• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. METODE PENELITIAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Metodologis Pendekatan Penelitian

Kerangka metodologis pendekatan penelitian dengan tahapan sebagai berikut:

1. Membangun model transformasi struktur ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat

yang baru melalui skenario restrukturisasi keterkaitan antar sektor dengan simulasi tabel Input Output (IO) Sumbawa Barat (2007) dengan sektor yang sama jumlah dan detilnya dengan IO interregional Nusa Tenggara Barat (2005).

2. Menganalisis potensi daerah dari sumberdaya terbarukan (renewable resources) yang dapat di jadikan sumber-sumber pertumbuhan baru untuk menopang pembangunan berkelanjutan di masa mendatang dengan melakukan analisis keunggulan komparatif wilayah.

3. Keterkaitan antara pola penganggaran (APBD) dengan kinerja pembangunan

pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan pengaruh spasial kinerja pembangunan antar daerah dengan menganalisis dan memetakan (a) konfigurasi spasial kinerja pembangunan (b) konfigurasi spasial kinerja penganggaran (c) peran struktur alokasi anggaran belanja dan keterkaitan antar daerah untuk optimalisasi kinerja pembangunan daerah. Peran pemerintah dalam pengalokasian anggaran sangat menentukan bidang-bidang atau sektor-sektor mana yang harus dikembangkan di luar pertambangan untuk ditingkatkan anggarannya karena berpengaruh terhadap kinerja pembangunan.

4. Analisis isi peraturan perundangan dan perubahan kebijakan pertambangan kearah transformasi struktur ekonomi sebagai antisipasi habisnya pertambangan

3.2. Ruang Lingkup Materi

Tiga tahapan ruang lingkup materi untuk menjawab ketiga tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pertama, model simulasi tabel Input-Output Sumbawa Barat (2007) dengan sektor yang

sama jumlah dan detilnya dengan IO interregional Nusa Tenggara Barat (2005) dan analisis keunggulan komparatif wilayah dengan analisis location quation.

Kedua, menganalisis dan memetakan a) konfigurasi spasial kinerja pembangunan b)

(2)

dan keterkaitan antar daerah untuk optimalisasi kinerja pembangunan di 34 Kab/Kota tiga propinsi yakni Bali, NTB dan NTT

Ketiga, analisi isi (content analysis) 151 peraturan perundangan yang terkait dengan

mineral dari pusat hingga ke daerah penelitian dan perubahan kebijakan menggunakan pendekatan Institute of Development Studies (IDS)

3.3. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah penelitian ini dibagi tiga yakni pertama untuk model transformasi struktur ekonomi digunakan input output Kabupaten Sumbawa Barat NTB,

kedua untuk melihat pola penganggaran yang mempengaruhi kinerja pembangunan

meliputi 34 Kab/Kota di tiga propinsi yaitu Bali, NTB dan NTT dengan unit penelitian terkecil tingkat kabupaten/kota dan ketiga untuk kebijakan pertambangan akan dilalukan analisis perundang-undangan dari tingkat pusat hingga ke wilayah penelitian yakni Kabupaten Sumbawa Barat. Peta Kab. Sumbawa Barat ditunjukkan pada Gambar 22.

Gambar 22. Peta Kabupaten Sumbawa Barat Sumber : Bappeda KSB, 2006

Sedangkan wilayah kontrak karya tambang tembaga dan emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Kecamatan Sekongkang dan Jereweh seluas 51.167 Ha. Peta wilayah kontrak karya PT. Nemont Nusa Tenggara ditujukkan pada Gambar 23.

(3)

Gambar 23. Lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara Sumber : PTNNT, 2006

3.4. Jenis Data, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang diharapkan 3.4.1. Model Simulasi Input–Output dan Keunggulan Komparatif Wilayah

Metode Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian ini adalah menggunakan simulasi analisis input-output 34 sektor pada struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2007 dan input-output interregional propinsi Nusa Tenggara Barat 35 sektor tahun 2005. Dengan tahapan–tahapan analisis sebagai berikut : 1. Mengkonstruksi atau membangun tabel input–utput Kabupaten Sumbawa Barat 34

sektor (2007) dan tabel interregional input–output Nusa Tenggara Barat 35 sektor (2005) dengan struktur sektor yang sama jumlah dan detailnya.

2. Hasil dari langkah pertama diperoleh tabel input–output Kabupaten Sumbawa Barat dan Nusa Tenggara Barat dengan jumlah sektor yang sama detilnya yakni 20 Sektor

3. Menganalisis struktur ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat dengan dan tanpa

pertambangan (Newmont)

4. Selanjutnya menganalisis dampak pengganda (multiplier) 20 sektor input–output Kabupaten Sumbawa Barat meliputi pengganda pendapatan rumah tangga,

(4)

pengganda surplus usaha, pengganda pendapatan pajak pemerintah, pengganda nilai tambah total/PDRB total dan pengganda tenaga kerja.

5. Analisis keunggulan komparatif wilayah dengan analisis location quation

Tujuan umum dan tujuan khusus penelitian, jenis data, sumber data, metode analisis dan output yang diharapkan untuk menjawab tujuan pertama penelitian ditunjukkan pada Tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Model Simulasi Input-Output dan

Location Quation (LQ)

Tujuan Umum Tujuan Khusus Jenis Data Sumber Data

Metode Analisis Output yang diharapkan Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan 1. Melakukan simulasi Transformas i Struktur Ekonomi Berbasis Pertambang an ke Sumberdaya Lokal Terbarukan Data Primer : Data produksi pertanian dan Luas Lahan Data Sekunder : 1. PDRB 2006 2. Tabel Input-Output Interregio nal NTB 35 Sektor 2005 3. Tabel Input-Output KSB 34 Sektor 2007 BPS Pusat dan BPS Sumbawa Barat, Podes 2003 1. Membangun Tabel Input-Output Sumbawa Barat dengan sektor yang sama jumlah dan detilnya dengan Tabel Input-Output NTB 2. Keunggulan Komparatif Wilayah dengan analisis Location Quation (LQ) ƒ Arah transformasi struktur ekonomi ke sumberdaya lokal terbarukan dan sektor non tambang lainnya ƒ Keunggulan komparatif wilayah meliputi produksi pertanian dan luas lahan di Sumbawa Barat Sumber : BPS, 2006 dan 2007 Model Input-Output

Analisis Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Menurut (Nazara, 2005) alat analisis Input Output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontif tahun 1930-an. Idenya sangat sederhana namun mampu menjadi salahsatu alat analisis yang ampuh dalam melihat hubungan antarsektor dalam suatu perekonomian. Analisis hubungan antar sektor dalam pembangunan masuk dalam bidang ilmu ekonomi pembangunan, yang mulai berkembang tahun 1950-an. Input-Output akhirnya bukan hanya menjadi alat analisis dalam bidang ilmu ekonomi pembangunan, tetapi menjadi

(5)

salahsatu pionir alat analisis pada bidang ilmu ekonomi perencanaan dan ilmu ekonomi regional. Kemampuan alat analisis ini untuk melihat sektor demi sektor dalam perekonomian hingga tingkat yang sangat rinci membuat alat analisis ini cocok bagi proses perencanaan pembangunan.

Selanjutnya (Saefulhakim, 2000) menyoroti peranan pemerintahan daerah setelah diberlakukannya undang-undang otonomi daerah memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah pembangunannya. Di sisi lain, pemerintah daerah akan semakin dituntut untuk lebih mandiri didalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di daerahnya. Otonomi daerah juga mengisyaratkan semakin pentingnya pendekatan pembangunan dengan basis pengembangan wilayah dibanding pendekatan pembangunan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan intersektoral, interspasial, serta antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah.

Lebih jauh (Saefulhakim, 2000) menjelaskan bahwa akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, dalam suatu perencanaan pembangunan selalu diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional, dan lain-lain), (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial yang ada.

Atas dasar pemikiran diatas, dapat dipahami bahwa di setiap wilayah/daerah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan. Dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak berkembangnya sektor-sektor lainnya, dan secara spasial berdampak secara luas di seluruh wilayah sasaran.

Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral, serta keterkaitan intersektoral dan interregional dalam perekonomian

(6)

wilayah, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Input-Output (Analisis I-O) walaupun dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu.

Tabel Input-Output pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya, dalam suatu wilayah dalam satu periode waktu tertentu. Dengan mengunakan tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya. Bentuk penyajian tabel I-O adalah matriks, dimana masing-masing barisnya menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan masing-masing kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksi (Tabel IO BPS, 2005).

Selanjutnya (Tabel IO BPS, 2005) menerangkan bahwa dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input-Output harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu: a. Keseragaman (homogenity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor hanya memproduksi

satu jenis output (barang dan jasa) dengan struktur input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari sektor yang berbeda.

b. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa kenaikan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output yang dihasilkan

c. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari pengaruh pada masing-masing sektor tersebut

Tabel 14. Ilustrasi Tabel Input Output

Permintaan Antara Alokasi Output Susunan Input Sektor Produksi Permintaan Akhir Jumlah Output x11 x12 x13 F1 X1 x21 x22 x23 F2 X2 Sektor Produksi 1 2 3 X31 x32 x33 F3 X3

Jumlah Input Primer V1 V2 V3 Jumlah Input X1 X2 X3 Sumber : BPS, 2005

Untuk memberikan gambaran tentang tabel Input Output, diberikan suatu ilustrasi Tabel Input Output (Tabel 14) dengan menyederhanakan suatu sistem ekonomi menjadi

(7)

tiga sektor produksi, atau disebut juga tabel Input Output 3 x 3 sektor. Pada garis horizontal atau baris, isian-isian angka memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) sebagain lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Permintaan antara adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan untuk proses lebih lanjut pada sektor produksi. Sedangkan permintaan akhir adalah permintaan untuk konsumsi akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan eksport. Isian angka menurut garis vertikal atau kolom, menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk pelaksanaan produksi. Input primer dalam istilah yang lebih populer disebut nilai tambah, yang terdiri dari upah/gaji, sewa tanah, bunga netto dan surplus usaha. Setiap angka atau sel dalam sistem matriks tersebut mempunyai pengertian ganda. Misalnya di kuadran pertama yaitu transaksi antara (permintaan antara dan input antara). Dilihat secara horizontal angka tersebut merupakan alokasi output suatu sektor kepada sektor lainnya, dan pada waktu yang bersamaan dilihat secara vertikal merupakan input dari suatu sektor yang diperoleh dari sektor lainnya. Gambaran diatas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang kait-mengkait (interdependent) diantara beberapa sektor. Dengan mengambil contoh dari ilustrasi diatas, dapat dijelaskan bahwa sektor 1, outputnya berjumlah X1, dialokasikan secara baris sebanyak X11, X12, X13 berturut-turut kepada sektor 1, 2 dan 3 sebagai permintaan antara, serta sebanyak F1, untuk memenuhi permintaan akhir. Output X2 dan X3 masing-masing dari sektor 2 dan 3, alokasi dapat diperiksa dengan cara yang sama. Alokasi output itu secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut:

X12 + X12 + X13 + F1 = X1

X21 + X22 + X23 + F2 = X2 ……….. (1) X31 + X32 + X33 + F3 = X3

Seperti telah disinggung sebelumnya, Tabel I-O ini dapat dijadikan alat analisis untuk melihat struktur keterkaitan (linkages) ekonomi antar sektor dalam suatu perekonomian serta efek multiplier suatu sektor terhadap sektor ataupun perekonomian secara keseluruhan. Untuk keperluan analisis, parameter yang paling utama adalah koefisien teknologi aij yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut:

(8)

j ij ij X X a = atau Xij = aij . Xj (2) dimana:

aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (=Xij)

terhadap total input sektor j (=Xj).

Dengan demikian, Tabel I-O secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

a11X1 + a12X2 + … a1jXj …+ a1nXn + Y1 = X1 a21X1 + a22X2 + … a2jXj …+ ainXn + Y2 = X2 : : : ai1X1 + ai2X2 + … aijXj.… + ainXn + Yi = Xi (3) : : : an1X1 + an2X2 + … aijXn….. + annXn + Yn = Xn atau ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ n i n i n i nn n n ij n n X X X X Y Y Y Y X X X X a a a a a a a a a a 2 1 2 1 2 1 2 1 2 22 21 1 12 11 : M (4) ⎥⎥⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢⎢⎢⎢ ⎣ ⎡ = ⎥⎥⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢⎢⎢⎢ ⎣ ⎡ +⎥⎥⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢⎢⎢⎢ ⎣ ⎡ ⎥⎥⎥⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢⎢⎢⎢⎢ ⎣ ⎡ ni ni ni nn nj n n in ij i i n ij xxx x YYY Y xxx x a a a aaaa aa a a a a a 21 21 21 2 1 222 21 1 12 11 MM

Dengan notasi matriks dirumuskan sebagai berikut:

AX + Y = X (5)

Matriks A merupakan matriks koefisien hubungan langsung antar sektor (koefisien teknologi), dengan demikian maka

(9)

(I – A)X= Y X = (I – A)-1.Y

Matriks (I – A) dikenal sebagai matriks Leontief, merupakan parameter penting di dalam analisis I-O. Invers matriks tersebut, matriks (I-A)-1 atau B adalah matriks invers Leontief (matriks saling hubungan langsung dan tidak langsung antar sektor). Karena (I –

A)-1 Y = BY, maka peningkatan produksi (X) merupakan akibat tarikan permintaan akhir Y. Gradien peningkatannya ditentukan oleh elemen-elemen matriks B.

Berikut ini beberapa istilah teknis analisis I-O yang umum digunakan: A. Keterkaitan

(1) Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (a*j): menunjukkan efek

langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut.

= n i ij j a a*

Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya),

a*j kemudian dinormalisasikan menjadi a*j yang merupakan rasio antara kaitan

langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata kaitan langsung ke belakang untuk sektor-sektor lainnya.

= = j j j j j n j j a na a a a * * * 1 * *

Nilai a*j > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki kaitan ke belakang yang kuat

dalam pengertian memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain.

(2) Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (ai*): menunjukkan efek

langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut.

= j ij i a a*

Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya),

(10)

langsung ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya.

= = i i i i i n i i a na a a a * * * 1 * *

(3) Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect backward

linkage) (b*j): menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan

permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut:

= i ij j b b*

dimana bij adalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=(I-A)-1.

Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya),

b*j kemudian dinormalisasikan menjadi b*j yang merupakan rasio antara kaitan

langsung dan tidak langsung ke depan sektor j dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya.

= = j j j j j n j j b nb b b b * * * 1 * *

(4) Kaitan langsung dan tak langsung ke depan (direct and indirect forward linkage) (bi*):

= i ij i b b*

Untuk kebutuhan mengukur secara relatif (pembandingan dengan sektor lainnya),

bi* kemudian dinormalisasikan menjadi bi* yang merupakan rasio antara kaitan

langsung dan tidak ke depan sektor i dengan rata-rata kaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya.

= = i i i i i n i i b nb b b b * * * 1 * * B. Multiplier

(11)

Dalam hal ini, paling tidak dikenal dua tipe multiplier, yakni: Multiplier Tipe I dan Multiplier Tipe II. Multiplier Tipe I dihitung berdasarkan inverse matriks Leontief, (I-A)-1, dimana sektor rumah tangga diperlakukan secara exogenous. Bila sektor rumah tangga dimasukkan dalam matriks saling ketergantungan, dengan menambah satu baris berupa pendapatan rumah tangga dan satu kolom berupa pengeluaran rumah tangga, yang berarti sektor rumah tangga diperlakukan secara endogenous dalam sistem, maka multiplier yang diperoleh adalah Multiplier Tipe II. Dalam Multiplier Tipe II, bukan hanya Dampak Langsung dan Tidak Langsung yang dihitung tetapi termasuk pula Dampak Induksi, yakni dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan pendapatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. Untuk keperluan analisis, dapat dihitung berbagai jenis multiplier baik untuk Multiplier Tipe I maupun Multiplier Tipe II, antara lain: a. Penggandaan output (Output Multiplier) digunakan rumus:

1 1 n if j n if j MXSJ C MXTj d − − = =

Keterangan :

MXSj = Penggandaan output sektor ke-j

MXSJ = Penggandaan tenaga kerja tipe II sektor ke-j

b. Penggandaan pendapatan (Income Multiplier), digunakan rumus sebagai berikut :

1 1, 1, n ij i an iC MPIj an j = + = +

1 1 1, 1, n ij i an iC MPIIj an j + = + = +

Keterangan :

MPIj = Pengaruh ganda pendapatan tipe I sektor ke-j MPIIj = Pengaruh ganda tipe II sektor ke-j

(12)

an + 1,i = Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor ke-i an + 1,j = Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor ke-j

c. Pengganda Pajak (Tax Multiplier), TMj, yaitu dampak peningkatan permintaan

akhir atas output sektor j terhadap peningkatan pajak tak langsung netto secara keseluruhan di wilayah penelitian.

= i ij i T j T j T b v v M 1 T

vi : rasio pajak tak langsung netto dari sektor i terhadap total output sektor i

untuk i=j, maka Tvi = Tvj

bij : elemen inverse matriks Leontief

d. Pengganda Nilai Tambah Total (Total Value-Added Multiplier) atau multiplier PDRB, GDPMj, adalah dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j

terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian.

= i ij i GDP j GDP j GDP b v v M 1 GDP

vi: rasio Produk Domestik Regional Bruto dari sektor i terhadap total output

sektor i

untuk i=j, maka GDPvi = GDPvj bij : elemen inverse matriks Leontief

e. Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier), EMj, adalah dampak

peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total kesempatan kerja di wilayah penelitian.

= i ij i E j E j E b v v M 1 E

vi : rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor i terhadap total output

sektor i

untuk i=j, maka Evi = Evj

bij : elemen inverse matriks Leontief

(13)

1 1, 1, n ij i an iC MPIj an j = + = +

1 1 1, 1, n ij i an iC MPIIj an j + = + = +

Keterangan :

MPIj = Pengaruh ganda pendapatan tipe I sektor ke-j MPIIj = Pengaruh ganda tipe II sektor ke-j

Dij = Unsur matrik kebalikan Leontief tertutup (unsur matrik (I-B)-1) an + 1,i = Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor ke-i

an + 1,j = Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor ke-j

g. Penggandaan tenaga kerja, digunakan rumus berikut:

1 1 1, 1, n ij i Wn iC MLIj Wn j − = + = +

1 1 1, 1, n ij i Wn id MLIIj Wn j − = + = +

Keterangan :

MLIj = Penggandaan tenaga kerja tipe I sektor ke-j MLIIj = Penggandaan tenaga kerja tipe II sektor ke-j Wn+1,i = Koefisien tenaga kerja sektor ke-i

h. Koefisien penyebaran (Coefficient of Dispersion = CD), rumusnya:

1 1 1 n ij i n n i j n C CD C = = = =

∑ ∑

Keterangan : CD = Koefisien penyebaran

(14)

Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient Analysis)

Keunggulan komparatif (Location Quotient) merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Namun demikian, LQ ini sering juga digunakan di bidang ilmu yang lain. Blakely dalam Saefulhakim (2000) menyatakan bahwa LQ ini merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu shift share analysis. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Disamping itu, LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa--dari produksi lokal suatu wilayah.

Asumsi, Persamaan dan Interpretasi Hasil

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa

sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Struktur data dan aktifitas Tabel LQ ditunjukkan oleh Tabel 15 dan 16. Persamaan dari LQ ini adalah :

IJ IJ I J

LQ

X

X

X

X

=

/

/

. . .. Dimana:

Xij : derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i Xi. : total aktifitas di wilayah ke-I X.j : total aktifitas ke-j di semua wilayah X.. : derajat aktifitas total wilayah

(15)

Tabel 15. Struktur data aktifitas Tabel LQ

Kecamatan j

I Nama Kecamatan 1 2 … m Jumlah Xi.

1 X11 X12 X1m X1. 2 X21 X22 X2m X2. . . . n Xn1 Xn2 Xnm Xn. Jumlah X.1 X.2 X.m X..

Tabel 16. Struktur Tabel LQ

Kecamatan j I Nama Kecamatan 1 2 . . . m 1 LQ11 LQ12 LQ1m 2 LQ21 LQ22 LQ2m . . . . . . N LQn1 LQn2 LQnm

Untuk dapat menginterprestasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut :

- Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i.

- Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-I tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasai aktifitas di wilayah ke-I sama dengan rata-rata total wilayah.

- Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-I tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah.

Data

Data yang biasa digunakan untuk analisis ini antara lain : data tenaga kerja, data

luas atau total suatu komoditas, data PDRB atau data lain. Data tersebut harus mempunyai beberapa unit sampel dan dapat diketahui jumlah total populasinya yang lengkap. Sebagai contoh adalah data produksi yang ada dalam unit-unit kecamatan, oleh karenanya harus diketahui jumlah total produksi tersebut dalam tingkat kabupaten secara keseluruhan. Semua data yang bisa digunakan sebagai penerapan analisis shift share menggunakan data dalam minimal dua titik waktu sedangkan LQ bisa dilakukan untuk data satu titik waktu.

(16)

3.4.2. Hubungan Fungsional Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran dan Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah.

Tujuan kedua penelitan ini adalah suatu proses yang berurutan yakni menganalisis dan memetakan (a) konfigurasi spasial kinerja pembangunan daerah (b) konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran dan (c) hubungan fungsional antara konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran belanja daerah dengan konfigurasi spasial kinerja pembangunan daerah. Untuk tujuan kedua ini lingkup wilayah penelitian dilakukan di 34 Kab/Kota tiga propinsi yakni NTB, Bali dan NTT dengan fokus kajian Kabupaten Sumbawa Barat.

Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu proses yang terintegrasi dalam pembangunan daerah, salahsatu output penting dari perencanaan adalah penganggaran sehingga pola penganggaran yang tepat dapat memberi pengaruh pada kinerja pembangunan. Secara faktual menunjukkan bahwa kinerja pembangunan suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh pola pengalokasian anggaran daerah yang bersangkutan, tetapi akan dipengaruhi pula oleh daerah sekitarnya. Dalam konteks penelitian ini, arah dan kecenderungan penganggaran Kabupaten Sumbawa Barat yang merupakan lokasi proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara dan keterkaitan penganggaran yang mempengaruhi kinerja pembangunan pada 34 Kab/Kota tiga Propinsi Bali, NTB dan NTT dapat diketahui. Sehingga proses percepatan transformasi struktur ekonomi berbasis sumberdaya pertambangan yang tidak terbarukan ke sumberdaya atau sektor-sektor lain diluar pertambangan dapat diketahui telah mengarah atau sebaliknya.

Analisis Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

Ukuran yang umum dipakai untuk mengetahui kinerja pembangunan suatu daerah secara agregat dan cukup representatif salah satunya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain dapat untuk mengukur perkembangan ekonomi daerah dari waktu ke waktu, PDRB dapat juga digunakan untuk membandingkan dengan kinerja perekonomian daerah lain. Dalam penelitian ini dilakukan perumusan indikator dan variabel proxy indikator kinerja pembangunan daerah, kemudian memetakan indikator dan variabel proxy tersebut seperti pada Gambar 24.

Variabel yang diturunkan dari Data APBD

Variabel proxy indikator kinerja pembangunan daerah selain berasal dari data PDRB kabupaten/kota dan juga menggunakan data APBD 34 kabupaten/kota propinsi

(17)

Bali, NTB dan NTT tahun 2006. Data yang berasal dari APBD tersebut adalah persentase PAD terhadap total penerimaan.

Setelah semua variabel indikator kinerja pembangunan selesai dihitung, maka dilakukan analisis PCA untuk mentransformasikan secara linier satu set peubah kedalam peubah yang baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil representatif dan ortogonal (tidak saling berkorelasi), sehingga diperoleh Indeks Komposit Kinerja Pembangunan Daerah.

Indeks komposit tersebut kemudian dipetakan dalam format digital berdasarkan kabupaten/kota masing-masing dengan dilakukan analisis klasifikasi sehingga mempermudah analisis pola spasial kinerja pembangunan daerah di 34 Kab/Koata propinsi Bali, NTB dan NTT.

Tujuan penelitian, data dasar, sumber data, metode analisis an output yang diharapkan untuk menganalisis dan memetakan konfigurasi spasial kinerja pembangunan daerah ditunjukkan oleh Tabel 17 dibawah ini.

Tabel 17. Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

No Tujuan Penelitian Data Dasar Sumber

Data Analisis Variabel Indikator Output yang diharapkan 1. Menganalisis dan memetakan konfigurasi spasial kinerja pembangunan daerah. (Variabel tujuan atau variabel dependent/tidak bebas) 1. PDRB ADH konstan 2004 dan 2006 2. PDRB ADH berlaku 2006 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2006 4. Total Pendapatan 2006 5. Sisa Anggaran tahun Lalu 6. Luas Daerah yang dianalisis dikurangi luas hutan 7. Jumlah Penduduk 8. Angka Keluarga Miskin DJAPK Depkue RI, BPS 1. Rataan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 2. Rataan Produktifitas Wilayah 3. Rataan Produktifitas Penduduk/PDRB Perkapita 4. Rataan Pendapatan Asli Daerah 5. Rataan PAD per

Luas Lahan 6. Laju Pertumbuhan PAD/Laju Pertumbuhan Fiskal 7. Jumlah Penduduk Menganggur dibagi Angkatan Kerja/Usia Produktif 8. Jumlah Keluarga Miskin dibagi Jumlah Keluarga Indeks Komposit Kinerja Pembangunan dan Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

(18)

Analisis Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran

Langkah-langkah dalam analisis konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran hampir mirip dengan analisis sebelumnya yaitu analisis konfigurasi spasial kinerja pembangunan. Tujuan penelitian, data dasar, sumber data, metode analisis dan output yang diharapkan untuk menganalisis dan memetakan konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran belanja daerah ditunjukkan pada Tabel 18 bawah ini.

Tabel 18. Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah.

No Tujuan Penelitian Data Dasar Sumber Data Analisis Variabel Indikator

Output yang diharapkan 2 Menganalisis dan memetakan

konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran belanja daerah. (Variabel keadaan atau variabel independent/variabel bebas) 1. APBD tahun 2006 2. APBD Per Bidang 2006 DJAPK Depkue RI, BPS 1. Rataan per kapita total APBD 2. Rataan per Luas Lahan Total APBD 3. Rataan per kapita APBD per bidang 4. Rataan per luas lahan APBD per bidang 5. Pangsa APBD per bidang Indeks Komposit Pola Pengalokasian Anggaran dan peta konfigurasi spasial pola pengalokasian Anggaran

Sumber : BPS, 2006 dan 2007

Hasil yang diperoleh dari penyusunan dan perhitungan variabel indikator pola pengalokasian anggaran kemudian dilakukan Analisis PCA untuk mentransformasikan secara linier satu set peubah kedalam peubah yang baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil representatif dan ortogonal (tidak saling berkorelasi), sehingga diperoleh Indeks Komposit Pola Pengalokasian Anggaran Daerah.

Indeks Komposit Pola Pengalokasian Anggaran Daerah tersebut lalu dipetakan dalam format digital untuk mempermudah proses analisis.

Analisis Komponen Utama (PCA)

Analisis komponen utama menggunakan PCA Teknik analisis ini mentransformasikan secara linier satu set peubah kedalam peubah yang baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil representatif dan ortogonal (tidak saling berkorelasi). Persamaan umum PCA adalah:

(19)

Format data untuk PCA dapat disusun membentuk matriks yang berukuran n x p, dengan n : unit sample (jumlah wilayah) dan p ; jumlah peubah (kolom).

Analisis komponen utama ini dilakukan sampai diperoleh nilai PC Score terbaik, yaitu:

PC Score dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70%; jumlah faktor-faktor baru yang

diperoleh pada tabel factor loading dibawah lima; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.

Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari PC, yaitu:

• Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel-variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi.

• Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah. (Saefulhakim, 2004).

Hasil PCA antara lain:

• Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru. • Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter

yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i.

• PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable pertama dengan komponen ke-i.

• Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA.

Dalam penelitian ini PCA digunakan sebagai teknik pengolah data indikator kinerja pembangunan dan indikator pola pengalokasian anggaran yang melalui proses rasionalisasi. Hasil dari PCA tersebut (component score) menjadi masukan untuk analisis

(20)

Analisis Hubungan Fungsional Antara Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah Dengan Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

Analisis ini dilandasi pada pemikiran bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pembangunan suatu daerah yaitu pola pengalokasian anggaran suatu daerah, pola pengalokasian anggaran daerah lain dan kinerja pembangunan daerah lain disekitarnya. Dengan kata lain kinerja pembangunan suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh pola pengalokasian anggaran daerah yang bersangkutan, tetapi akan dipengaruhi oleh kondisi daerah lain disekitarnya dalam hal ini adalah pola pengalokasian anggaran dan kinerja pembangunan daerah di sekitarnya

Analisis hubungan fungsional antara pola pengalokasian anggaran belanja daerah dengan kinerja pembangunan daerah menggunakan variabel hasil analisis pertama dan kedua yaitu komponen utama variabel indikator kinerja pembangunan daerah dan komponen utama pola pengalokasian anggaran daerah.

Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah komponen utama indikator kinerja pembangunan daerah, komponen utama indikator pola pengalokasian anggaran, peta administrasi, data aliran kendaraan, dan data aliran barang. Matriks kontiguitasnya berasal dari data peta administrasi 34 kabupaten/kota propinsi Bali, NTB dan NTT. Teknik analisis yang dipakai menggunakan spatial econometrics.

Prinsip dasar spatial econometrics hampir sama dengan regresi berbobot (weighted

regression), dengan variable yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan dan

keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena ‘autokorelasi spasial’. Spatial Autoregresi merupakan pengembangan dari regresi sederhana, yang digunakan untuk data spasial. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi veriabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variable lain, yaitu hubungan spasial.

Spatial econometrics ini digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap

nilai dari variabel penjelas. Prasyarat dalam analysis spatial econometrics adalah sample harus independent. Untuk itu sebelum dilakukan model ini, data harus diolah terlebih dahulu dengan menggunakan PCA (Principal Componens Analysis).

Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada spatial econometrics dalam bentuk matriks pembobot spasial (spatial weight matrices), yang secara umum mengandung

(21)

matriks kedekatan yang disebut dengan matrix kontiguity (contiguity matrix). Untuk perhitungan matriks pembobot spasial (W) dalam penelitian ini didasarkan pada 3 (tiga) aspek, yaitu:

• Ketetanggaan (batas wilayah) antar kabupaten/kota (kontiguity) • Kebalikan jarak antar kabupaten/kota

• Aliran komoditas barang

Teknik-teknik analisis yang dipakai untuk menganalisis peran struktur alokasi anggaran belanja dan keterkaitan antar daerah untuk optimalisasi kinerja pembangunan daerah adalah :

1. Multiple regressive. Persamaannya adalah: Yr=α+βXrr. 2. Spatial auto regressive model. Persamaannya adalah :

. r r k r k k r W Y X Y =α +

ρ +β +ε = 3 1 . 1

3. Spatial Durbin model. Persamaannya adalah :

r r k r k k k r k k r W Y W X X Y =α +

ρ +

ρ +β +ε = = 3 1 . 2 3 1 . 1 dimana :

Yr : Fungsi tujuan/peubah respon/dependent variable : Kinerja Pembangunan

Daerah r

α,β : Konstanta/koefisien fungsi regresi

ρ1.k : Koefisien regresi

Wk : Matriks pembobot spasial antar wilayah , dimana :

• k=1 : Ketetanggaan (batas wilayah) antar kabupaten/kota • k=2 : Kebalikan jarak antar kabupaten/kota

• k=3 : Aliran komoditas barang

ρ2.k : Koefisien regresi

X : Variabel bebas/peubah penjelas/independent variabel : pola pengalokasian anggaran

Tujuan penelitian, data dasar, sumber data, metode analisis dan output yang diharapkan untuk menganalisis dan memetakan konfigurasi spasial pola pengalokasian anggaran belanja daerah ditunjukkan pada Tabel 19 bawah ini.

(22)

Tabel 19. Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Hubungan Fungsional Kinerja Pembangunan dan Pola Spasial Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah

No Tujuan Penelitian Data Sumber Data Analisis Variabel Indikator Output yang diharapkan 3. Menganalisis peran struktur alokasi anggaran belanja dan keterkaitan antar daerah untuk untuk optimalisasi kinerja pembangunan daerah Logaritma Natural : 1. Indeks komposit kinerja pembangunan 2. Indeks komposit pola pengalokasian anggaran, 3. Data aliran barang antar kabupaten/kota 1. Hasil analisis point 1 dan 2 2. Dept. Perhubungan

Tiga analisis indikator: a. Multiple Regresion

(untuk melihat pada daerah yang dianalisis/daerah tertentu) b. Spatial Autoregresion (Untuk melihat pengaruh variabel tujuan terhadap variabel keadaan. F(x) = Y, F(y) = X c. Spatial Durbin Model ( Untuk melihat pengaruh daerah lain/daerah yang bertetangga) Hubungan fungsional antara kinerja pembangunan dan Pola Pengalokasian Anggaran Antar Wilayah Sumber : BPS, 2006 dan 2007

3.4.3. Metode Analisis Tujuan Ketiga Analisis Isi (Content Analysis) dan Perubahan Kebijakan

Identifikasi permasalahan investasi pertambangan dan perubahan kebijakan yang diperlukan sebelum tambang dimulai, saat operasi dan setelah berakhirnya pertambangan, dengan menganalisis berbagai kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah penelitian yakni Kabupaten Sumbawa Barat NTB sebagai lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara menyangkut peraturan perundangan yang terkait pertambangan.

Data yang terkumpul, baik berupa data primer dan sekunder, kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan ketiga penelitian menggunakan analisis isi (content analysis) peraturan perundangan. Sedangkan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan yang ada untuk masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) menggunakan pendekatan IDS environment group, yaitu : narasi, aktor dan kepentingan untuk perubahan kebijakan pascatambang dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Analisis Isi (Content Analysis)

Content analysis adalah teknik penelitian yang digunakan untuk menganalisis

dokumen-dokumen tertulis seperti laporan, surat, transkrip wawancara, dan bentuk-bentuk tertulis lainnya (Henderson, 1991 dan Krippendorf, 1980). Teknik penelitian ini bisa

(23)

berupa teknik kuantitatif yang sistematis dan bisa direplikasi yang digunakan untuk menjelaskan atau memahami konsep yang sedang dipelajari (Riffe et al. 1998).

Content analysis dilakukan untuk mengetahui isi dari suatu produk kebijakan dan

menganalisis proses serta aktor yang terlibat dalam perumusan. Menurut Fraenkel et al. (1996) langkah – langkah yang dilakukan mencakup :

1. Menentukan objek;

2. Mendefenisikan istilah;

3. Spesifikasi unit analisis (kata, kalimat, paragraf atau gambar); 4. Menetapkan sumber data;

5. Memperkuat alasan pemikiran; 6. Membuat rencana sampling; 7. Membuat kode kategori; dan 8. Analisa data.

Analisis Stakeholder (Stakeholder Analysis)

Untuk analysis stakeholder menggunakan metode yang dikembangkan oleh institute development studies IDS yakni proses kebijakan, membangun dan mengelaborasi model sederhana dengan mengkaitkannya dengan tiga tema yang saling berhubungan : ƒ Pengetahuan dan wacana (apa naratif kebijakannya? bagaimana dibingkai melalui

ilmu pengetahuan dan riset, dan sebagainya ?)

ƒ Aktor dan jaringan kerjanya (siapa yang terlibat dan bagaimana mereka saling berhubungan?); dan

ƒ Politik dan kepentingannya (apa dinamika kekuasaan yang mendasarinya?)

Oleh karenanya pemahaman terhadap proses kebijakan adalah suatu hasil dari melihat ketiga hal ini secara bersama-sama –pada titik singgung dari tiga prespektif ini. Jadi, untuk memahamai mengapa kebijakan memiliki bentuk tertentu, adalah perlu untuk memahami bukan hanya bagaimana sain membingkai issu –naratif yang menceritakan cerita kebijakan- tetapi juga cara-cara bagaimana posisi kebijakan melekat pada jaringan kerja (aktor, pendanaan, professional dan hubungan lain dan institusi dan organisasi tertentu) dan memberikan atau membatasi dinamika kekuasaan –namun demikian kerangka kerja ini akan lebih baik dipandang sebagai suatu menu- suatu pemilihan titik awal untuk menjawab pertanyaan kebijakan yang bermanfaat.

Gambar

Gambar 23.  Lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara  Sumber : PTNNT, 2006
Tabel 13. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Metode  Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Model Simulasi Input-Output dan  Location Quation (LQ)
Tabel Input-Output pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks  yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan  antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya, dalam suatu wilayah dalam satu  peri
Tabel 15. Struktur data aktifitas Tabel LQ
+3

Referensi

Dokumen terkait

GAMSARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Keadaan

Kinerja Badan Legislasi keanggotaan periode 2014-2019, sampai saat ini masih dinilai belum maksimal dapat dilihat dari hasil akhir yang dihasilkan oleh Badan Legislasi

Merupakan langkah kritis untuk mewujudkan kesuksesan suatu produk, dan dapat menyediakan suatu sumber daya yang kaya akan ide-ide yang dapat disumbangkan terhadap produk itu

yang diperlukan 20 orang, maka undian hanya dilakukan pada proporsi populasi sebesar 300/20 yaitu 15 orang.. STRATIFIED

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpul data pada variabel intensitas menonton sinetron “Anak Langit” adalah dengan menggunakan skala Intensitas

Field research adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan penelitian yaitu mencari data terjun langsung ke obyek penelitian untuk memperoleh data yang kongret

040447 Kabanjahe pada tahun 1991 dan diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2000,

Penelitian hukum normatif dijelaskan oleh Peter Mahmud Marzuki dengan melihat pada tujuannya yaitu: “… menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum