• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

13 Selain dari data-data di atas, data lain yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah review biostratigrafi sumur Asri-2 (PT. Core Laboratories), review laporan evaluasi batuan induk (PT. Robertson Utama Indonesia) dan laporan side wall core sumur Asgar-1, Asgar-3, dan Asgar-5 (PT. Lemigas, dan PT. Core Laboratories).

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi

Seperti telah dikemukakan dalam bab pendahuluan, fokus penelitian ini adalah pada interval Formasi Parigi. Oleh karena itu, penentuan marker yang akan dibahas pada sub-bab ini adalah batas atas Formasi Parigi dan batas bawah Formasi Parigi. Formasi Parigi terdiri dari batugamping terumbu, batugamping klastik, batupasir katbonatan, serta batulempung (Arpandi dan Patmosukismo, 1975).

Penentuan batas atas dan bawah Formasi Parigi pada masing-masing sumur dilakukan dengan analisis data log sumur yang dipadukan dengan data side wall core. Karakteristik batugamping yang terdapat pada data side wall core beserta kedalamannya diperlihatkan pada Lampiran-1. Salah satu karakteristik batugamping yang paling mudah dikenali melalui data log sumur adalah kurva Gamma Ray yang relatif rendah serta kurva Resistivity yang spiky. Batas atas dan bawah formasi diidentifikasi dari perubahan karakteristik Resistivity tersebut yang dipadukan dengan kehadiran Resistivity yang tidak spiky (lihat Gambar-3.2) yang ada di batas atas dan bawah Formasi Parigi. Pencocokan terhadap data side wall core dilakukan bersamaan dengan identifikasi batas atas dan bawah Formasi Parigi berdasarkan data log. Untuk memudahkan penentuan batas atas dan bawah Formasi Parigi, dilakukan juga korelasi antar sumur berdasarkan karekteristik log sumur (Gambar-3.4 dan Gambar-3.5). Selain itu, untuk menginterpretasi lithologi batugamping pada interval yang telah diidentifikasi berdasarkan Gamma Ray dan Resistivity, bagi sumur-sumur yang tidak memilkiki side wall core, dilakukanlah cross plot antara log Density (RHOB) dan log Neutron Porosity (NPHI). Contoh cross-plot untuk sumur Asri-2 diperlihatkan pada Gambar3.3, sedangkan untuk dua sumur lainnya diperlihatkan pada Lampiran-2. Setelah dilakukan pencocokkan dengan side wall core, korelasi, dan cross plot antara RHOB dan NPHI (Gambar-3.3 dan Lampiran-2), maka dapat diketahui posisi batas atas dan batas bawah Formasi Parigi pada masing-masing sumur (Tabel-3.2).

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

18 3.2. Analisis Perkembangan Batuan Karbonat dan Korelasi Antar Sumur

Analisis mengenai perkembangan batuan karbonat Formasi Parigi pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik umum batuan karbonat sebagai reservoir. Analisis mengenai perkembangan karbonat pada penelitian ini dilakukan melalu pendekatan analisis biostratigrafi, stratigrafi sikuen serta electrofacies. Untuk memudahkan menafsirkan mengenai perkembangan dan persebaran batuan karbonat Formasi Parigi, dilakukan juga beberapa korelasi antar sumur didalamnya (Gambar-3.10 sampai Gambar-3.13).

3.2.1 Analisis Biostratografi

Analisis biostratigrafi ini dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan pengendapan Formasi Parigi secara batimetri. Analisis ini didasarkan pada review laporan data dan analisis biostrtaigrafi sumur Asri-2 yang telah dilakukan oleh PT. Core Labolatories.

Umur Formasi Parigi pada daerah penelitian didasarkan pada analisis forminifera dan juga nannofosil (lihat Gambar 3.6). Berdasarkan foraminifera, pada kedalaman 2820’ diketahui kemunculan akhir dari Globorotalia mayeri/siakensis yang mencirikan akhir dari N14 (Blow, 1997). Tidak ditemukan fosil foraminifera planktonik penciri N15 pada interval 2820’ sampai akhirnya ditemukan foraminifera planktonik yang merupakan kemunculan akhir dari Neogloboroquadrina continousa (fosil marker N16) pada kedalaman 2400’. Sehingga ditafsirkan bahwa pada interval 2820’-2400’, umur batuan adalah N15-N16. Tidak ditemukan juga fosil foraminifera planktonik lainnya yang pada interval kedalaman 2400’ sampai batas atas Formasi Parigi (2382’). Dengan demikian, berdasarkan kemunculan akhir dari fosil marker N16, ditafsirkan bahwa interval tersebut memiliki umur awal dari N17. Berdasarkan nannofosil ditemukan kenunculan awal dari Discoaster humatus yang menjadi fosil marker dari NN9 (Martini, 1971) pada kedalaman 2820’. Pada kedalaman 2640’ diketahui hadirnya kemunculan akhir dari Discoaster humatus. Pada kedalaman 2520’ ditemukan kemunculan akhir dari Discoaster calcaris, Discoaster bellus, Discoaster pseudovariobilis sebagai penciri bagian akhir dari zona NN10. Pada interval kedalaman 2520’ sampai batas atas Formasi Parigi (2382’) tidak

(8)
(9)

20 3.2.2 Analisis Stratigrafi Sikuen dan Electrofacies

Analisis stratigrafi sikuen ini dilakukan untuk mengetahui persebaran porositas yang baik pada interval Formasi Parigi mengingat persebaran porositas yang baik yang berkembang pada batuan karbonat dipengaruhi oleh adanya peran diagenesis akibat dari tersingkapnya batuan karbonat ke permukaan.

Berbeda dengan model stratigrafi sikuen pada batuan sedimen klastik yang sangat terpengaruh oleh suplai sedimen dari tempat lain, stratigrafi sikuen pada batuan karbonat sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan karbonat itu sendiri. Pertumbuhan karbonat sering dikategorikan berdasarkan karakteristik pertumbuhannya yang terpengaruh oleh fluktuasi muka air laut yaitu start-up, catch-up, keep-up, dan give-up (Kendall, 2003). Start-up merupakan awal dari pertumbuhan karbonat. Catch-up terjadi saat karbonat tumbuh mengejar naiknya muka air laut (Walker, 1992). Karbonat Give-up terjadi saat karbonat tidak bisa tumbuh mengejar muka air laut, bahkan mati karena terkubur oleh sedimen klastik diatasnya (Walker, 1992). Keep-up terjadi saat puncak dari karbonat yang hidup terjaga di dekat permukaan air laut yang dangkal (Walker, 1992). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam analisis stratigrafi sikuen ini dilakukan juga analisis mengenai karakteristik batuan karbonat yang berkembang pada interval system track tertentu berdasarkan analisis electrofacies. Analisis mengenai perkembangan batuan karbonat ini diharapkan dapat berkontribusi dalam karakterisasi secara geologi terhadap batuan reservoir.

Marker-marker stratigrafi sikuen yang diidentifikasi dalam penelitian ini antara lain Sequence Boundary (SB), Maksimum Foading Surface (MFS) dan Trasgresif Surface (TS). Sequence Boundary pada interval batugamping Formasi Parigi ini diidentifikasi dengan nilai kurva porositas (NPHI, DT, dan RHOB). Perubahan pada log-log ini menunjukkan bahwa adanya perubahan porositas sehingga mencapai porositas yang maksimum yang di tafsirkan sebagai Sequence Boundary. Dalam sistem pengendapan karbonat, perubahan porositas ini merupakan manifestasi dari diagenesis akibat exposure (karstifikasi). Penarikan Sequence Boundary dilakukan tepat pada puncak perubahan nilai kurva porositas yang memiliki nilai tinggi menuju kurva porositas yang memiliki nilai rendah. Maksimum Flooding Surface diidentifikasi berdasarkan nilai log GR yang

(10)

21 maksimum serta harga porositas yang minimum. Hal ini disebabkan karena endapan yang berkembang pada MFS adalah endapan lempung yang secara umum mempunyai nilai GR yang relatif besar. Kandungan lempung yang banyak ini mengakibatkan bacaan GR tinggi karena pada batulempung umumnya terkandung zat radioaktif. Transgresif Surface (TS) merupakan marker penanda bahwa pola sedimentasi retrogradasi dimulai. Marker ini dikenal juga sebagai onset transgretion (awal dari transgresi). TS dalam penelitian ini dicirikan dengan perubahan pola pengendapan dari progradasi/agradasi menuju retrogradasi, dalam log bisa diidentifikasi pada batas perubahan bentuk dari blocky /funnel-shape ke bell-shape. TS di daerah penelitian ditemukan selalu berimpit dengan SB. Hal ini menandakan bahwa endapan LST di daerah penelitian diendapkan jauh ke arah basin.

Berdasarkan marker-marker sikuen-nya, system track dapat dibagi menjadi tiga yaitu Lowstand System Track (LST) yang dibatasi oleh SB pada bagian bawah dan TS di bagian atas, Transgresif System Track (TST) yang biasanya dibatasi oleh TS atau SB pada bagian bawah dan MFS pada bagian atas, Highstand System Track (HST) yang dibatasi oleh MFS pada bagian atas dan SB pada bagian bawah.

Untuk mengetahui perkembangan karbonat pada interval Formasi Parigi ini, dilakukan analisis Electrofacies. Electrofacies adalah suatu rekaman dari respon dan karakteristik wireline log yang spesifik (Rider, 1996). Tujuan khusus dari analisis electrofacies adalah untuk menafsirkan mengenai lingkungan pengendapan atau fasies (Rider, 1996). Dalam batuan karbonat, analisis electrofacies digunakan untuk menafsirkan karakteristik pertumbuhan karbonat berdasarkan pola-pola dari bentuk wireline log (lihat gambar-3.7). Biasanya diwakili oleh log GR dan Resistivity. Elektrofacies ini biasa digunakan dengan dasar bahwa masing-masing log dapat menunjukkan pola yang diasumsikan sebagai fungsi dari kandungan lempung.

(11)
(12)
(13)

24 Parigi pada sumur-sumur yang ada. Dengan pengamatan electrofacies terlihat bahwa pada endapan HST, batuan karbonat yang berkembang didominasi oleh batuan karbonat build-up. Sedangkan pada interval TST bagian bawah sampai tengah, berkembang karbonat give-up serta diakhiri oleh perkembangan batuan sedimen klastik pada interval akhir dari TST.

Gambar-3.8 merupakan salah satu contoh penafsiran mengenai stratigrafi sikuen yang di lakukan pada sumur Asri-2. Penafsiran mengenati stratigrafi sikuen dan electrofacies pada sumur yang lain dapat dilihat pada Lampiran-3.

b. Korelasi Antar Sumur

Korelasi antar sumur dilakukan untuk mengetahui persebaran dan hubungan masing-masing karakteristik batuan karbonat secara lateral. Korelasi antar sumur dilakukan dengan melihat kesamaan pola log Gamma Ray (GR), Spontaneous Potensial (SP), Resistivity, Bulk Density (RHOB), Neutron Porosity (NPHI), dan Sonic (DT) (Gambar-3.10-Gambar-3.11). Berdasarkan kenampakan masing-masing log, Korelasi srtatigrafi sikuen dilakukan untuk mengetahui perkembangan system track secara umum dan marker-marker stratigrafi sikuen untuk mengetahui interval karbonat yang memiliki kemungkinan porositas paling baik (Gambar-3.12) yang berada pada interval batuan karbonat yang pernah mengalami exposure. Korelasi berdasarkan electrofacies dilakukan untuk mengetahui persebaran dari karakteristik batuan karbonat (karbonat build-up atau give-up) (Gambar 3.13).

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Renstra Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda diharapkan dapat memberi jalan bagi pelaksanaan pengembangan kelembagaan Fakultas Ekonomi

Dengan adanya sebuah sistem keamanan untuk LHS online ini diharapkan informasi dari LHS tersebut dapat terjaga dengan baik tanpa dapat dimanipulasi oleh orang

Penelitian ini secara umum melewati beberapa proses antara lain; studi literatur dan internet, pengumpulan data penelitian (jurnal & skripsi), dan dari semua data-data

Penelitian ini dimulai dengan sintesis konjugat 198 AuNp- PAMAM G4-nimotuzumab dan kemudian dilakukan uji klirens serta analisa hasil urin dan feses tikus yang telah

Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan model GSTAR terbaik dan hasil peramalan untuk data ketinggian pasang surut air laut di empat stasiun Pulau Jawa

(1) Seksi Layanan Kewirausahaan Baru Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung

Hubungan mereka terhadap sesama manusia, baik keluarga, karib maupun masyarakat, bisa terjalin dengan baik.. responden yang mengatakan bahwa mereka selalu berlaku

Mengingat lembamnya sistem tungku ( time- constant 50 detik dan time-delay 70 detik) maka tidak mungkin akan terjadi lonjakan suhu setinggi 320 o C dalam periode waktu lima kali