• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LITERASI SAINS

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat yang dibimbing oleh Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd. dan Ibu Erni Yulianti,

S.Pd., M.Pd.

Oleh :

Kelompok 1 / OFF. A

Aditya Pratama Hari Kurniawan (140351601054) Badi’ Silvana (140351603379) Binti Aliatul Mutma’inah (140351604360) Linda Nur Rohmah (140351601801)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Literasi Sains” ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat

Kami berterima kasih pada Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd. dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Sains, Teknologi, dan Masyarakat yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Literasi Sains.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapakan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini.

Malang, Februari 2017

(3)

ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 1 Tujuan ... 2 BAB II: PEMBAHASAN

Definisi Literasi Sains ... 3 Urgensi Literasi Sains ... 5 Karakteristik Pebelajar yang Melek Sains ... 8 BAB III: PENUTUP

Kesimpulan ... 14 DAFTAR PUSTAKA. ... 16

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Literasi sains adalah pemahaman atas sains dan prosesnya, serta aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains sangat penting untuk memecahkan berbagai persoalan yang terkait etika, moral dan isu-isu global akibat perubahan yang pesat dalam bidang sains dan teknologi. Penilaian literasi sains dalam PISA tidak semata-mata pada pengukuran tingkat pemahaman pengetahuan IPA, namun juga pemahaman terhadap berbagai proses IPA dan kemampuan mengaplikasikan pengatahuan dan proses IPA dalam situasi nyata.

Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains melibatkan sains sekolah untuk kehidupan sehari-hari peserta didik untuk pengambilan keputusan dalam masyarakat. Kemampuan literasi sains mencerminkan kesiapan warga dalam menjawab tantangan global yang semakin hari semakin mendesak. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal perlu melatihkan peserta didik pada kemampuan literasi sains, karena peserta didik tidak dengan sendirinya berkembang tetapi perlu dilatihkan agar siap menghadapi situasi kehidupan nyata dimasa yang akan datang. Berbagai upaya reformasi pendidikan IPA telah banyak dilakukan di beberapa negara untuk mewujudkan masyarakat berliterasi sains, salah satunya melalui kurikulum dan pembelajaran.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai berikut,

1. Apa definisi dari literasi sains? 2. Bagaimana urgensi literasi sains?

(5)

2 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut,

1. Untuk mengetahui definisi dari literasi sains 2. Untuk mengetahui urgensi dari literasi sains

(6)

3 BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Literasi Sains

Literasi Sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf atau berpendidikan dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan (Toharudin Uus dkk, 2011 : 1). Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf (Echols&Shadily, 1996: 361 & 54). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007).

Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan bahwa ada dua kelompok utama orang yang memiliki pandangan tentang scientific literacy, yaitu kelompok “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”. Kelompok pertama “science literacy” memandang bahwa komponen utama literasi sains adalah pemahaman konten sains yaitu konsep-konsep dasar sains. Pemahaman kelompok pertama inilah yang banyak dipahami oleh guru-guru sains saat ini baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kelompok kedua, scientific literacy, memandang literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen & Salganik, 2003), yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains.

PISA mendefinisikan Literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpuan berdasarkan bukti-bukti dan data yang ada agar dapat memahami dan membantu peneliti untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alamnya (Rustaman, 2004). Untuk tujuan penilaian,

(7)

4 definisi literasi sains PISA dapat dicirikan oleh empat aspek yang saling terkait, yaitu aspek konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains (OECD, 2007).

Aspek konteks mengarahkan peserta didik untuk dapat mengenali situasi dalam kehidupan yang melibatkan sains dan teknologi. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memahami bahwa ilmu pengetahuan memiliki nilai tertentu bagi individu dan masyarakat dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dan dalam pengembangan kebijakan publik.

Aspek pengetahuan mengarahkan peserta didik untuk dapat memahami alam atas dasar pengetahuan ilmiah yang mencakup pengetahuan alam dan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuannya adalah untuk menggambarkan sejauh mana peserta didik dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mereka (Ekohariadi, 2009).

Aspek kompetensi dalam literasi sains PISA memberikan prioritas terhadap beberapa kompetensi, yaitu: (1) mengidentifikasi isu ilmiah, yaitu mengenai isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk informasi ilmiah, mengenal ciri khas penyelidikan ilmiah; (2) menjelaskan fenomena ilmiah, yaitu mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan, mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi, dan prediksi yang sesuai.; dan (3) menggunakan bukti ilmiah, yaitu menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan, memberikan alasan untuk mendukung atau menolak kesimpulan dan mengidentifikasikan asumsi-asumsi yang dibuat dalam mencapai kesimpulan, mengomunikasikan kesimpulan terkait bukti dan penalaran dibalik kesimpulan dan membuat refleksi berdasarkan implikasi sosial dari kesimpulan ilmiah.

Aspek sikap sains menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan untuk penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap, misalnya, sumber daya alam dan lingkungan. Perhatian PISA untuk sikap terhadap ilmu pengetahuan didasarkan pada keyakinan bahwa literasi sains seseorang mencakup sikap tertentu, kepercayaan, orientasi motivasi, rasa self efficacy, nilai-nilai, dan tindakan utama. Merujuk pada PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) mendukung inkuiri

(8)

5 sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung jawab terhadap sumber daya lingkungan.

Menurut Poedjiadi (2005), seseorang yang memiliki kemampuan Literasi sains dan teknoogi adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan. Pengembangan literasi sains sangat penting karena ia dapat memberi konstribusi bagi kehidupan sosial dan ekonomi serta untuk memperbaiki pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dan personal (Laugksch, 2000). Sedangkan Miller (1983) mendefinisikan Literasi sains sebagai kemampuan membaca dan menulis tentang sains dan teknologi.

Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995) adalah: Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts and processes required for personal decision making, participation in civic and cultural affairs, and economic productivity. It also includes specific types of abilities. Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa literasi sains merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep sains.

Urgensi Literasi Sains

Terwujudnya masyarakat melek sains (scientific literate) adalah salah satu tujuan utama pendidikan sains selain itu peningkatan literasi sains siswa di sekolah juga telah menjadi tujuan kurikulum dan para pengajar sains lebih dari satu abad ini (Millar, 2008)

Berbagai upaya reformasi pendidikan sains telah banyak dilakukan di berbagai negara. Sebagai contoh, reformasi yang dilakukan di negara Amerika menekankan pada pengembangan pemahaman yang akurat tentang sains dan literasi sains. Dalam dokumen standar Amerika “Benchmarks for Scientific

(9)

6 Literacy”, selain menyebutkan pemahaman tentang konsep-konsep fundamental sains juga memotret hakikat sains (NOS) dan inkuiri ilmiah (scientific inquiry) sebagai komponen kunci dalam literasi sains.

Pentingnya literasi sains juga sudah menjadi perhatian pemerintah dan para praktisi pendidikan sains di Indonesia. Meskipun istilah literasi sains tidak dicantumkan secara eksplisit pada Kurikulum 2013, namun dari kandungan kompetensi inti dan kompetensi dasar mencerminkan pengembangan literasi sains peserta didik sebagai salah satu tujuan pendidikan IPA di SMP.

National Science Education Standards (NSES) dalam NRC (1996) menyatakan bahwa seseorang yang melek sains akan memiliki pemahaman terhadap enam unsur utama dari literasi sains, yaitu:

(1) sains sebagai inkuri, (2) konten sains,

(3) sains dan teknologi,

(4) sains dalam perspektif pribadi dan sosial, (5) sejarah dan sifat sains, dan

(6) kesatuan konsep dan proses.

Secara lebih jelas, OECD (2013) mendeskripsikan karakteristik seseorang yang melek sains, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, untuk mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti dalam rangka untuk memahami dan membantu membuat keputusan tentang lingkungan alam dan perubahan yang diakibatkan dari kegiatan manusia. Dengan melek sains, maka seseorang memiliki kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu terkait sains, dan dengan gagasan-gagasan sains sebagai cerminan masyarakat (OECD, 2013). Berdasarkan karakteristik tersebut, maka literasi sains tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang ingin menjadi ilmuwan di masa depannya, tetapi juga merupakan kemampuan yang sangat penting dikuasai oleh semua warga negara. Hal ini didukung oleh pernyataan Roberts (2007) sebagaimana dikutip oleh Millar (2008) bahwa terjadi pergeseran penekanan dari pengajaran yang didesain untuk mengajar berbagai pemahaman tentang sains yang hanya dibutuhkan oleh ilmuan masa depan,

(10)

7 kepada pengajaran yang mencoba untuk membangun berbagai pemahaman tentang sains yang dibutuhkan oleh semua warga negara.

Pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat di bidang teknologi juga merupakan urgensi literasi sains. Literasi sains akan dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.Dengan literasi sains ini, perkembangan teknologi akan terus berkembang dan terus mengalami peningkatan, karena antara sains dan teknologi saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Literasi sains akan memperoleh Penemuan dalam sains yang memungkinkan pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains.

Masih rendahnya tingkat literasi sains siswa menjadi salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Meskipun pentingnya literasi sains sudah diakui oleh semua pendidik, tidak berarti bahwa literasi sains siswa terlatihkan dengan baik. Hal ini didukung oleh data pencapaian literasi sains siswa Indonesia dalam asesmen literasi sains PISA. Selama tiga kali mengikuti assesmen literasi sains PISA tahun 2006, 2009, dan 2012, rata-rata pencapaian skor literasi sains siswa masih dalam rentang skor 382 – 395. Hal ini berarti bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia masih rendah dibandingkan rata-rata kemampuan literasi sains siswa dari negara-negara peserta yang lainnya (Toharudin, dkk., 2011).

Sejak sains menjadi domain asesmen utama pada tahun 2006, PISA menggunakan enam level kecakapan dalam skala penilaian sains. Level-level ini juga digunakan pada PISA 2009, 2012, dan 2015. Tingkat kemampuan pada tiap-tiap level berhubungan dengan jenis-jenis kompetensi yang harus dicapai siswa pada level tertentu. Level yang menjadi baseline dari literasi sains adalah level 2. Hasil analisis PISA 2012 berdasarkan level kemampuan ini, sebanyak 24,7% siswa Indonesia berada di bawah level 1, 41,9% berada pada level 1, 26,3% berada pada level 2, 6,5% berada pada level 3, dan 0,6% berada pada level 4.

(11)

8 Tidak ada siswa Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan level 6. Berdasarkan hasil analisis tersebut, didapatkan informasi bahwa sebagian besar siswa Indonesia masih memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas yang hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi saja. Mereka baru mampu memberikan penjelasan ilmiah yang sudah jelas dan mengikuti bukti-bukti yang eksplisit. Dapat dilihat bahwa hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan secara langsung dan membuat interpretasi harfiah dari hasil inkuiri ilmiah atau pemecahan masalah terkait teknologi.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya literasi sains siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, pertama, rendahnya kemampuan literasi sains siswa dapat disebabkan kebiasaan pembelajaran IPA yang masih bersifat konvensional serta mengabaikan pentingnya kemampuan membaca dan menulis sains sebagai kompetensi yang harus dimiliki siswa. Kedua, kemampuan siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel yang disajikan dalam soal. Siswa terbiasa hanya mengisi tabel yang telah disediakan oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel juga terbatas. Ketiga, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal tes literasi sains. Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran di sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian literasi sains siswa. Selain itu, guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan literasi sains siswa dalam proses pembelajaran (Morris &Pillips, 2003)

Karakteristik Pebelajar yang Melek Sains

Programme for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya (OECD, 1999: 60). Perubahan yang dimaksud dapat bersifat alamiah dan dapat pula sebagai akibat dari aktivitas manusia. National Science Education Standars (1995) mendefinisikan literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan sipil, budaya dan produktivitas ekonomi. Termasuk tipe kemampuan lainnya.

(12)

9 Jadi melek sains dapat diartikan adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains serta dampaknya dalam kehidupan sehari hari, kreatif dan mampu mengambil keputusan dalam kehidupannya. Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan orang itu tidak melek sains seperti, memasang spanduk pada tiang listrik apalagi dalam keadaan basah, orang tidak menyadari bahwa yang namanya listrik itu selalu menuju ke tanah dan mencari perantara yang bersifat konduktor. Manusia dan tiang listrik adalah konduktor yang baik, apalagi dalam keadaan basah karena air merupakan penghantar listrik yang baik juga, sehingga orang yang menyentuhnya mudah terkena sengatan listrik dan bisa berakibat fatal.

Strategi yang digunakan untuk membantu individu untuk memahami sains menurut Settlage, J., and Southerland, S.A, (2007 : 2) adalah membantu masyarakat menggunakan cara berpikir sains dalam memahami kehidupannya. Cara berpikir sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Penyampaian hakikat sains oleh guru biasanya membingungkan peserta didik, sehingga dalam benak peserta didik terkesan bahwa bahwa sains tidak berbeda dengan mistik dan biasanya dipelajari secara hafalan. Untungnya ada dimensi-dimensi dalam pembelajaran sains untuk memperjelas hakikat tersebut. Dimensi dimensi atau sudut pandang ini dapat digunakan untuk melaksanakan, dan menganalisis pembelajaran sains. Berdasarkan kedalaman cara mempelajarinya sains memiliki 4 dimensi, yaitu: (1) sains sebagai cara berpikir; (2) sains sebagai cara untuk menyelidiki; (3) sains sebagai pengetahuan; (4) sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat (Chiapetta and Koballa, 2006).

Menurut Shen (1975) dalam Bybee (1986), ada 3 bentuk melek Sains yang berbeda namun berkaitan Yaitu : Praktis, yang bersifat kewarganegaraan, dan yang bersifat kultural.

a. Melek Sains Praktis ditandai dengan dimilikinya pengetahuan ilmiah dan pengetahuan teknis yang juga dapat digunakan untuk membantu memecahkan kebutuhan manusia yang paling dasar dalam bidang kesehatan dan kelangsungan hidup.

(13)

10 b. Melek Sains yang bersifat kewarganegaraan ditandai dengan adanya kesadaran bahwa Sains dan teknologi itu berkaitan dengan masalah-masalah sosial, yang memungkinkan waga negara dan wakil-wakilnya menerapkan isu-isu sosial.

c. Melek Sains yang bersifat kultural ditandai dengan pemahaman bahwa Sains dan teknologi merupakan hasil kerja manusia yang utama. Melek Sains secara kultural tidak hanya memecahkan masalah praktis atau memecahkan isu-isu kewarganegaraan tetapi menjembatani kesenjangan antara kedua kebudayaan ini.

Bybee (1995) menyebutkan macam-macam dimensi melek Sains. Dimensi Pertama meliputi perbendaharaan kata atau istilah-istilah tertulis Sains dan teknologi. Inilah yang disebut melek SAINS fungsional. Siswa yang telah mampu melek Sains secara fungsional dapat mengunakan istilah ilmiah secara tepat dan memadai. Siswa diharapkan akan memenuhi standar minimum melek Sains dan teknologi yaitu bahwa pada usia dan tingkat perkembangan tertentu, kelas tertentu, siswa harus mampu membaca dan menulis wacana yang mengandung perbendaharaan sains dan teknologi.

Melek Sains Konseptual dan prosedural menggambarkan dimensi melek Sains yang lain. Melek Sains disini tidak hanya meliputi perbendaharaan kata , informasi, dan fakta-fakta mengenai Sains dan teknologi, siswa juga harus dapat mengaitkan informasi dan pengalamannya ke ide konseptual yang menyatukan disiplin dan bidang-bidang Sains. Selain itu melek sains juga meliputi kemampuan dan pemahaman relatif mengenai prosedur dan proses yang meyebabkan Sains menjadi cara untuk mencari pengetahuan. Merek Sains multidimensional meluas melebihi sekedar prosedural tetapi juga meliputi pemahaman Sains Lainnya.

Perbedaan sudut pandang ini dapat mengarahkan kepada guru seperti apa cara pembelajaran sains yang dipilih. Sains sebagai cara berpikir meliputi keyakinan,rasa ingin tahu, imaginasi, penalaran, hubungan sebab-akibat, pengujian diri dan skeptis, keobjektifan dan berhati terbuka . Sains sebagai cara untuk menyelidiki dapat berupa metode ilmiah, yang titik beratnya adalah

(14)

11 berhipotesis, pengamatan, melakukan eksperimen, dan menggunakan matematika. Sains sebagai pengetahuan ( body of knowledge) meliputi fakta, konsep- konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip, teori -teori dan model – model. Sains dalam interaksinya dengan teknologi dan masyarakat telah banyak dipelajari dalam berbagai bentuk pembelajaran seperti STS, serta pembelajaran sains kontektual seperti CTL(Liliasari, 2011).

Pembelajaran sains di sekolah masih lebih banyak terfokus pada dimensi pembelajaran sains sebagai pengetahuan, sedangkan dimensi pembelajaran sains lainnya masih kurang disentuh. Untuk memperbaiki hal tersebut Light and Chox, 2001 (dalam Liliasari, 2010) meyatakan bahwa ada 5 hal yang merupakan learning gaps yang perlu diubah khususnya di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dari: (1) hafalan menjadi pemahaman; (2) pemahaman menjadi kemampuan; (3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan; (4) keinginan untuk melakukan menjadi secara nyata melakukan; (5) secara nyata melakukan menjadi dalam proses berubah dan selalu berubah

Oleh sebab itu pembelajaran IPA yang berbasis literasi sains adalah pembelajaran yang bukan sekedar memindahkan konsep yang dimiliki oleh guru berupa menghafal rumus, latihan soal tanpa makna dan sebagainya yang berlaku selama ini, tetapi pembelaran sains harus tanggap dalam berbagai hal (Hasrudin, 2009 : 37). Pembelajaran sains masa kini dan masa datang ditujukan untuk membentuk individu-individu yang melek sains, yang paham sains, teknologi dan masyarakat, saling mempengaruhi dan saling bergantung, dan mampu mempergunakan pengetahuannya dalam membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ilmiah yang terbentuk dalam diri individu meliputi menghargai pembuktian, sabar, kritis, kreatif, berdaya cipta, tidak berprasangka, mawas diri, jujur, bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan, dapat bekerja sama, rasa mencintai serta menghargai kebesaran dan keagungan Allah SWT dan dapat memecahkan masalah secara sistematis dan rasional.

Ilmu pengetahuan merupakan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan

(15)

12 dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Melek MIPA dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Sehingga dalam pengertian tersebut kita dapat mengetahui bagaimana ciri ciri orang yang melek sains yaitu :

1. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara-cara yang tepat.

2. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara-cara yang tepat.

3. memiliki sikap dan nilai yang selaras degan konsep, prinsip, hukum, dan nilai IPA dan nilai masyarakat luas.

4. Mengembangkan minat terhadap kita yang akan membawanya ke kehidupan yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan IPA dan konsep belajar seumur hidup.

Sedangkan menurut Holdzkom (1984: 31) memberikan cirri-ciri orang yang melek Sains sebagai berikut:

1. Memilki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam Sains dan mampu mengunakannya secara tepat.

2. Mengunakan proses sains untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan hal-hal lain, dengan cara yang tepat.

3. Memahami sifat dasar Sains (the nature of Scvience) dan metode ilmiah 4. Memahami keterkaitan antara sains dan teknologi dan interaksinya dengan

masyarakat.

5. Telah memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan sains memungkinkannya berfungsi secara efektif dalam karier, kegiatan dalam waktu luang, dan dalam peran lain.

(16)

13 6. Memilki sikap dan nilai yang selaras dengan konsep, prinsip, hukum dan

nilai sains dan nilai masyarakat luas.

7. Mengembangkan minat terhadap sains yang akan membawanya kehidupan yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan sains dan konsep belajar seumur hidup.

Berpikir sains dapat membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dapat dibekalkan untuk membentuk karakter bangsa. Misalnya bila warganegara mampu berpikir kritis, maka tak akan begitu mudah terjadi benturan kelompok-kelompok sosial seperti tawuran, karena setiap individu dalam masyarakat tidak akan mudah tertipu oleh isu. Menurut Moore dan Parker (2009) berpikir kritis memiliki sejumlah karakteristik, yaitu: (1) menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat; (2) membedakan klaim yang rasional dan emosional; (3) memisahkan fakta dari pendapat;(4) menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas; (5) menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain; (6) menunjukkan analisis data atau informasi; (7) menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen; (8) menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan informasi; (9) memperhatikan nformasi yang bertentangan, tidak memadai, atau bermakna ganda; (10) membangun argumen yang meyakinkan berakar lebih pada data daripada pendapat, (11) memilih data penunjang yang paling kuat; (12) menghindarkan kesimpulan yang berlebihan, (13) mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan; (14) menyadari ketidak-jelasan atau banyaknya kemungkinan jawaban suatu masalah; (15) mengusulkan opsi lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan keputusan; (16) mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam mengusulkan penyebab tindakan; (17) menyatakan argumen dan konteks untuk apa argumen itu; (18) menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen; (19) menyusun argumen secara logis dan kohesif; (20) menghindarkan unsurunsur luar dalam penyusunan argumen; (21) menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.

Sifat sains yang merupakan kesatuan dalam keragaman (unity in diversity) (Liliasari, 2005) sangat sejalan dengan falsafah negara kita yaitu ’Bhineka

(17)

14 Tunggal Ika’. Bagaimana sains dapat merupakan kesatuan dalam keragaman, yaitu dengan adanya tema umum dalam mempelajari sains. Ada lima tema umum yang secara keseluruhan mendukung sains secara utuh, yaitu sistem, model, kekekalan, perubahan, dan skala.

(18)

15 BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Literasi sains adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep sains. Ada dua kelompok orang yang memiliki pandangan tentang literasi sains yaitu kelompok “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”. Merujuk pada PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung jawab terhadap sumber daya lingkungan.

Urgensi literasi sains dalam masyarakat, dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains sehingga bisa menghasilkan suatu penemuan yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan teknologi. Seseorang yang melek sains akan memiliki 6 unsur pemahaman yaitu sains sebagai inkuiri, konten sains, sains dan teknologi, sains dalam perspektif pribadi dan sosial, sejarah dan sifat sains, dan kesatuan konsep dan proses.

Pembelajaran sains untuk membentuk individu yang melek sains dengan memiliki sikap ilmiah meliputi menghargai pembuktian, sabar, kritis, kreatif, berdaya cipta, tidak berprasangka, mawas diri, jujur, bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan, dapat bekerja sama, rasa mencintai serta menghargai kebesaran dan keagungan Allah SWT dan dapat memecahkan masalah secara sistematis dan rasional.

(19)

16 DAFTAR RUJUKAN

Echols, J.M. & Shadily, H. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Ekohariadi. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa

Indonesia Berusia 15 Tahun. Jurnal Pendidikan Dasar,VOL.10 NO. 1 Hasruddin. 2009. Peran Multi Media dalam Pembelajaran Biologi. Jurnal

Tabularasa Unimed. Vol. 6. No. 2. Medan: Universitas Negeri Medan Hoolbrook & Rannikmae, 2009. The Meaning of Scientific Literacy. International

Journal of Environmental & Science Education Vol. 4, No. 3, July 2009, 275-288.

Laugksch, R. C. 2000. Scientific literacy: A conceptual overview. Science Education, (1), 71–94.

Liliasari. 2005. Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UPI, Bandung, Bandung

Liliasari. 2010. Pengembangan Berpikir Kritis Sebagai Karakter Bangsa Indonesia Melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT, Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia. Bandung: UPI

Liliasari. 2011. Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa Melalui Pembelajaran. Makalah yang disajikan pada nasional Universitas Negeri Semarang. (Online),(http://liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf), diakses 12 Februari 2017

Mahyuddin. 2007. Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Millar, R. 2008. The role of Practical Work in The Teaching and Learning of Science. Paper prepared for The Committee: High School Science

Laboratories: Role and Vision, National Academy of Sciences,mwashington, DC. (Toharudin, dkk., 2011).

Miller, J.D. 1983. Scientifik literacy: A conceptual and empirical review. Journal of the American academy of arts and siences, 112 (2). 29-48

(20)

17 Moore and Parker .2009. Critical Thinking, New York: McGraw-Hill Co. Inc. Morris, Fries, Mehr, Philips, Mor, Lipsitz. 2003. Development of a MDS

Cognitive Performance Scale. Journal of Gerontology;49(4):174-82 NRC (National Research Council). (1996). Inquiry and the National Science

Education Standards: A Guid for Teaching and Learning. Washington: National Academy Press.

NSES .1996. National Science Education Standard, Washington, DC: National Academy Press

OECD. 1999. Measuring Student Knowledge and Skills: A New Framework for Assessment. Paris: OECD.

OECD. 2003. Literacy Skills for the World of Tomorrow- Further Result from The OECD Programme for International Student Assesment (PISA) 2000/ [Online]. Tersedia: http:www.oecd.org/[11 Februari 2017]

OECD. 2013. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World: Volume 1 – Analysis. Paris: OECD.

Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Rustaman, N. 2004. Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sains. Puspendik

Rychen, D.S. & Salganik, L.H. 2003. Key Competencies For a Successful Life Anda Well Functioning Society. Cambridge, MA: Hogrefer & Huber. Settlage, J and Southerland, S.A, 2007, Teaching Science to Every Child. Taylor

and Francis Group. New York London.

Toharudin, U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: UPI

Toharudin, Uus. dkk. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung : Humaniora

Widyatiningtyas, R. 2008. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. (Online). http://educare.e- fkipunla.net, diakses pada 12 Februari 2017

Referensi

Dokumen terkait

1 On-balance sheet items (excluding derivatives and SFTs, but including collateral) 195,988,049 2 (Assets amounts deducted in determining Basel III Tier 1 capital)

Alter (1992) Sistem informasi adalah kombinasi antar prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien akne vulgaris pada mahasiswi angkatan 2011 sangat baik.. Kata kunci: Akne vulgaris, kualitas

d)   Jika diubah dengan menggunakan Page table berapa besar memori

Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Selaku Pengguna Anggaran 4. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pelelangan Umum penyedia pekerjaan konstruksi ini terbuka dan dapat diikuti oleh semua peserta yang berbentuk badan usaha yang memenuhi kualifikasi Usaha Mikro, Usaha Kecil

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap penerimaan

Pada hari ini Senin, tanggal Dua Belas bulan Juni tahun Dua ribu lima belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja Panitia Pengadaan Konstruksi Rehabilitasi