• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Defisiensi G6PD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Defisiensi G6PD"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar biokimia defisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD. Enzim G6PD merupakan enzim pertama jalur pentosafosfat, yang mengubah glucose-6-phosphate menjadi 6-fosfo-gluconat pada proses glikolisis. Perubahan ini menghasilkan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), yang akan mereduksi glutation teroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). GSH berfungsi sebagai pemecah peroksida dan oksidan radikal H2O2.1,2,4

Defisiensi G6PD terkait kromosom x, dimana pada umumnya hanya manifes pada laki-laki. Defisiensi G6PD sangat polimorfik dan memiliki banyak varian, dilaporkan lebih 300 varian telah diketemukan pada manusia10. Diperkirakan sekitar ± 400 juta manusia di seluruh dunia menderita kelainan/defisiensi enzim ini. Frekuensi tertinggi didapatkan pada daerah tropis dan menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia insidennya diperkirakan sebesar 1-14%. Penelitian Soemantri menyebutkan bahwa prevalensi defisiensi G6PD di Jawa Tengah sebesar 15%. Penelitian Suhartati dkk di pulau-pulau kecil yang terisolir di Indonesia bagian Timur (pulau Babar, Tanimbar, Kur dan Romang di Propinsi Maluku), menyebutkan bahwa insiden defisiensi G6PD adalah 1,6 - 6,7%.3,5, 6

Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinya hemolisis ditandai dengan demam yang disertaijaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa. Urin juga berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.1,2

(2)

Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif.3,4,6

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Defisiensi G6PD adalah suatu kelainan enzim yang terkait kromosom sex (x-linked), yang diwariskan, dimana aktifitas atau stabilitas enzim G6PD menurun, sehingga menyebabkan pemecahan sel darah merah pada saat seorang individu terpapar oleh bahan eksogen yang potensial menyebabkan kerusakan oksidatif.7 2.2 EPIDEMIOLOGI

Defisiensi G6PD merupakan penyakit defisiensi enzim tersering pada manusia, sekitar 2-3% dari seluruh populasi di dunia diperkirakan sekitar ± 400 juta manusia di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi didapatkan daerah tropis, ditemukan dengan frekuensi yang bervariasi pada berbagai ras Timur tengah, India, Cina, Melayu, Thailand, Filipina dan Melanesia.5,6

Defisiensi G6PD menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia insidennya diperkirakan 1-14%, prevalensi defisiensi G6PD di Jawa Tengah sebesar 15% 19, di pulau-pulau kecil yang terisolir di Indonesia bagian Timur (pulau Babar, Tanimbar, Kur dan Romang di Propinsi Maluku), disebutkan bahwa insiden defisiensi G6PD adalah 1,6 -6,7%.5,6

(4)

2.3 BIOKIMIA MOLEKULER DAN METABOLISME FISIOLOGIS ENZIM G6PD

Gambar 1. Lokasi mutasi gen G6PD1

Enzim G6PD merupakan polipeptida yang terdiri atas 515 asam amino dengan berat molekul 59,265 kilodalton. Enzim G6PD merupakan enzim pertama jalur pentosa phoshat, yang mengubah glukosa-6-phosphat menjadi 6-fosfogluconat pada proses glikosis. Perubahan ini menghasilkan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), yang akan mereduksi glutation teroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). GSH berfungsi sebagai pemecah peroksida dan oksidan radikal H2O2.5

Dalam keadaan normal peroksida dan radikal bebas dibuang oleh katalase dan gluthatione peroxidase, selanjutnya meningkatkan produksi GSSG. GSH dibentuk dari GSSG dengan bantuan enzim gluthatione reductase yang keberadaannya tergantung pada NADPH. Pada defisiensi G6PD, pembentukkan NADPH berkurang sehingga berpengaruh pada regenerasi GSH dari GSSG, akibatnya mempengaruhi kemampuan untuk menghilangkan peroksida dan radikal bebas.5

(5)

Gen G6PD terdiri 13 ekson dan 12 intron yang tersebar pada daerah seluas lebih 100 kb pada ujung terminal lengan panjang kromosom X. Defisiensi G6PD terjadi akibat mutasi gen G6PD, suatu penyakit sex-linked. Laki-laki hanya mempunyai 1 kromosom X, sehingga jika terjadi mutasi maka defisiensi G6PD akan muncul atau bermanifes. Wanita mempunyai 2 kromosom X, sehingga jika terdapat 1 gen yang abnormal karena mutasi, pasangan atau allele-nya dapat “menutupi” kekurangannya tersebut, sehingga defisiensi G6PD bisa bermanifes namun dapat pula tidak. Defisiensi G6PD meliputi berbagai mutasi gen G6PD yang berbeda-beda dan tidak bereaksi sama, hal ini menjelaskan mengapa individu defisiensi G6PD menunjukkan reaksi berbeda dengan faktor pencetus yang sama. Gen G6PD yang berlokasi pada kromosom Xq28 dengan panjang 18 Kb, terdiri atas 13 exon merupakan DNA dan 12 intron merupakan sekuen pengganggu, merupakan sampah DNA yang tidak berperan dalam fungsi enzim. Fungsi enzim ditentukan oleh sekuens dan ukuran gen G6PD dan mRNA yang menjadi ciri gen. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat membantu mengidentifikasi adanya mutasi. Saat ini telah diketahui lebih 40 mutasi yang tersebar sepanjang pada seluruh pengkode gen, masing-masing berbeda-beda dan mempunyai ciri khas tersendiri. Telah dilaporkan lebih 400 varian G6PD, dengan disertai penampilan klinis dan atau fenotif yang beragam. Varian tersebut dibedakan berdasar aktifitas enzim residual, mobilisasi elektroforetik, afinitas dan analog subtrat, stabilisasi terhadap panas dan pH optimum.5,8

WHO membuat klasifikasi berdasarkan varian yang ditemukan di setiap negara, subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino yaitu: 8

Kelas I : Anemia hemolitik non sferositosis (aktifitas residual G6PD, <20). Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD yang jarang ditemukan. Kelompok ini mempunyai kelainan fungsional yang berat (varian Harilaou). Sel darah merah tidak mampu mempertahankan diri dari oksidan endogen, sehingga terjadi hemolisis kronik. Adanya pemaparan

(6)

dengan faktor pencetus akan menyebabkan terjadinya eksaserbasi anemia hemolitik akut.8

Kelas II : defisiensi berat (aktifitas residual G6PD, <10). Kelompok defisiensi enzim G6PD berat (varian G6PD Mediteranian). Pemaparan dengan faktor pencetus (eksogen) akan menimbulkan hemolisis akut dan proses tersebut akan terus berlanjut selama masih terdapat pemaparan dengan faktor pencetus. Hal ini disebabkan rendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah yang tua maupun muda.8

Kelas III : defisiensi sedang (aktifitas residual G6PD, 10-60). Kelompok defisensi enzim G6PD ringan (varian G6PD A). Pada kelompok ini, hemolisis yang timbul akibat pemaparan dengan faktor pencetus akan berhenti dengan sendirinya walaupun pemaparan masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas enzim G6PD pada sel darah merah yang muda masih cukup tinggi untuk menahan oksidan, dan hanya sel darah merah yang tua saja yang mengalami hemolisis.8

Kelas IV : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, 100). Kelompok yang tidak mengalami gejala-gejala defisiensi G6PD.8

Kelas V : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, >100).8

2.4 PERANAN ENZIM G6PD PADA SEL DARAH MERAH

Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk mempertahankan bentuk, volume, kelenturan (fleksibilitas), dan regulasi pompa natrium-kaliumnya. Energi ini diperoleh dari glukosa melalui dua jalur metabolisme yaitu, 80% dari proses glikolisis anaerobik (jalur Emden-Meyerhof) dan 20% proses glikolisis aerobik (jalur Pentosa Fosfat).8

(7)

Peran enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalur pentosa fosfat. Di dalam sel darah merah terdapat suatu senyawa glutation tereduksi (GSH) yang mampu menjaga keutuhan gugus sulfidril (SH) pada hemoglobin dan sel darah merah. Fungsi GSH adalah mempertahankan residu sistein pada hemoglobin dan protein-protein lain pada membran eritrosit agar tetap dalam bentuk tereduksi dan aktif, mempertahankan hemoglobin dalam bentuk fero, mempertahankan struktur normal sel darah merah, serta berperan dalam proses detoksifikasi, dimana GSH merupakan substrat kedua bagi enzim gluthation peroksidase dalam menetralkan hidrogen peroksida yang merupakan suatu oksidan yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel darah merah.8

Senyawa GSH pada awalnya dalah suatu glutation bentuk disulfida (glutation teroksidasi, GSSG) yang direduksi menjadi glutation bentuk sulfhidril (glutation tereduksi, GSH). Reduksi GSSG menjadi GSH dilakukan oleh NADPH, pada jalur pentosa fosfat, dimana pada jalur metabolisme ini NADPH dibentuk bila glucose-6-phosphate dioksidasi menjadi 6-fosfogluconat dengan bantuan enzim G6PD.Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fungsi enzim G6PD adalah menyediakan NADPH yang diperlukan untuk membentuk kembali GSH.8,9

(8)

Gambar 2. Peranan enzim G6PD terhadap eritrosit1,2

Pada defisiensi G6PD kadar NADPH berkurang, sehingga adanya paparan terhadap stress oksidan akan mempengaruhi pembentukan ikatan disulfide, mengakibatkan hemoglobin mengalami denaturasi dan membentuk partikel kental (Heinz bodies). Heinz bodies akan berikatan dengan membran sel, menyebabkan perubahan isi, elastisitas, dan permeabilitas sel. Sel darah merah pada kondisi tersebut dikenali sebagai sel darah merah yang rusak dan akan dihancurkan oleh sistem retikulo-endotelial (lien, hepar dan sumsum tulang) proses hemoliti. Meskipun gen G6PD terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi efek defisiensi dalam eritrosit pengaruhnya sangat besar karena enzim G6PD diperlukan dalam menghasilkan energi untuk mempertahan umur eritrosit, membawa oksigen, regulasi transport ion dan air kedalam dan keluar sel, membantu pembuangan karbondioksida dan proton yang terbentuk pada metabolisme jaringan. Karena tidak ada mitokondria di dalam eritrosit maka oksidasi G6PD hanya bersumber dari NADPH, bila kadar enzim G6PD menurun, eritrosit mengalami kekurangan energi dan perubahan bentuk yang memudahkan mengalami lisis bila ada stres oksidan.9

(9)

2.5 SKRINING DEFISIENSI G6PD PADA NEONATUS

Di berbagai negara, skrining defisiensi G6PD pada neonatus rutin dilakukan. Hal ini penting karena kernikterus yang merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada neonatus defisiensi G6PD dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor penyebab hemolisis. Laporan dari Singapura menunjukkan setelah program skrining defisiensi G6PD neonatus sejak tahun 1965 menggunakan sampel darah tali pusat, insidens kernikterus turun drastis dalam 20 tahun terakhir. Dilaporkan hanya 1 kasus kernikterus pada neonatus defisiensi G6PD di Singapura. Neonatus defisiensi G6PD dilindungi secara fisik di rumah sakit selama 2 minggu pertama dan orang tuanya diberikan konseling mengenai obat-obatan yang dapat memicu krisis hemolisis.10

Menemukan bahwa insidens hiperbilirubinemia pada neonatus defisiensi G6PD sebesar 32% dan pada neonatus dengan G6PD normal hanya 12,3%, hal ini menunjukkan perlunya skrining defisiensi G6PD pada neonatus.9

2.6 DIAGNOSIS a. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar individu defisiensi G6PD adalah asimtomatik sepanjang hidup mereka, dan tidak menyadari keadaan ini. Pada umumnya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut, favism, neonatal jaundice, atau anemia kronis non-hemolitik sferositik, yang biasanya muncul ketika eritrosit mengalami stres oksidatif yang dipicu oleh zat oksidan seperti obat-obatan, infeksi, atau mengkonsumsi kacang fava. Selain itu beberapa gangguan klinis, seperti diabetes dan infark miokard dan latihan fisik berat, telah dilaporkan memicu hemolisis pada individu defisiensi G6PD; walaupun paparan bersama antara infeksi atau oksidan obat dapat menyebabkan hal ini. Mekanisme yang tepat yang meningkatkan sensitifitas terhadap kerusakan oksidatif menyebabkan hemolisis tidak sepenuhnya diketahui. penyebab hemolisis akut pada defisiensi G6PD

(10)

ditandai dengan kelelahan, sakit punggung, anemia, dan jaundice. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, laktat dehidrogenase, dan retikulositosis adalah marker kelainan tersebut.8

a) Anemia Hemolitik Terinduksi Obat

Defisiensi G6PD ditemukan sebagai hasil investigasi hemolisis pada penderita yang minum primakuin dan beberapa obat yang bersifat dapat memicu hemolysis yang menyebabkan terjadinya mutasi dari gen G6PD. Beberapa obat dihubungkan dengan hemolisis akut pada penderita defisiensi G6PD. Obat-obat spesifik penyebab langsung krisis hemolisis penderita defisiensi G6PD sulit ditentukan dengan tepat. Pertama, suatu obat yang dinyatakan aman untuk satu penderita defisiensi G6PD belum tentu aman untuk penderita lain, mungkin karena perbedaan farmakokinetik tiap individu. Kedua, obat yang memiliki efek oksidan sering diberikan pada pasien dengan keadaan klinis (misalnya infeksi) yang dapat menyebabkan hemolisis. Ketiga, pasien mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat. Keempat, hemolisis pada defisiensi G6PD biasanya sembuh sendiri, tidak menyebabkan anemia dan retikulositosis yang signifikan.8

(11)

Gambar 3. Obat – obat yang dapat memicu hemolysis yang menyebabkan defisiensi G6PD2,3

Hemolisis dan ikterus klinis biasanya muncul 24-72 jam setelah konsumsi obat. Urin berwarna gelap akibat hemoglobinuria merupakan tanda khas. Anemia memburuk hingga 7-8 hari, kadar hemoglobin akan kembali meningkat setelah 8-10 hari obat dihentikan. Heinz bodies di darah tepi yang merupakan presipitat hemoglobin terdenaturasi merupakan tanda khas pada pemeriksaan apusan darah.8 b) Anemia Hemolitik Terinduksi Infeksi

Infeksi merupakan penyebab hemolisis tersering pada penderita defisiensi G6PD. Beberapa infeksi yang dapat mencetuskannya antara lain infeksi virus Hepatitis A dan B, Cytomegalovirus, pneumonia dan demam tifoid. Beratnya hemolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pemberian obat, fungsi hati dan usia. Pada hemolisis berat, transfusi darah segera memperbaiki luaran. Komplikasi serius akibat infeksi virus hepatitis pada penderita defisiensi G6PD adalah gagal ginjal akut; dapat disebabkan nekrosis tubular akut akibat iskemi ginjal maupun obstruksi tubular karena hemoglobin cast. Beberapa pasien mungkin memerlukan hemodialisis.8

c) Favisme

Konsumsi fava beans/kacang fava dapat menyebabkan hemolisis dan kondisi ini disebut favisme. Favisme ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah dan Afrika Utara, tidak ditemukan di Indonesia. Tidak semua penderita defisiensi G6PD yang memakan kacang fava menderita favisme, dapat terjadi respons berbeda-beda dari individu yang sama tergantung kesehatan pasien dan jumlah kacang fava yang dikonsumsi. Divicine, isouramil dan convicine diperkirakan sebagai bahan toksik dari kacang fava yang meningkatkan aktivitas hexose monophosphate shunt, sehingga menyebabkan hemolisis pada penderita defisiensi G6PD. Favisme menyebabkan anemia hemolitik akut, biasanya 24 jam setelah kacang fava dikonsumsi. Hemoglobinuria yang muncul lebih berat dibanding yang disebabkan oleh induksi obat maupun infeksi meskipun kadar bilirubinnya lebih rendah. Hemolitik akibat favisme dapat terjadi intravaskular maupun ekstravaskular dan dapat menyebabkan gagal ginjal akut.8

(12)

d) Ikterus Neonatorum

Sepertiga neonatus laki-laki ikterus neonatorum menderita defisiensi G6PD, insidens pada neonatus perempuan lebih jarang. Ikterus biasanya muncul pada umur 1-4 hari, mirip ikterus fisiologis. Kernikterus jarang terjadi, dapat menyebabkan kerusakan saraf yang bersifat permanen jika tidak segera ditangani. Ikterus neonatorum lebih berat pada bayi defisiensi G6PD prematur. Jika skrining defi siensi G6PD tidak rutin dilakukan, pemeriksaan lebih seksama perlu dilakukan pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia >150 mmol/L dalam 24 jam pertama atau memiliki saudara dengan riwayat ikterus neonatorum.8 e) Anemia Hemolitik Non-sferosis Kongenital

Pada beberapa pasien, varian defisiensi G6PD dapat menyebabkan hemolisis kronik yang disebut anemia hemolitik non-sferosis kongenital. Kondisi ini dapat muncul sporadis. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis bahwa kelainan ini ditemukan sejak bayi atau kanak-kanak. Kebanyakan pasien memiliki riwayat ikterus neonatorum yang berat, anemia kronik yang dieksaserbasi oleh stres oksidatif yang biasanya memerlukan transfusi darah, adanya retikulositosis, batu empedu dan splenomegali. Kadar bilirubin dan LDH meningkat dan hemolisisnya terjadi terutama ekstravaskular.8

b. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti defisiensi G6PD didasarkan pada aktivitas enzimatik dengan analisis kuantitatif spektrofotometri tingkat produksi NADPH dari NADP. Untuk skrining cepat beberapa metode semikuantitatif telah di-kembangkan seperti dye-decolouration test oleh Motulsky dan tes fluorescent spot yang mengindikasikan defisiensi G6PD jika spot darah tidak berfluoresen di bawah sinar ultra violet. 9

Tes fenotip aktivitas enzimatik G6PD pada darah vena segar merupakan metode diagnostik yang paling umum. Tes fenotip dapat dibagi menjadi 4 kategori:9

(13)

1. Tes direk yang langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD. Standar perhitungan adalah berdasarkan spektrofotometer. Tes spot fluorescent Beutler’s merupakan tes skrining populer yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD, ditempatkan di kertas filter dan disinari ultra violet (450 nm). Fluoresensi menunjukkan aktivitas G6PD. Tes ini paling mudah meskipun masih jauh dari ideal.9

2. Tes indirek yang mencakup tes reduksi methemoglobin. Sel eritrosit direaksikan dengan nitrit dan substrat glukosa kemudian tingkat NADPH-dependent methaemoglobin reduction dinilai dengan katalis redoks. Derajat NADPH-dependent methaemoglobin reduction berkorelasi dengan aktivitas G6PD. Metode indirek lain menggunakan kromofor seperti brillian cresil blue, resazurin, formazan untuk memantau produksi NADPH.9

3. Tes sitokimia yang menilai status G6PD eritrosit, dapat digunakan untuk deteksi laki-laki defisiensi homozigot, perempuan defisiensi homozigot dan heterozigot. Tes sitokimia mencakup methaemoglobin elution test dengan melabel eritrosit berdasarkan jumlah relatif methemoglobinnya sesuai metode indirek dengan tes reduksi methe-moglobin. Metode terbaru sitofluorometrik mendeteksi autofluoresens terinduksi glutaral-dehid dengan formazan yang menggunakan teknik flowsitometri.

4. Tes cepat dengan point of care tests (POCT).9 2.7 PENATALAKSANAAN

Pada pasien dengan defisiensi G6PD A (-), hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari zat oksidan yang mencetuskan hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisis berat mungkin diperlukan transfusi darah.8

Strategi penatalaksanaan defisiensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis adalah mencegah stres oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang

(14)

fava). Pendekatan ini memerlukan pemahaman pasien dan bisa tercapai jika ada program skrining defisiensi G6PD. Hemolisis akut akibat G6PD biasanya tidak lama dan tidak memerlukan terapi spesifik. Pada kasus jarang (biasanya anak-anak) dapat terjadi anemia berat yang memerlukan transfusi darah Ikterus neonatorum akibat defisiensi G6PD diterapi seperti ikterus neonatorum kausa lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi darah mungkin diperlukan. Pasien anemia hemolitik nonsferosis kongenital terkadang mengalami anemia terkompensasi yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika ada eksaserbasi akibat stres oksidatif yang dapat memperburuk anemianya. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital biasanya mengalami splenomegali tetapi tindakan splenektomi jarang memberi keuntungan.11

2.8 KOMPLIKASI

Kebanyakan pengidap defisiensi G6PD biasa jarang menimbulkan komplikasi. Namun pada penderita yang mengalami defisiensi G6PD akibat induksi obat mengakibatkan hemolisis dari sel darah merah sehingga penderita akan mengalami anemia, dimana yang paling sering adalah anemia hemolitik.12

2.9 DEFERENSIAL DIAGNOSIS - Inkompabilitas ABO

Pada inkompabilitas dari ABO ini memiliki gejala yang hampir mirip dengan defisiensi G6PD yaitu ikterus yang <24 jam. Dimana pada inkompabilitas ABO terjadi akibat ketidak sesuaian antara golongan darah ibu dengan golongan darah janin yang dikandungnya biasanya ibunya bergolongan darah O namun janinnya bergolongan darah A, B atau AB.12

- Inkompabilitas Rhesus

Pada inkompabilitas rhesus dimana terjadi perbedaan rhesus antara ibu dan janin dikandungnya yaitu biasanya ibu memiliki antigen-D dalam darah yang termasuk dalam rhesus-positif sedangkan janin tidak memiliki antigen-D

(15)

sehingga termasuk dalam rhesus-negatif sehingga biasanya didapatkan gejala ikterus <24 jam.12

2.10 PROGNOSIS

Defisiensi G6PD sebagian besar tidak memberikan gejala yang khas sehingga seseorang yang mengidap defisiensi G6PD dapat hidup normal. Namun apabila terjadi anemia hemolitik akibat defisiensi G6PD dapat ditangani dan sesuai dengan faktor stress yang mengakibatkan terjadinya hemolisis sel darah merah yang menyebabkan defisiensi G6PD.8,10,12

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cappellini MD, Fiorelli G. Glucose-6-phosphate dehydrogenase defi ciency. Lancet. 2008;371:64-74.

2.

Farhud DD, Yazdanpanah L. Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) defi ciency. Iranian J Publ Health. 2008;37(4):1-18.

3.

Beutler E. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency: A historical perspective. Blood. 2008;111:16-24

4. Kaplan M, Algur N, Hammerman C. Onset of Jaundice in Glucose-6- Phosphate Dehydrogenase-Deficient Neonate. Pediatrics. 2001;108:956-959

5.

Suhartati, Marini T, Shirakawa T Nishiyama K. Glucose 6 Phosphate Dehydrogenase (G6PD) Deficiency Variants In Isolated Small Island In Eastern Indonesia. Dalam: Wandita S, Herini ES, Surjono. Editor: Asian Symposium In Neonatology G6PD Deficiency and Related Condition. Yogyakarta, : 64-74.

6.

Badan Litbangkes Depkes RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2002: Unpublished.

7.

Chan TK. Glucose-6-Phosphat Dehydrogenase (G6PD) Deficiency; A Review. Available in : http://www.cchi.can.hk/specialtopic/case1/case1.htm.

8.

Kurniawan, L.B. 2104. Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase (G6PD). Continuining medical education. Departemen

(17)

Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. Diakses pada tanggal 22 april 2017

9.

Daud D. 2012. Peranan Enzym Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase Pada Sel Darah Merah. Simposium Nasional Nefrologi Anak IX dan Hematologi Onkologi Anak ; Tatalaksana Mutakhir Penyakit Ginjal dan Hematologi Onkologi Anak. IDAI. Surabaya

10.

Soemantri A.G.2011. Biomolecular of Red Cell Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase Deficiency of Asia Population. Asian Symposium In Neonatology G6PD Deficiency and Related Condition. Yogyakarta

11.

Kirkman HN, Gaetani GF. 2012. Regulation of Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase in Human Erythrocytes. The Journal of Biological Chemistry. Surabaya

12. Jarullah J, AlJaouni S, Sharma MC, Bushra MSJ, Kamal MA. Detection of glucose-6-phosphate dehydrogenase in heterozygous Saudi female neonates. Enz Eng. 2012;1(2)

Gambar

Gambar 1. Lokasi mutasi gen G6PD 1
Gambar 2. Peranan enzim G6PD terhadap eritrosit 1,2

Referensi

Dokumen terkait

Permohonan Pemisahan Harta Perkawinan dalam Pen etap an ini dilakukan setelah perkawinan dilakukan. Permohonan Penetapan ini kemudian dikabulkan / ditetapkan oleh

Kartawinata (1980) melaporkan bahwa beberapa kawasan hutan kerangas adalah varian dari hutan dipterocarpa campuran, sehingga persebaran pohon jenis penyusun hutan juga dapat

Study on Project Success Factors in Large Construction Projects in Vietnam (Engineering Constructon and Architectural Management,

Dalam bukunya “ Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht ”, beliau menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan

Causes and consequences of audit shopping: An analysis of audit opinion, earning management, and auditor changes... Departemen Keuangan

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Dalam rencana pembangunan Usaha Service Komputer ini, saya mendapatkan suatu peluang yang sangat bagus dan saya sangat tertarik untuk membangunnya.... Besarnya investasi

Terhadap pelaksanaan kontrak yang tidak sesuai terutama terhadap berlakunya causa yang tidak halal harus diperhatikan dalam rangkaian obyek perjanjian yang merupakan