Hubungan Antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder... (Rina Oktaviana)
53
HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN KECENDERUNGAN
BODY DYSMORPHIC DISORDER PADA SISWA YPAC PALEMBANG
Rina Oktaviana
Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Jalan A. Yani No. 12 Palembang Surel: rina.oktaviana@binadarma.ac.id
Abstract : The aim of the study was to examine the relationship between self-esteem and tendency of
BodyDysmorphic Disorder (BDD) in female adolescents. Self-esteem is the attitudinal, evaluativecomponent of the self, the affective judgments placed on the self-concept consisting of feelings ofworth and acceptance which are developed and maintained as a consequence of awareness ofcompetence and feedback from the external world. BDD is a psychiatric disorder characterizedby a preoccupation with an imagined or slight defect causes significant distress or impairment infunctioning.
The subjects of the research comprise 83 students of YPAC Palembang whose ages between 13-17 (N=100). The instrument used to collect data for the dependent variable is Self-Esteem Questionnaire et.al. that consist 44 items. And the instrument used to collect
data for the tendency of body dysmorphic disorder consisting 47 favorable items. The collected Data were analyzed by Pearson product moment correlation using SPSS 18.0 statistical analysis program.The results showed that there were significant relationship between self esteem and tendency of BDD. The higher self-esteem so the lower tendency of BDD and vice versa,the lower self-esteem so the higher tendency of BDD.self-esteem, tendency of body dysmorphic disorder, female adolescents. Keyword :self esteem,body smorphic disorder, YPAC Student
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antaraself-esteem dengan
kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada siswa YPAC Palembang. Self-esteem merupakan penilaian individu mengenai dirinya yang diekspresikan melalui perilakunya sehari-hari. Body dysmorphic disorder merupakan bentuk gangguan mental yang mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan dalam penampilan sehingga kekurangan itu membuatnya tidak menarik dan menyebabkan distress serta gangguan dalam fungsi kehidupan.
Penelitian ini dilakukan pada siswa YPAC Palembang yang berusia 13-17 tahun dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 83 orang (N=100). Alat pengumpul data berupa kuesioner self-esteem yang terdiri dari 44 dan alat ukur kecenderungan body dysmorphic disorder yang terdiri dari 47 butir item yang di susun sendiri oleh peneliti. Analisis data dilakukan dengan teknik statistic korelasi product moment dari pearson dengan bantuan program statistic SPSS 18.0 for windows.
Dari hasil analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder sebesar 0,571 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (r=-0,571, p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara self esteem dengan kecenderungan body dysmorhic disorder. Semakin tinggi self-esteem maka semakin rendah kecenderungan body dysmorphic disorder dan sebaliknya.
Kata Kunci: self-esteem, kecenderungan body dysmorphic disorder, siswa YPAC
1. PENDAHULUAN
Masa remaja disebut juga masa pubertas dimana perkembangan fisik berlangsung cepat yang menyebabkan remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun
citra mereka (Santrock, 2003). Pada umumnya manusia akan mengalami masa perkembangan yang memberikan perubahan pada fisik maupun secara penampilan yang merupakan fase yang pasti dilewati pada masa puber khususnya pada masa remaja. Adapun ciri dari perubahan yang
54
Jurnal Ilmiah PSYCHE Vol.7 No.2 Desember 2013: 53-62 signifikan itu terlihat pada bentuk dan ukurantubuh. Di samping mempengaruhi semua bagian tubuh,baik internal maupun eksternal,perubahan fisik masa puber juga mempengaruhi kondisi fisik dan psikologi remaja.Walaupun berlangsung sementara, pengaruh itu menimbulkan perubahan pada kepribadian,sikap dan pola tingkah laku (Al-Mighwar, 2006).
Biasanya remaja khawatir akan bagian fisik yang kelihatan berbeda, remaja melihat bahwa salah satu ciri fisik tertentu sangat kurang,tidak semestinya,atau tidak sesuai dengan kelompoknya,dan dia melebih-lebihkan keadaan ini. Kekhawatiran ini memang banyak dialami pada remaja yang mengalami masa puber baik pada laki-laki maupun pada perempuan.
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh sudah menjadi fenomenal yang umum yang biasa disebut dengan body dysmorphic disorder (Taylor, 2003). Tingkat perubahannya sejajar dengan tingkat perubahan fisik yang disertai perubahan hormonal. Salah satu aspek psikologis yang menyertainya adalah remaja sangat memperhatikan penampilan fisik mereka.
Body Dysmorphic Disorder atau yang
biasanya disebut gangguan dismorfik tubuh merupakan salah satu jenis dari gangguan
somatoform. Bodydysmorphic disorder ditandai
oleh kepercayaan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mereka mengalami ketidaksempurnaan atau kecacatan (Kaplan & Sadock,2010). Menurut Phillips (2009),seorang peneliti yang khusus meneliti masalah body dysmorphic disorder, pada umumnya mulai tampak ketika seorang individu dalam masa remaja atau pun awal masa dewasa
(bisa jadi berawal sejak masa kecil, namun selama ini tidak pernah terdeteksi).
Individu dengan gangguan seperti ini terpaku pada ketidaksempurnaan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrim untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri (Nurzakiyah, 2010)
DSM-IV menyebutkan lima gangguan
somatoform dasar, yakni ;Hypochondriasis, Somatization Disorder (Gangguan Somatisasi), Conversion Disorder, Pain Disorder dan body dysmorphic disorder. Body dysmorphic disorder
(BDD) adalah suatu preokupasi dengan suatu cacat tubuh yang dikhayalkan (sebagai contohnya, jari tangan yang tidak lengkap) atau penonjolan distorsi dari cacat yang minimal atau kecil (Kaplan & Sadock, 2010).
Menurut Morselli(Nurzaakiyah,2010) tidak semua orang yang memperhatikan atau mengkhawatirkan penampilan, dapat langsung dikategorikan sebagai body dysmoprhic disorder. Ada beberapa karakteristik dari remaja yang mengalami kecenderungan body dysmorphic
disorder; a) Rendahnya self-esteem dan konsep
diri negatif ;b) Menghabiskan 1 sampai 3 jam setiap hari untuk mengurusi penampilan ; c) Menghindari situasi sosial dan penurunan fungsi sosial. d) Disertai simtom depresi.
Pada umumnya, penderita body dysmorphic disorder tidaklah buruk seperti apa
Hubungan Antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder... (Rina Oktaviana)
55
yang mereka pikirkan dan nilai. Bahkan, merekatampak seperti orang-orang kebanyakan lainnya. Namunpenderita body dysmorphic disorder biasanya menunjukkan sikap pemalu, sulit menjalin kontak mata, dan komunikasi. Mereka seringkali bertingkah ekstrim untuk mengkamuflase atau menutupi apa yang mereka anggap kekurangan yang memalukan.
Salah satu faktor yang dianggap memiliki peran penting dalam berkembangnya
body dysmorphic disorder adalah self esteem
(Phillips,dkk 2010). Ketidakpuasan terhadap tubuh memiliki hubungan signifikan dengan self
esteem (Mirza, dkk., 2005).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Harga Diri dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Pada Siswa YPAC Palembang.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam bidang psikologi klinis, psikologi perkembangan dan psikologi sosial yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
1. Manfaat Teoritis :
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis, psikologi perkembangan dan psikologi sosial.
2. Manfaat Praktis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan harga diri, Secara khusus bagi penderita Body Dysmorphic
Disorder.
Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan self esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder dalam bidang klinis, perkembangan maupun sosial dari segi yang diteliti maupun sampel yang dijadikan objek penelitian, maupun teknik yang digunakan.
Penelitian yang terkait dengan harga diri dilakukan oleh Munawarah & Retnowati (2010) yang melakukan penelitian dengan judul
Hardiness, Harga Diri, Dukungan Sosial dan
Depresi Pada Remaja Penyitas Bencana di Yogyakarta. Populasi penelitian adalah siswa SMP, sedangkan sampel 149 siswa SMPN 2 Bantul Yogyakarta yang berusia 13-15 tahun. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Hardiness, Skala Harga Diri, Skala Dukungan Sosial dan Skala beck deperssion inventory (BDI). Metode analisis data menggunakan analisis regresi ganda dan korelasi parsial. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian tangguh, harga diri, dukungan social dengan depresi, dengan koefisien korelasi sebesar 0,418 dan p= 0,018 (p < 0.05).
penelitian lainyang dilakukan oleh Rahmania P.N & Ika Y.C bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
self-esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder (BDD) pada siswa sekolah. Self-esteem merupakan penilaian individu mengenai dirinya yang diekspresikan melalui perilakunya sehari-hari. Body dysmorphic disorder (BDD) merupakan bentuk gangguan
mental yang mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan dalam penampilan sehingga kekurangan itu
56
Jurnal Ilmiah PSYCHE Vol.7 No.2 Desember 2013: 53-62 membuatnya tidak menarik dan menyebabkandistress serta gangguan dalam fungsi kehidupan. Penelitian ini dilakukan pada remaja putri yang berusia 15-18 tahun yang berstatus sebagai siswa sekolah menengah atas dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 100 orang (N= 100).Alat pengumpul data berupa kuesioner Self-Esteem
Questionnaire (SEQ) yang terdiridari 42 yang
disusun oleh Dubois, dkk. dan alat ukur kecenderungan BDD yang terdiri dari 38 butir item. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan program statistik SPSS 16.0 for windows. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder sebesar -0,405 dan nilai signifikansi
sebesar 0,000 (r=-0,405, p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara selfesteem dengan kecenderungan body dysmorhic disorder.
Semakin tinggi self-esteem maka semakin rendah kecenderungan BDD dan sebaliknya.
Penelitian dari luar mengenai
Comorbidity of Body Dysmorphic Disorder and Eating Disorders: Severity of Psychopathology and Body Image Disturbance oleh Jessica S.
Ruffolo, PhD (2006) ikut mendukung penelitian
mengenai gangguan dismorfik tubuh. Prevalensi dari body dysmorphic disorder (BDD) pada individudengan gangguan makan(EDS). Seratusorang denganEDS(49 pasien rawat inapdengan anoreksianervosa,51pasien rawat inap dengan bulimia nervosa) selesai wawancara terstruktur diagnostik dan kuesioner laporan diri.
Hasil menunjukkan 12 orang
denganEDS(12,0%) menderita BDD
komorbiditas, dengan kekhawatiran dismorfik tubuh mereka yang berhubungan dengan berat badan dan bentuk. BDD seumur hidup-prevalensi adalah 15,0%. Ada hidup-prevalensi tinggi ketidakpuasan dengan fitur tubuh nonweight terkait seperti kulit, rambut,gigi, hidung, dan tinggi(20,8-53,5%).
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Body
Dysmorphic Disorder
2. Variabel Bebas : Self Esteem 2.2. Definisi Operasional
1. Self Esteem
Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu pengertian. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya; Baron dan Byrne (Gerald, 2010) menyebut harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding. Sedangkan Harper (2002) memberikan pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan, dan penerimaan orang lain terhadap individu.
Self Esteem ini akan diukur dengan menggunakan skala Self Esteem yang mengacu pada Coopersmith (Miratna,2008) yaitu empat aspek yang terbagi menjadi ; a). Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain, b). Keberartian (significance) Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari
Hubungan Antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder... (Rina Oktaviana)
57
orang lain, c). Kebajikan (virtue) Ikuti standarmoral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan, d). Kemampuan (competence)
Sukses
memenuhi tuntutan prestasi.
2. Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder
Istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD), secara formal juga tercantum dalam Diagnostic
and Statistic Manual of Mental Disorder (4th
Ed), untuk menerangkan kondisi seseorang yang terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor atau bahkan imagine defect. Akibatnya, individu itu tidak hanya merasa tertekan, bahkan kondisi tersebut melemahkan taraf berfungsinya individu dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau bidang kehidupan lainnya (misalnya, kehidupan keluarga dan perkawinan).
Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder ini akan diukur dengan menggunakan skala Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder yang mengacu pada teori Rosen (Nevid, 2005), yaitu : a). Aspek Pikiran (Kognitif), b). Aspek Perasaan (Afeksi), c). Aspek Perilaku (Behavioral), dan d). Hubungan Sosial.
2.3. Hipotesis
Ada hubungan antara self esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada siswa YPAC Palembang.
2.4. Populasi Dan Sampling
Menurut Hadi (2004) populasi adalah sejumlah individu yang memiliki ciri-ciri atau sifat sama dalam kesibukan penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa YPAC Palembang
yang mengalami kecenderungan body dysmorphic disorder. Subjek telah memenuhi
karakteristik yang dipakai dalam penelitian ini dengan jumlah populasi sebanyak 83 orang. Pengambilan sampel subjek penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling.
Pengambilan sampel dengan cara ini memungkinkan subjek yang memenuhi karakteristik tertentu mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel.
Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1). Para siswa YPAC Palembang 2). Usia siswa antara 13-17 tahun 3). Tidak dalam penangan dokter
Berdasarkan karakteristik diatas maka dengan menggunakan pertimbangan tersebut, dari jumlah populasi sebanyak 83 orang dapat diambil sampel sebanyak 70 orang dan jumlah
Try Out sebanyak 13 orang.
2.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode skala.
skala body dysmorphic disorder dan skala
self esteem menggunakan Rating Scale yang
masing-masingnya terdiri dari 40 pernyataan
dan menggunakan 4 kategori jawaban yaitu:
Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Kadang-kadang (KK) dan Tidak Setuju (TS).
1. Skala Body Dysmorphic Disorder
Data untuk body dysmorphic disorder diperoleh dengan menggunakan skala body
58
Jurnal Ilmiah PSYCHE Vol.7 No.2 Desember 2013: 53-62 penulis dengan memodifikasi aspek-aspek bodydysmorphic disorder Rosen (Nevid,2005) tetang
aspek-aspek body dysmorphic disorder sebagai berikut: 1) Pikiran (Kognitif); 2) Perasaan (Afeksi); 3) Perilaku (Behavioral); 4) Hubungan Sosial.
2. Skala Self Esteem
Data untuk self esteem dengan menggunakan skala self esteem yang dibuat sendiri oleh penulis dengan memodifikasi aspek-aspek self esteem Coopersmith (Mirtana, 2008) yaitu : 1) Kekuasaan (power); 2) Keberartian (significance); 3) Kebajikan (virtue); 4) Kemampuan (competence).
2. Validitas dan Reliabilitas
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi sangat penting karena kesimpulan penelitian hanya dapat dipercaya apabila didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya (Azwar, 2006). Dengan memperhatikan kondisi ini maka tampak bahwa peran alat pengumpulan data dalam mengungkap kondisi yang ingin diukur, tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan.
1. Validitas
Keaslian aitem dinyatakan secara empiris oleh suatu koefisien validitas tertentu. Selain itu Azwar (2004) menyatakan bahwa aitem layak jika, koefisien aitem total atau corrected
aitem total correlation>0,3.
Pengujian validitas aitem-aitem alat ukur dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha
Cronbach.
Melihat indeks daya beda aitem
dapat ditemukan aitem-aitem yang gugur dan
aitem-aitem yang layak digunakan dalam
penelitian. Penelitian konsistensi aitem total
akan menghasilkan koefisiensi korelasi
aitem total atau daya beda aitem dengan
menghitung koefisiensi korelasi antara skor
subjek pada aitem yang bersangkutan dengan
skor total tes (koefisiensi aitem total).
Pengukuran validitas aitem dapat dikatakan
valid jika p≤0,05 (Sugiono, 2005).
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan kemampuan pengukur, sejauh mana memberikan hasil yang relatif tidak berbeda apabila dilakukan pada subjek yang sama (Azwar, 2004). Besarnya koefisien reliabilitas berkisar 0,00 sampai dengan 1,00. Bila koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 berarti terdapat konsistensi hasil ukur yang semakin sempurna (Azwar, 2004). Analisis yang digunakan untuk mengukur reliabilitas dalam penelitian ini adalah Alpha
Cronbach (Hadi, 2004) dengan alasan: (1) jenis
data kontinu; (2) tingkat kesukaran seimbang; (3) merupakan tes kemampuan (power test), bukan tes kecepatan (speed test).
Dalam hal ini koefisiensi reliabilitas alat ukur kekerasan dalam rumah tangga dan perilaku asertif dihitung dengan menggunakan teknik koefisiensi alpha cronbach yaitu untuk melihat korelasi dua variabel yang memilki panjang yang tidak sama. Reliabilitas dinyatakan oleh
Hubungan Antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder... (Rina Oktaviana)
59
koefisien reliabilitas yang angkanya beradadalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Azwar (2006) semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
3. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Sebelu dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat meliputi (1) uji normalitas dan (2) uji linearitas.
2. HASIL
A. Hasil Coba Alat Ukur
Berdasarkan data yang diperoleh melalui tahap uji coba alat ukur, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Perhitungan untuk menguji validitas dan reliabilitas terhadap kedua skala dilakukan dengan bantuan komputer program statistik SPSS (Statistical Package For
Social Science) versi 18,00 for windows.
Skala kecenderungan body dysmorphic disorder terdiri dari 60 aitem, kemudian terpilih 47 aitem yang valid dan 13 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 3, 5, 9, 11, 20, 22, 31, 33, 49, 50, 55, 59, 60. Selanjutnya aitem-aitem yang valid disusun kembali menjadi skala penelitian.
Skala self esteem dari 60 aitem yang disajikan, terpilih 44 aitem yang layak untuk digunakan sebagai aitem penelitian, dan 16 aitem yang gugur 1, 2, 3, 20, 21, 25, 34, 41, 42, 48, 50, 54, 55, 59, 60. Selanjutnya aitem-aitem yang valid disusun kembali menjadi skala penelitian.
Suatu alat tes dicobakan berulang kali pada subjek yang sama sehingga mendapatkan skor yang sama atau relatif sama. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan tidak ada patokan pasti. Jika koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 berarti terdapat konsistensi hasil ukur yang semakin sempurna (Azwar, 1999). Uji reliabilitas pada skala kecenderungan self esteem menunjukkan nilai reliabilitas alpha sebesar 0,941 sedangkan untuk uji reliabilitas pada skala body dysmorphic
disorder menunjukkan reliabilitas sebesar 0,956.
Dengan demikian kedua skala tersebut dapat dikatakan memiliki konsistensi hasil ukur yang baik karena nilai reliabilitasnya mendekati 1,00.
B. Hasil Uji Asumsi
Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa data variabel Kecenderungan Body Dysmorphic
Disorder dikatakan normal karena skor KS-Z=
..930 ; p= . 353 dimana p>0,05. Selanjutnya variabel
Self Esteem
dikatakan berdistribusi normal karena skor yang ada pada KS-Z= . 427; p= . 993 dimana p>0,05.Berdasarkan hasil uji linieritas antara variabel Kecenderungan Body Dysmorphic
Disorder dengan Self Esteem berhubungan
secara linier, dilihat dari kolom P yang nilainya P=0,000, berarti hipotesis yang diajukan diterima. Selanjutnya, analisis data dengan statistik parametrik dapat dilakukan.
C. Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel Body
60
Jurnal Ilmiah PSYCHE Vol.7 No.2 Desember 2013: 53-62 R=0,571, R2=0,326 dengan F=29,603, dan p=0,000 dimana p<0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder dengan Self Esteem pada siswa YPAC
Palembang.
Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara self esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada siswa YPAC Palembang (r=0,571) p = 0,000 (P<0,01). Selanjutnya, besarnya sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel kecenderungan body dysmorphic disorder
terhadap self esteem adalah sebesar 32,6% (R2= 0,326).
D. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan teknik regresi sederhana yang bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan antara self
esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada siswa YPAC Palembang. Setelah
melalui analisis pengolahan data diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut terbukti melalui nilai koefisien korelasi yang diperoleh r= 0,571 dan taraf signifikansi p=0,000 P<0,01. Hal ini berarti bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan antara self esteem dengan kecenderungan body
dysmorphic disorder pada siswa YPAC
Palembang.
Semakin tinggi self esteem pada siswa yang mengalami kecenderungan body dysmorphic disorder maka semakin rendah
kecenderungan body dysmorphic disorder yang
di alami oleh siswa YPAC Palembang. Sebaliknya jika semakin rendah self esteem pada siswa yang mengalami kecenderungan body
dysmorphic disorder maka akan semakin tinggi
kecenderungan body dysmorphic disorder yang dimiliki oleh para siswa YPAC Palembang. Besarnya nilai sumbangan kecenderungan body
dysmorphic disorder terhadap self esteem
ditunjukan dari hasil analisis pada tabel model
summary dimana sumbangan efektif kompetensi
interpersonal (R square) yaitu sebesar 0,326 kecenderungan body dysmorphic disorder
memberikan sumbangan efektif sebesar 32,6% terhadap self esteem, sementara sisanya 67,4% faktor lain yang mempengaruhi self esteem. Hasil lain yang peneliti dapatkan dalam penelitian ini adalah distribusi normal. Lalu kemudian peneliti memanfaatkan deskripsi data penelitian untuk mengetahui bahwa data self
esteem dan kecenderungan body dysmorphic disorder termasuk tinggi atau rendah dengan
membuat kategori masing-masing variabel berdasarkan tabel frekuensi.
Berdasarkan pengelolaan data yang dilakukan dalam penelitian ini peneliti melakukan kategorisasi terhadap siswa YPAC Palembang yang mengalami kecenderungan
body dysmorphic disorder. Dari 70 orang siswa
YPAC Palembang, terdapat 34 orang siswa (48,57%) mengalami kecenderungan body
dysmorphic disorder, dan ada 36 orang siswa
(51,43%) yang tidak mengalami kecenderungan
body dysmorphic disorder, dari hasil kategorisasi
diatas disimpulkan bahwa rata-rata para siswa YPAC Palembang mengalami kecenderungan
Hubungan Antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder... (Rina Oktaviana)
61
Berdasarkan pengelolaan data yangdilakukan dalam penelitian ini peneliti melakukan kategorisasi terhadap self esteem pada siswa YPAC Palembang. Dari 70 orang siswa yang dijadikan subjek penelitian, ada 39 orang siswa atau 55,51% memiliki self esteem yang tinggi dan terdapat 31 orang siswa atau 44,29% memiliki self esteem yang rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa self esteem yang dimiliki rata-rata para siswa YPAC Palembang yang memiliki kecenderungan body
dysmorphic disorder rendah. Permasalahan
mengenai self esteem pada siswa mengalami
body dysmorphic disorder merupakan masalah
prediktor yang kesehatan fisik dan mental yang buruk dikarenakan mereka menghindari keramaian dan mengalami penurunan fungsi sosial pada diri mereka. Bagi individu yang mengalami kecenderungan body dysmorphic
disorder mereka melakukan hal ini karena takut
diperhatikan kekurangannya oleh orang lain, mereka juga mengalami penurunan kinerja hampir dalam semua aspek kehidupan. Ini akibat dari pemikiran takut dianggap cacat oleh orang lain. Sehingga individu yang mengalami kecenderungan body dysmorphic disorder
cenderung memiliki harga diri yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian diatas membuktikan bahwa fenomena yang terjadi pada siswa YPAC Palembang yang mengalami kecenderungan body dysrmophic
disorder sesuai dan terbukti lebih banyak
tingginya kecenderungan body dysmorphic
disorder dan rendahnya self esteem yang dimiliki
oleh para siswa YPAC Palembang. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima,
yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara self esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada siswa YPAC Palembang. Dimana semakin tinggi kecenderungan body dysmorphic disorder maka akan semakin rendah self esteem pada siswa YPAC Palembang . Sebaliknya semakin rendah
self esteem makan kecenderungan body dysmorphic disorder semakin tinggi pada siswa
YPAC Palembang. 3. Simpulan
Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : ada hubungan yang sangat signifikan antara self
esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada siswa YPAC Palembang. Dengan
sumbangan efektif self esteem terhadap kecenderungan body dysmorphic disorder
sebesar 32,6% .
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mighwar,M.(2006). Psikologi Remaja.
Bandung: Pustaka Setia
Azwar,S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Brem (2001) A Study of Facial Dysmorphophobia. Psychiatric Bulletin,
19, Page 763-739
Cahyaningtiyas,LP. (2009). Hubungan antara
kecerdasan emosi dengan ketidakpuasan sosok tubuh (body dissatisfaction) pada remaja putri. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di akses 28 september 2013
Ermanza,G.H. (2008). Hubungan harga diri dan
62
Jurnal Ilmiah PSYCHE Vol.7 No.2 Desember 2013: 53-62obesitas dari sosok menengah atas.
Universitas Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan
Erol, R.Y & Orth, U. (2011). Self-esteem
development from age 14 to 30 years: A longitudinal study. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 101, No. 3,
607–619
Hadi, Sutrisno. (2004). Metodelogy Research I. Yogyakarta: Erlangga (2006). Metodelogy
Research II. Yogyakarta: Erlangga
Kaplan, M.D.,Saddock (2010). Sinopsis Psikatri. Jilid 2. Binarupa Aksara: Tanggerang Monks,dkk. (2004) Psikologi perkembangan
pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Nurzakiyah,S. (2010). Efektivitas Teknik
Self-management dalam mereduksi Body Dysmorphic Disorder (BDD) Remaja.
Skripsi pada program sarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Phillips, K.A. (2009). Understanding body
dysmorphic disorder: An essential guide. NewYork: Oxford University PrEss.
Rahmawati. (2008) Self Esteem. Diunggah dalam laman
file.upi.edu/direkotri/FIP.Jur.Psikologi_Pe nd_dan_Bimbingan. Di undduh pada 29 September 2013.
Rosen (nevid,2005) Body Dysmorphic Disorder
diunduh dalam laman
repository.gunadarma.ac.id/bitsream/1234 56789/3991/1. Di unduh 21 Oktober 2013 Santrock, J.W. (2003). Adolescence:
Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Sugiyono. (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
Taylor (2003). Body Dysmorphic Disorder.
Diunggah dalam laman
thesis.binus.ac.id/asli/bab2. Pada 30 September 2003
Tiggeman, M (2005). Body Dysmorphic and
adolescent self esteem. Body
Image,2,129-135
Veale, D & Neziroglu, F. (2010). Body
Dysmorphic Disorder; A treatment manual. UK; Willey-Blackwel.