat memastikan diagnosis Parkinson. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk menyingkirkan diagnosis banding.2

Neuroimaging

Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.2

Positron Emission Tomography (PET)

Ini merupakan teknik imaging yang masih relative baru dan telah member kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonismeatipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.

(22)

Gambar 3. PET pada Parkinson

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan kestriatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkenamaupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurangsecara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitungdegenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson. Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi

(23)

kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.2,10

Etiologi

Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui secara pasti (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu:2

1. Usia

Meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 40 tahun. 2. Rasial

Orang kulit putih lebih sering dibandingkan dengan ras Asia dan Afrika. 3. Genetik

4. Lingkungan

Infeksi. Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan metabolisme oksidatif dalam patogenesis Penyakit Parkinson.

5. Cedera kranio serebral 6. Stress emosional

Epidemiologi

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit Penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa.

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Penyakit Parkinson. Di Indonesia sendiri yang memiliki jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia sesuai dengan penelitian di beberapa rumah sakit di Sumatra dan Jawa. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena Penyakit Parkinson dibandingkan perempuan dengan alasan yang belum diketahui.2

(24)

Pada Penyakit Parkinson, patifisiologi dapat dijelaskan dengan prinsip: 1. Ketidakseimbangan jalur direct dengan jalur indirect

2. Ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik

Pada Penyakit Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta, sehingga terjadi penurunan jalur keluaran jalur nigra striatum. Ketika penurunan mencapai 60-80% dari normal, akan berdampak terhadap fungsi striatum. Jalur langsung adalah inhibitorik. Efek Dopamin terhadap jalur langsung lewat reseptor D1 adalah eksitatorik. Oleh karena Dopamine menurun, maka efek eksitatorik dari reseptor D1 menurun. Maka inhibisi terhadap Globus Palidus internus menurun.

Jalur tak langsung adalah eksitatorik. Efek Dopamin terhadap jalur tak langsung lewat reseptor D2 adalah inhibitorik. Oleh karena Dopamin menurun maka efek inhibitorik reseptor D2 menurun. Akibat efek ini, maka terjadi eksitasi terhadap jalur tak langsung yang GABA-nergik, sehingga menyebabkan penurunan fungsi jalur dari globlus palidus. Dengan demikian, menyebabkan penurunan fungsi jalur dari globus palidus eksternus ke subtalamus nukleus. Selanjutnya di bagian akhir dari jalur tak langsung, yaitu jalur nukleus subtalamikus ke globus palidus internus yang glutamanergik akan meningkat.

Dengan demikian, akibat menurunnya inhibisi jalur langsung dan peningkatan eksitasi jalur tak langsung, maka output atau keluaran dari globus palidus internus akan menghambat aktifitas thalamus. Hambatan ini diteruskan menuju korteks motorik dan medulla spinalis yang glutaminergik, akibatnya timbul hipokinesia. Keadaan sebaliknya pada kenaikan dopamine pada jalur nigrostriatum (akibat pengobatan jangka lama dengan obat golongan dopamine), maka timbul gejala hiperkinesia.

Patofisiologi penyakit parkinson juga dapat dijelaskan dengan ketidakseimbangan antara saraf dopaminergik dengan kolinergik. Apabila fungsi saraf Dopaminergik menurun dan/atau fungsi kolinergik meningkat, maka akan timbul gejala penyakit parkinson.2

Gejala Klinis

Tanda penting parkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat istirahat), bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik dan progresif, tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.

(25)

Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan menurunkan kecepatan otot dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstremitas atau trunkus mengalami resistensi “traffylike” yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches” sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachetlike” pada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat (tonus meningkat ), mengindikasikan adanyagangguan kontrol pada kelompok otot yang berseberangan.

Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bilatersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula.

Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan berhenti (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan sebagai pillrolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balikberbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis.

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan atau tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)

(26)

karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.

Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelanludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat, stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan. Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.

Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).2,10

Ada pula gejala non motorik:10

1. Disfungsi otonom

- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutamainkontinensia dan hipotensi ortostatik

- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic - Pengeluaran urin yang banyak

- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnyahasrat seksual, perilaku, orgasme

2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi 3. Gangguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

(27)

5. Gangguan sensasi

- Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaanwarna

- Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan olehhypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untukmelakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahanposisi badan

- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atauanosmia) Gambaran tambahan parkinsonisme adalah:2,10

1. Gangguan okulomotorius: Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP).

2. Krisis okuligirik: spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang terfiksasi (biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis

3. Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.

4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur tangan kontrol tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.

5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas,aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas

(28)

Tabel 1. Gejala Utama pada Penyakit Parkinson10

Gambar 4. Gambaran Klinis pada Penderita Parkinson

Diagnosis

Diagnosis Penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria:2

1. Secara klinis

(29)

b. Tiga dari empat tanda motorik (tremor, rigiditas, bradikinesia, dan ketidakstabilan postural)

2. Kriteria Koller

a. Adanya dua dari tiga tanda kardinal yang berlangsung selama satu tahun atau lebih b. Respon terapi terhadap Levodopa diberikan sampai bermakna dan lama perbaikan

selama satu tahun atau lebih 3. Kriteria Gelbas Gilma

 Didasarkan atas kelompok dari gejala klinis

 Gejala klinis kelompok A (khas untuk Penyakit Parkinson) terdiri dari: o Tremor waktu istirahat

o Bradikinesia o Rigiditas

o Permulaan asimetris

 Gejala kinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif terdiri dari: o Instabilitas postural yang menonjol pada tiga tahun pertama

o Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada tiga tahun pertama o Halusinasi (tak ada hubungan dengan pengobatan) dalam tiga tahun pertama o Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama

 Diagnosa “Possible”. Paling sedikit dua dari gejala kelompok A, dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tidak terdapat gejala kelompok B. Lama gejala kurang dari tiga tahun disertai respon jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

 Dopamine “Probable”. Paling sedikit tiga dari empat gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B. Lama penyakit minimal tiga tahun, dan respon yang jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:

(30)

 Stadium 1: gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)

 Stadium 2: terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu.

 Stadium 3: gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

 Stadium 4: terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

 Stadium 5: stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu

Tatalaksana

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.

Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness. Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara atau berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.2,10

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:2,10

1. Antikolinergik

Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk memuluskan gerakan

2. Levodopa

Merupakan pengobatan utama untuk Penyakit Parkinson. Di dalam otak, levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron

(31)

dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efeks amping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita Penyakit Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama Carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya.

Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960, levodopa merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan pengobatan utama Penyakit Parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita Penyakit Parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.

Pengobatan simtomatis dengan levodopa harus menunggu sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.

Efek samping levodopa dapat berupa:

 Neusea, muntah, distress abdominal

 Hipotensi postural

 Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada sistem konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol

 Diskinesia. Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher ataumuka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapilevodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggukarena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak

(32)

 Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkatmerupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitugerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderitayang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.

Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-Binhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatanyang diminum.

3. COMT inhibitor

Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor padapasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihans eperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.

4. Agonis dopamine

Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.

Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.

(33)

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan nmencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk menghaluskan pergerakan.

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamineoksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapatemningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.

6. Amantadine (Symmetrel)

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (madopar). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umumnya hampir sama dengan efek samping yan gditimbulkan oleh levodopa.2

Prognosis

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala Parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena Parkinson, maka penyakit ini akan bertahan seumur hidup. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.2

(34)

Penyakit Wilson merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme tembaga yang disebabkan oleh mutasi dari gen transporter tembaga ATP 7B yang berlokasi pada kromosom 13. ATP7B bertanggung jawab dalam memindahkan tembaga dari protein chaperone intraseluler menuju jalur sekresi, yaitu jalur sekresi ke empedu dan kedalam apo-ceruloplasmin untuk sintesis ceruloplasmin fungsional. Pada kelainan ini terjadi gangguan ekskresi bilier dari tembaga yang menyebabkan penumpukan tembaga terutama di hepar dan otak. Penumpukan tembaga di hepar, otak, serta jaringan tubuh lainnya menghasilkan manifestasi klinis yang dapat berupa kelainan di hepar, neurologi, psikiatri, mata serta kelainan lainnya.11

Gejala Klinis

Sebagian besar penderita Wilson disease menunjukkan gejala hepatik atau neuro psikiatrik, dan keterlibatan hepar baik asimptomatik maupun simptomatik. Sedangkan sisanya muncul dengan adanya keterlibatan pada organ lainnya.11

Manifestasi Hepatik

Penderita dengan gejala hepatik biasnya muncul pada masa akhir childhood atau remaja. Gejala yang didapatkan terdiri atas hepatitis akut, gagal hepar fulminan, atau penyakit hepar kronik progresif baik berupa hepatitis kronik aktif maupun sirosis dengan makronodular. Pada umumnya usia saat munculnya gejala hepatik rata-rata usia 11 tahun 4 bulan.Pada prinsipnya, semakin muda usia pada saat munculnya gejala hepatik, maka semakin luas derajat keterlibatan hepar.11,12

Bentuk kelainan hepar akut, kronik, dan fulminan:12

 Hepatitis Akut

Mirip dengan hepatitis akut karena virus, dengan ikterik, choluria, hepatomegali, dan peningkatan kadar aminotransferase

 Hepatitis kronik

Tanda hipertensi portal dapat berupa hematemesis dan melena, hepatomegali, splenomegali, peningkatan kadar enzim hepar, dengan atau tanpa disertai ikterik.

 Kegagalan hepar fulminan

Manifestasi klinis dari hepatitis akut dan ensefalopati lebih dari 8 minggu setelah munculnya manifestasi klinis penyakit hepar

(35)

Manifestasi Keterlibatan SSP

Gejala neurologik muncul rata-rata saat usia remaja 18 tahun 9 bulan, meskipun dapat muncul mulai usia 6 tahun.Gejala yang sering muncul antara lain:11,12

1. Gangguan gerak: tremor, gerak involunter 2. Disartria, drooling (air liur menetes) 3. Distonia tipe rigid

4. Pseudobulbar palsy 5. Disautonomia 6. Migrain 7. Insomnia 8. Kejang

Tremor merupakan gejala yang paling banyak muncul, dapat saat istirahat, berbaring, maupun saat bergerak. Sedangkan kejang termasuk manifestasi yang jarang didapatkan, dimana lebih sering didapat kejang tipe parsial.

Manifestasi psikiatrik

Manifestasi psikiatrik yang muncul antara lain:12

1. Depresi 2. Neurosis

3. Perubahan kepribadian 4. Psikosis

Perubahan kepribadian, gangguan mood, depresi merupakan gejala yang paling serimg didapatkan. Depresi dapat berupa depresi berat dan hampir 16% pasien memiliki riwayat percobaan bunuh diri. Psikosis jarang didapatkan pada penderita Wilson disease.11

Manifestasi Oftalmologik

Berupa cincin Kayser-Fleischer yang tampak berupa seperti cincin berwana emas-coklat- hijau di kornea mata. Umumnya bilateral pada kedua mata, namun pernah dilaporkan didapatkan unilateral. Cincin terbentuk awalnya di sebelah superior, diikuti inferior kemudian sebelah lateral

(36)

dan medial, sehingga perlu dicari secara teliti dan menyeluruh dengan mengangkat kelopak mata. Cincin tersebut terbentuk karena adanya deposisi tembaga pada membran Descement. Cincin tersebut sulot dilihat pada penderita dengan iris warna coklat. Tanda lain adalah katarak sunflower, namun relatif jarang ditemukan.11,12

Gambar 5. Cincin Kayser-Fleischer

Diagnosis

Diagnosis penyakit wilson dapat ditegakkan berdasarkan aspek manifestasi klinis, riwayat keluarga, pemeriksaan penunjang laboratoris, dan terakhir menggunakan analisis genetik jika dari pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya belum dapat menegakkan diagnosis.

Diagnosis penyakit Wilson dapat ditetapkan segera jika didapatkan gejala klasik yang terdiri atas penyakit atau kelainan hepar, keterlibatan neurologis, dan cincin Kayser-Fleischer.11,12

Berikut adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada Wilson disease:11

1. Pemeriksaan oftalmologik menggunakan slit lamp untuk mencari cincin kayser-Fleischer 2. Pemeriksaan darah Serum ceruloplasmin dan serum tembaga

3. Pemeriksaan urin tembaga 24-jam

4. Biopsi hepar untuk pemeriksaan histologi, histochemistry, kadar tembaga. 5. Pemeriksaan genetik, analisis haplotype untuk saudara sekandung, dan analisis

(37)

Pemeriksaan Radiologis

Pada penderita dengan stadium munculnya gejala neurologis, pemeriksaan MRI atau CT-Scan dapat mendeteksi kelainan struktural otak pada basal ganglia. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah peningkatan densitas CT dan hiperintensitas T2 MRI pada daerah basal ganglia. Kelainan tersebut juga dapat ditemukan pada lokasi lainnya.

Kelainan diotak yang dapat ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan kepala, mulai yang tersering hingga paling jarang antara lain: Dilatasi ventrikel, atrofi kortikal, atrofi batang otak, hipodensitas ganglia basalis, atrofi fossa posterior, normal.11,12

DAFTAR PUSTAKA

1. Swierzewski SJ. Movement Disorders. September 2014. Diunduh dari:

(38)

2. Supadmadi. Penyakit Parkinson. Dalam: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus neurologi. Jakarta: Penerbit Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto, 2008, h. 73-8.

3. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012, h. 292-308.

4. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2013. 5. Ginsberg L. Lecture Notes Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, h.

100-17.

6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2013. 7. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan

Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007, h. 148

8. Corwin EJ. Yudha EG, ed. Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007, h. 259-60.

9. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2013.

10. Joesoef AA. Patofisiologi dan Managemen Penyakit Parkinson. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V. FK. Unair , 2001, h. 27 – 53

11. Mayo Clinic Staff. Wilson’s Disease. Mei 2014. Diunduh dari: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/wilsons-disease/basics/definition/con-20043499, 20 September 2014

12. Gilroy R. Wilson’s Disease. Mei 2014. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/183456-overview, 20 September 2014

Gambar

Gambar 1. Sistem Ekstrapiramidal
Gambar 2. Gerakan Involunter
Gambar 3. PET pada Parkinson
Gambar 4. Gambaran Klinis pada Penderita Parkinson
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Nah dari SOP yang telah disepakatai itu disampaikan oleh kepala bidang atas hasil bersama dari penyusunan Sop nah kemudian oleh pak Kepala Bidang disosialisasikan ke

Penelitian ”Perubahan Kandungan Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp” ditujukan untuk mengetahui seberapa besar

Untuk menangkap putri pencuri bunga, dengan kekuatan yang dimilikinya, Raden Iman Suwangsa mampu mengubah rerumputan menjadi sebuah jubah yang jika dipakai oleh pemiliknya

Semisal agama lain memiliki kegiatan dengan pendeta-pendeta nya kita juga memberikan toleransi.52 Hal ini disampaikan juga oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri

Angka pengganda output tipe II rata-rata usaha kecil pada sektor pariwisata sebesar 3,041, artinya setiap peningkatan permintaan akhir usaha kecil pada sektor pariwisata (17, 19,

Uraian tersebut mengandung pengertian bahwa di dalam memperlakukan karyawan, seorang manajer, harus memperlakukan karyawannya sebagai suatu asset yang diistilahkan

?etapi setiap kelas tapi setiap kelas ekui=alen yang ditentukan oleh anggota dari ekui=alen yang ditentukan oleh anggota dari  sama dengan koset  sama dengan koset kanan kanan

mengetahui instansi apa saja yang turut mendukung berlangsungnya PORWANAS. Warna yang dominan pada iklan diatas adalah warna merah dan putih dengan gambar visual Ganjar