• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERKOPERASIAN DEVELOPMENT OF COOPERATIVES EXTENSION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERKOPERASIAN DEVELOPMENT OF COOPERATIVES EXTENSION"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERKOPERASIAN DEVELOPMENT OF COOPERATIVES EXTENSION

Achmad H Gopar

Peneliti di Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian Koperasi dan UKM

Jalan MT Haryono Kav. 52-53 Jakarta Selatan Email : ahgopar@yahoo.co.id

Diterima 2 Oktober 2014; diedit 25 November 2014; disetujui 1 Desember 2014

Abstrak

Kajian ini dilaksanakan di lima provinsi; Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan adalah statistik deskriptif sederhana (simple descriptive statistics). Responden terdiri dari aparatur (dinas koperasi provinsi dan dinas koperasi kabupaten/kota) dan responden anggota koperasi (pengurus dan anggota koperasi). Fokus kajian terhadap tiga hal pokok; program dan kegiatan, metode dan materi penyuluhan, dan organisasi penyuluhan. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada dua yang perlu dilakukan; pertama, perlu adanya upaya untuk terus mengintroduksikan betapa pentingnya kegiatan penyuluhan perkoperasian untuk anggota koperasi; dan kedua, perlu adanya program penyuluhan perkoperasian yang disusun secara komprehensif. Program penyuluhan perkoperasian, walaupun menjadi bagian program lain yang lebih besar, harus tetap menjadi bagian yang mandiri dan lokal. Perguruan tinggi atau universitas merupakan lembaga yang sangat potensial untuk didorong menjadi lembaga pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan inisiatif untuk memanfaatkan LSM dan lembaga sosial untuk melakukan kegiatan penyuluhan perkoperasian. Media sosial via internet merupakan pilihan yang tepat untuk membantu menyebarkan informasi koperasi yang jangkauannya sangat luas dalam waktu yang singkat. Begitu pula dibutuhkan rekrutmen baru tenaga penyuluh perkoperasian.

kata kunci: metode dan materi penyuluhan, organisasi penyuluhan, universitas, media sosial.

Abstract

Kalimantan, and South Sulawesi. The method used is simple descriptive statistics. Respondents cooperative members (administrators and members of the cooperative). The focus of the study on three main points; programs and activities, methods of extension materials, and extension organizations. The study resulted there are at least two that need to be done; First, there needs to be an effort to continue to introduce the importance of cooperative extension activities for members of the cooperative; and second, the need for cooperative extension programs compiled in a comprehensive manner. Cooperative extension program, despite being part of other larger programs, must remain a part of the self by focusing on cooperative extension materials containing the implementing agency driven cooperative extension activities. In addition, the government also needs to take the initiative to utilize NGOs and social institutions to conduct cooperative extension activities. Social media via the Internet can be utilized as extension media targeted to

(2)

be very broad, and in a very short time. To implement cooperative extension activities are more impressive again needed a new recruitment extension workers.

keyword: methods and materials of extension, extension organizations, universities, social media. I. PENDAHULUAN

Sejak lama disadari, bahwa sesungguhnya koperasi menjadi tempat bagi masyarakat untuk menggantungkan kehidupan ekonominya. Kondisi itu menunjukkan bahwa Koperasi merupakan instrumen penting, sebagai pelaku ekonomi yang berperan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Seperti yang kita ketahui, koperasi merupakan soko guru perekonomian Indonesia. Ibaratkan bangunan sebuah rumah, maka peran koperasi tonggak utama berdirinya suatu bangunan perekonomian yang kuat dalam suatu bangsa. Peran koperasi dan UMKM dalam menyokong perekonomian nasional sangat dominan dalam pembangunan bangsa. Sejarah telah mencatat, krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 banyak perusahaan-perusahaan besar yang gulung tikar, tetapi tidak demikian halnya dengan UMKM. Mereka mampu bertahan ditengah badai krisis yang menimpa negeri ini, hal ini juga tidak lepas dari peran koperasi dalam membantu mengatasi kendala-kendala yang dialami UKM pada saat itu. Banyaknya gerakan koperasi yang bermunculan pada saat ini, tentunya harus diimbangi dengan pendampingan yang kuat oleh pemerintah dalam upaya penguatan soko guru perekonomian tersebut. Dengan soko/tiang yang kuat maka sebuah bangunan akan sulit untuk dirobohkan walaupun badai dan angin menerjang.

Berdasarkan kenyataan itu, pemberdayaan dan keberpihakan terhadap koperasi sebagai wahana ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan tuntutan yang realistis. Meski begitu, keberpihakan tersebut tentunya perlu dilandasi dengan pemahaman yang mendalam terhadap upaya untuk membangun koperasi.

Indonesia telah memiliki pengalaman panjang dalam membangun koperasi. Di masa lalu, keinginan untuk segera melihat koperasi berkembang dan memainkan peran strategis sebagai soko guru perekonomian nasional, telah melahirkan berbagai kebijakan serta program pemerintah, yang menempatkan koperasi sebagai bagian dalam proses pembangunan ekonomi nasional.

Proses pembangunan koperasi, yang berlangsung dari tahun ke tahun dan dari periode ke periode, merupakan perjuangan bangsa untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Demikian pula dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu juga memberikan perhatian yang besar dan serius, bagi proses pembangunan ekonomi rakyat itu secara sebenar-benarnya.

Sejauh ini pemerintah melalui berbagai kebijakan maupun program strategis telah berupaya untuk memberdayakan koperasi agar mampu tumbuh dan berkembang secara benar. Meskipun di tengah masyarakat masih dihadapkan pada kenyataan ada image serta citra koperasi yang kurang menggembirakan, namun tidak dapat dipungkiri banyak koperasi yang tumbuh dan berkembang dengan baik yang patut dibanggakan dan dapat menjadi contoh. Meski begitu, harus disadari bahwa masih ada hal-hal yang membutuhkan perhatian, kerja keras, dan penanganan yang lebih serius terhadap persoalan perkoperasian di Indonesia. Koperasi harus mampu berkembang pada nilai dan identitas koperasi yang benar. Tanpa mengenal identitas koperasi secara benar, praktik perkoperasian cenderung menyimpang.

Seiring dengan meningkatnya keinginan masyarakat untuk berkoperasi, tentu harus diikuti dengan adanya pemahaman yang

(3)

benar oleh masyarakat mengenai seluk beluk berkoperasi sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi. Namun pada kenyataannya, pemahaman mengenai koperasi yang benar masih jauh dari harapan. Gerakan sadar koperasi harus dibangun secara sistematis, dalam rangka meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi. Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut adalah pentingnya menggalakkan kembali penyuluhan perkoperasian secara intensif dan berkelanjutan.

Penyuluhan perkoperasian telah lama terlupakan dan seolah ditinggalkan dalam pembinaan koperasi, terutama sejak tidak adanya lagi Direktorat Penyuluhan seperti pada era Departemen Koperasi di tahun 80-an. Sementara itu, justru Departeman Pertanian sampai saat ini masih memiliki tenaga-tenaga penyuluh pertanian yang tersebar diseluruh pelosok Tanah Air. Demikian pula BKKBN yang pernah membawa Indonesia di forum internasional dinilai berhasil dalam bidang keluarga berencana, tidak lain adalah karena keberhasilan dalam menyelenggarakan penyuluhan.

Melalui penyuluhan secara intensif didukung dengan perangkat serta program penyuluhan yang memadai, sehingga mampu mengubah “mind-set” masyarakat Indonesia sehingga program keluarga berencana dapat dipahami masyarakat dan dilaksanakan dengan baik. Belajar dari pengalaman itu, tentu keinginan untuk membangun kesadaran berkoperasi perlu menjadikan penyuluhan perkoperasian sebagai salah satu prioritas dalam pengembangan koperasi. Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga yang memilki kompetensi sebagai penyuluh perkoperasian di setiap daerah baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

Persoalan yang dihadapi di daerah dalam pembinaan perkoperasian pada saat ini, terutama adalah tidak adanya tenaga pembina yang dapat secara berkelanjutan dan permanen mempunyai tugas pada Dinas yang membidangi koperasi. Karena itu Kementerian Negara Koperasi berupaya untuk dapat

mengembangkan program Jabatan Fungsional Penyuluh Perkoperasian, sehingga di setiap daerah tersedia tenaga-tenaga penyuluh perkoperasian yang permanen dan tidak terpengaruh dengan mutasi pegawai di daerah.

Langkah untuk mewujudkan program ini mulai dirintis melalui koordinasi dengan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian Negara, dan diharapkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pengembangan Jabatan Fungsional Penyuluh Perkoperasian ini sudah dapat diterbitkan pada awal 2010. Setidaknya pada setiap kabupaten, kota maupun provinsi masing-masing terdapat tenaga penyuluh yang berstatus PNS sebanyak sekitar lima orang, sehingga diperkirakan terdapat tenaga penyuluh perkoperasian tidak kurang dari 2.600 orang.

Sejauh ini di lapangan terdapat tenaga pemandu koperasi sekitar 2.000 orang berstatus bukan PNS yang direkrut dan dibina melalui Lapenkop, yang diharapkan pengembangan tenaga penyuluh perkoperasian antara lain juga dapat direkrut dari tenaga-tenaga pemandu tersebut. Demikian pula tenaga yang berasal dari program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan yang diprakarsai oleh Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga diharapkan juga dapat ditingkatkan kapasitas dan statusnya menjadi Penyuluh Perkoperasian.

Kebijakan untuk mengembangkan jabatan Penyuluh Perkoperasian perlu disusun secara cermat, termasuk mempersiapkan perangkat peraturan maupun ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraannya. Demikian pula hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan karier penyuluh perkoperasian. Menggerakkan penyuluhan dalam rangka membangun kesadaran berkoperasi ini tentu akan semakin mudah mendapat respon dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, bila diiringi dengan publikasi dan kampanye secara besar-besaran tentang koperasi kepada masyarakat. Sehingga ke depan upaya ini selain dapat menanamkan pemahaman serta kesadaran masyarakat akan perlunya

(4)

berkoperasi, diharapkan dapat menjaga jalannya koperasi agar tetap sebagai koperasi yang menerapkan nilai serta prinsip dasar perkoperasian yang benar.

Peran Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) yang berada langsung di lapangan dalam membantu pendampingan koperasi dirasa sangat vital peranannya. Pembentukan gerakan koperasi yang kuat dan kokoh terletak di beban mereka. Merekalah yang langsung terjun di lapangan menganalisa, memecahkan masalah serta memberikan solusi bagi koperasi-koperasi untuk dapat lebih berkembang dan maju. Di pundak merekalah ekonomi kerakyatan yang sesungguhnya di bebankan. Kuat dan tidaknya gerakan koperasi tergantung darimana PPKL membina dan mendampingi UMKM, yang tentunya pendampingan dan pembinaan tersebut tidak lepas koordinasinya dengan dinas instansi terkait di daerah.

II. KERANGKA PEMIKIRAN

Penyuluhan merupakan suatu istilah yang secara bebas digunakan untuk menunjukkan adanya suatu aktivitas pendidikan yang ditujukan kepada masyarakat yang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan di sektor produksi pertanian. Istilah penyuluhan atau extension telah digunakan secara meluas di Amerika Serikat. Edison H Maunder (Amri Jahi, 1983) menekankan bahwa extension merupakan suatu kegiatan untuk memperluas ataupun memperpanjang jangkauan manfaat suatu sistem ataupun jasa pendidikan kepada orang–orang yang karena satu dan lain hal tidak berkesempatan untuk memenuhi pengembangan pengetahuan mereka. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya korelasi sistematik antara lembaga pendidikan dan lembaga riset dengan sektor–sektor produktif. Terbinanya hubungan ini akan menjamin adanya kelangsungan informasi dapat diaplikasikan oleh komunitas masyarakat yang berkegiatan di sektor tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan ekonominya.

Penyuluhan sebenarnya adalah bagian integral dari program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat secara mandiri. Penyuluhan merupakan suatu sistem yang berfungsi secara berkelanjutan, tidak boleh bersifat ad hoc. Materi penyuluhan mengandung unsur pemberdayaan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat mandiri. Oleh karena itu, penyuluhan akan menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakat (Slamet, 2000).

Di sektor pertanian misalnya, bagi petani dan peternak, penyuluhan merupakan bagian dari proses pendidikan dalam bentuk praktis agar terdapat perluasan pemahaman dalam mengaplikasikan informasi–informasi ilmiah yang berbentuk pengetahuan praktis tentang prosedur, teknik pertanian maupun peternakan untuk meningkatkan produksi. Jadi segala bentuk kegiatan penyuluhan merupakan wujud praktis kegiatan pendidikan bagi petani dan peternak atau masyarakat secara luas.

Sejarah perkembangan penyuluhan di berbagai negara menunjukkan bahwa penyuluhan telah berkembang sebagai satu– satunya cara yang logis, ilmiah dan mampu memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi. Penyuluhan ternyata berperan dan berhasil mempercepat pembangunan seperti di Amerika Serikat, Kuba dan Timur Tengah. Kemajuan yang lebih cepat terjadi di Korea Selatan, Taiwan dan Israel. Contoh keberhasilan di berbagai negara tersebut, patut direpilkasikan di Indonesia dengan cara membangun wadah kebersamaan, koordinasi dan konsultasi yang memuat unsur ilmu dan pengetahuan (Gibson, 2001). Di Indonesia, perkembangan penyuluhan mulai tercatat bersamaan dengan berdirinya Departemen Pertanian pada tahun 1950. Sampai tahun 1993, penyuluhan telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi bahan makanan pokok rakyat Indonesia. Perubahan ternyata

(5)

memberikan arah kepada adanya tantangan yang semakin kompleks, bukan hanya kebutuhan meningkatkan produksi pertanian, tetapi diperlukan cara–cara untuk menghasilkan tingkat tertentu (bahan baku, olahan, atau hasil industri) yang memungkinkan petani memperoleh pendapatan yang memadai.

Uraian sebelum ini menunjukkan bahwa penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan informal, bertujuan membantu petani, peternak, dsbnya yang sebagian besar diantaranya adalah anggota koperasi agar dapat berusaha dengan lebih baik dan menikmati kehidupan dengan lebih baik dan memuaskan. Koperasi, sebagai suatu komunitas pelaku ekonomi, merupakan kelompok sasaran (target group) bagi kegiatan penyuluhan. Proses penyuluhan mencakup kegiatan mendidik masyarakat anggota koperasi untuk mengetahui secara akurat masalah yang dihadapi, kemudian membantu mereka mempelajari pengetahuan yang berguna untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui kegiatan penyuluhan diharapkan terjadi pengalihan pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat anggota koperasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan manajerial mereka untuk mengembangkan kegiatan ekonomi anggota dan koperasi menjadi lebih baik lagi.

Berkenaan dengan hal ini penyuluhan bagi anggota koperasi dan penggiat koperasi sangat perlu dilakukan sesuai dengan perkembangan kemajuan. Dalam kaitannya dengan pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM), penyuluhan berperan penting untuk mempercepat perubahan yang berorientasi kepada peningkatan peran dan kontribusi KUKM dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

1. Alasan Kegiatan Dilaksanakan

Kegiatan penyuluhan bagi anggota koperasi dan pelaku UKM sebenarnya telah pernah dilaksanakan sejak tahun anggaran (TA) 1989/1990, kegiatan ini merupakan bagian kegiatan Badan Pelatihan Koperasi (Balatkop)

Departemen Koperasi. Pada tahun 1990/1991 dikembangkan menjadi proyek perintis peningkatan kegiatan penyuluhan dengan nama Program Pembinaan dan Pengembangan Petugas Konsultasi Koperasi Lapangan (PKKL). Ketika itu telah direkrut sebanyak 1.583 orang PKKL dan diantaranya dilatih 396 orang PKKL yang diharapkan menjadi tenaga spesialis untuk menangani (1) akuntansi; (2) manajemen organisasi (kelembagaan), dan (3) usaha.

Petugas PKKL tersebut adalah pegawai negeri sipil (PNS) Departemen Koperasi yang diangkat/ditunjuk berkedudukan di kabupaten dan/atau kecamatan, serta diberikan tugas untuk melakukan bimbingan dan konsultasi di bidang organisasi dan manajemen, usaha, serta pembukuan/keuangan terhadap Koperasi/KUD terutama pada calon KUD Mandiri.

Tujuan kegiatan penyuluhan PKKL adalah: (1) mempercepat terwujudnya Koperasi/KUD yang makin mandiri, (2) mempertahankan atau menjaga kelangsungan KUD yang telah mandiri melalui konsultasi yang intensif dan berkesinambungan. Sasaran kegiatan penyuluhan antara lain adalah: (a) mewujudkan sebanyak 2.000 KUD Mandiri dari total populasi 4.000.000 unit KUD, (b) mewujudkan 8.000 KUD Klas A pada akhir TA. 1990/1991 untuk dijadikan sasaran KUD Mandiri TA. 1991/1992.

Setelah pergantian kabinet, kegiatan penyuluhan KUKM ini dapat dikatakan tidak berkembang (stagnant) karena ada perubahan kebijakan pembinaan KUKM. Menurut hasil penelitian penyebab kegiatan penyuluhan tidak berlanjut adalah: (1) perubahan fokus kebijakan kabinet yang berdampak kepada pola pembinaan KUKM. Artinya tidak ada kesinambungan dan konsistensi kebijakan pembinaan; (2) komitmen pembinaan sangat lemah; dan (3) arah kebijakan otonomi daerah yang kurang memperhatikan kesinambungan pembinaan KUKM. Akibatnya PKKL yang sudah dibina beralih tugas kedalam kegiatan struktural yang tidak terkait dengan aktivitas penyuluhan di SKPD (Satuan Kerja Perangkat

(6)

Daerah) tingkat provinsi dan/atau kabupaten yang membidangi pembinaan KUKM. Bahkan banyak PKL yang pindah tugas ke SKPD non KUKM.

Mobilitas karyawan di SKPD tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota yang sangat dinamis menyebabkan pembinaan KUKM tidak berkesinambungan ditambah tidak adanya arah kebijakan kepada aktivitas penyuluhan di semua tingkatan. Keadaan ini menambah kerumitan pembenahan koperasi sehingga banyak koperasi yang tidak jelas keberadaannya, ada yang hidup namun kurang mengindahkan jati dirinya sebagai koperasi dan ada yang setengah hidup tidak jelas arahnya dan bahkan terdapat koperasi yang hanya papan nama. Jika saat ini terdapat rencana untuk memfungsikan kembali kegiatan penyuluh koperasi, ini adalah salah satu langkah strategis untuk membangun kembali kehidupan perkoperasian di Indonesia dan memfungsikan kembali salah satu tugas pokok Kementerian Koperasi dan UKM sebagai pembina kegiatan penyuluhan perkoperasian (dan UKM). Hal ini sesuai pasal 112, Undang– Undang Perkoperasian nomor 17 tahun 2012.

Membangun dan membina koperasi merupakan aktivitas menanamkan motivasi dan merubah perilaku individu (anggota koperasi) agar mampu melakukan pengembangan diri dan kesejahteraan mereka melalui koperasi. Ini adalah tugas mulia karena koperasi sebagai organisasi masyarakat terdapat kegiatan pembelajaran (pendidikan) yaitu tolong

menolong antar anggota, interaksi antar individu anggota, solidaritas, pembelajaran demokrasi menuju kemandirian untuk menolong diri sendiri. Kegiatan penyuluhan untuk anggota koperasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan suatu pengkajian untuk mengembangkan kembali kegiatan penyuluhan untuk koperasi dan anggotanya.

2. Penerima Manfaat

Kegiatan ini diharapkan akan memberikan manfaat optimal kepada anggota koperasi (dan pelaku UKM sebagai anggota koperasi), pengelola dan penggiat koperasi serta semua pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu, gerakan koperasi, pemerintah sebagai pembina koperasi (dan UKM) dan perekonomian nasional secara umum.

III. METODOLOGI 1. Metode Kajian

Metode kajian yang akan digunakan dalam kajian ini adalah statistik deskiptif sederhana (simple descriptive statistic) yang akan mengukur nilai rataan, nilai tengah, nilai kumulatif, dan besaran nilai lainnya yang bisa mendiskripsikan situasi dan kondisi data lapangan sehingga bisa dilakukan analisis untuk menghasilkan temuan dan kesimpulan (Draper & Smith, 1981).

Untuk ringkasnya, pemilihan responden dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

(7)

Tabel 1. Jumlah Responden Terpilih untuk Setiap Provinsi

2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

a. Maksud Kegiatan

Kegiatan ini dirancang untuk menghimpun masukan konstruktif dalam koridor ketentuan yang berlaku untuk pemberdayaan koperasi dan UKM melalui kegiatan penyuluhan.

b. Tujuan Kegiatan

Merumuskan suatu konsep/model untuk mengaktifkan kembali kegiatan penyuluhan perkoperasian dalam kerangka pembinaan KUKM yang bersifat implementatif dan berkesinambungan.

Tabel 2. Kepesertaan Responden Pendidikan dan Pelatihan.

IV. HASIL KAJIAN 1. Responden

Responden terpilih adalah orang yang mewakili lembaga atau mewakili diri sendiri jika dia merupakan anggota koperasi. Responden berasal dari latar belakang yang beragam. Oleh karena itu ada perlunya, walaupun sedikit, untuk mengetahui latar belakang responden, sehingga pada kasus-jawaban atas wawancara dengan responden. Pada kajian ini diambil data mengenai kepesertaan responden dalam pendidikan dan latihan tentang perkoperasian dan penyuluhan, sebagaimana terlihat pada tabel 2.

(8)

Dari tabel 2 tersebut terlihat ada perbedaan yang besar antara responden aparatur dan responden anggota koperasi. Sebagian besar responden aparatur pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan tentang penyuluhan, sedangkan responden anggota koperasi tidak ada yang pernah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tentang penyuluhan. Data ini mengindikasikan jika penyuluhan perkoperasian pada tataran koperasi kepada anggotanya belum menjadi hal yang penting untuk dilakukan, sehingga pendidikan dan latihan tentang penyuluhan perkoperasian untuk pengurus dan manajemen belum menjadi sesuatu yang prioritas. Selain itu data tersebut mengindikasikan agar analisis terhadap jawaban responden anggota koperasi tentang penyuluhan harus dilakukan lebih mendalam dan hati-hati.

2. Program dan Kegiatan

Hasil wawancara dengan kuisioner tentang program dan kegiatan ditampilkan pada tabel 3. Data pada tabel 3 tersebut mengindikasikan beberapa hal. Tentang program penyuluhan, semua responden aparatur menyatakan kantor mereka mempunyai program penyuluhan perkoperasian, atau setidaknya pernah mempunyai program penyuluhan perkoperasian. Diduga hanya pernah mempunyai program penyuluhan perkoperasian, karena hanya sebagian kecil (20% dan 10%) responden aparatur yang mengetahui nama program penyuluhan perkoperasian tersebut, sehingga bisa diduga jika program tersebut adalah program dimasa lalu, bukan program yang sedang berjalan.

Di lain pihak, hanya sebagian responden anggota koperasi yang merasa pernah ada program penyuluhan perkoperasian (64% dan 40%), dan tidak ada responden anggota koperasi yang ingat tentang nama suatu program penyuluhan perkoperasian yang pernah mereka terima. Respon terhadap nama program penyuluhan yang minimal, mengindikasikan jika program penyuluhan perkoperasian (jika ada?), tidak memakai nama “penyuluhan

perkoperasian”. Hal ini bisa saja terjadi karena kegiatan penyuluhan perkoperasian ada di dalam program lain atau dengan nama program yang berbeda, namun mempunyai kegiatan penyuluhan perkoperasian. Data tersebut bisa saja dipertanyakan jika dikaitkan dengan data pada tabel sebelumnya yang mengindikasikan tidak ada seorangpun responden anggota koperasi yang pernah mengenyam pendidikan dan pelatihan tentang penyuluhan.

Penelusuran lebih lanjut mengenai ketersediaan anggaran untuk program penyuluhan perkoperasian. Penelusuran ini dilakukan dengan asumsi bahwa penyuluhan perkoperasian dapat dilakukan setidaknya dalam dua tataran, yaitu tataran pemerintah/ perguruan tinggi/LSM kepada koperasi dan tataran koperasi kepada anggota koperasi. Hasil wawancara dan pengisian kuesioner menunjukkan bahwa semua responden aparatur menyatakan ada anggaran untuk penyuluhan perkoperasian, sedangkan responden anggota koperasi tidak ada yang menyatakan jika koperasi mereka mempunyai anggaran untuk penyuluhan perkoperasian.

Data mengenai anggaran untuk penyuluhan perkoperasian ini mengindikasikan bahwa pemerintahan daerah, atau setidaknya Dinas Koperasi, mengganggap penyuluhan perkoperasian masih merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini berbeda dengan kalangan koperasi yang masih menganggap bahwa penyuluhan tentang koperasi masih merupakan kewajiban pemerintah, bukan merupakan tanggung jawab koperasi kepada anggota. Indikasi ini merupakan petunjuk jika gerakan koperasi belum menginternalisasikan prinsip koperasi, bahwa pendidikan anggota merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan koperasi.

Indikasi positif yang terlihat pada tabel 3 adalah data yang menunjukkan semua responden menganggap bahwa penyuluhan perkoperasian masih perlu dilakukan. Semua responden aparatur mengganggap program penyuluhan perkoperasian ini merupakan program yang penting untuk dilaksanakan.

(9)

Begitu juga responden anggota koperasi menyatakan mereka masih membutuhkan program penyuluhan perkoperasian ini.

Siapa yang sebaiknya menjadi pelaksana penyuluhan tersebut? Dari wawancara lapangan dengan responden mengenai siapa yang selayaknya menjadi pelaksana penyuluhan perkoperasian, mengerucut pada empat besar pelaksana penyuluhan perkoperasian, yaitu Kementerian KUKM, dinas koperasi provinsi, dinas koperasi kabupaten/kota, dan universitas/ perguruan tinggi, sebagaimana terlihat pada tabel 4 berikut:

Data pada tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa semua responden aparatur dan hampir semua responden anggota koperasi, sepakat jika pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian dilaksanakan oleh Dinas Koperasi Tk II (kabupaten/kota). Alasan terbesar mereka memilih pelaksana tersebut dikarenakan mereka menilai instansi yang bersinggungan langsung dan sering berhubungan dengan mereka adalah dinas koperasi kabupaten/ kota. Sebagian besar responden, baik aparatur maupun anggota, memilih Kementerian KUKM sebagai pelaksana penyuluhan

perkoperasian karena mereka menganggap semua kebijakan pembangunan koperasi berasal dari instansi ini, sehingga pelaksanaan penyuluhan perkoperasian diharapkan mereka akan diiringi pula dengan program perbantuan/ perkuatan yang akan diterima responden. Perguruan tinggi atau universitas hanya dipilih sebagian kecil responden saja. Banyak dari responden ketika diwawancarai merasa agak aneh mengenai keterlibatan universitas pada program penyuluhan perkoperasian. Hal ini tentunya agak berbeda dengan yang terjadi di negara maju, sebut saja Amerika Serikat misalnya, dimana peran universitas dalam penyuluhan masyarakat sangatlah besar. Di Amerika Serikat, universitas berada di garda terdepan program penyuluhan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi lebih maju dalam pemahaman tentang ilmu pengetahuan, terutama inovasi baru baik yang berupa teknologi maupun sosio-ekonomi. Sebagian besar responden beralasan karena mereka menganggap apa yang ada di perguruan tinggi atau universitas adalah yang menyangkut keilmuan yang agak sulit mereka mengerti dan diterapkan di lapangan kerja. Mereka menganggap masih ada kesenjangan antara teori dan praktek.

(10)

Tabel 3. Program dan Kegiatan Penyuluhan perkoperasian

Tabel 4. Pelaksana Program Penyuluhan perkoperasian

Alasan tersebut selaras dengan jawaban atas pertanyaan berikutnya mengenai bentuk kegiatan. Sebanyak 29% responden menghendaki kegiatan penyuluhan perkoperasian merupakan kegiatan lapangan, hanya 2% saja responden (aparatur) yang menghendaki kegiatan kelas. Alasan responden aparatur menghendaki kegiatan penyuluhan perkoperasian merupakan kegiatan kelas karena akan memudahkan pertanggungjawaban administrasi keuangan. Sebagian besar (69%) menghendaki kombinasi keduanya (kelas dan lapangan), karena akan lebih komprehensif.

3. Materi Penyuluhan

Pada waktu uji coba kuesioner diajukan beberapa hal yang patut menjadi materi

penyuluhan. Pada pengambilan data lapangan materi penyuluhan yang terkumpul tersebut diajukan lagi dengan model pilihan ganda. Data yang terkumpul ditampilkan pada tabel 5. Dari tabel 5 tersebut terlihat jika UU Perkoperasian yang baru, yaitu UU no. 17 tahun 2012, merupakan materi pilihan untuk semua responden (100%). Walaupun lebih operasional, tidak semua responden anggota koperasi memilih Peraturan Pemerintah untuk perkoperasian sebagai materi penyuluhan, hanya 89,75% responden saja yang memilihnya.

Materi kebijakan dan program pemerintah menjadi materi penyuluhan yang paling sedikit dipilih oleh responden, baik oleh responden aparatur maupun responden anggota koperasi. Hanya sebanyak 59,75% saja responden yang

(11)

memilih materi ini. Ada hal yang menarik dibalik pemilihan materi ini oleh sebagian responden anggota koperasi sebagai materi penyuluhan perkoperasian; mereka memilihnya karena berkepentingan untuk mengetahui apa yang bisa mereka manfaatkan dari kebijakan dan program pemerintah, terutama yang berkaitan dengan program bantuan dan perkuatan dari pemerintah.

Materi organisasi koperasi dan materi manajemen koperasi menjadi pilihan sebagian besar responden, masing-masing sebesar 90,75% dan 90,25%. Hal ini dapat dimengerti jika melihat alasan dibalik pemilihan materi tersebut. Responden yang memilih kedua materi tersebut berpendapat jika kedua materi tersebut sangat berkaitan dengan kehidupan Tabel 5. Materi Penyuluhan

Tabel 6. Organisasi Penyuluhan perkoperasian.

dan keseharian koperasi mereka, karena kedua materi tersebut menjadi panduan bergeraknya koperasi mereka. Banyak sekali responden menginginkan koperasi mereka beroperasi secara baik dan benar sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi dan sistem manajemen modern.

4. Organisasi Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan perkoperasian ini bisa terlaksana dan berjalan dengan baik jika dikelola dan diorganisasikan dengan baik pula. Organisasi penyuluhan dibedakan dengan pelaksana kegiatan penyuluhan, organisasi penyuluhan dimaksudkan sebagai lembaga yang memiliki program penyuluhan perkoperasian.

(12)

Pada tabel 5 ditampilkan tanggapan responden mengenai pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Data pada tabel 5 tersebut menunjukkan jika responden menginginkan pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian adalah dinas koperasi kabupaten/ kota (terbesar), disusul oleh kementerian KUKM dan dinas koperasi provinsi, sedangkan universitas hanya dipilih oleh sedikit responden. Indikasi ini menunjukkan jika responden menginginkan pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian adalah lembaga pemerintah yang mengurusi perkoperasian, yang secara linier mulai dari dinas koperasi kabupaten/kota, dinas koperasi provinsi, dan kementerian KUKM. Sejalan dengan itu, untuk organisasi ataupun pengelola program penyuluhan perkoperasian pilihan responden ditampilkan pada tabel 6.

Data pada tabel 6 mengindikasikan jika sebagian besar responden (94,75%) menghendaki organisasi atau lembaga yang memiliki program penyuluhan perkoperasian ini adalah dinas koperasi kabupaten/kota, disusul oleh Kementerian KUKM (79,25%)

dan dinas koperasi provinsi. Data ini menunjukkan jika pilihan responden tersebut sejalan dengan pilihannya yang ditampilkan pada tabel 4, dimana mereka memilih dinas koperasi kabupaten/kota sebagai pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Dengan demikian responden menginginkan dinas koperasi kabupaten/kota menjadi garda terdepan kegiatan penyuluhan perkoperasian yang menjadi pemilik program penyuluhan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian.

Indikasi lain yang menarik dari data yang ditampilkan pada tabel 6 adalah perbedaan pilihan antara responden aparatur dan responden anggota koperasi. Dapat kita lihat jika sebagian besar responden anggota koperasi lebih menginginkan dinas koperasi kabupaten/kota sebagai pemilik program penyuluhan perkoperasian, sedangkan semua responden aparatur menginginkan agar semua lini lembaga pemerintah yang mengurusi koperasi, mulai dari Kementerian KUKM, dinas koperasi provinsi, hingga dinas koperasi kabupaten/kota, memiliki program penyuluhan perkoperasian.

(13)

Tabel 7. Rekrutmen Penyuluh

Mengenai rekrutmen tenaga penyuluh untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga penyuluh yang ada saat ini, nampaknya responden aparatur dan responden anggota koperasi sepakat. Sebagaimana tergambar pada tabel 7, semua responden menyatakan perlu untuk melakukan rekrutmen baru untuk tenaga penyuluh. Rekrutmen tenaga penyuluh yang tidak menjadi pegawai negeri sipil, yang sifatnya non-reguler atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan, disetujui oleh semua responden aparatur, namun hanya sebagian responden anggota koperasi yang sepakat tentang itu, sebagian lainnya menganggapnya sebagai pemborosan.

Ada wacana untuk melakukan rekrutmen tenaga penyuluh yang berasal dari kalangan penggiat bisnis professional. Wacana ini ternyata mendapat tanggapan positif dari responden, ada sebanyak 89% responden setuju adanya rekrutmen penggiat bisnis profesional sebagai tenaga penyuluh koperasi. Rekrutmen Tabel 8. Organisasi Penyuluhan Bergerak.

penggiat bisnis profesional, jika dilihat dari penggajian mereka, tentunya sangat mahal. Oleh karena itu, jika hasil yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan ongkos yang dikeluarkan, sudah selayaknya jika dicarikan jalan keluarnya.

Dari wawancara pada tahapan pengujian kuisioner muncul wacana tentang kebutuhan untuk membentuk satuan tenaga penyuluh koperasi yang tidak menetap di suatu tempat, namun bergerak dari satu daerah ke daerah lain sesuai dengan kebutuhan daerah. Sebagai pembanding, POLRI mempunyai Brimob yang bisa diterjunkan di daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Satuan tenaga penyuluh koperasi bergerak ini merupakan merupakan satuan yang bersifat komplementer, yang melengkapi satuan tenaga penyuluh koperasi yang sudah ada. Pertanyaaan mengenai hal ini disetujui oleh lebih dari 96% responden, yaitu 100% responden aparatur dan 92,50% responden anggota koperasi.

(14)

Pertanyaan mengenai dimana satuan tenaga penyuluh koperasi bergerak ini sebaiknya berdomisili ditampilkan pada tabel 8. Dari data pada tabel 8 tersebut terlihat semua responden sepakat jika satuan tersebut berada di Kementerian KUKM, sebanyak 76% responden setuju jika dinas koperasi provinsi mempunyai satuan tersebut, dan hanya segelintir responden (28,75%) yang menghendaki dinas koperasi kabupaten/kota mempunyai satuan tersebut.

V. PEMBAHASAN

Latar belakang responden hanya sebagian saja yang pernah mendapatkan pendidikan dan latihan tentang perkoperasian dan hanya segelintir saja yang pernah mendapatkan pendidikan dan latihan tentang penyuluhan tentunya akan mempengaruhi persepsi mereka tentang penyuluhan perkoperasian. Hal ini selaras dengan indikasi tidak adanya program penyuluhan yang dilakukan koperasi untuk anggotanya, padahal kegiatan pendidikan untuk anggota, tentunya termasuk penyuluhan, merupakan salah satu prinsip yang menjadi pedoman beroperasinya sebuah koperasi. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk terus mengintroduksikan betapa pentingnya kegiatan penyuluhan perkoperasian untuk anggota koperasi.

Upaya ini dapat dilakukan oleh oleh siapa saja, terutama oleh aparatur pembina koperasi yang mempunyai potensi untuk melakukan hal itu, baik dari segi anggaran maupun dari segi kemampuan. Kegiatan penyuluhan perkoperasian merupakan kegiatan untuk saling “berbagi pengalaman”. Kegiatan ini adalah proses dua arah. Arah dari bagian atas atau dari para penyuluh tidaklah cukup, karena prosesnya haruslah partisipatif dan harus ditangani secara sistematis. Harus ada interaksi aktif dan berkelanjutan antara para penyuluh dan yang disuluh. Penyuluh adalah media yang mempromosikan interaksi seperti itu (Prakash, 2005).

Adanya indikasi bahwa ada anggaran untuk kegiatan penyuluhan perkoperasian tetapi

tidak ada program penyuluhan perkoperasian mengindikasikan jika kegiatan penyuluhan perkoperasian hanya menjadi bagian dari program pembinaan koperasi yang lain. Hal ini akan menyulitkan penyuluh dalam menyusun materi kegiatan penyuluhan perkoperasian agar bisa fokus terhadap permasalahan yang dihadapi oleh koperasi dan anggotanya, dan banyak mengandung muatan internal ataupun lokal. Untuk itu perlu disusun suatu program yang memang khusus untuk kegiatan penyuluhan perkoperasian, atau setidaknya, walaupun menjadi bagian dari program yang lain, bisa bersifat mandiri dalam penyusunan materi kegiatan penyuluhan perkoperasian yang mungkin banyak mengandung muatan Walaupun responden lebih menghendaki pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian ini adalah dinas koperasi kabupaten/kota, namun data lapangan juga mengindikasikan jika mereka menginginkan Kementerian KUKM dan dinas koperasi provinsi menjadi pelaksana kegiatan penyuluhan. Dengan demikian, kegiatan penyuluhan perkoperasian bisa dilaksanakan secara organisasi-linier, dimana pada setiap lini pembinaan koperasi disusun program penyuluhan perkoperasian sesuai dengan tataran kebijakan publik yang memungkinkan untuk itu. Secara intrinsik ini menyiratkan jika program pada setiap lini, walaupun mempunyai fokus yang sama, namun mempunyai muatan (content) yang berbeda. Misalnya, dinas koperasi kabupaten/ kota muatan programnya lebih berat pada pada aspek keselarasan/integratif program, dan Kementerian KUKM pada kebijakan dan peraturan-perundangan.

Peranan perguruan tinggi atau universitas hendaknya tidak boleh diabaikan, walaupun hanya dipilih oleh segelintir responden. Di luar negeri, di negara maju seperti Amerika Serikat, perguruan tinggi atau universitas menjadi pemeran utama dalam penyuluhan kepada masyarakat. Setiap universitas negeri

(15)

(land-grant) di Amerika Serikat mempunyai satuan atau unit pelayanan penyuluhan (Extention Service/Center), karena mempunyai beragam program dari disiplin ilmu yang berbeda ditujukan untuk kebutuhan masyarakat yang heterogen. Adanya pendapat responden yang tidak memilih universitas sebagai pelaksana penyuluhan karena keilmuan yang dikembangkan di universitas tidak siap pakai, sebenarnya bisa dijembatani dengan keberadaan lembaga atau pusat penyuluhan ini. Melalui pusat inilah semua aspek keilmuan dapat ditransformasikan menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Sekaligus pihak universitas bisa mendapatkan umpan balik dalam melakukan riset tepat guna ataupun riset terapan siap pakai.

Keterlibatan universitas negeri dalam pengembangan KUKM yang lebih intensif lagi ditunjukkan dengan keberadaan SME center. Salah satu fungsi lembaga ini adalah sebagai inkubator bisnis. Di dalam negeri sebenarnya sudah ada beberapa perguruan tinggi negeri yang mempunyai lembaga inkubator bisnis, namun saat ini eksistensinya sepertinya terlupakan jika merujuk pada Peraturan Presiden nomor 27 tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha yang lebih menekankan peranan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah sebagai penyelenggara inkubator wirausaha.

Selain perguruan tinggi, jangan lupa, banyak sekali lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengabdi untuk kepentingan masyarakat bisa menjadi ujung tombak pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Di luar negeri ada banyak lembaga sosial yang didirikan oleh perusahaan besar bahkan perusahaan multinasional yang mengabdikan organisasinya untuk kepentingan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah perlu melakukan komunikasi dan berinteraksi dengan mereka untuk melakukan kegiatan penyuluhan perkoperasian.

Pemilihan materi penyuluhan oleh responden selayaknya disikapi dengan baik dalam penyusunan program penyuluhan perkoperasian. Penyusunan program di

setiap lini disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap instansi di lini masing-masing. Penekanan suatu materi pada setiap lini mungkin saja diperlukan. Kementerian KUKM menyusun program penyuluhan yang lebih menekankan pada materi perundangan dan kebijakan, dinas koperasi kabupaten/kota menyusun program dengan lebih menekankan pada materi kelembagaan dan manajemen koperasi.

Bentuk atau metode pelaksanaan kegiatan penyuluhan perkoperasian sebenarnya tidak hanya berupa kegiatan dalam kelas dan kegiatan lapangan. Ada banyak media komunikasi tersedia yang bisa dijadikan media penyuluhan dan akan mengubah metode pelaksanaan penyuluhan saat ini, antara lain radio, papan reklame, kaset/CD, dan media sosial via internet. Ketersediaan luas dan akses ke internet yang semakin mudah telah menyebabkan semakin berkembangnya bentuk-bentuk baru metode komunikasi. Secara kolektif disebut “media sosial,” alat-alat komunikasi baru ini telah menciptakan lebih luas lagi peluang bagi para penggiat penyuluhan dalam cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan bagaimana mereka berinteraksi dengan konsumen. Sebuah tim pendidik penyuluhan di Penn State telah menggunakan media sosial dan menggunakan alat yang tersedia dalam berbagai cara, selain hanya digunakan untuk mempromosikan peralatan pertanian oleh pemilik bisnis pertanian (Cornelisse, et al, 2011).

Media sosial terdiri dari seperangkat alat komunikasi online yang dinamis. Berbagai alat yang tersedia menyediakan berbagai pilihan peralatan untuk individu yang dapat digunakan, tergantung pada pemirsa, tujuan, atau preferensi pribadi. Alat ini mudah diakses dan sering gratis. Mereka telah menjadi sumber berita, peristiwa, pasar, dan percakapan. Dengan perkembangan “aplikasi” yang semakin maju, alat ini telah menjadi populer untuk digunakan pada jaringan bergerak (mobile), memungkinkan komunikasi dan penyebaran dan penerimaan informasi hampir di mana saja. Oleh karena itu, pendidik/

(16)

memilih alat berdasarkan audiens mereka, preferensi pribadi, dan tujuan penggunaannya. Ada beragam alat media social yang bisa mengakomodasi segala sesuatu mulai dari sebuah deskripsi mendalam atau penjelasan isu tertentu hingga berbagi foto atau ”link” pendek untuk sumber “online”.

Aksesibilitas alat media sosial dan kemampuan untuk berbagi menciptakan lingkungan yang prima untuk pendistribusian Tabel 9 . Beberapa Media Sosial Populer

Sumber: Gunther & Swan, 2011.

secara cepat dan meluas berbagai informasi. Hal ini menghasilkan semacam efek bola salju dimana satu posting secara teoritis dapat menyebar di seluruh dunia dan dilihat oleh jutaan dalam hitungan menit bahkan detik. Untuk penyuluhan, ini sangat berharga karena pekerjaan kita, peristiwa, dan sumber daya bisa dengan cara sederhana, mudah, dan cepat berbagi dengan masyarakat walaupun kita tidak memiliki hubungan tradisional dengan mereka.

(17)

Alat-alat teknologi elektronik, termasuk media sosial, telah menjadi sangat popular, sehingga kebanyakan orang, walaupun tidak menggunakannya, mengetahui tentang apa dan kegunaannya (Guenthner & Swan, 2011). Ada beberapa media sosial yang sangat popular saat ini yang dapat digunakan sebagai media penyuluhan seperti terlihat pada tabel 10 di atas.

Rekrutmen untuk tenaga penyuluhan yang baru memang sudah mendesak untuk dilakukan. Namun rekrutmen tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan, tidak hanya untuk tenaga penyuluh yang baru harus memenuhi kompetensi dasar untuk seorang penyuluh. Di Amerika Serikat profesi penyuluh adalah profesi terhormat setara dengan para ilmuwan, karena mereka umumnya berasal dari kampus. Banyak dari mereka berprofesi ganda sebagai dosen atau peneliti dari perguruan tinggi disamping sebagai penyuluh. Oleh karena itu tidak selayaknya jika tenaga penyuluh ini hanya dianggap sebagai profesi pelengkap saja. Petugas penyuluhan harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk mengantisipasi dan memberikan program pendidikan yang berkualitas yang relevan dan penting bagi publik (PODC, Cooperative Extension System, AS).

pengetahuan dasar, sikap, keterampilan, dan perilaku yang berkontribusi untuk keunggulan dalam program pendidikan penyuluhan.

Wisconsin Cooperative Extension menyatakan kompetensi adalah “tataran yang cukup untuk pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau tujuan tertentu.” Missouri Cooperative Extension menetapkan bahwa setiap profesional penyuluhan harus memiliki “kekuatan pribadi, kemampuan sebagai seorang pendidik, kemampuan di bidang teknologi informasi, dan keahlian dalam spesialisasi akademik mereka”.

Penyuluh adalah aset yang paling berharga

dari sistem penyuluhan. Untuk meningkatkan efektivitas tenaga penyuluhan dan untuk meningkatkan nilai profesionalitas penyuluhan itu, disarankan setiap upaya pengembangan dan pelatihan penyuluhan fokus pada bidang yang berkaitan dengan kompetensi dasar. Dengan demikian, tenaga penyuluhan akan meningkatkan kemampuannya agar lebih baik melayani pelanggan dan akan lebih efektif lagi dalam menentukan kebutuhan penyuluhan, dalam mengembangkan dan memberikan program pendidikan yang membahas kebutuhan tersebut, dan dalam menciptakan individu dan kelompok yang sukses berprestasi.

Setelah mengkaji dan membahas materi ini berulang kali, Komisi Pengembangan Organisasi dan Personalia (PODC), Cooperative Extension System, Amerika dasar yang dipercaya sesuai untuk para profesional penyuluhan di seluruh Sistem. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menjadi daftar lengkap. Kompetensi lainnya mungkin penting untuk meraih keunggulan dalam penyuluhan. isu lokal yang mendukung dan mendorong harapan individu. Dengan mengintegrasikan kompetensi dasar dan strategi efektif sebagai metode standar dalam penyusunan program penyuluhan diyakini akan dicapai hasil yang maksimal.

Jangan dilupakan jika diluar sana banyak orang terdidik dan penggiat bisnis professional mau menjadi sukarelawan untuk berbagi ilmu dan pengalamannya kepada penggiat koperasi. Ada banyak sekali mantan pemimpin perusahaan besar yang sarat dengan pengalaman berbisnis mau berbagi keahlian dan pengalamannya secara sukarela. Rekrutmen tenaga penyuluh sukarelawan dari segmen ini merupakan cara yang sangat efektif untuk mengatasi permasalahan anggaran dan sumberdaya manusia yang sangat terbatas. Penyuluh sukarelawan yang berasal dari bisnis professional akan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan kemampuan, keahlian, pengetahuan, kepemimpinan dan

(18)

sumberdaya kepada program penyuluhan. Kesempatan bagi sukarelawan professional untuk memuaskan keinginannya berbagi ilmu dan pengalamannya namun tetap sesuai dengan tujuan penyuluhan membutuhkan komunikasi yang efektif dengan mereka dan korporasinya. Untuk melakukan rekrutmen penggiat bisnis professional sebagai tenaga penyuluh sukarela, penyusun program penyuluhan perlu kolaborasi, dan berkomunikasi secara efektif dengan mereka tentang bagaimana mencapai tujuan bersama (Kelley dan Culp III, 2013).

Tenaga sukarelawan ini mungkin bisa disatukan dalam satu unit penyuluhan bergerak (mobile) yang dikelola oleh Kementerian KUKM untuk diterjunkan ke daerah, provinsi ataupun kabupaten/kota, sehingga para penggiat koperasi di daerah bisa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sangat berharga dari mereka yang mungkin saja sangat langka untuk diperoleh di daerah. Melalui komunikasi yang efektif dengan mereka, bisa jadi yang dibutuhkan mereka hanya akomodasi di daerah.

VI. PENUTUP

Kegiatan penyuluhan perkoperasian merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam proses pembinaan dan pengembangan perkoperasian. Disarankan, setidaknya ada dua yang perlu dilakukan; pertama, perlu adanya upaya untuk terus mengintroduksikan betapa pentingnya kegiatan penyuluhan perkoperasian untuk anggota koperasi; dan kedua, perlu adanya program penyuluhan perkoperasian yang disusun secara komprehensif. Program penyuluhan perkoperasian, walaupun menjadi bagian program lain yang lebih besar, harus tetap menjadi bagian yang mandiri dengan berfokus pada materi penyuluhan perkoperasian yang Pengorganisasian kegiatan penyuluhan perkoperasian pada saat ini masih dilaksanakan secara linier oleh instansi pembina perkoperasian, yaitu; Kementerian Koperasi dan UKM, dinas koperasi provinsi, dan

dinas koperasi kabupaten/kota. Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian KUKM perlu kiranya memprakarsai inisiatif untuk mendorong lembaga lain untuk menjadi lembaga pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Perguruan tinggi atau universitas merupakan lembaga yang sangat potensial untuk didorong menjadi lembaga pelaksana kegiatan penyuluhan perkoperasian. Merujuk kepada Tri Dharma perguruan tinggi; pendidikan, riset, dan pengabdian pada masyarakat, maka sangatlah layak jika perguruan tinggi melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kepada gerakan koperasi. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan inisiatif untuk memanfaatkan LSM dan lembaga sosial untuk melakukan kegiatan penyuluhan perkoperasian.

Metode pelaksanaan kegiatan penyuluhan perkoperasian hendaknya tidak terbatas pada metode dalam kelas/ruangan dan kegiatan penyuluhan lapangan. Ada banyak media yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan penyuluhan perkoperasian. Salah satu media yang dapat dimanfaatkan adalah media sosial via internet. Melalui media sosial ini jangkauan dan sasaran penyuluhan menjadi sangat luas, dan dalam waktu yang sangat singkat. Kapasitas materi penyuluhan yang dapat disampaikan melalui media sosial ini mungkin terbatas, namun dengan komunikasi yang intensif hal tersebut bisa diatasi. Adanya media blogging, twitter, facebook, youtube, google, dan lain sebagainya, hendaknya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyusun program penyuluhan perkoperasian menggunakan media sosial tersebut.

Untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan perkoperasian yang lebih impresif lagi dibutuhkan rekrutmen baru tenaga penyuluh perkoperasian. Perlu dilakukan seleksi yang lebih baik lagi untuk mendapatkan tenaga penyuluh perkoperasian yang berkompeten. Untuk itu proses rekrutman harus menyusun kriteria yang menggunakan kompetensi dasar bagi seorang tenaga penyuluh, sebagaimana

(19)

dicontohkan oleh Cooperative Extension System di Amerika Serikat yang menyusun sebelas kompetensi dasar untuk penyuluh.

Banyak orang terdidik dan penggiat bisnis yang sarat dengan pengalaman berbisnis mau dijadikan sukarelawan untuk berbagi keahlian dan pengalamannya dengan masyarakat,

khususnya dengan gerakan koperasi. Untuk itu pemerintah perlu mengambil langkah-langkah inisiatif untuk berkomunikasi dengan mereka dilanjutkan dengan penyusunan program Pengalamn mereka menjalankan roda usaha sangat berguna terutama bagi pengusaha pemula.

(20)

Daftar Pustaka

Cornelisse, S., Hyde, J. dan Raines, C. (2011). Entrepreneurial Extension

Conducted via Social Media. Journal of Extension (online). 49(1) Artikel no: 6TOT1. http://www.joe. org. December 2011.

Draper, N .R. and H. Smith, Applied Regresion Analysis, New York: John Wiley & Sons, 1981.

Gibson, T.L. Cooperative Extension Program Planning in Wisconsin. University of Wisconsin-Extension. Madison, WI. December 2001.

Guenthner, J., dan Swan, B. (2011). Extension learners’ use of electronic

49 (1) Artikel no: 1FEA2. h t t p : / / www.joe.org, February 2011.

Jahi, A., (1983). Penyuluhan Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1983.

Kelley, D.T. dan Culp III, Ken (2013). Affecting Community Change:

Involving Pro Bono P r o f e s s i o n a l as Extension Volunteers. Journal of Extension (online). 51(5). Artikel no: 5FEA7. http://www.joe.org. October 2013.

Prakash, D. (2005). Agricultural Extension Services Provided by Coperatives. Paper, IFFCO Foundation. /articles_8.pdf, December 2005.

Slamet, M. (1989). Strategi Penyuluhan Perkoperasian Sebagai Upaya dalam Pengembangan Perkoperasian. Paper. Disajikan pada Panel Diskusi di Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Koperasi. Jakarta. 1989.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Responden Terpilih untuk Setiap Provinsi
Tabel  3. Program dan Kegiatan Penyuluhan perkoperasian
Tabel 6. Organisasi Penyuluhan perkoperasian.
Tabel 7. Rekrutmen Penyuluh

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan distribusi responden terhadap asupan zat besi menunjukan bahwa responden dengan asupan zat besi kurang memiliki distribusi tertinggi pada penelitian ini yaitu

Lewat taman baca ini diharapkan anak-anak jalanan yang tidak mendapat kesempatan bersekolah secara formal, mendapatkan wawasan dengan membaca di Taman Baca Rumah

Hasil yang diperoleh bahwa kelompok siswa dengan gaya belajar visual menunjukkan kemampuan berpikir aljabar yang meliputi aktivitas generasional dan transformasional,

Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak larut eter kembang bulan ( T.diversifolia ) menghambat polimerisasi heme secara in vitro dengan nilai IC 50 168,02±73,5 µg/mL..

Unit PT PLN (PERSERO) yang akan membangun SCADA harus mengacu pada SPLN S3.001: 2008 Peralatan SCADA Sistem Tenaga Listrik. Jumlah yang dijelaskan pada tabel 6 dan tabel 7

Penelitian geodinamika di Pulau Sumatera juga telah dilakukan oleh Sugiyanto, dkk., (2011) yang bertujuan untuk melakukan pemutakhiran data perubahan koordinat pada jaring

Berdasarkan hasil evaluasi Panitia Pengadaan terhadap dokumen kualifikasi para Penyedia jasa yang mengikuti Pengadaan Seleksi Umum untuk Pekerjaan STUDI PEMEKARAN

Analisa hasil persentase perpanjangan komposit SiC 5% angka yang tertinggi sebesar 13,08% akhirnya menurun menjadi 9,40% (terendah), menunjukkan perubahan