1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja perekonomian Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu emerging
market yang menarik untuk berinvestasi, menurut laporan yang dirilis Global Intelligence
Alliance (GIA) menyebutkan bahwa Indonesia masuk peringkat kelima setelah Brasil, India,
China, Rusia sebagai pasar teratas kategori emerging market utama dunia tahun 2012-2017.
Laporan Perspektif Bisnis di Emerging Market 2012-2017 tersebut menyebutkan bahwa,
Indonesia sebagai negara berkembang berhasil menarik investasi, 91% responden yang
disurvei oleh GIA menyatakan bahwa investasi di negara berkembang memiliki peluang besar
untuk berkembang lebih cepat.
Hal yang sama juga dilihat dari Global Competitive Index yang melaporkan bahwa
peringkat Indonesia meningkat 4 peringkat pada Global Competitive Index tahun 2014-2015
di peringkat 34 dari total 144 negara. Pada gambar 1.1 terlihat bahwa Indonesia memiliki
pertumbuhan daya saing dari tahun ke tahun yang signifikan dibandingkan dengan negara lain
seperti China, India, Brazil, dan Afrika Selatan. Semakin membaiknya peringkat daya saing
Indonesia dibandingkan dengan negara lain menjadikan Indonesia semakin menarik sebagai
negara tujuan investasi, salah satunya sebagai tujuan investasi pasar modal.
2
Sumber: (World Economic Forum, 2014)
Animo masyarakat domestik dan asing untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia
juga ikut meningkat. Pada gambar 1.2 menunjukan kontribusi investor asing dan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2015. Transaksi domestik pada Bursa Efek Indonesia
mengalami peningkatan, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar 59,42%.
Sedangkan pada investor asing peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 43,21%.
Secara rata-rata kontribusi investor domestik di BEI dari tahun 2010 sampai dengan 2015
adalah sebesar 60,80%, sedangkan rata-rata kontribusi investor asing di BEI dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2015 sebesar 39,19%..
Gambar 1.2. Kontribusi Investor Pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
Sumber: (Otoritas Jasa Keuangan, 2016, diolah)
Dalam praktek penyelenggaraan pasar modal, ternyata terdapat sophisticated investors
dan naive investors (Hartono, 2014). Sophisticated investors merupakan investor-investor yang
mampu memahami dan menginterpretasikan informasi dengan cepat dan baik. Sedangkan,
naive investors yaitu investor-investor yang mempunyai kemampuan yang terbatas dalam
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Asing 31.72 35.07 42.54 42.03 40.58 43.21 Domestik 68.28 64.93 57.46 57.97 59.42 56.79 0 20 40 60 80 100 120
3
mengartikan dan mengintepretasikan informasi yang diterima. Sangat besar kemungkinan
adanya ketidakmampuan naive investors tersebut membuat mereka melakukan perilaku
mengikuti yang lain. Sedangkan sophisticated investors tidak selalu canggih dalam setiap
pengambilan keputusan di pasar, ketika terdapat ketidakpastian pasar yang besar, maka
kemungkinan melakukan perilaku mengikut juga meningkat. Perilaku tersebut merupakan
cermin dari perilaku investor yang irrasional.
Perkembangan suatu negara dapat dilihat melalui pertumbuhan pasar modalnya. Bursa
Efek Indonesia (BEI) merupakan satu-satunya pasar modal di Indonesia. Gambar 1.2
menunjukkan perbandingan pertumbuhan beberapa indeks pasar modal secara tahunan di
kawasan ASEAN dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Pasar modal dikawasan ASEAN tersebut
bergerak mengikuti pola yang hampir sama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam
gambar tersebut merupakan salah satu indeks dengan pertumbuhan yang sangat tinggi
dibandingkan dengan indeks harga saham lainnya.
Gambar 1.3. Pertumbuhan Tahunan Indeks di ASEAN dan Hongkong
Sumber: (Otoritas Jasa Keuangan, 2016, diolah) -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% 2011 2012 2013 2014 2015 IHSG Singapura (STI) Malaysia (KLSE) Thailand (SETI) Philipina (PSEI) Hongkong (HSI)
4
Dengan semakin berkembangnya perekonomian maka perusahaan semakin
membutuhkan dana untuk membiayai segala macam aktivitasnya. Pembiayaan ini akan
mengakibatkan perubahan struktur modal badan usaha. Ada dua alternatif utama pembiayaan
perusahaan yaitu perolehan utang baru atau peningkatan modal.
Pembiayaan selain utang dan peningkatan modal, yaitu dengan cara menjual saham atau
kepemilikan badan usaha. Metode ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menjual saham kepada investor tertentu (private placement) dan penawaran saham perdana
kepada publik (IPO).
Situasi pasar saham yang kondusif dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
perusahaan-perusahaan untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO). Nilai emisi IPO di Bursa Efek
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, puncak nilai emisi IPO terbesar terjadi
pada tahun 2010 dengan nilai emisi Rp 29,51 Trilliun.
Agrawal dalam Kim (2014) menyebutkan bahwa terjadi fenomena underpricing pasca IPO
hampir diseluruh pasar modal dunia. Adanya fenomena underpricing tersebut menyebabkan
efek domino (pengikutan) yang timbul pada investor potensial pasca IPO. Penjelasannya
adalah yang menjadi dasar pertimbangan keputusan investor potensial IPO tidak hanya
informasi yang dimilikinya tetapi juga tindakan investor lain (Welch dalam Yong, 2007).
Adanya efek domino (pengikutan) yang timbul pada investor potensial pasca IPO dan
fenomena underpricing tersebut menyebabkan adanya perilaku herding. Herding merupakan
perilaku yang dilakukan oleh investor yang mengikuti keputusan investor lain atau mengikuti
konsesus pasar. Perilaku mengikut (herding) terjadi ketika pasar tidak transparan yaitu apabila
investor menjumpai adanya ketidakpastian sumber informasi publik dan menerima
5
Perilaku herding sangat mungkin terjadi pada pasca IPO. Investor tidak memiliki
informasi yang cukup terhadap kinerja perusahaan dan adanya fenomena underpricing,
sehingga cenderung berperilaku mengikuti konsesus pasar. Menurut Komulainen dalam
Narasanto (2012), perilaku herding pada umumnya terjadi pada pasar modal berkembang
(emerging market), informasi yang tidak cukup tersedia yang menjadi alasan utama mengapa
perilaku herding terjadi. Investor seakan tidak menggunakan rasionalitas dalam mengambil
keputusan di pasar. Seorang investor dapat melakukan keputusan menyesuaikan dengan
mayoritas investor lain atau konsensus pasar tanpa mempertimbangkan informasi yang tersedia
dan telah dimiliki (Christie and Huang, 1995).
Beberapa penelitian herding pasca IPO telah dilakukan dibeberapa negara, diantaranya
yang dilakukan oleh Yong (2011) mengukur perilaku herding pada pasar sekunder pasca IPO
di Malaysia dari tahun 2001 - 2009, hasilnya ditemukan bahwa terjadi perilaku herding pada
pasar sekunder pasca IPO di Malaysia.
Penelitian lain yang meneliti tentang herding pasca IPO dilakukan oleh Muema (2014),
penelitian tersebut mengukur perilaku herding pada pasar sekunder setelah IPO di Nairobi
Stock Exchange. Hasilnya secara simultan tidak ditemukan perilaku herding pada
saham-saham IPO di Nairobi Stock Exchange tetapi secara parsial ditemukan perilaku herding pada
lima saham yaitu Scan Group Limited, Eveready Limited, Safaricom limited, Centum
Investment Company Limited dan CIC Insurance Group Ltd.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yong (2011) dan Muema
(2014) terdapat gap dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Di Malaysia tampak perilaku
herding pasca IPO sedangkan di Nairobi Stock Exchange (Afrika Barat) secara simultan tidak
tampak perilaku herding pasca IPO, perilaku herding tampak pada lima saham saja. Penelitian
saham-6
saham IPO pada periode 2005-2015. Kemungkinan adanya perilaku herding pada investor
sangat mungkin terjadi karena Indonesia adalah salah satu bagian dari negara pasar modal
berkembang (emerging market) pada saat ini. Penelitian mengenai herding pada saham pasca
IPO menarik dilakukan di Indonesia melihat adanya efek domino (pengikutan) dan fenomena
underpricing yang terjadi pada pasca IPO. Sehingga penelitian ini akan menguji perilaku herding pasca penerbitan saham perdana pada periode 2005-2015 di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Pendeteksian perilaku herding pada suatu pasar modal dibutuhkan untuk melihat
kerasionalan dari para investor di beberapa fenomena yang terjadi di pasar modal. Fenomena
yang akan dibahas pada penelitian ini adalah pada saat fenomena underpricing. Ketika para
investor melakukan pengabaian terhadap keyakinan dan informasi yang mereka miliki sendiri
kemudian lebih memilih untuk mengikuti konsensus pasar (irrational) maka harga yang terjadi
di pasar akan terdorong menjauhi harga keseimbangannya (Christie and Huang, 1995). Hal
tersebut menunjukkan bahwa perilaku herding yang dilakukan oleh para investor tidak dapat
diprediksi dan kemungkinan para investor dapat terdesak untuk melakukan transaksi pada
harga yang tidak efisien.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dan studi berbagai literatur terkait pada bagian
latar belakang, penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan menyangkut perilaku herding
pada penerbitan saham perdana di pasar sekunder pasca IPO di Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Apakah terjadi perilaku herding pasca penerbitan saham perdana di Bursa Efek Indonesia?
7
Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka penelitian ini ditujukan
untuk mendeteksi adanya perilaku herding pasca penerbitan saham perdana di Bursa Efek
Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan pembaca mendapatkan pemahaman yang
lebih dalam terhadap behavioral finance terutama perilaku herding dalam berinvestasi,
khususnya investor di pasar modal Indonesia, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam
mengambil keputusan investasi. Penelitian ini dapat memberikan manfaat pada berbagai
kalangan.
1. Untuk kalangan investor baik institusi maupun individual akan lebih mempertimbangkan
faktor perilaku sesama investor dalam mengambil keputusan investasi. Untuk pedagang
perantara (broker), sebagai perantara produk investasi, dapat lebih memahami perilaku
investor sehingga dapat menerapkan strategi penjualan yang lebih efektif. Sedangkan untuk
emiten, sebagai perusahaan yang melakukan penawaran perdana (IPO), dapat memakai
penelitian ini untuk mempertimbangkan timing IPO yang dapat memberikan hasil yang
optimal.
2. Untuk kalangan akademisi, diharapakan penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi dan
data bantuan dalam membuat penelitian tentang perilaku investor.
1.6 Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menentukan beberapa batasan penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan melalui pemanfaatan data sekunder yang berkaitan dengan judul
seperti perilaku herding dan data pasar modal. Data saham yang akan diperhitungkan dalam
8
perdana di pasar sekunder pada Bursa efek Indonesia pada tahun 2005-2015. Pembahasan
dalam penelitian ini mengacu pada fenomena underpricing pada saat pasca IPO.
1.7 Sistematika Penulisan
Tesis ini akan dijabarkan menjadi lima bab dengan susunan sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan memuat beberapa bagian yang terdapat dalam penelitian ini,
yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,
lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB 2 : LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pada bab ini diuraikan tentang penjelasan dan pembahasan secara rinci mengenai
teori dan konsep serta berbagai hasil penelitian-penelitian terdahulu. Selain itu,
terdapat penjelasan mengenai pengembangan hipotesis yang berasal dari
variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang menjadi acuan analisis ilmiah yang
terdiri dari populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, definisi
operasional, dan metode pengujian hipotesis yang digunakan dalam mewujudkan
hasil penelitian.
BAB 4 : ANALISIS DATA
Pada bab ini berisi tentang deskripsi sampel, analisis deskriptif, hasil regresi,
pengujian hipotesis atas hipotesis yang telah dibangun dalam penelitian ini, serta
pembahasan mengenai perbandingan dengan jurnal penelitian lain dalam topik
9
BAB 5 : PENUTUP
Pada bab ini berisikan tentang penutup dari penulisan penelitian yang terdiri
dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran-saran bagi penelitian